c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.
30
d. Pemberdayaan adalah suatu cara usaha pengalokasian kembali
kekuasaan diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya Rapport.
Menurut Ife, pemberdayaan berarti “providing people with the
resources, opportunities,knowledges, and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their
community.” Pemberdayaan masyarakat berarti menyiapkan kepada masyarakat dengan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan
untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam
komunitas masyarakat itu sendiri. Selanjutnya menurut Sumodiningrat pemberdayaan berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian.
31
Dengan demikian pemberdayaan dapat dilihat sebagai proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan ialah Self-development and
coordination di mana pemberdayaan memberikan dorongan agar subjek mampu melakukan pengembangan diri dan melakukan koordinasi dengan
pihak lain secara lebih luas. Dan sebagai tujuan, pemberdayaan mampu membawa ekonomi, sosial dan ekologi ke gerbang yang dinamis, lingkungan
30
Soetama, Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Pusataka Pelajar, Januari 2011, h. 36.
31
Gunawan Sumodiningrat, Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1999, h. 134.
yang strategis dan masyarakat mampu untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.
2. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat community empowerment adalah perwujudan capita building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber
daya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, sarana dan prasarana, serta pengembangan 3P,
yaitu: 1. Pendampingan, yang dapat menggerakkan partisipasi total
masyarakat,
2. Penyuluhan, yang dapat merespon dan memantau ubahan- ubahan yang terjadi di masyarakat, dan
3. Pelayanan, yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketetapan distribusi asset sumber daya fisik dan non fisik yang diperlukan
masyarakat. Di dalam melakukan pemberdayaan, keterlibatan pihak yang
diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan
masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta
kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan empowering pihak
yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi.
32
Dalam pemberdayaan, diperlukan suatu perencanaan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan, yaitu adanya
pihak-pihak yang memberdayakan community worker dan pihak yang diberdayakan masyarakat. Antara kedua pihak harus saling mendukung
sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tetapi lebih diarahkan sebagai subjek pelaksana.
Kartasasmita menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui 3 proses
33
, yaitu: 1. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang enabling. Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat tanpa daya,
2. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim
atau suasana, 3. memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi
32
Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Jakarta: Bappenas, 1996, h. 249.
33
Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Jakarta: Bappenas, 1996, h. 193.
bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Menurut Shardlow
34
Adi,2001:54-55, pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana kelompok atau individu komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan yang sesuai dengan keinginan mereka
sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan masyarakat adalah;
1. Masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
3. Proses pelaksanaan pembangunan sudah berdasarkan hukum dan
peraturan yang berlaku. 4.
Proses pembangunan terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat.
5. Respon masyarakat terhadap kegiatan program
pembangunan tersebut sudah baik. 6.
Telah melibatkan masyarakat dalam musyawarah peran pembangunan.
7. Hasil pelaksanaan pembangunan dapat dinikmati masyarakat.
8. Pemerintah dapat mempertanggungjawabkan hasil
pemberdayaan pelaksanaan pembangunan.
34
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Jakarta: Lembaga
Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001, h. 54-55.
9. Terlaksananya demokrasi dalam musyawarah perencanaan
pembangunan. 10.
Sesuai dengan permintaan atau harapan masyarakat dengan program pemerintah yang terlaksana.
Menurut Soegijoko,
terdapat tiga
pendekatan dalam
pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak pada orang
miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga,
pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu di dampingi oleh
pendamping yang profesional sebagai fasilisator, komentator dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya
kemandirian.
35
3.
Tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok lemah dan rentan sehingga mereka memilki kekuatan atau
kemampuan dalam a memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan freedom, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, dan bebas
35
Soegijoko dan Kusbiantoro. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1997, h. 179.
dari kesakitan; b menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang
dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan c berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
36
Dalam hal
ini Kartasasmita
mengemukakan bahwa
upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan melalui tiga cara yaitu:
a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang, kondisi ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk
mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu di berdayakan.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan
menerapkan langkah-langkah
nyata, menampung
berbagai masukan, menyediakan prasarana dan fasilitas yang dapat diakses
oleh lapisan masyarakat paling bawah. c.
Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus
dicegah jangan sampai yang bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
36
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Bandung: Refika Aditama, 2008, h. 58.
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat, melindungi dan
membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak berimbang dan eksploitasi atas yang
lemah.
37
Dari penjelasan di atas, peneliti memahami bahwa tujuan pemberdayaan dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial dan hukum. Karena
dalam tujuan pemberdayaan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya basic needs sandang, pangan dan papan, dapat memperoleh pelayanan sosial,
kesehatan dan pendidikan serta mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan keputusan-keputusan
yang dapat
mempengaruhi masyarakat. Dan upaya dalam memberdayakan masyarakat dapat dilakukan
melalui empat dasar pendekatan, yaitu komunikasi, informasi, edukasi dan advokasi. Melalui keempat dasar ini pemberdayaan dapat dijalankan dengan
baik. 4.
Indikator Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan mencakup tiga indikator yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif sebagai
berikut:
38
a. Indikator Kompetensi Kerakyatan
37
Ken blanched, Pemberdayaan Bukan Perubahan Sekejap Ed 2 Yogyakarta, Amara Books 2002 cet ke 1 h. 151.
38
Miftakhul Yakin, Azfandi. “Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kabupaten Brambang” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Magister Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya, Vol, 4. No.2 April 2016. h. 367.
Indikator kompetensi
kerakyatan dipengaruhi
oleh pemberdayaan yang berbasis sosial ekonomi kerakyatan kemudian
difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga dalam proses produksi seperti akses informasi, pengetahuan, dan
ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan akses kepada sumber-sumber keuangan.
b. Indikator kemampuan sosiopolitik
Pemberdayaan sosiopolitik
difokuskan pada
upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses
pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depannya. c.
Kompetensi partisipatif
Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pembangunan dengan sistem partisipatif. Artinya, hasil pembangunan bukan lagi
bersifat given dan charity, tapi lebih menggunakan model pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat
diperlakukan sebagai
subyekpelaku pembangunan yang berperan aktif dalam upaya menentukan bentuk program yang akan dilangsungkan. Atau dengan
kata lain pembangunan partisipatif adalah 1 pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subyek atas program pembangunan
yang diperuntukkan bagi kepentingan mereka sendiri; 2 Pelibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan-pelaksanaan-monitoring-
evaluasi; dan 3 Pengerahan massa baca: mobilisasi diperlukan jika program berupa padat karya.
39
Untuk mencapai indikator keberdayaan tersebut diperlukan peran pendamping bagi masyarakat miskin yang ingin di berdayakan tersebut, oleh
karenanya pekerjaan sebagai pendamping bukan merupakan suatu tugas yang mudah. Pendampingan adalah suatu keahlian dapat dianggap sebagai suatu
misi. Andres 1998 mengajukan tiga syarat sebagai suatu pendamping
fasilitator pada pekerjaan pembangunan masyarakat desa, yaitu: Pertama, pendamping harus memiliki kompetensi dan kapasitas
kognitif serta pengetahuan yang dalam dan luas di bidangnya; kedua, pendamping
memiliki komitmen
profesional, motivasi
serta kematangan seperti yang ditujukan dalam pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan sebelumnya; dan ketiga, pendamping memiliki kemauan yang sangat kuat untuk membagi apa yang dianggapnya baik bagi
sesamanya.
40
Selain itu juga ada beberapa tugas sebagai pendamping yang berpusat pada empat tugas, yakni: 1. pemungkinan enabling atau fasilitasi, fungsi
ini berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas dalam fungsi ini melakukan mediasi, negosiasi, membangun
konsensus bersama, serta melakukan manajemen sumber. 2. penguatan empowering fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna
memperkuat kapasitas masyarakat capacity Building, pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif serta bertukar
39
Ibid,. h. 367.
