Gambaran Persahabatan dan Penyesuaian Diri pada Mahasiswi UIN Jakarta yang Mengenakan Cadar

(1)

GAMBARAN PERSAHABATAN DAN PENYESUAIAN DIRI

PADA MAHASISWI UIN JAKARTA

YANG MENGENAKAN CADAR

Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : ADE SUSANTI 103070028978

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

GAMBARAN PERSAHABATAN DAN PENYESUAIAN DIRI

PADA MAHASISWI UIN JAKARTA

YANG MENGENAKAN CADAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

ADE SUSANTI

NIM: 103070028978

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Achmad Syahid, M. Ag NIP. 150 267 280

Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP. 150 36 88

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar, telah diujikan dalam Sidang

Munaqasah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 18 Maret 2008 Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota

Dra. Netty Hartati, M. Si NIP: 150 215 938

Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Zahrotun Nihayah, M. Si NIP: 150 238 773

Anggota Penguji I

Dra. Netty Hartati, M. Si NIP: 150 215 938

Penguji II

Dr. Achmad Syahid M. Ag NIP: 150 267 280 Pembimbing I

Dr. Achmad Syahid M. Ag NIP: 150 267 280

Pembimbing II

Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP. 150 36 88


(4)

(5)

v

!

!

!

!

"

#

$

%

&


(6)

vi

ABSTRAKSI

(A) Fakultas Psikologi

(B) Maret 2008 (C) Ade Susanti

(D) Gambaran Persahabatan dan Penyesuaian Diri pada Mahasiswi UIN Jakarta yang Mengenakan Cadar

(E) 107 + iv Lampiran

(F) Perempuan muslim bercadar terbilang jarang di kalangan mahasiswa dan banyak yang berpendapat bahwa mereka juga sangat tertutup dengan dunia luar tetapi mereka adalah makhluk sosial yang dalam kehidupan kesehariannya membutuhkan interaksi dengan lingkungannya, termasuk dalam hal ini adalah hubungan persahabatan dengan selain

komunitasnya. Dengan adanya persahabatan ini maka di dalam hubungan terjadilah suatu penyesuaian diri agar satu sama lainnya bisa

mempertahankan hubungan tersebut tanpa ada campur tangan dari pihak manapun. Penyesuaian diri dilakukan setiap orang, termasuk mahasiswi bercadar agar dapat hidup dengan situasi sosial yang kondusif.

Dari hal-hal diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang (1) bagaimana gambaran persahabatan yang dilakukan oleh mahasiswi bercadar dan (2) penyesuaian diri yang dilakukan mahasisiwi bercadar dengan sahabatnya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dalam menentukan subyek penelitian penulis menggunakan tehnik purposive sampling (sample bertujuan) pada awalnya, kemudian untuk subyek selanjutnya

menggunakan tehnik snowball/ chain sampling snowball/ chain sampling yaitu peneliti bertanya pada subyek penelitinya tentang (calon) subyek penelitian atau nara sumber lain yang penting atau harus di hubungi (Poerwandari, 2001: 61). Subyek penelitian berjumlah 3 orang dengan kriteria (1) Subyek adalah individu mahasiswa yang mengenakan pakaian bercadar (2) Subyek adalah mahasiswa minimal semester 2 dan (3) Subyek memiliki sahabat yang mempunyai latar belakang berbeda. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara dan observasi.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa persahabatan yang terjalin antara para subjek dengan sahabatnya berjalan normal, bedanya latar belakang tidak menjadi permasalahan yang serius. Tidak ada batasan

permasalahan yang dibahas dalam persahabatan kecuali satu subyek yang membatasi pembicaraan sekitar perkuliahan saja. Masalah yang


(7)

vii

sering dihadapi dalam persahabatan oleh para subyek adalah kesalah- pahaman, namun setiap subyek mampu menyesuaian diri dengan berusaha bertanya kepada sahabatnya tentang masalah yang sedang dihadapi. Penyesuaian diri yang dilakukan para subyek tergolong penyesuaian diri yang baik karena masing-masing subyek tidak

mengalami salah satu kriteria tentang penyesuaian diri yang menyimpang. Tingkat penyesuaian yang dilakukan tiap subyek dirasa maksimal

meskipun dua subyek masih merasa kurang maksimal, namun tidak menjadi hal serius sehingga persahabatan mereka masih tetap terjalin sampai saat ini.

Untuk penelitian selanjutnya di harapkan peneliti menggunakan subyek yang bervariasi dari tiap Universitas yang berbeda. Sehingga dapat di lakukan penelitian dengan melakukan perbandingan antar kampus dengan metode kualitatif. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan subyek yang sama, namun berbeda metode dan

permasalahan karena banyak sisi yang bisa diteliti dari wanita bercadar. Diharapkan kepada seluruh mahasiswi yang menggunakan cadar agar bisa melakukan penyesuaian diri yang maksimal walaupun dengan lawan jenis.

