Karakteristik usaha gaharu alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu: studi kasus Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma
KARAKTERISTIK USAHA GAHARU ALAM
(
Aquilaria malaccensis
) DI PROVINSI BENGKULU
(Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,
dan Kabupaten Seluma)
DWI MARYANI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(2)
(Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,
dan Kabupaten Seluma)
DWI MARYANI
E14062548
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(3)
RINGKASAN
DWI MARYANI. E14062548. Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupetan Seluma). Dibimbing oleh IIN ICHWANDI.
Hutan merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu hasil hutan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan adalah resin gaharu. Gaharu memiliki nilai jual tinggi dengan kualifikasi produksi yang terdiri dari kelas gubal, kemedangan dan abu. Masing-masing produk mengandung oleo resin dan chromone yang menghasilkan aroma khas, sehingga gaharu banyak digunakan di berbagai industri seperti industri parfum, kosmetik, obat-obatan dan keperluan ritual agama. Banyaknya kebutuhan akan gaharu menyebabkan permintaan terhadap gaharu juga meningkat sehingga proses pencarian gaharu yang juga semakin meningkat, sehingga berdampak pada populasi gaharu alam yang semakin berkurang. Walaupun populasi gaharu semakin berkurang, namun proses pengusahaan gaharu masih berlangsung sehingga perlu dilakukan pengkajian tentang karakteristik usaha gaharu alam saat ini.
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usaha gaharu alam di Provinsi Bengkulu, yang meliputi karakteristik pelaku usaha gaharu (pencari, pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar), proses pencarian gaharu, jenis dan karakteristik kualitas, sistem pemasaran serta kebijakan dalam pengusahaan gaharu. Adapun metode yang dilakukan yaitu secara kualitatif dengan mendeskripsikan karakteristik usaha gaharu alam dan secara kauntitatif dengan menghitung marjin keuntungan.
Terdapat tiga kelompok pelaku usaha gaharu yaitu pencari gaharu, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar. Kelompok pencari gaharu melakukan pencarian. Pada proses pencarian membutuhkan pengetahuan, khususnya mengenai ciri-ciri pohon yang mengandung gaharu. Hasil yang didapatkan kelompok pencari gaharu selanjutnya dijual ke pedagang pengumpul melalui saluran tataniaganya. Penjualan gaharu di awali dengan penentuan kualitas dan penetapan harga. Terdapat tujuh kelas kualitas yang disepakati, kelas kualitas tersebut sangat menentukan harga. Semakin baik kualitas gaharu maka harga semakin tinggi dan semakin rendah kualitas gaharu maka harga semakin rendah. Perbedaan harga dari setiap kualitas gaharu dapat mencapai 3-15 kali lipat dari setiap peningkatan kelas kualitasnya. Pelaku usaha yang paling berperan dalam menetapkan harga yaitu pedagang pengumpul besar sehingga marjin harga tertinggi diperoleh pedagang pengumpul besar yaitu 1,4-2 kali lipat dengan pendapatan yang diperoleh 28 kali lipat dari pendapatan kelompok pencari gaharu. Untuk mengatur pemasaranya pemerintah menetapkan kebijakan berupa penetapan kuota yang berlaku dalam kurun waktu satu tahun, izin yang diberikan pedagang pengumpul besar berlaku selama lima tahun dan tarif retribusi
ditetapkan berdasarkan kelas gubal Rp. 20.000/kg dan kemedangan sebesar Rp 20.00/kg.
(4)
Business Characteristics of Natural Agarwood (Aquilaria malaccensis) in Bengkulu Province (Case Study: South Bengkulu Regency, Kaur Regency, and seluma Regency). Guided by IIN ICHWANDI.
Forest is a natural resource that can be used for the people walfare. One of forest product which has potential to be used is resin agarwood. Gaharu has high sold price with production qualification that consist of gubal, kemedangan and ash. Each of product containsOleo Chromone which are produce unique aroma, so that it often used in many industries such as parfum industry, cosmetic industry and religion ritual need. High demand of agarwood cause the demand of it increase more, so that influence to the decrease more, but the agarwood exertion process still do so that it is important to do investigation of natural agarwood characteristics nowdays.
This Research aims to know the characteristic of the natural agarwood exertion in Bengkulu Province, that consist of the characteristic of agarwoodenterprenuer (finder small, collector seller and big collector seller), the process of agarwood exertion, kinds and quality characteristic, marketing system and also policy in agarwood exertion. The methodology of this research is qualitative by describing the characteristic of natural agarwood exertion and quantitative by counting the margin of profit.
There are three groups of gaharuenterprenuer namely: agarwood finder, small collector and big collector. The group of agarwood finders do the gaharu exertion. On the process of agarwood exertion need the specific skill about the characteristic of tree that contain agarwood. The products then sell to collector seller of agarwoodthrough its selling channel. The selling of agarwood begun by determining the condition and price, where there are seven agreed quality. This quality class is so determining the price, better quality of agarwood higher the price and lower quality of agarwood lower the price. The differences of price from each quality of agarwood can reach 3-15 times from the increasing each quality. Enterprenuer have role in determining namely big collector seller so that margin of highest price gotten by them is 1,4-2 multiple times with their income that they gottetn 28 times from income of agarwood finders group.
In order to manage marketing of agarwood, government determines policy in the form of quota in a year, the license that is given to big collector seller in 5 year and the rate of dues determined based on gubal class Rp 20.000,-/kg and kemedanganRp 2.000,-/kg.
Keyword: business characteristic of agarwood, quality agarwood, agarwood cultivation.
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Seluma).” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011 Dwi Maryani
(6)
Nama : Dwi Maryani NRP : E14062548
Menyetujui Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop) NIP. 119641217 199002 1 001
Mengetahui
Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB
(Dr. Ir. Didik Suharjito, MS) NIP. 19630401 199403 1 001
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik
Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus: Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten
Seluma)”.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, kakak-kakakku, dan kembaranku terimakasih atas doa, dukungan serta kasih sayang yang selalu diberikan. Semoga karya ini dapat menjadi bukti kasih sayangku terutama untuk Ibu dan Ayah.
3. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. F. Trop selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Dosen dan Staf Departemen Manajem Hutan. Terimakasih atas semua ilmu pengetahuan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
5. Bapak Taher selaku pedagang pengumpul besar gaharu, Bapak Sarkawi selaku pedagang pengumpul kecil, Bapak Jefri dan semua staf BKSDA Provinsi Bengkulu, dan seluruh pelaku usaha gaharu yang telah memberikan izin, informasi dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan Sofi, Muti, Iyis, Suke, Linda Z, Linda S, Copek dan semua teman-teman MNH 43. Terimakasih atas kebersamaan selama ini dan rasa persahabatan yang telah kalian berikan selama ini.
7. Dang Riswan, Emil, Febri, dan Ita terima kasih atas dukungan, semngat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman satu bimbingan skripsi Aida dan Kiki terimakasih untuk masukan, semangat, dukungan, dan doa dalam menyusun skripsi ini.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas bantuannya.
(8)
Penulis dilahirkan di Bengkulu Selatan pada tanggal 2 Maret 1988 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Baksin dan Ibu Ristahayati. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 17 Manna dari tahun 1994 sampai tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Kota Manna pada tahun 2000 sampai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SLTA Negeri 4 Kota Manna pada tahun 2003 sampai 2006. Pada tahun ini juga penulis melanjutkan pendidikan di Intitut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk ke Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif di organisasi Forest Management Student Club (FMSC) staf kelompok DAS pada tahun 2007-2008. Penulis juga tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Bumi Raflesia (IMBR). Kegiatan praktek yang diikuti penulis diantaranya Praktek Pengolahan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kamojang dan Sancang Jawa Barat. Praktek Pengelohan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sekabumi Jawa Barat. Praktek Kerja Lapang (PKL) di KPH Parengan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Untuk menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor, Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Karakteristik Usaha Gaharu Alam (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Bengkulu (Studi Kasus di Kabupaten Bengkulu Selatan, Kaur, dan Seluma) dibawah bimbingan Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc.F.Trof
(9)
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan aset multiguna yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Hasil hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ada dua yaitu, Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hasil hutan kayu di antaranya kayu, veneer, pulp. Hasil hutan bukan kayu merupakan hasil hutan hayati maupun nonhayati selain kayu di antaranya adalah getah-getahan, resin, minyak hasil sulingan, kulit pohon, buah, biji, lebah madu, damar, dan lain-lain. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, salah satunya adalah resin gaharu (Sumadiwangsa & Harbagung 2000).
Gaharu merupakan salah satu produk hasil hutan yang bernilai jual tinggi dalam bentuk gumpalan, cacahan, serpihan atau bubuk yang memiliki kualifikasi produksi yang terdiri dari kelas gubal, kemedangan dan bubuk atau abu. Masing-masing produk di dalamnya terkandung “oleo resin” dan “chromone” yang menghasilkan aroma khas. Dengan aroma khas yang sangat populer dan disukai di berbagai negara menyebabkan gaharu banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri parfum, kosmetik, obat-obatan, dan untuk keperluan ritual agama.
Banyaknya kebutuhan gaharu pada berbagai industri menyebabkan permintaan terhadap gaharu semakin meningkat. Meningkatnya permintaan terhadap gaharu tidak hanya pada pasar dalam negeri tetapi juga pada pasar internasional. Salah satu negara dengan permintaan gaharu yang sangat tinggi adalah negara Cina dengan permintaan 500 ton/tahun (ASGARIN 2002).
