gaharu hingga saat ini masih dilakukan dengan cara cincang yaitu dengan mencincang bagian pohon yang diduga mengandung gaharu. Cara ini memerlukan
banyak tenaga, waktu dan biaya. Dilain pihak hasil yang didapat terkadang tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukan dan bahkan tidak ditemukan gaharu pada
pohon tersebut, sehingga menyebabkan punahnya jenis tumbuhan penghasil gaharu tersebut Yusliansyah 1997.
2.2 Sistem Perdagangan Gaharu
Perdagangan gaharu di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-5, dimana Cina merupakan pembeli terbesar. Namun demikian, perdagangan gaharu mulai
marak pada abad ke-15 ketika hubungan Cina dan Kalimantan Bagian Utara terjalin dengan baik. Pada masa pemerintahan Belanda dari abad ke-18 sampai
permulaan abad ke-19 juga terus berlangsung hingga sekarang. Perdagangannya dilakukan secara tradisional oleh penduduk lokal yang bertempat tinggal di sekitar
kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Soehartono Mardiastuti 2003.
Adapun negara-negara yang terlibat dalam perdagangan gaharu adalah Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Menurut laporan CITES, yang menjadi
pengekspor terbesar di dalam perdagangan gaharu internasional adalah negara Indonesia dengan total ekspor 900 ton pada tahun 1995-1997. Kemudian disusul
dari Semenanjung Malaysia dengan total ekspor di atas 340 ton dari jenis Aquilaria malaccensis.
Vietnam juga merupakan sumber dari perdagangan gaharu. Dari data impor menujukan bahwa Taiwan merupakan konsumer gaharu
dari Vietnam dengan total impor di atas 500 ton pada tahun 1993-1998 Barden et al
. 2009. Selama ini gaharu yang diperdagangkan berasal dari gaharu alam,
permintaan gaharu yang semakin meningkat menyebabkan harga gaharu semakin tinggi. Tingginya harga gaharu menyebabkan perburuan gaharu semakin
meningkat di Indonesia, padahal tidak semua pohon gaharu menghasilkan gubal gaharu. Para pemburu dengan pengetahuan yang sangat minim melakukan
penebangan secara sembarangan tanpa diiringi upaya budidaya, akibatnya populasi gaharu semakin menurun.
Populasi gaharu yang semakin menurun menyebabkan CITES pada konferensinya yang ke IX memasukan gaharu kedalam Appendix II. Salah satu
spesies penghasil Gaharu yang masuk dalam daftar Appendix II adalah Aquilaria malaccencis
. Karena Aquilaria malaccencis dianggap langkah dan terancam punah maka CITES mengeluarkan peraturan perizinan bahwa semua eksportir
gaharu diwajibkan memiliki surat ijin CITES Keong 2006. Surat ijin CITES ini sesuai dengan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978, Surat Ijin Usaha
Perdagangan SIUP atau Surat Ijin Usaha SIU dari departemen teknis dan mengikuti ketentuan-ketentuan umum dalam dunia perdangan lainnya Susilo
2003. Adapun legalitas CITES di Indonesia dikeluarkan oleh Direktorat Jendral
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Departemen Kehutanan. Sedangkan perizinanan perdagangan komoditi gaharu di Indonesia diatur dalam
Keputusan Menteri Kehutanan 447KPTS-II2003. Dimana izin pengumpulan atau pemungutan gaharu disetujui dan ditandatangani oleh Gubernur setelah
mendapatkan pertimbangan dari: 1. Rekomendasi kuota dari BKSDA setempat.
2. Rekomendasi dari Bupati atau Walikota setempat. 3. Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kota setempat.
Prosedur perizinan gaharu tidak jauh berbeda dengan prosedur perizinan pengusahaan HHBK non gaharu hanya saja dalam perizinan gaharu ada
penambahan persyaratan yaitu pengajuan proposal atau rencana kerja pengusahaan HHBK Nurapriyanto et al. 2009.
Selain penetapan perizinan untuk melindungi gaharu dari kepunahan, CITES juga menetapkan kebijakan perdagangan ekspor gaharu yaitu penetapan
kuota. Penetapan kuota pengambilan atau penangkapan tumbuhan dan satwa liar didasarkan pada prinsip kehati-hatian Precautionary Principle dan dasar-dasar
ilmiah untuk mencegah terjadinya kerusakan atau degradasi populasi. Kuota ditetapkan oleh direktorat jendral PHKA berdasarkan rekomendasi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI untuk setiap kurun waktu satu tahun. Pada saat ini dalam proses penyusunan kuota disadari bahwa ketersediaan data potensi atau
tumbuhan masih sangat terbatas Direktorat Jendral PHKA 2004.
Kuota perdagangan gaharu Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hal ini ditunjukan dari data PHKA dan CITES yang menunjukkan bahwa
kuota ekspor pada tahun 2000-2008. Tabel 1 Kuota ekspor gaharu
Tahun Aquilaria filarial
Aquilaria malaccensis
Kuota ton Realisasi ton Kuota ton
Realisasi ton
2010 2009
2008 2007
2006 2005
2004 2003
2002 2001
2000 496
192 125
125 125
150 125
125 125
200 -
173 90
- -
-
150 -
- -
- 162
1.145 75
75 50
50 60
50 75
75
225
-
808 65
- -
-
60 50
75 75
-
Sumber : Majalah Trubus 2008 dan PHKA 2010
Penurunan kuota ini disebabkan ketersediaan gaharu yang semakin menurun. Penetapan kuota merupakan pedoman dan pengendalian seluruh bentuk
pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperoleh dari alam.
1.3 Pelaku Usaha Gaharu Alam