(G) Bahan bacaan 25, (1976-2006). Skripsi 1, (1997). Kamus 3, (1984-1997). Jurnal 2, (2005-2006). Pustaka on line (website) 4. Media elektronik (Radio)1.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, tiada satu katapun yang pantas untuk penulis ucapkan. Dialah sumber dari segala sumber inspirasi dan motivasi yang selama ini penulis rasakan, hanya Kepada-Nyalah penulis curahkan semua perasaan dan tumpuan dalam semua masalah skripsi ini. Sampai pada akhirnya penulis bisa menyelesaikan semua karya ini.

Selain itu skripsi ini dapat terselesaikan bukti bahwa penulis benar-benar serius dalam menjalani semua aktivitas-aktivitas akademik penulis. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak. Penulis yakin sangat layak untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh orang-orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu penulis secara khusus mengucapkan terimakasih dan rasa bersyukur bahwa penulis telah disekolahkan sampai jenjang yang paling tinggi seperti sekarang ini.

1. Dra. Hj. Netty Hartati M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku penguji 1. Beserta staf dan para Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis.

2. Bapak Dr. Achmad Syahid M. Ag. Selaku pembimbing 1, terima kasih atas bimbingannya, tidak pernah kenal lelah dalam membimbing penulis dan tidak bosan untuk mengingatkan penulis membaca buku terima kasih Pak!. Bapak Ihwan Lutfi M. Psi. Selaku pembimbing 2 yang selalu meluangkan waktu untuk penulis dan selalu mengingatkan bagaimana cara mengutip yang baik. Terima kasih Pak!.

3. Kepada almarhum ayahandaku M. Muslim ms, berkat engkau aku bisa menjadi seperti ini dan bisa menyelesaikan pendidikan yang engkau inginkan, terima kasih yang sedalam-dalamnya ku ucapkan. Semoga kau disana dapat merasakan apa yang kurasakan pada saat ini I love

u dad. Kepada Ibundaku Suheniyang tak pernah kenal lelah untuk

mendidik penulis seorang diri. U are the best mom, “Alhamdulillah, akhirnya selesai juga skripsi Neng, mi”.

4. Kepada kakakku Roni Mahendra Jaya beserta Istri kalian adalah tumpuan hidupku selama beliau meninggalkan kita, dan terima kasih atas semuanya yang kau berikan kepadaku. Keponakan-keponakanku Pradita, Camila dan Cahya. Kalian membuatku lebih bersemangat dari wajah-wajahmu selalu memancarkan keceriaan.

5. Untuk H. Ujang Djumadi dan Hj. Hasanah, terima kasih atas segalanya yang kau berikan kepada keluarga kami.


(9)

ix

6. Kepada M. Imam Ansori S. Psi terima kasih atas segala waktu, perhatian, pengertian yang kau berikan padaku, dan mengajari aku untuk selalu bersyukur dalam menjalani semua masalah yang kita hadapi dalam hidup ini. Walau lelah menantikan semua ini, akhirnya menjadi kenyataan, skripsi ini dapat terselesaikan!!!. I’m the winner. 7. Untuk Nurhidayati yang selalu mendengarkan keluh kesahku tentang

semua masalah yang penulis hadapi, terima kasih atas semuanya. 8. Untuk semua respondenku yang bersedia meluangkan waktunya,

terima kasih berkat bantuan dari kalian penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

9. Untuk teman-teman KKL Penulis, Desmayanti (uti), Farah Albugis (farah), Masmaryamah (ade), Wiji Haryanti (wiji), Nadia dan Aditia Sulaksono (adit).Untuk sahabat-sahabatku Rida terima kasih atas bantuan bukunya. Aini, Anis, Syali thank for all.Rini, Fuji, Ais, Zaza, Jernih, Misna, Ikcha, Nurjanah dan Dina Fak Ekonomi.Terima kasih atas segalanya dan penulis minta maaf atas kesalahan yang sering penulis lakukan selama ini. Untuk teman-teman angkatan 2003 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas semuanya. 10. Untuk teman kosanku Fitri, Dewi, Puji, Rini, Rina, terima kasih atas

bantuannya, dan selalu menemani penulis disaat penulis sendiri, tanpa kehadiran kalian kosanku sepi.

11. Untuk teman-teman PSM Tuto, Rigo, Senar, Reff, Sharon, kress, k- Zpum, k-Tolenk, kromong, k-Odjek, Satam, Papih Odoy, Tracking, dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.