Permintaan gaharu dari Cina menunjukkan bahwa kebutuhan ekspor gaharu cukup tinggi. Tingginya permintaan gaharu dengan kondisi sumberdaya alam yang sangat terbatas menyebabkan proses pencarian gaharu alam di Indonesia semakin intensif dan tak terkendali padahal tidak semua pohon penghasil gaharu mengandung gaharu. Sejauh ini para pencari gaharu dengan
(10)
pengetahuan yang sangat minim melakukan penebangan pohon penghasil gaharu secara sembarangan tanpa diikuti dengan upaya pelestarian dan budidaya, sehingga mengakibatkan populasi gaharu alam semakin berkurang dan menuju kepunahan.
Melihat kondisi pohon penghasil gaharu yang semakin langka, maka Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) pada konferensi ke IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994 memasukan Aquilaria malaccensis dan Aquilaria filarial ke dalam Appendix II sebagai tumbuhan yang terancam punah sehingga dalam pemungutannya harus dikendalikan dan ekspornya dibatasi kuota. Adapun legalitas CITES di Indonesia dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan.
Pembatasan ekspor dengan kuota merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam perdagangan ekspor-impor. Berdasarkan data Ditjen PHKA tahun 2010 menetapkan kuota ekspor gaharu untuk jenis A. malaccensis yaitu 146,125 ton/tahun, sedangkan untuk jenis A. filarial sebesar 427 ton/tahun. Untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan banyak perkebunan yang telah membudidayakan gaharu. Budidaya ini dilakukan karena gaharu alam yang terus menyusut. Selama ini gaharu untuk kebutuhan ekspor berasal dari beberapa sentra produksi gaharu yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Kalimantan Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi, Bengkulu, Maluku, Mataram, Lombok, Riau, Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya.
Hasil survey yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia (ASGARIN 2002) menunjukan bahwa persediaan gaharu alam di Sumatera tersisa 26%, Kalimantan 27%, Nusa Tenggara 5%, Sulawesi 4%, Maluku 6%, dan Papua 37%. Data tersebut menujukan bahwa Sumatera masih memiliki potensi dalam urutan ke tiga di Indonesia setelah Kalimantan dan Papua. Salah satu sentra produksi gaharu di Sumatera yaitu Bengkulu.
Bengkulu memiliki potensi dalam pengusahaan gaharu. Pengusahaan yang telah dilakukan oleh pencari gaharu di Bengkulu adalah pengusahaan dari gaharu alam dan gaharu budidaya yaitu jenis A. malaccensis. Namun, selama ini
(11)
pengumpulan gaharu di Provinsi Bengkulu masih dilakukan secara tradisional dan masih bertumpu pada potensinya di hutan alam. Total produksi gaharu rata-rata di Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 adalah 3,15 ton/tahun. Data produksi gaharu yang dihasilkan oleh pencari gaharu di Bengkulu sebanyak 3 ton/ tahun kelas kemedangan dan 150 kg/tahun kelas gubal yang berasal dari gaharu alam. Sedangkan kuota yang ditetapkan untuk Provinsi Bengkulu dalam pemenuhan ekspor gaharu Indonesia sebanyak 2 ton/tahun artinya Bengkulu dapat memberikan kontribusi sebesar 1,37% dalam memenuhi kuota gaharu yang ditetapkan untuk Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa Bengkulu masih memiliki potensi untuk memproduksi Gaharu terutama gaharu alam (Taher 5 Mei 2010, komunikasi pribadi).
Walaupun Bengkulu masih memiliki potensi untuk memproduksi gaharu alam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa produksi gaharu alam bersifat fluktuatif dan tidak menentu. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pemanfaatan gaharu alam adalah informasi tentang pengusahaan gaharu alam masih sangat terbatas terutama cara pengelolaan dalam pengusahaan gaharu alam yang dilihat dari proses pencarian gaharu, penentuan kualitas gaharu yang masih sangat beragam, sistem pemasaran gaharu dan kebijakan-kebijakan. Oleh karena itu, kajian tentang karakteristik usaha gaharu alam sangat diperlukan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengusahaan gaharu alam di daerah dan pusat.
1.2 Perumasan Masalah
Pohon karas (A. malaccensis) merupakan salah satu pohon penghasil gaharu yang memiliki mutu yang sangat baik dan memiliki harga jual yang paling tinggi dibandingan dengan gaharu yang dihasilkan dari jenis tumbuhan penghasil gaharu
lainnya. Dengan harga yang tinggi inilah menyebabkan gaharu jenis A. malaccensis banyak dicari oleh para pelaku usaha gaharu mulai dari kelompok
pencari hingga eksportir.
Meningkatnya pencarian dan pemungutan gaharu tersebut mengakibatkan banyak pohon karas yang ditebang karena tidak jarang juga kelompok pencari gaharu melakukan penebangan secara asal-asalan sehingga menebang pohon karas yang tidak mengandung gaharu. Selain itu juga penebangan pohon karas yang
(12)
tidak diimbangi dengan pembudidayaan menyebabkan populasi pohon karas tersebut semakin berkurang dan mengalami kepunahan. Berkaitan dengan hal tersebut maka CITES pada konferensinya ke IX di Florida tahun 1994 memasukan gaharu jenis A. malaccensis dalam kategori Apendix II sehingga pengusahaan gaharu alam jenis ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus.
Perhatian dalam penelitian ini dipusatkan pada pengusahaan gaharu alam dirumuskan dalam suatu perumusan masalah mengenai karakteristik pengusahaan gaharu alam yang meliputi karakteristik pelaku usaha gaharu (pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar), proses pencarian gaharu, kualitas gaharu, sistem pengusahaan gaharu, dan kebijakan-kebijakan dalam pengusahaan gaharu tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik pelaku usaha gaharu alam (pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) di Provinsi Bengkulu 2. Mengetahui proses pencarian gaharu alam di Provonsi Bengkulu
3. Mengetahui kualitas gaharu yang terdapat di Provinsi Bengkulu 4. Mengetahui sistem tataniaga dalam usaha gaharu
5. Mengetahui kebijakan-kebijakan dalam usaha gaharu alam 1. 4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti adalah untuk melatih kemampuan meneliti dan menganalisis suatu masalah
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui karakteristik pengusahaan gaharu alam di Provinsi Bengkulu.
3. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku usaha gaharu dalam memperbaiki sistem perdagangan gaharu di Provinsi Bengkulu.
(13)
1. 5 Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan tersebut pada :
1. Saluran tataniaga adalah saluran yang digunakan oleh lembaga tataniaga untuk menyalurkan gaharu dari pencari gaharu ke eksportir gaharu.
2. Lembaga tataniaga adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga mulai dari pencari gaharu, lembaga perantara sampai ke eksportir.
3. Penetapan harga jual gaharu adalah proses pembentukan dan unsur-unsur yang mempengaruhi pembentukan harga gaharu.
4. Marjin tataniaga adalah selisih harga disuatu lembaga pemasaran dengan harga di titik rantai pemasaran lainya.
5. Perilaku pasar adalah polah tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran.
6. Anak kapak (pencari gaharu) adalah sebutan orang/kelompok yang melakukan pencarian gaharu dan melakukan penjualan gaharu di Provinsi Bengkulu.
7. Pedagang Pengumpul kecil (Tengkulak) adalah pedagang yang melakukan pembelian dari pencari, mengumpulkan dan menjualnya ke pengumpul besar. 8. Pedagang Pengumpul besar adalah pedagang yang melakukan pembelian dari pengumpul kecil dan pencari, mengumpulkanya dan menjualnya ke eksportir. 9. Eksportir adalah pedagang yang melakukan penjualan gaharu ke luar negeri.
(14)
2.1 Gambaran Umum Gaharu
Kata gaharu berasal dari bahasa Melayu yang artinya harum, ada juga yang mengatakan bahwa kata gaharu berasal dari bahasa Sansekerta arguru yang berarti kayu berat (dapat tenggelam). Gaharu merupakan hasil dari jenis kayu tertentu yang terdapat dalam hutan. Dengan kata lain gaharu atau gubal (juga sering disebut sebagai aloeswood, englewood, agarwood) yang merupakan substein aromatik berupa gumpalan dan padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu (Susilo 2003).
Pohon penghasil gaharu mencapai tinggi sampai 40 m dan diameter lebih dari 60 cm, dengan ciri batang yang lurus, bulat tidak berbanir, kulit batang halus, coklat keputih-putihan. Tajuknya bulat, lebat dengan percabangan yang horizontal. Daunnya tunggal, berseling, tebal, berbentuk jorong sampai jorong lanset. Permukaan bawah daunnya kadang-kadang berbulu halus, perbungaan berbentuk payung, bercabang, tumbuh pada ketiak daun, bunganya kecil berwarna hijau atau kuning kotor. Jenis ini tersebar dari India, Birma dan Malaysia (Semenanjung Malaya, Filipina, Sumatera sampai Kalimantan bagian Timur dan Utara, dan Papua). Tempat tumbuhnya adalah hutan primer tanah rendah, dengan ketinggian sampai kira-kira 300 m dpl (LIPI 1980).
Gaharu merupakan bagian dari kayu atau akar dari jenis tumbuhan tertentu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh karena pembentukannya hanya terjadi jika terkena infeksi jamur, maka tidak semua jenis penghasil gaharu mengandung gaharu (Nassendi &
Mas’ud 1996). Pohon yang mengandung gaharu adalah pohon yang sudah
terinfeksi jamur, yang memiliki ciri pohon yang mati, daun menguning, ranting bengkak berbintik-bintik sepanjang batang dan cabang, serta ditandai kulit yang sangat kering. (Barden et al. 2009).
