3. Sejarah Tradisi Cadar
Cadar sudah dikenal oleh sebagian bangsa Arab sebelum Islam, dan merupakan salah satu model pakaian dan perhiasan wanita. Cadar dikenal
manusia pada zaman Rasulullah saw. dan yang dikenal oleh nenek moyang kita di Turki dan Mesir, dan yang dikenal oleh wanita-wanita Badui di perkampungan-
perkampungan Saudi dan Mesir, demikian pula sebagian wanita Negara-negara Teluk.
7
Setelah islam datang, islam tidak memerintahkannya dan tidak melarangnya, melainkan membiarkannya menjadi tradisi manusia. Sudah
dimaklumi, bahwa model pakaian pada umumnya diserahkan oleh syar’i kepada kaum muslim untuk memilihnya sesuai dengan kondisi kehidupan mereka secara
geografis dan sosial. Juga yang terpenting mereka mematuhi adab-adab yang telah ditetapkannya, apa pun model yang dipilihnya.
Memakai cadar ini jarang terjadi di dalam masyarakat muslim di Mekah dan Madinah pada zaman Nabi saw. ini berarti bahwa Ummul Mukminin menutup
wajah mereka dalam umumnya keadaan mereka dengan penutup selain cadar seperti ujung jilbab. Tetapi apabila mereka hendak keluar dengan sembunyi-
sembunyi, mereka memakai pakaian yang tidak biasa, dan memakai cadar itulah yang menyebabkan mereka sembunyi-sembunyi, karena biasa dipakai oleh
sebagian wanita Arab pendatang dari luar Mekah dan Madinah, dan jumlah mereka sedikit.
Ada sejenis pakaian yang biasa dipakai oleh golongan elit, ada yang biasa dikenakan oleh masyarakat umum, dan ada pula yang biasa dipakai oleh
7
Abdul Halim Abu Syuqqoh, Kebebasan Wanita Jakarta: Gema Insani Press, 1997, h. 291.
pembantu dan bekas budak. Wanita-wanita merdeka dan terhormat berciri khas dengan memakai kain yang menutupi mukanya dengan tersisa matanya saja yaitu
niqab cadar bersama pakaian yang lain seperti jilbab. Sedangkan wanita miskin atau budak memakai pakaian minim dan membuka wajahnya. Bahkan kadang-
kadang membuka kepalanya, seakan-akan sebagai simbol kepapaan. Sebaliknya, bercadar sebagai simbol kemewahan.
Mengenai jilbab,Al-Qur’an telah memerintahkan wanita-wanita merdeka untuk mengulurkannya, agar dengan begitu mereka berbeda dengan wanita budak
yang merupakan salah satu lapisan masyarakat pada waktu itu. Sementara itu penyebutan niqab cadar tidak pernah datang dari lisan Rasulullah saw.,
melainkan hanya satu kali saja dalam konteks pelarangan memakainya bagi wanita yang sedang ihram.
Memang benar bahwa Islam tidak melarang memakai cadar dalam berbagai keadaan umumnya. Seandainya Islam melarangnya, berarti ia telah
mempersempit wanita yang membiasa-kannya dan menjadikannya sebagai adat kebiasaan, meskipun jumlah mereka sedikit dan jarang ada di kalangan
masyarakat muslim. Islam mengakui cadar dan memperbolehkannya demi memberikan kelapangan kepada segolongan wanita mukmin yang menjadikannya
sebagai mode pakaiannya. “Menurut Syaikh Islam Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, niqab
cadar adalah kerudung atau jilbab yang terdapat menutupi di atas hidung atau di bawah lekuk mata. Dan dikatakan juga bahwa niqob itu
adalah kerudung atau jilbab yang terdapat di atas hidung atau dibawah lekuk mata yang menutupi seluruh wajahnya, kecuali mata untuk
mengetahui jalan di depannya apabila ia keluar untuk suatu keperluan.”
8
8
http:www.habibtyalby.com201002cadar-dalam-perspektif-ulama.html diakses pada 20 Mei 2016 pukul 15.00