40
Ghozali, “ implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan dalam Pengentasan kemiskinan di Pondok Labu,” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Ilmu komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012, h. 31.
gagasan. 3. perlindungan protecting, berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi
kepentingan masyarakat dampingannya. 4. pendukungan supporting, pendamping melakukan tugas dengan melakukan analisis sosial, mengelola
dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana.
41
5.
Tahap-tahap Pemberdayaan
Tahap-tahap pemberdayaan dalam praktik pekerjaan social memiliki beberapa
tahapan pemberdayaan
masyarakat, sebagaimana
yang dikembangkan oleh Isbandi Rukminto, terdiri dari 7 tahapan, yakni tahap
pesiapan, tahap pengkajian Assessment,tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan designing, tahap pemformulasian rencana aksi, tahap
pelaksanaan program implementasi, tahap monitoring evaluasi monev dan tahap terminasi.
Tahapan tersebut bukanlah sebuah tahapan yang kaku dan hirarkis antara satu tahap lainnya, melainkan tahapan yang fleksibel, sesuai dengan
panah yang ada disebelah kiri, yang menunjukan apabila satu tahapan telah terlewati, masih membuka kemungkinan untuk kembali ke tahapan
sebelumnya, penjelasan tentang tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
42
41
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Bandung: Refika Aditama, 2008, h. 95-97.
42
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, h. 206.
Pertama: Tahap persiapan. Tahapan persiapan terdiri dari dua
hal, yakni: a
Persiapan petugas dalam hal ini tenaga community worker merupakan prasyarakat suksesnya suatu pemberdayaan masyarakat
dengan pendekatan Non-Directif. Penyiapan petugas ini diperlukan untuk menyamakan persepsi mengenai konsep yang akan
dilaksanakan dalam program pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesamaan pandangan diantara tenaga
pengubah change agent, terutama apabila tim pengubah berasal dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya saja, ada
petugas ada petugas yang berlatar belakang sarjana Agama, sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, sarjana Pendidikan dan sarjana Sastra.
Sehingga perlu dilakukan pelatihan awal untuk menyamakan persepsi mengenai program pemberdayaan masyarakat yang akan
dikerjakan di daerah tersebut, serta bagaimana teknik-teknik yang akan dilakukan dalam melakukan perubahan di masyarakat.
b Sedangkan pada tahap persiapan lapangan, petugas community
worker akan melakukan penyiapan lapangan. Pada awalnya dilakukan melalui studi kelayakan terhadap daerah yang akan
dijadikan sasaran, baik dilakukan secara informal maupun formal. Bila sudah ditemukan daerah yang ingin dikembangkan,
community worker harus mencoba menerobos jalur formal untuk mendapatkan dari pihak yang terkait. Tetapi di samping itu,
community worker juga tetap harus menjalin kontak dengan tokoh- tokoh informal informal leader agar hubungan dengan
masyarakat dapat terjalin dengan baik. Pada tahap inilah terjadi kontak dan kontrak awal dengan kelompok sasaran. Komunikasi
yang baik pada tahap awal biasanya akan mempengaruhi keterlibatan warga pada fase berikutnya. Fase ini juga dikenal
sebagai fase engagement dalam suatu proses pemberdayaan masyarakat.
43
Kedua: Tahap Assessment, yakni tahap pengkajian yang
dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang dirasakan kelompok sasaran sehingga menemukan apa kebutuhan yang mereka rasakan felt
needs dan juga apa sumber daya yang mereka miliki. Dalam proses Assessment ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar mereka
dapat merasakan bahwa permasalahan permasalahan yang sedang dibicarakan benar-benar permasalahan yang keluar dari pandangan
mereka sendiri. Di samping itu, pada tahap ini pelaku perubahan juga memfasilitasi warga untuk menyusun prioritas dari permasalahan yang
akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya, yaitu tahap perencanaan. Assessment yang dilakukan pada suatu komunitas dapat
dilakukan secara individual individual assessment melalui tokoh- tokoh masyarakat ataupun anggota masyarakat tertentu. Tetapi dapat
juga dilakukan secara berkelompok group assessment. Pada tahap
43
Ibid., h. 206.
ini, petugas sebagai pelaku perubahan berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan dan juga sumber daya yang
dimiliki klien. Ketiga:
Tahap perencanaan alternatif program. Pada tahap ini change agent secara partisipatif melibatkan warga untuk
merumuskan masalah yang mereka hadapi serta solusi yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Penyusunan alternatif
program yang tepat, dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada, dapat dipikirkan sebagai solusi dari masalah yang dihadapi.