Tanaman gaharu termasuk tanaman hutan yang menghasilkan gubal bernilai ekonomi tinggi. Penghasil gaharu dikenal dari genus Aquilaria, Aetoxylon, Enskleia, Gonystylus, Wikstroemia, Girynops, Dalbergia dan Exoccaria. Sampai
(15)
saat ini dikenal 16 jenis pohon penghasil gaharu. Beberapa di antaranya yang
dikenal di Indonesia adalah: A. malaccensis (karas), A. hirta (gaharu), A. microcorpa, A. beccariana, A. filarial, A. cumingiani, Enklea malaccensis,
Gonystylus bancanus (kayu ramin), G. macrophyllus, W. androsalmifolia, Gyrinops verstegii, G cumingiani. Di samping terdapat beberapa jenis tanaman gaharu yang berpotensi sebagai penghasil gaharu ada juga gaharu yang belum banyak dikenal masyarakat yaitu: Aetoxylon sympetalum, W. polyantha dan W. tenuiramis.
Secara alami gaharu terbentuk akibat serangan jamur yang masuk ke dalam kayu melalui bagian-bagian batang yang rusak atau dahan-dahan yang rusak. Proses pembentukan gaharu pada pohon biasanya ditandai oleh terbentuknya garis-garis sejajar sumbu batang, berwarna merah sampai coklat sampai kehitam-hitaman pada jaringan batang. Selain itu, upaya pembentukkan gaharu biasa dilakukan secara buatan. Salah satunya teknologi yang digunakan untuk mempercepat terbentuknya gaharu adalah dengan inokulasi cendawan pembentuk gaharu (Siran & Nina 2004).
Nakanishi dan Ishihara (1991) dalam Susilo (2003) mengatakan bahwa ada
beberapa macam zat penting yang terkandung dalam gubal gaharu adalah (-Agarofuran, Nor-ketoagarofuran, (-)-10-Epi-y-eudesmol, Agarospirol, Jinkohol
eremol, Kusunol, Dihydrokaranone, Jinkohol II, serta Oxo agarospirol), selain zat penting tersebut juga terdapat senyawa yang penting di dalam gaharu. Terdapat lebih kurang 17 macam senyawa, antara lain noroxoagarofuran, agarospirol, 3,4-dihydroxy-dihydroagarufuran, p-methoxy-benzylacetone dan aquillochin (Susilo 2003).
Menurut Mandang dan Bambang (2002), gaharu dari jenis A. malaccensis, G. verteeghii, A. sympetalum, G. bancanus dan G. macrophylus, mempunyai persamaan ciri jari-jari dan pembulu: kelima jenis kayu gaharu ini sama-sama mempunyai serat dengan noktah halaman yang tegas pada bidang radial dan cenderung 2 baris; jari-jari umumnya satu seri, serta noktah antar pembuluh berukuran kecil, 4-7 mikron.
Masih banyak permasalahan yang dihadapi mulai dari pelestarian jenis, cara pemungutan dan cara penentuan kualitas. Terutama masalah cara pemungutan
(16)
gaharu hingga saat ini masih dilakukan dengan cara cincang yaitu dengan mencincang bagian pohon yang diduga mengandung gaharu. Cara ini memerlukan banyak tenaga, waktu dan biaya. Dilain pihak hasil yang didapat terkadang tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan dan bahkan tidak ditemukan gaharu pada pohon tersebut, sehingga menyebabkan punahnya jenis tumbuhan penghasil gaharu tersebut (Yusliansyah 1997).
2.2 Sistem Perdagangan Gaharu
Perdagangan gaharu di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-5, dimana Cina merupakan pembeli terbesar. Namun demikian, perdagangan gaharu mulai marak pada abad ke-15 ketika hubungan Cina dan Kalimantan Bagian Utara terjalin dengan baik. Pada masa pemerintahan Belanda dari abad ke-18 sampai permulaan abad ke-19 juga terus berlangsung hingga sekarang. Perdagangannya dilakukan secara tradisional oleh penduduk lokal yang bertempat tinggal di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Soehartono &
Mardiastuti 2003).
Adapun negara-negara yang terlibat dalam perdagangan gaharu adalah Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Menurut laporan CITES, yang menjadi pengekspor terbesar di dalam perdagangan gaharu internasional adalah negara Indonesia dengan total ekspor 900 ton pada tahun 1995-1997. Kemudian disusul dari Semenanjung Malaysia dengan total ekspor di atas 340 ton dari jenis Aquilaria malaccensis. Vietnam juga merupakan sumber dari perdagangan gaharu. Dari data impor menujukan bahwa Taiwan merupakan konsumer gaharu dari Vietnam dengan total impor di atas 500 ton pada tahun 1993-1998 (Barden et al. 2009).
Selama ini gaharu yang diperdagangkan berasal dari gaharu alam, permintaan gaharu yang semakin meningkat menyebabkan harga gaharu semakin tinggi. Tingginya harga gaharu menyebabkan perburuan gaharu semakin meningkat di Indonesia, padahal tidak semua pohon gaharu menghasilkan gubal gaharu. Para pemburu dengan pengetahuan yang sangat minim melakukan penebangan secara sembarangan tanpa diiringi upaya budidaya, akibatnya populasi gaharu semakin menurun.
(17)
Populasi gaharu yang semakin menurun menyebabkan CITES pada konferensinya yang ke IX memasukan gaharu kedalam Appendix II. Salah satu spesies penghasil Gaharu yang masuk dalam daftar Appendix II adalah Aquilaria malaccencis. Karena Aquilaria malaccencis dianggap langkah dan terancam punah maka CITES mengeluarkan peraturan perizinan bahwa semua eksportir gaharu diwajibkan memiliki surat ijin CITES (Keong 2006). Surat ijin CITES ini sesuai dengan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978, Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha (SIU) dari departemen teknis dan mengikuti ketentuan-ketentuan umum dalam dunia perdangan lainnya (Susilo 2003).
Adapun legalitas CITES di Indonesia dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan. Sedangkan perizinanan perdagangan komoditi gaharu di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan 447/KPTS-II/2003. Dimana izin pengumpulan atau pemungutan gaharu disetujui dan ditandatangani oleh Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan dari:
1. Rekomendasi kuota dari BKSDA setempat.
2. Rekomendasi dari Bupati atau Walikota setempat.
3. Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota setempat. Prosedur perizinan gaharu tidak jauh berbeda dengan prosedur perizinan pengusahaan HHBK (non gaharu) hanya saja dalam perizinan gaharu ada penambahan persyaratan yaitu pengajuan proposal atau rencana kerja pengusahaan HHBK (Nurapriyanto et al. 2009).
Selain penetapan perizinan untuk melindungi gaharu dari kepunahan, CITES juga menetapkan kebijakan perdagangan ekspor gaharu yaitu penetapan kuota. Penetapan kuota pengambilan atau penangkapan tumbuhan dan satwa liar didasarkan pada prinsip kehati-hatian (Precautionary Principle) dan dasar-dasar ilmiah untuk mencegah terjadinya kerusakan atau degradasi populasi. Kuota ditetapkan oleh direktorat jendral PHKA berdasarkan rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk setiap kurun waktu satu tahun. Pada saat ini dalam proses penyusunan kuota disadari bahwa ketersediaan data potensi atau tumbuhan masih sangat terbatas (Direktorat Jendral PHKA 2004).
(18)
Kuota perdagangan gaharu Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hal ini ditunjukan dari data PHKA dan CITES yang menunjukkan bahwa kuota ekspor pada tahun 2000-2008.
Tabel 1 Kuota ekspor gaharu
Tahun Aquilaria filarial Aquilaria malaccensis
Kuota (ton) Realisasi (ton) Kuota (ton) Realisasi (ton) 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 496 192 125 125 125 150 125 125 125 200 - 173 90 - - - 150 - - - - 162 1.145 75 75 50 50 60 50 75 75 225 - 808 65 - - - 60 50 75 75 - Sumber : Majalah Trubus (2008) dan PHKA (2010)
Penurunan kuota ini disebabkan ketersediaan gaharu yang semakin menurun. Penetapan kuota merupakan pedoman dan pengendalian seluruh bentuk pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperoleh dari alam.
1.3 Pelaku Usaha Gaharu Alam
Menurut Sudiyono (2002) lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari porodusen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.
Ada tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang dan jasa, mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen yaitu pihak produsen, pihak perantara, pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah pihak yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu
(19)
pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer), sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan (Limbong & Sitorus 1987).
Pemasaran gaharu melibatkan beberapa pelaku usaha gaharu mulai dari pencari gaharu sebagai produsen, pengumpul kecil (tengkulak) dan pengumpul besar sebagai lembaga perantara, eksportir sebagai lembaga pengekspor. Pencari gaharu biasanya terdiri dari pencari bebas dan pencari terikat. Pencari bebas adalah pencari gaharu dengan modal kerja sendiri sehingga bebas di dalam menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehannya baik kepada pedagang pengumpul di desa, di kecamatan, maupun langsung pada pedagang besar atau ekportir. Pencari terikat adalah pencari gaharu yang dimodali sehingga waktu pencarian dan perolehannya terikat pada pemberi modal yaitu pedagang pengumpul yang merupakan perpanjangan dari pedagang besar. Pengumpul kecil (tengkulak) biasanya lembaga atau individu yang langsung berhubungan dengan pencari gaharu yang langsung membeli gaharu dari pencari gaharu dan kemudian menjualnya kepada pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar adalah pelaku pemasaran yang memiliki modal besar dan juga memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah(Yusliansyah et al. 2003).
2. 4 Kualitas dan Harga Gaharu
Penetapan harga gaharu di perdagangan internasional didasarkan pada kualitas gaharu tersebut. Semakin baik kualitas gaharu maka harga gaharu akan semakin mahal begitu juga sebaliknya semakin rendah kualitas gaharu maka harganya pun semakin rendah. Parameter yang digunakan dalam penentuan kualitas gaharu adalah warna, kadar resin, kadar minyak, dan ukuran bentuk serpihan (Barden et al. 2009).
Menurut (Bambang et al. 1996) semakin hitam warna gaharu semakin tinggi kualitasmya dan biasanya gaharu kualitas ini tenggelam dalam air. Gaharu kualitas pertama harus memiliki warna yang paling hitam dan mengkilat. Gaharu yang warnanya hitam dan mengkilat memiliki tingkat kepadatan dan pendamarannya lebih tinggi yang menunjukkan tingginya kadar resin yang terkandung di dalamnya. Sehubungan dengan kadar resin, semakin banyak kadar resin yang terkandung maka kadar harum dan kadar aromnya akan semakin tinggi.
(20)
Begitu juga dengan bentuk dan ukuran, ukuran yang lebih besar akan menunjukan kualitas gaharu yang lebih baik.
Penentuan kualitas gaharu pada umumnya dilakukan tidak seragam dan dilakukan secara visual saja, sehingga sifatnya lebih subyektif dan kualitas gaharu yang dihasilkan tergantung dari orang yang menentukannya. Untuk menghindari keragaman dari kualitas gaharu Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu gaharu. Dalam standar diuraikan mengenai definisi gaharu, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi, cara pemungutan, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji dan syarat penandaan. Klasifikasi mutu gaharu terdiri dari gubal gaharu, kemedangan dan abu gaharu. Setiap kelas mutu dibedakan lagi menjadi beberapa sub kelas, berdasarkan ukuran, warna, kandungan damar wangi, serat, bobot dan aroma ketika dibakar (Yusliansyah et al. 2003).
Menurut SNI 01-5009.1-1999 yang dimaksud dengan gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitaman berseling coklat. Sedangkan kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih ke abu-abuan sampai kecoklatan, berserat kasar dan kayunya yang lunak. Abu gaharu adalah serbuk kayu sisa pemisahan gaharu dari kayu (BSN 2004).Sedangkan kualitas gaharu di provinsi Bengkulu dibedakan berdasarkan warna, bentuk, dan seratnya, persyaratan kualitas gaharu di provinsi Bengkulu pada penelitian Misran (1997) dapat dilihat pada Tabel 2.
Umumya penentuan harga dan kualitas gaharu sangat didominasi oleh pembeli dengan alasan bahwa gaharu yang dikumpulan pencari masih sangat kasar dan kualitasnya masih bervariasi sehingga perlu disortir ulang (perlu biaya sortir) untuk mendapatkan nilai jual tinggi. Di samping itu rendahnya daya tawar pencari juga disebabkan oleh adanya keterikatan antara pencari dengan pedagang pengumpul besar (Subarudi & Karyono 2004).
(21)
Tabel 2 Persyaratan kualitas gaharu di Bengkulu No Kualitas gaharu Keterangan
1 Gaharu super Berwarna hitam, padat serta mengkilap, banyak mengandung minyak, serta serat kayu tidak kelihatan
2 Kelas A Berwarna hitam agak mengkilap, padat, serat kayu agak kelihatan 3 Kelas B Berwarna hitam, dibandingkan dengan kelas A, kepingan kayu agak
tipis, sedikit terdapat alur atau bintik putih, pada bagian tengah kepingan terdapat rongga
4 Kelas C Masih berwarna hitam, lebih banyak alur putih dibandingkan kelas B, kepingan kayu tipis dan bila digenggam kuat menjadi rapuh atau patah
5 Kemedangan super
Berwana campur alur putih, serat kayu tampak jelas, dibandingkan dengan kelas di atas walaupun agak padat tetapi bobotnya ringan 6 Kemedangan A Berwarna coklat tua, banyak terdapat alur atau bintik putih dan serat
kayunya kasar
7 Kemedangan B Berwarna coklat campur putih, banyak terdapat alur atau bintik putih, serat kayunya kasar
8 Kemedangan C Berwarna kuning hingga colat muda, sedikit mengandung gaharu dan serat kayunya kasar
9 Tri A Berwarna hitam campur alur putih, kepingan kayunya kecil, tipis dan pendek, serat kayunya kasar
10 Tri B Warna hitam lebih sedikit dari kualitas A, kepingan kayunya kecil, tipis dan pendek serta serat kayunya kasar
11 Tri C Warna hitamnya lebih sedikit dibandingkan kualitas Tri B, kepingan kayunya lebih kecil dari Tri B dan serat kayunya kasar
Sumber: Misran (1987)
Di Nusa Tenggara Timur harga jual gaharu pada berbagai lembaga pemasaran mengalami perbedaan berdasarakan kualitas dan lembaga pemasaranya. perbedaan harga jual gaharu pada masing-masing lembaga dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Harga jual gaharu pada berbagai lembaga pemasaran (Rp/ Kg)
Kelas Pencari gaharu Pengumpul kecil Pengumpul besar (penguasa)
Super Kelas II Teri Hitam Teri Bunting Kacangan
700.000 300.000 75.000 40.000 25.000
1.000.000 450.000 100.000 60.000 35.000
1.500.000 600.000 150.000 100.000 50.000 Sumber : Universitas Nusa Cendana (1996)
(22)
2.5 Biaya Produksi Gaharu
Sudarsono (1995) dalam Ratih (2009) menyatakan fungsi biaya adalah perilaku biaya yang mencerminkan hubungan antara besarnya biaya dengan kuantitas produksi. Disamping itu diketahui bahwa fungsi produksi dipengaruhi oleh faktor produksi. Jadi fungsi produksi dapat dianggap sebagai pembatas fungsi biaya. Fungsi biaya total memperlihatkan bahwa sekelompok biaya masukan dan untuk setiap tingkat keluaran. Jadi biaya produksi adalah total pengeluaran yang terjadi dalam mengorganisasikan dan melaksanakan proses produksi.
Firdaus (2008) menjelaskan biaya peroduksi akan berpengaruh pada harga yang akan terbentuk pada suatu produksi, harga pokok merupakan jumlah biaya memproduksi suatu produk ditambah biaya lainya sehingga barang itu berada di pasar. Unsur biaya pokok dalam pengusahaan gaharu dibagi ke dalam dua golongan yaitu:
1. Biaya tetap total (total fixed cost-TFC), yaitu keseluruhan biaya yang dikelurkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya.
2. Biaya variable total (total variable cost-TVC), yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.
Komponen-komponen biaya penjualan gaharu dari pencari sampai ke eksportir sangat mempengaruhi keuntungan yang akan diterima pada setiap pelaku usaha gaharu alam ini. Adapun yang termasuk biaya tetap dalam pengusahaan gaharu adalah biaya peralatan (kapak, parang, pisau raut, pahat cengkung, timbangan, alat angkutan), biaya perizinan dan biaya tempat/gudang. Sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya perbekalan, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja, biaya sortir, dan biaya administrasi (Subardi & Karyono
2004). Dari hasil penelitian yang dilakukan di Riau komponen dan nilai biaya pada setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6.
Tabel 4 Biaya pencarian gaharu pada tingkat pencari di Riau
Alat dan bahan Biaya
- Perbekalan - Transportasi - Alat
60.000 10.000 30.000 Sumber : Subardi dan Karyono( 2004)
(23)
Tabel 5 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul kecil
Uraian Rata-rata Biaya/ kg (Rp) Keterangan
Transportasi 10.000 Pembelian dan pengangkutan
dari tingkat petani minimal 50 kg.
Akomodasi 1.000
Keamanan 1.000
Lain-lain 200
Sumber : Subardi dan Karyono ( 2004)
Tabel 6 Biaya produksi gaharu di tingkat pedagang pengumpul besar
Uraian Biaya (Rp/ Kg)
Gaharu Kemedangan
Sortir 1.000 1.000
Administrasi 1.700 1.700
Sekuriti 600 600
IHH 2.000 1.000
Bunga Bank 1.000 1.000
Sumber : Subardi dan Karyono (2004)
2.6 Marjin Usaha Gaharu
Marjin usaha dapat dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan sejak dari tingkat produsen hingga tingkat pedagang pengecer. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap pelaku usaha akan menyebabkan perbedaan harga jual antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha yang lain sampai tingkat konsumen akhir. Semakin banyak pelaku usaha yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir (Limbong & Sitorus 1987).
Marjin pengusahaan diartikan sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga pabrik yang diterima oleh produsen yang membuat produk tersebut (Beddu et al. 1996). Marjin usaha pada komoditas gaharu dapat dilihat dari selisih antara total pendapatan dengan total biaya. Marjin usaha pada setiap pelaku pengusahaan gaharu berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan oleh setiap pelaku dipengaruhi oleh harga penjualan dan biaya yang diperlukan pada saat produksi. Penentuan harga jual komoditas gaharu didasarkan pada kualitas gaharu, sedangkan biaya didasarkan pada proses-proses yang dilakukan oleh setiap pelaku usaha.
(24)
Dalam pengusahaan gaharu yang mendapatkan keuntungan yang terbesar dalam kegiatan ini adalah pihak pengumpul besar atau eksportir. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan di provinsi Riau terlihat pedagang pengumpul besar memperoleh marjin sebesar 74,8 %, pedangan pengumpul kecil sebesar 20,1 % dan petani pencari sebesar 5,1 %. Pihak yang mendapatkan keuntungan yang terkecil adalah pencari gaharu. Hal ini disebabkan pada umumnya pencari gaharu memiliki posisi tawar yang rendah dalam menjual hasil gaharu yang dikumpulkannya karena rendahnya pengetahuan mereka tentang kualitas gaharu yang ada dan terbatasnya informasi harga gaharu yang berlaku di pasaran.