44
Program dan kegiatan yang akan mereka kembangkan tentunya harus disesuaikan dengan tujuan pemberian bantuan sehingga tidak
muncul program-program yang bersifat incidental one shot programme ataupun charity amal yang kurang dapat dilihat
manfaatnya dalam jangka panjang. Dalam proses ini petugas bertindak sebagai fasilitator yang membantu masyarakat berdiskusi dan
memikirkan program dan kegiatan apa saja yang tepat dilaksanakan pada saat itu. Misalnya saja, dalam program kesehatan, kegiatan-
kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, begitu pula dalam kaitan dengan program pendidikan, kira-kira kegiatan apa saja yang dapat
mereka lakukan dengan mempertimbangkan beberapa sumber daya yang ada.
44
Ibid., h. 206.
Keempat: Tahap pemformulasian rencana aksi. Yakni tahap menuangkan gagasan yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan
alternatif program ke dalam pernyataan kegiatan proposal secara tertulis. Peran change agent dalam tahap ini adalah membantu sasaran
menuliskan rumusan program mereka dalam format yang layak untuk diajukan kepada penyandang dana. Dalam tahap pemformulasian
rencana aksi ini, diharapkan community worker dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang
akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.
45
Kelima: Tahap pelaksanaan implementasi program. Tahap
pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial penting dalam proses pengembangan masyarakat, keberhasilan dari
tahap ini tergantung dari kerja sama yang baik antara change agent dengan warga masyarakat serta tokoh masyarakat setempat. Adanya
konflik diantara tiga komponen ini akan sangat mengganggu tahap pelaksanaan program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Dalam upaya
melaksanakan program
pengembangan masyarakat, peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga
keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kader ini biasanya dipilih dari ibu-ibu rumah tangga ataupun pemudi yang masih
memiliki waktu luang dan mau melibatkan diri dalam kegiatan tersebut.
45
Ibid., h. 206.
Keenam: Tahap Monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah
proses pengumpulan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi atau penerapan program dengan cara
memantau program yang sedang berjalan.
46
Sedangkan Evaluasi adalah perbandingan dari actual project dengan perencanaan strategi
yang telah disepakati.
47
Evaluasi dikenal sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada
pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Karena dengan keterlibatan warga pada tahap ini diharapkan
akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal. Sehingga dalam jangka panjang
diharapkan akan dapat membentuk suatu sistem dalam masyarakat yang lebih „mandiri’ dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Akan tetapi, kadang kala dari hasil pemantauan dan evaluasi ternyata hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bila hal ini
terjadi maka evaluasi proses diharapkan akan dapat memberikan umpan baik yang berguna bagi perbaikan suatu program ataupun
kegiatan. Sehingga apabila diperlukan dapat dilakukan kembali assessment terhadap permasalahan yang dirasakan masyarakat ataupun
terhadap sumber daya yang tersedia. Karena pelaku perubahan juga menyadari bahwa tolak ukur suatu masyarakat juga dapat berkembang
46
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 119.
47
Ikosnomos, “Panduan Perencanaan, Monitoring, Evaluasi PNPM peduli,” artikel diakses pada 6 Juni 2016 dari https:monitoringevaluation.wordpress.com20110930panduan-
perencanaan-monitoring-dan-evaluasi.
sesuai dengan pemenuhan kebutuhan yang sudah terjadi. Evaluasi itu sendiri dapat dilakukan pada input, proses dan hasil.