(25)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pikir
Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma merupakan sentra produksi gaharu di Provinsi Bengkulu. Dari ketiga kabupaten ini tercatat hasil produksi gaharu sebanyak 3,15 ton/tahun dengan klasifikasi kelas kemedangan 3 ton dan 150 kg kelas gubal. Sedangkan kuota yang ditetapkan untuk Provinsi Bengkulu dalam pemenuhan ekspor gaharu Indonesia sebanyak 2 ton/tahun. Artinya ketiga kabupaten ini masih memiliki kemampuan untuk memproduksi gaharu terutama gaharu alam.
Proses pengusahaan gaharu mempunyai prosedur dan melibatkan pelaku-pelaku usaha. Adapun pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengusahaan gaharu adalah pencari gaharu sebagai produsen, pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar sebagai perantara dan eksportir sebagai pengekspor. Tujuan penelitian ini akan dicapai dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan karakteristik pelaku pengusahaan gaharu (pencari, pedagang
pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) yang dilakukan dengan wawancara kepada semua pihak yang terlibat dalam usaha gaharu ini. Melalui pengkajian diskriptif dari pencari gaharu tentang karakterikstik pencari (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat tinggal, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran rumah tangga per bulan), dan karakteristik pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar (sejarah usaha, modal, biaya, kegiatan usaha dan legalitas usaha).
2. Data kegiatan/proses pencarian gaharu (waktu pencarian, peralatan dan perbekalan dalam proses pencarian, teknik pencarian, jumlah gaharu yang didapatkan dalam proses pencarian gaharu, biaya-biaya dalam pencarian gaharu, pendapatan/harga jual gaharu, sistem pembagian hasil dalam kelompok).
3. Pengkajian deskriptif dengan pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar, mengenai sistem penentuan kualitas dan sistem penentuan
(26)
harga, kegiatan-kegiatan usaha, dan biaya-biaya (biaya transportasi, biaya akomodasi, biaya keamanan) sehingga dapat dilihat marjin usaha yang diperoleh setiap pelaku usaha gaharu.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini merupakan tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan di lapangan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten provinsi Bengkulu yaitu kabupaten Bengkulu Selatan, kabupaten Kaur, dan kabupaten Seluma. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling), karena ketiga kabupaten tersebut merupakan daerah utama penghasil gaharu di provinsi Bengkulu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2010.
Eksportir
Pengumpul Besar Pencari
Terikat Pencari
Pengumpul Kecil Pencari
Bebas
- Karakteristik pencari - Kegiatan pencarian gaharu - Biaya pencarian gaharu - Marjin pemasaran gaharu
-Karakteristik pedagang pngumpul kecil dan pedagang pengumpul besar
-Sistem sortir kualitas -Biaya-biaya produksi
-Bentuk-bentuk gaharu yang dibeli dan dijual dalam setiap kualitas
(27)
3.3 Objek dan Alat Penelitian
Objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha gaharu (kelompok pencari, pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengumpul besar) Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat tulis, alat hitung, komputer, kamera, dan pedoman wawancara (kuesioner).
3.4 Teknik Penentuan Responden
Pemilihan responden (pencari gaharu, pengumpul kecil, pengumpul besar dan informan) dilakukan secara sengaja (pusposive sampling) yang disesuaikan dengan kondisi yang diperlukan untuk penelitian. Kabupaten yang dijadikan sebagai studi kasus adalah Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma. Pemilihan ketiga Kabupaten tersebut karena daerah ini merupakan hutan sentra produksi gaharu unggul dengan produksi yang telah diekspor keluar negeri. Begitu juga dengan pengambilan sampel kecamatan dan desa dilakukan dengan sengaja yaitu desa yang menurut informasi dari pengumpul besar merupakan desa-desa yang terdapat gaharu dan penduduknya ada yang berperan sebagai pencari dan juga sebagai pengumpul kecil.
Jumlah responden pencari gaharu yang diambil dari Kabupaten Kaur sebanyak 4 kelompok/27 orang, Kabupaten Seluma sebanyak 3 kelompok/25 orang dan Kabupaten Bengkulu Selatan sebanyak 1 kelompok/8 orang. Penentuan responden pedagang dan pelaku usaha lainnya dilakukan secara berantai (snowball sampling) mulai dari pencari gaharu sebagai produsen sampai ke eksportir. Jumlah responden pengumpul besar yang diambil adalah satu orang berasal dari Kabupaten Bengkulu Selatan Kota Manna. Responden pengumpul kecil diambil satu orang yang berasal dari Kabupaten Kaur. Struktur responden dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Selain itu untuk memperoleh data pendukung juga diwawancarai pihak (BKSDA Bengkulu dan pihak Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) bagian HUMAS dan perizinan.
(28)
Gambar 2 Struktur responden dalam penelitian.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi :
1. Data karakteristik responden (nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, sumber pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pengeluaran rumah tangga/bulan).
2. Data kegiatan pencarian gaharu (peralatan yang digunakan, waktu pemungutan dan lamanya waktu pemungutan, tempat mencari gaharu, jumlah anggota kelompok pencari, cara menduga pohon yang mengandung gaharu, cara melakukan pendugaan dan cara penentuan kualitas gaharu, jenis gaharu yang didapatkan, jumlah gaharu yang diperoleh dalam satu periode pencarian). 3. Data biaya dan pendapatan pencarian gaharu (biaya-biaya/komponen biaya dalam proses pencarian dan pemasaran pada setiap lembaga, pendapatan, dan sitem bagi hasil dalam kelompok pencarian).
4. Data mengenai sistem pengusahaan (pelaku usaha, sistem pengusahaan dan perizinan pengusahaan gaharu alam)
Data primer diperoleh langsung dari pencari gaharu, pedagang kecil dan pedagang besar, informan (BKSDA dan PHKA) dan semua lembaga pengusahaan gaharu yang terkait dalam proses pengusahaan gaharu. Data primer ini diperoleh dengan teknik wawancara terstruktur dan wawancara yang tidak tersetruktur.
2 Kelompok (Bebas dan terikat) Kabupaten Kaur
Pengumpul Kecil
Pengumpul Besar
3 Kelompok (terikat) Kabupaten Seluma
3 Kelompok (Terikat dan bebas) Kabapten Kaur dan B/S
(29)
π = TR - TC TR = p.q
= p1.q1 + p2.q2 + p3.q3 + … + pn.qn
=
TC = TFC + TVC
TC = c1 + c2 + c3+ … + cn
π = TR - TC TR = p.q
= p1.q1 + p2.q2 + p3.q3 + … + pi.qi
=
TC = TFC + TVC
TC = c3 + c4 + c5 + … + ci
Sedangkan data sekunder adalah data yang menyangkut:
1. Kondisi umum Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma.
2. Data yang menyangkut keadaan lingkungan, baik fisik, sosial ekonomi masyarakat dan data mengenai perizinan pengusahaan gaharu.
3. Data skema perizinan, persyaratan perizinan, dan data statistik pemasaran gaharu dan data penetapan kuota.
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari data primer maupun data sekunder secara kuantitatif dan kulitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan karekteristik pelaku usaha gaharu alam, proses pencarian gaharu, mendeskripsikan kualitas gaharu, sistem usaha pemasaran gaharu mendeskripsikan kebijakan dalam pemasaran gaharu. Analisis secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui keadaan marjin pengusahaan dengan menggunakan bantuan kalkulator dan program Microsoft Excel 2007. Data yang terkumpul di tabulasikan dan dianalisis sesuai dengan keperluannya.
Menurut Gittinger (1986) untuk menghitung marjin keuntungan (profit margin) pemasaran gaharu dapat menggunakan rumus :
a. Marjin pada pencari Gaharu
(30)
dimana :
π = Profit margin TR = Total Revenue
p1 = harga gaharu kualitas super q1 = kuantitas gaharu kelas super
p2 = harga gaharu kelas A/B q2 = kuantitas gaharu kelas A/B
p3 = harga gaharu kelas B/C q3 = kuantitas gaharu kelas B/C
p4 = harga gaharu kelas C1 q4 = kuantitas gaharu kelas C1
p5 = harga gaharu kelas C2 q5 = kuantitas gaharu kelas C2
p6 = harga gaharu kemedangan super q6 = kuantitas gaharu kemedangan super
p7 = harga gaharu kelas teri q7 = kuantitas gaharu kelas teri
pn = harga gaharu kelas ke-n tingkat pencari
qn = kuantitas gaharu kelas ke-n tingkat pencari
pi = harga gaharu kelas ke-i tingkat pengumpul (besar/ kecil)
qi = kuantitas gaharu kelas ke-i pada tingkat pengumpul (besar/ kecil)
TFC = total fixed cost (total biaya tetap) TVC = total variabel cost (total biaya variabel) c1 = biaya perbekalan
c2 = biaya alat
c3 = biaya transfortasi
c4 = biaya administrasi
c5 = biaya pensortiran
cn = biaya ke-n pada tingkat pencarian gaharu
(31)
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4. 1 Letak dan Geografis
Secara geografis, Provinsi Bengkulu terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dan berada diantara 101020’-103059’ BT dan 2025’-5000’ LS. Secara administrasi Provinsi Bengkulu memiliki luas wilayah sebesar ± 1.978.870 ha. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera Barat sampai dengan perbatasan Provinsi Lampung yang jaraknya lebih kurang 567 kilometer. Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang kurang lebih 433 kilometer. Bagian Timurnya berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur, sedang bagian Barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan serta diselingi daerah yang bergelombang.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian. Lokasi
Penelitian
(32)
4.2 Iklim dan Hidrologi
Kondisi iklim di provinsi Bengkulu ditandai dengan jumlah curah hujan yang cukup tinggi, yaitu: rata-rata 2000-3000 mm/tahun, dengan rata-rata hari hujan antara 100-250 hari/tahun. Hari hujan rata-rata 20 hari/bulan dengan jumlah hari hujan terendah 18 hari yang terjadi pada bulan Mei dan September, sedangkan hari hujan tertinggi selama 23 hari terjadi pada bulan November dan Desember. Curah hujan yang cukup tinggi di Provinsi Bengkulu dapat menyebabkan erosi, seperti yang telah diidentifikasi bahwa lebih kurang 22.647 ha lahan di wilayah Provinsi Bengkulu mengalami erosi yang tersebar tiap kabupaten. Erosi yang cukup besar terjadi di Kabupaten Rejang Lebong.
4.3 Topografi
Berdasarkan keadaan alam dan letaknya, maka wilayah provinsi Bengkulu mempunyai ketinggian dari permukaan laut yang berbeda-beda. Keadaan ketinggian wilayah Provinsi ini sangat bervariasi mulai dari 0-100 m, 100-500 m, 500-1000 m dan lebih besar 1000 m. Berdasarkan konsisi geologinya, pembagian kelas ketinggian tersebut dapat dibedakan dalam lima formasi, yaitu: formasi batuan andesit, formasi telisa atas, formasi telisa bawah, formasi kristalin, formasi neogen, dan formasi alluvial.
4.4 Morfologi
Secara geomorfologi atau bentuk permukaan bumi, Provinsi Bengkulu dapat dibedakan menjadi empat bentuk daerah, yaitu:
1. Dataran Pantai
Dataran ini terdapat di sepanjang pantai, yang membentang dari Muko-Muko sampai Padang Guci. Umumnya daerah ini sempit dan terdapat cekungan dan rawa- rawa.
2. Dataran Alluvial
Dataran ini berada memanjang di belakang dataran pantai yang mempunyai lebar berkisar antara 5-10 km, umumnya daerah ini mempunyai kesuburan tanah cukup tinggi.
(33)
3. Dataran Lipatan
Daerah ini hampir memanjang sejajar dengan dataran alluivial dengan ketinggian antara 100-400 m diatas permukaan laut. Daerah ini antara lain meliputi Lumbuk Pinang, Beringin Tambun dan Hulu Sungai Ipuh.
4. Daerah Vulkanik
Daerah ini menempati sebagian besar Pegunungan Bukit Barisan yang merupakan jalur pegunungan patahan dan kompleks vulkanik dengan pusat erupsi di luar Provinsi Bengkulu.
4.4.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Provinsi Bengkulu terdiri dari beberapa kabupaten, di antaranya yang merupakan lokasi penelitian adalah Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Seluma. Pertumbuhan penduduk sangat tinggi. Masyarakat Provinsi Bengkulu pada umumnya menggantungkan hidupnya dengan bertani. Dilihat dari tingkat pendapatan daerah per kapita, Provinsi Bengkulu mengalami perkembangan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi. Penduduk provinsi Bengkulu sebagian besar berbudaya melayu, dengan titik berat kepada tradisi ninik mamak yang berorientasi pada tradisi minang. Sebagian besar penduduk Bengkulu masih matrilineal dengan keturunan garis keturunan ibu sebagai garis keturunan.
(34)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Pelaku Pemasaran Gaharu 5.1.1 Pencari Gaharu
Pencarian gaharu di provinsi Bengkulu telah dilakukan sejak tahun 1984 sampai sekarang. Pencarian ini biasanya dilakukan dengan cara berkelompok. Anggota kelompok pencari gaharu dalam setiap periode pencarian ke hutan berasal dari berbagai desa dan kecamatan. Kelompok pencari ini bisa dikatakan bukan kelompok yang tetap karena sering kali anggota kelompok bertukar-tukar. Pertukaran ini biasanya disesuaikan dengan waktu dan kegiatan setiap anggota yang saling mengajak untuk masuk ke hutan. Dalam pembentukan kelompok terdapat dua kepercayaan yang berbeda antara pencari gaharu, dimana ada beberapa kelompok yang mempercayai bahwa jumlah anggota kelompok tidak boleh ganjil dengan alasan apabila anggota kelompok berjumlah ganjil dikhawatirkan akan terjadi suatu musibah ketika pencarian. Selain itu, ada kelompok pencari gaharu yang tidak menghiraukan jumlah anggota kelompok yang berangkat dalam pencarian gaharu. Sehingga jumlah anggota dari berbagai kelompok pencari gaharu sangat bervariasi berdasarkan tempatnya. Untuk melihat keragaman jumlah anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah anggota kelompok pencari gaharu
No Tempat Penelitian Jumlah Anggota Kelompok (orang)
1 Riau Subardi dan Karyono (2004) 3 – 5
2 Flores Universitas Nusa Cendana (1996) 3 – 5 Sumber : Data Sekunder
Jumlah anggota kelompok pencari gaharu di Provinsi Bengkulu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota kelompok dari tempat yang lainnya seperti contoh kelompok pencari gaharu di Flores dan di Riau berjumlah 3-5 orang sedangkan di Bengkulu anggota kelompok berjumlah 5-10 orang. Walaupun jumlah anggota kelompok berbeda, tetapi status kelompok pencari gaharu di berbagai tempat sama yaitu terbagi atas dua jenis dimana terdapat kelompok pencari bebas dan kelompok pencari terikat. Kelompok pencari bebas
(35)
adalah pencari gaharu dengan modal kerja sendiri sehingga bebas dalam menentukan waktu pencarian gaharu dan menjual hasil perolehanya baik kepada pengumpul kecil ataupun pada pedagang pengumpul besar. Pencari terikat adalah pencari gaharu yang memiliki keterikatan berupa modal pinjaman yang diberikan oleh pedagang pengumpul besar, sehingga waktu pencarian dan penjualan hasil perolehannya terikat pada pemberi modal. Modal yang diberikan oleh pedagang pengumpul besar berkisar Rp 500.000 per orang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 200.000 dan Rp 300.000 untuk membeli perlengkapan yang akan digunakan selama perjalanan dan di dalam hutan.
Sebagian besar kelompok pencari gaharu berasal dari Kabupaten Kaur yaitu sebanyak empat kelompok dengan jumlah 27 orang atau sebanyak 45 % dari 60 orang responden, dengan status pencari bebas dua kelompok dan pencari terikat dua kelompok. Bengkulu Selatan hanya terdiri dari satu kelompok dengan jumlah anggota kelompok delapan orang (13 %) dari 60 responden yang ada, dengan status kelompok pencari bebas. Kelompok pencari yang berasal dari kabupaten Seluma hampir seimbang dengan kelompok pencari dari kabupaten Kaur yaitu sebanyak 3 kelompok dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 25 orang (42 %) dari 60 jumlah responden yang ada. Sebaran kelompok pencari berdasarkan kabupaten dan status kelompok pencari dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kelompok pencari gaharu berdasarkan Kabupaten
Kabupaten
Jumlah Kelompok
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Status pencari Persentase (%) Terikat Bebas Terikat Bebas
Bengkulu S 1 8 13 - 1 - 12
Kaur 4 27 45 2 2 25 25
Seluma 3 25 42 3 - 38 -
Total 8 60 100 5 3 63 37
Sumber : Data Primer Diolah (2010)
Tabel 8 menunjukan bahwa sebagian besar kelompok pencari berperan sebagai kelompok pencari terikat yaitu sebanyak lima kelompok (63%) dari delapan kelompok yang ada, sedangkan kelompok pencari bebas terdapat tiga kelompok (37 %) dari delapan kelompok yang ada. Dalam penelitian ini karakteristik mengenai pencari juga diolah secara deskriptif dengan membagi karakteristik sesuai dengan umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, dan pengeluaran rumah tangga responden pencari gaharu.
(36)
5.1.1.1 Umur dan Pendidikan
Umur dan pendidikan pencari gaharu sangat beragam. Sebaran umur responden pencari yaitu dari umur 30 tahun sampai > 60 tahun sedangkan sebaran pendidikan responden pencari sangat beragam yaitu dari tidak sekolah sampai tingkat SMA. Adapun pengelompokan dan distribusi responden berdasarkan umur dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Distribusi Responden Pencari Gaharu Berdasarkan Umur dan Pendidikan
No TP
Kabupaten Kaur Selang Umur
Kabupaten B/S Selang Umur
Kabupaten Seluma
Selang Umur Total Persen
% 30-40 41-50 51-60 >60 30-40 41-50 51-60 >60 30-40 41-50 51-60 >60
1
. TS - - 4 2 - 1 - - - 1 - - 8 13,33
2
. TTSD - 2 1 - - - 4 1 1 9 15,00
3
. SD - 2 2 - 2 2 - - 1 3 1 - 13 21,67
4
. SLTP 4 5 1 - 1 - 1 - 3 4 1 - 20 33,33
5
. SMA 3 1 - - - 1 - - 3 2 - - 10 16,67
6 Total 7 10
8 2 3 4 1 - 7 14 3 1
60 100
27 8 25
Persen(%) 45,00 13,33 41,67
Sumber :Data Primer Diolah (2010)
Keterangan
:
TP : Tingkat Pendidikan TS : Tingkat Sekolah TTSD : Tidak Tamat SD
Berdasarkan Tabel 9 tersebut dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan umur dan pendidikan pada masing-masing kabupaten. Sebagian besar responden pencari gaharu berumur 41-50 tahun yaitu sebanyak 28 orang (46,67%) dari 60 responden yang ada. Selang umur dari ketiga kabupaten tersebut dapat dilihat selang umur 41-50 tahun ada selang umur terbanyak dengan perbandingan persentase yang berurutan yaitu 37:50:56 dari seluruh responden yang ada pada masing-masing kabupaten, sedangkan responden yang paling sedikit adalah responden yang memiliki umur pada selang umur > 60 tahun yaitu sebanyak 3 orang (5%) dari 60 responden yang ada yang berasal dari Kabupaten Kaur 2 orang dan 1 orang dari Kabupaten Seluma. Sisanya menyebar merata, dimana untuk kelompok sebaran umur 30-40 tahun sebanyak 15 orang (25%), 51-60 tahun sebanyak 14 orang (23,33%) dari 60 responden yang ada.