48
Ketujuh: Tahap terminasi, yakni tahap “pemutusan” atau
pemberhentian program. Idealnya tahap ini dilakukan apabila masyarakat atau komunitas sasaran benar-
benar sudah “berdaya”. Pemutusan hubungan dengan komunitas sasaran ini sebaiknya
dilakukan secara pelan-pelan, bertahap, tidak secara langsung ditinggalkan begitu saja oleh change agent, sehingga dapat dipastikan
ketika agen perubah keluar dari komunitas tersebut, keadaan sudah jauh berubah dan komunitas sasaran sudah kreatif mandiri. Meskipun
demikian, tidak jarang community worker tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin.
49
6.
Strategi dan intervensi Pemberdayaan
Pengembangan masyarakat lokal menurut Rothman sebagaimana diulas oleh Suharto, 2005:42 adalah pengembangan masyarakat yang
ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota
masyarakat dipandang bukan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki
48
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, h. 206.
49
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, h. 206.
potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.
50
Strategi pada dasarnya memiliki tiga arah yaitu:
51
a. Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat
b. Pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam
pengelolaan pembangunan di daerah yang mengembangkan peran serta masyarakat
c. Modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah perubahan
struktur sosial ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran masyarakat lokal.
Dalam beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual. Meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan
dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem di luar dirinya. Dalam konteks pekerja sosial pemberdayaan dapat dilakukan
melalui: a.
Intervensi Mikro, yaitu pemberdayaan yang dilakukan secara individu melalui bimbingan, konseling, stress Management, crisiss
intervention,. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini
50
Asep Usman Ismail, Ed Dan Ismet Firdaus, Dkk, Pengalaman Al- Qur’an “Tentang
Pemberdayaan Dhua’fa Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Dakwah Press, 2008 Cet. 1, h. 73.
51
Sumodiningrat Gunawan, Pemberdayaan Masyarakat Jaring Pengaman Sosial Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 1999, h. 30.
sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas task centered approach.
b. Intervensi Mezzo, yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap
sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan,
dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. c.
Intervensi Makro, pendekatan ini disebut sebagai sebagian strategi sistem besar large-system strategi karena sasaran perubahan
diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan
sosial, kampanye,
lobying, pengorganisasian
masyarakat, manajemen konflik, adalah strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang
memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menemukan strategi yang tepat untuk
bertindak.
52
Intervensi makro mencakup berbagai metode profesional yang digunakan untuk mengubah sistem sasaran yang lebih besar dari individu,
kelompok dan keluarga. Yaitu organisasi, komunitas baik setingkat lokal, regional maupun nasional.
53
52
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66.
53
Adi Rukminta Isbandi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat Dan Intervensi Komunitas Jakarta: FEUI Press, 2003, h. 57.
B. Feminisme dan Gender
1. Teori Feminisme
Teori feminisime adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang
dikembangkan dari persfektif yang terpusat pada wanita. Feminisme lahir untuk menunjukan bagaimana penilaian tentang suatu kondisi sosial dimana
perempuan menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan untuk merekonstruksi dunia mereka dan menawarkan prospek kebebasan di masa
depan. Teori feminisme dalam teori sosiologi digolongkan menjadi 3 golongan. Pertama, feminisme liberal, kedua, feminisme Marxis, dan ketiga,
feminisme radikal.
54
Pertama, Feminisme liberal memandang prasangka gender sebagai persoalan ketidak-acuhan. Oleh sebab itu, sikap tidak acuh itu dapat
dihilangkan dengan memberlakukan undang-undang anti diskriminasi terhadap individu-individu yang terkait dengan mempromosikan sikap-sikap
anti seksis. Kedua, feminisme Marxis menjelaskan bahwa subordinasi perempuan
melayani kebutuhan akan kapitalisme. Dalam hubungan ekonomi dan karakteristik gagasan dari mode kapitalisme produksi yang seharusnya
mencari struktur ketidaksetaraan yang secara tidak adil menghambat
54
Lisma Diawati Fuaida dan Nafsiyah Ariefuzzaman, Belajar Teori Pekerjaan Sosial Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 115.
kehidupan perempuan, kebalikan dari kehidupan laki-laki yang serba menikmati keuntungan dan kelebihan.
Ketiga, feminisme radikal menjelaskan bahwa kunci untuk memahami fenomena universal struktur sosial dan hubungan patriark adalah universal dan
unsur yang mendasar. Dalam faham ini berpendapat bahwa fenomena universal pada akar patriark bukanlah menjadi ibu biologis, melainkan
institusi sosial keluarga yang berbasis perkawinan tipe tertentu. Menurut Lengerman dan Brantley 2003 teori feminis bertolak dari
pertanyaan sederhana: “Dan bagaimana dengan perempuan?” Dengan kata
lain dimana wanita berada di dalam setiap situasi yang diteliti? Bila wanita tak berperan, mengapa? Bila mereka berperan apa yang sebenarnya yang mereka
lakukan?.
55
2. Gender
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-
laki dan perempuan berperan atau bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan
demikian, gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentukdikonstruksikan oleh sosial
budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
55
Ibid,. h. 116.
Kekuatan kategori gender dalam masyarakat telah membuat kita hidup dalam cara-cara yang telah tergenderkan. Selain itu, mustahil pula bagi kita
untuk tidak memunculkan perilaku-perilaku yang tergenderkan saat berinteraksi dengan orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bila pelestarian
kategori gender sangat bergantung pada kuatnya penanaman diperilaku keseharian. Laki-laki atau perempuan keduanya tidak akan pernah bisa
menjadi kategori sosial yang penting tanpa menampilkan perilaku gender mengenderkan atau digenderkan secara proporsional.
56
Hubungan perempuan dan laki-laki di Indonesia, masih didominasi oleh ideology gender yang membuahkan budaya patriarkhi. Budaya
ini, tidak mengakomodasikan kesetaraan, keseimbangan, sehingga perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan.
57
. Selain itu didalam pelaksanaan Menurut Bernard,
58
perempuan membatasi kebebasan semata-mata kepada urusan keluarga dan urusan rumah
tangga lambat-laun akan menghambat pertumbuhan mentalnya dan akibatnya adalah kemampuan rasional yang berlahan-lahan akan mengalami
kemunduran. Pada hal pekerjaan rumah tangga bertentangan dengan kemungkinan terwujudnya manusia secara utuh dalam kegiatan-kegiatan
sosial.
56
Sugihastuti Itsna, Gender dan Inferioritas Perempuan.Yogyakarta: PustakaPelajar, 2007, h. 75-76.
57
Nunuk Murniati, Getar Gender, Magelang: Yayasan Indonesia Tera, 2004, h. 75.
58
Sugihastuti Itsna, Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 313-314.
C. Metode Pemberdayaan PNPM Mandiri Perdesaan dalam Kegiatan
Simpan Pinjam Perempuan
Metode pemberdayaan yang dilakukan oleh PNPM dalam program simpan pinjam dapat dilihat melalui mekanisme pengelolaan kegiatan.
59
Mekanisme tetap mengacu pada alur kegiatan PNPM-MP dalam tahapan sebagai berikut:
1 Musyawarah Antar Desa MAD Sosialisasi
Dalam MAD Sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk kegiatan SPP, sehingga pelaku-pelaku tingkat desa
memahami adanya kegiatan SPP dan dapat memanfaatkannya.
60
2 Musyawarah Desa Musdes Sosialisasi
Musdes Sosialisasi dilakukan sosialisasi Ketentuan dan Persyaratan untuk kegiatan SPP ditingkat desa sehingga pelaku-pelaku tingkat desa
memahami adanya kegiatan SPP serta melakukan proses lanjutan.
59
Departemen Dalam Negeri dan Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Daerah DEPDAGRI PMD Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan,Jakarta: DEPDAGRI PMD, 2008, h. 17.
60
Ibid., h. 19.