(37)
Selang umur responden pencari gaharu yang termasuk ke dalam selang umur produktif yaitu pada selang umur 41-50 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok pencari gaharu yang memiliki anggota umur pencari yang produktif adalah kelompok pencari yang berasal dari Kabupaten Seluma yaitu sebanyak 14 orang (56 %) dari 25 responden. Responden pencari yang berada pada usia 41-50 tahun ini mempunyai kemampuan fisik yang baik untuk melakukan kegiatan pencarian gaharu. Hal ini berbeda dengan responden pencari yang berumur lebih dari 50 tahun, pencari ditingkat umur ini biasanya lebih berpengalaman dalam kegiatan pencarian akan tetapi memiliki kemampuan fisik yang lebih rendah.
Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh dalam pembentukan pola pikir pencari gaharu, dimana pencari yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih terbuka dan lebih mudah untuk mengadopsi pengetahuan-pegetahuan baru yang dapat meningkatkan produksi dan efektivitas pencaharian (Ratih 2009). Selain itu, pendidikan juga dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang dalam masyarakat. Secara umum tingkat pendidikan responden masih relatif rendah, hal ini terlihat dari masih banyaknya responden yang tidak memenuhi syarat pendidikan 9 tahun. Terdapat 30 orang (50%) dari 60 responden pencari yang tidak memenuhi syarat 9 tahun dari ketiga Kabupaten yaitu 13:5:12 atau (28%:62%:44%), pendidikan diatas 9 tahun yaitu 30 orang (50%) dari 60 responden yaitu 14:3:13 atau (51,85%:37,5%:48,15%) dari angka tersebut dapat dilihat bahwa taraf pendidikan yang baik antara ketiga kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kaur dengan pendidikan responden lebih dari 9 tahun jauh lebih banyak daripada taraf pendidikan yang kurang dari 9 tahun.
5.1.1.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian responden pada umumnya adalah sebagai petani, baik itu petani sawah maupun petani kebun. Namun, selain sebagai petani ada juga beberapa responden yang bergerak pada bidang lain misalnya sebagai pedagang, sebagai honorer, dan buruh bangunan. Pengelompokan responden berdasarkan mata pencaharian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.
(38)
Kabupaten Kaur Kabupaten B/S Kabupaten Seluma
Gambar 4 Karakteristik responden pencari gaharu berdasarkan mata pencaharian.
Gambar 4 menunjukan bahwa sebagian besar mata pencaharian responden adalah sebagai petani yaitu sebanyak 37 orang (62%) dengan masing-masing jumlah per kabupaten secara berurutan 17:5:15 atau (63% : 62% : 61%) sedangkan mata pencaharian responden yang lainya adalah sebagai buruh tani 11 orang (18,33%) dengan masing-masing kabupaten secara berurutan 4:3:5 (15%:23%:20%), buruh bangunan sebanyak 7 orang (12%) dengan rincian 4 orang dari Kabupaten Kaur dan 2 orang dari Kabupaten Seluma (15%:12%), pedagang sebanyak 4 orang (6 %) dari Kabupaten Kaur 2 orang dan 2 orang dari Kabupaten Seluma (7%:7%), dan sebagai honorer hanya 1 orang dari 60 responden (15%). Mata pencaharian responden yang beragam ini sangat mempengaruhi jumlah pendapatan dan pengeluaran responden pancari gaharu. 5.1.1.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga petani berbeda antara pencari yang satu dengan yang laiinya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya sumber pendapatan atau mata pencaharian yang di miliki. Demikian juga dengan pengeluaran rumah tangga kelompok pencari berbeda. Untuk melihat distribusi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga kelompok pencari dapat dilihat pada Tabel 10.
(39)
Tabel 10 Distribusi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pencari gaharu
No Rentang (Rp) Pendapatan Pengeluaran
Kaur B/S Seluma Total Kaur B/S Seluma Total
1 250.000-500.000 3 1 1 5 2 2 5 9
2 500.000-750.000 5 2 8 15 18 3 16 37
3 750.000-1.000.000 4 1 9 14 4 2 1 7
4 1.000.000-1.250.000 6 - 4 10 3 1 3 7
5 1.250.000-1.500.000 6 2 2 10 - - - -
6 >1.500.000 3 2 1 6 - - - -
Sumber : Data Primer Diolah (2010)
Keterangan :
B/S : Bengkulu Selatan
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pencari memiliki penghasilan pada rentang Rp 500.000-Rp 1.000.000 per bulan yaitu sebanyak 29 orang dari 60 responden (48,33%). Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat seberan pendapatan pencari gaharu bahwa mayoritas pencari memiliki pendapatan pada rentang Rp 500.000-Rp 750.000 yaitu sebanyak 15 responden dan pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 750.000- Rp 1.000.000 yaitu 14 responden. Selain itu, terdapat beberapa responden yang memiliki pendapatan yang cukup tinggi yaitu lebih dari Rp 1.000.000 sebanyak 26 responden yang tersebar pada rentang yang berbeda. Grafik di atas menunjukan bahwa pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 1.000.000-Rp 1.250.000 adalah sebanyak sepuluh responden, dan pencari yang memiliki pendapatan pada rentang Rp 1.250.000-Rp 1.500.000 adalah sebanyak sepuluh responden, serta pencari yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 1.500.000 adalah sebanyak enam responden.
Tabel 10 menunjukan bahwa mayoritas pencari memiliki pengeluaran sebesar Rp 500.000-Rp 750.000 yaitu sebanyak 37 responden, selain itu Tabel 10 juga menunjukan bahwa pengeluaran pencari paling besar adalah Rp 1.000.000-Rp 1.250.000 yaitu sebanyak tujuh responden.
5.1.2 Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil dalam pengusahaan gaharu merupakan pelaku usaha gaharu yang berperan sebagai perantara antara pencari gaharu dan pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar memiliki keterkaitan yang erat karena pedagang pengumpul kecil merupakan
(1)
Lampiran 3 Perhitungan biaya masing-masing tingkat pelaku usaha gaharu
a.
Pencari gaharu
Saluran I
Saluran II
Total Biaya
Rp/ Kg
Persentase
Total Biaya
Rp/ Kg
Komponen Biaya
(per kelompok)
(%)
Komponen Biaya
(Perkelompok)
Biaya Variabel
Biaya Variabel
Perbekalan
88,393.00
42.64 Perbekalan
38,671.82
Transportasi
118,116.90
56.98 Transportasi
51,563.00
Total
206,509.90
99.63 Total
90,234.82
Biaya Tetap
Biaya Tetap
Peralatan
773.93
0.37 Peralatan
338.00
total
773.93
0.37 total
338.00
Total Biaya
207.283.83
100.00
Total Biaya
90,572.82
b.
Pedagang pengumpul kecil
No Jenis Biaya
Harga (Rp)
Harga (Rp/Kg)
persentase (%)
Biaya Variabel
1 Bahan bakar
75,000
3,750
3.69
2 Sortir
500,000
25,000
24.59
3 Pengaritan
1,000,000
50,000
49.17
Total
1,575,000
78,750
77.45
Biaya Tetap
4 Gudang
10,000,000
6,667
6.56
5 1 Motor
12,000,000
16,000
15.74
6 Timbangan
200,000
266
0.26
Total
22,200,000
22,933
22.55
Total Biaya
23,775,000
101,683
100.00
* asumsi volume penjualan dalam 20 kg per periode
* asumsi gudang berukuran 3m x 3m dapat digunakan selama 10 tahun
* asumsi motor dapat digunakan selama 5 tahun
* timbangan dapat digunakan selama 5 tahun
* volume penjualan 150 kg/ tahun
(2)
Lampiran 3 (lanjutan
…
)
c.
Pedagang pengumpul besar
No Jenis Biaya
Harga (Rp)
Produktifitas
Persentase
Biaya Variabel
(Rp/Kg)
(%)
1 Transportasi
3,000,000
20,000
14
2 Sortir
3,750,000
25,000
17
3 Pengaritan
7,500,000
50,000
35
5 Akomodasi
1,500,000
10,000
7
Pengemasan
150,000
1,000
1
6 IHH
Gaharu
20,000
14
Kemedangan
2,000
1
Total Biaya Variabel
15,900,000
128,000
89
Biaya Tetap
Gudang
12,000,000
1,714
1
perijinan
1,000,000
286
0
Motor
12,000,000
3,429
2
Mobil
75,000,000
10,714
7
Timbangan
400,000
114
0
Total BiayaTetap
100,400,000
16,257
11
Total Biaya
116,300,000
144,257
100
* Asumsi gudang ukuran 3 x 4 dapat dipakai selama 10 tahun
* Perijinan berlaku selama 5 tahun
* Asumsi kendaraan bermotor dapat dipakai selama 5 tahun (motor 1 unit)
* Asumsi kendaraan roda empat (1 mobil) dapat dipakai selama 10 tahun
* Asumsi timbangan dapat dipakai selama 5 tahun (2 unit)
* Volume penjualan 150 kg/ periode
* Volume penjualan 700 kg/ tahun
(3)
Lampiran 4 Perhitungan keutungan pencari gaharu
Pencari gaharu Saluran I (tingkat petani) ke pengumpul kecilNo
Kualitas
Gaharu Hasil (kg) Harga Jual(Rp/Kg) Biaya (Rp/kg) Keuntungan (Rp/Kg) 1
Gaharu
Super 0.05 4,500,000 207,284 4,292,716 2 Kelas AB 0.20 3,000,000 207,284 2,792,716 3 Kelas B/C 0.50 1,800,000 207,284 1,592,716 4 Kelas C1 0.50 1,400,000 207,284 1,192,716 5 Kelas C2 0.75 1,100,000 207,284 892,716 6
Kemedangan
Super 1.00 900,000 207,284 692,716 7 Kelas Tri 4.00 300,000 207,284 92,716 Pendapatan 7.00 13,000,000 207,284 11,549,013 * Pendapatan dalam satu periode pencarian (14-15 hari)
No
Kualitas Gaharu
Penerimaan
(Rp)
Pengeluaran (Rp)
Pendapatan (Rp)
1
Gaharu
Super
225,000 10,364
214,636
2 Kelas AB600,000 41,457
558,543
3 Kelas B/C900,000 103,642
796,358
4 Kelas C1700,000 103,642
596,358
5 Kelas C2825,000 155,463
669,537
6
Kemedangan
Super
900,000 207,284
692,716
7 Kelas Tri1,200,000 829,135
370,865
Pendapatan5,350,000
1,450,987
3,899,013
* Pendapatan dalam (Rp) dalam satu periode pencarian (14-15 hari)/ Kelompok
Tingkat Pencari Saluran ke II No
Kualitas
Gaharu
Hasil (kg)
Harga Jual (Rp/Kg)
Biaya (Rp/kg)
Keuntungan
(Rp/Kg)
1
Gaharu
Super
0.03
5,000,000
90,573
4,909,427
2 Kelas AB0.20
3,500,000
90,573
3,409,427
3 Kelas B/C0.50
2,400,000
90,573
2,309,427
4 Kelas C10.50
1,800,000
90,573
1,709,427
5 Kelas C20.75
1,300,000
90,573
1,209,427
6
Kemedangan
Super
1.00
1,100,000
90,573
1,009,427
7 Kelas Tri13.00
400,000
90,573
309,427
Pendapatan
16.0
15,500,000
90,573
14,865,990
(4)
Lampiran 4 Perhitungan keutungan pencari gaharu (
Lanjutan)
No
Kualitas Gaharu
Penerimaan
(Rp)
Pengeluaran (Rp)
Pendapatan (Rp)
1
Gaharu
Super
125,000.00 2,264.32
122,736
2 Kelas AB700,000.00 18,114.56
681,885
3 Kelas B/C1,200,000.00 45,286.41
1,154,714
4 Kelas C1900,000.00 45,286.41
854,714
5 Kelas C2975,000.00 67,929.62
907,070
6
Kemedangan
Super
1,100,000.00 90,572.82
1,009,427
7 Kelas Tri5,200,000.00 1,177,446.66
4,022,553
Pendapatan10,200,000.00
1,446,900.80
8,753,099
* Pendapatan dalam satu periode pencarian gaharu (14-15 hari)/ kelompok
Lampiran 5 Keuntungan ditingkat pedagang pengumpul kecil
No Kualitas GaharuHasil Harga Beli Harga Jual Biaya
Total
Marjin Keuntungan
(kg)
(Rp/Kg)
1 Gaharu Super 0.25 4,500,000 6,500,000 101,683
2,000,000 1,898,317 2 Kelas AB 0.75 3,000,000 4,700,000 101,683
1,700,000 1,598,317 3 Kelas B/C 1.00 1,800,000 2,500,000 101,683
700,000 598,317 4 Kelas C1 1.50 1,400,000 2,000,000 101,683
600,000 498,317 5 Kelas C2 1.50 1,100,000 1,500,000 101,683
400,000 298,317 6 Kemedangan Super 2.00 900,000 1,250,000 101,683
350,000 248,317 7 Kelas Tri 13.00 300,000 425,000 101,683
125,000 23,317 Total 20.00 13,000,000 18,875,000 101,683
5,875,000 5,163,219
Lampiran 5 Keuntungan ditingkat pedagang pengumpul kecil (Lanjutan)
No
Kualitas Gaharu
Biaya
Penerimaan
Pengeluaran Pendapatan
(Rp)
1 Gaharu Super
25,421 1,625,000 1,150,421
474,579 2 Kelas AB
76,262 3,525,000
2,326,262 1,198,738 3 Kelas B/C
101,683 2,500,000 1,901,683
598,317 4 Kelas C1
152,525 3,000,000 2,252,525
747,476 5 Kelas C2
152,525 2,250,000 1,802,525
447,476
6
Kemedangan
Super
203,366 2,500,000 2,003,366496,634
7 Kelas Tri
1,321,879 5,525,000 5,221,879
303,121 Total
(5)
* Pendapatan (Rp) dalam satu periode penjualan ke pengumpul besar (1-2 Bulan)
Lampiran 6 Keuntungan di Tingkat Pedagang Pengumpul Besar (Saluran I)
No
Kualitas
Gaharu Rata-rata Harga Beli
Harga
Jual Biaya Biaya IHH Total Biaya
Total
Marjin Keuntungan
Satuan (Rp/kg)
1 Gaharu Super 0.25 6,500,000 11,000,000
144,257 20,000 164,257 4,500,000 4,335,743
2 Kelas AB 0.75 4,700,000
9,000,000 144,257 20,000 164,257 4,300,000 4,135,743
3 Kelas B/C 1.00 2,500,000
4,500,000 144,257 2,000 146,257 2,000,000 1,853,743
4 Kelas C1 1.50 2,000,000
3,500,000 144,257 2,000 146,257 1,500,000 1,353,743
5 Kelas C2 1.50 1,500,000
2,850,000 144,257 2,000 146,257 1,350,000 1,203,743 6 Kemedangan
Super 2.00 1,250,000
2,500,000 144,257 2,000 146,257 1,250,000 1,103,743
7 Kelas Tri 13.00 425,000
600,000 144,257 2,000 146,257 175,000 28,743
20.00 18,875,000 33,950,000
144,257 -
1,059,801 15,075,000 14,015,199 No Kualitas
Gaharu Biaya IHH Biaya
Biaya
akhir Penerimaan Pengeluaran Pendapatan
Satuan (Rp)
1 Gaharu Super 5,000
36,064 41,064 2,750,000 1,666,064 1,083,936
2 Kelas AB 15,000
108,193 123,193 6,750,000 3,648,193 3,101,807
3 Kelas B/C 2,000
144,257 146,257 4,500,000 2,646,257 1,853,743
4 Kelas C1 3,000
216,386 219,386 5,250,000 3,219,386 2,030,614
5 Kelas C2 3,000
216,386 219,386 4,275,000 2,469,386 1,805,614 6 Kemedangan
Super 4,000
288,515 292,515 5,000,000 2,792,515 2,207,485
7 Kelas Tri 26,000 1,875,345 1,901,345 7,800,000 7,426,345 373,655 2,885,146 2,943,146 36,325,000 23,868,146 12,456,854
* Pendapatan dalam satu periode penjualan ( 1-2bulan dalam satu kali penjualan) * volume penjualan 20 kg
Saluran II
No
Kualitas Gaharu
Rata-rata
(Kg) Harga Beli
Harga
Jual Biaya Biaya IHH Total Biaya
Total
Marjin Keuntungan
Satuan (Rp/kg)
1 Gaharu Super 0.50
5,000,000
11,000,000144,257 20,000.00 164,257 6,000,000 5,835,743
2 Kelas AB 1.00
3,500,000
9,000,000144,257 20,000.00 164,257 5,500,000 5,335,743 3 Kemedangan
Super 1.50
2,400,000
4,500,000144,257 2,000.00 146,257 2,100,000 1,953,743
4 Kelas B/C 7.00
1,800,000
3,500,000144,257 2,000.00 146,257 1,700,000 1,553,743
5 Kelas C1 10.00
1,300,000
2,850,000144,257 2,000.00 146,257 1,550,000 1,403,743
6 Kelas C2 10.00
1,100,000
2,500,000144,257 2,000.00 146,257 1,400,000 1,253,743
7 Kelas Tri 100.00
400,000
600,000144,257 2,000.00 146,257 200,000 53,743
130.00
15,500,000
33,950,000
144,257 -
1,059,801 18,450,000 17,390,199
(6)
No
Kualitas
Gaharu Biaya IHH Total Biaya
Biaya
akhir Penerimaan Pengeluaran Pendapatan
Satuan (Rp)
1 Gaharu Super 10,000
72,129
82,129
5,500,000
2,582,129
2,917,871
2 Kelas AB 20,000
144,257
164,257
9,000,000
3,664,257
5,335,743
3
Kemedangan
Super 3,000
216,386
219,386
6,750,000
3,819,386
2,930,614
4 Kelas B/C 14,000
1,009,801
1,023,801
24,500,000
13,623,801
10,876,199
5 Kelas C1 20,000
1,442,573
1,462,573
28,500,000
14,462,573
14,037,427
6 Kelas C2 20,000
1,442,573
1,462,573
25,000,000
12,462,573
12,537,427
7 Kelas Tri 200,000
14,425,729
14,625,729
60,000,000
54,625,729
5,374,271
18,753,448
19,040,448
159,250,000
105,240,448
54,009,552
* Pendapatan dalam satu periode penjualan ( 1-2 bulan dalam sekali penjualan) * volume penjualan 130 kg