Jakarta, 18 Maret 2008


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan... ii

Lembar Pengesahan Skripsi... iii

Motto... iv

Persembahan... v

Abstraksi... vi

Kata pengantar... viii

Daftar Isi... xi

Daftar Tabel... xiv

Daftar Lampiran... xv

BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1-13 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi masalah... 9

1.3. Pembatasan Masalah dan Perumusan... 9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 11

1.5. Sistematika Penulisan... 11

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA ... 14-45 2.1. Persahabatan... 14

2.1.1. Ciri-ciri Persahabatan... 16

2.1.2. Bentuk-bentuk Persahabatan... 18

2.1.3. Karakteristik Persahabatan... 21

2.1.4. Faktor-faktor Persahabatan... 23


(11)

xi

2.2. Penyesuaian Diri... 30

2.2.1. Pengertian Penyesuaian Diri... 30

2.2.2. Karakteristik Penyesuaian Diri... 32

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri. 39 2.3. Pakaian... 42

2.3.1. Pengertian Secara Umum... 42

2.3.2. Pakaian Menurut Islam... 43

2.3.3. Pengertian Cadar... 44

2.3.4. Alasan Penggunaan Cadar... 45

BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN ... 48-54 3.1. Pendekatan Penelitian... 48

3.2. Metode Pengumpulan Data... 48

3.2.1. Wawancara Sebagai Metode Utama... 49

3.2.2. Observasi Sebagai Metode Penunjang... 49

3.3. Instrumen Penelitian... 50

3.4. Subyek Penelitian... 50

3.4.1. Karakteristik Subyek... 51

3.4.2. Jumlah Subyek... 51

3.4.3. Teknik Pemilihan Subyek... 51

3.5. Teknik Analisa Data... 52

3.6. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian... 53

3.7. Etika penelitian... 54

BAB 4 : HASIL PENELITIAN ... 56-99 4.1. Gambaran Umum Subyek... 56

4.2. Analisa Tiap Data... 57

4.2.1. Subyek 1... 57


(12)

xii

4.2.3. Subyek 3... 86 4.3. Matriks Analisa Antar Subyek... 99

BAB 5 : PENUTUP 103-107

5.1. Kesimpulan... 103 5.2. Diskusi... 104 5.3. Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Gambaran umum Subyek... 56 Table 4.3. Matriks Analisis Antar Subyek... 99


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Kesediaan ... xvi

Lampiran 2: Data Pribadi Subyek ... xvii

Lampiran 3: Lembar Observasi ... xviii


(15)

xv

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu perubahan pesat yang terjadi adalah mengenai gaya hidup berpakaian. Berbagai alternatif gaya atau mode berpakaian ditampilkan setiap harinya, berbagai model dari banyak perancang hampir setiap hari menghiasi layar kaca. Islam sebagai ajaran agama yang di anut mayoritas penduduk di Indonesia sebenarnya sudah mempunyai aturan yang jelas tentang tata cara bepakaian yang baik dan benar. Misalnya firman Allah SWT dalam surat An Nur ayat 31:

!"# $

%&

'

()* +

,-./0

1"2+

( 3 4 56

7-58

9

)(

9)( :

;

< 5= > ?

@A

BCD +

GHI+J+*

;

,-./0

1"2+

( 3 4 56

7-58

KL5(

3

I+

2

$

KL5(NO9 #P Q

$

QO9 #P Q

KL5(

R

I+

#

$

KL5(NO9S:"# $

$

QO9S:"# $

KL5(

R

I+

#

$

5(

TU

I

58

$

<V* #

KL5(

TU I

58

$

<V* #

5(

U

I)

$

$

5(NO9 W5X

$

9

YD

(+

)

$

$

./Z

52 [3

9P

5=" %\

C]^ _$


(16)

xvi

cd )

e

9P

$

f

&

gh

9P

./0

iO9P

j

;P + )(

BCD +

kU a"I +

QO9 W

l:

9P

;

,-< 5= >Sm

5(5 +*"a ^5#

kD

+?

9

<Z

&

Q'

5(

3 4 56

B

;PnI#I

CD]58

oO9P

9

J

q

rs

$

.tI+

9P

#QYu )

.tI

5

&

v

wf

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-ptera saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum

mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu

beruntung. (QS. An Nur: 24:31).

Ayat di atas jelas diperuntukkan kepada seluruh kaum perempuan mukmin di manapun mereka berada. Meskipun aturan berpakaian tersebut nampak jelas, ada juga beberapa pengecualian dan keringanan bagi perempuan dengan kondisi tertentu. Beberapa alasan logis seorang perempuan muslim diwajibkan menjaga cara berpakaiannya, antara lain untuk menjauhkan wanita dari gangguan laki-laki jahil, menjadi indikator keluhuran budi (akhlak) perempuan, mencegah timbulnya fitnah birahi laki-laki, dan memelihara kesucian agama wanita yang bersangkutan. (http//www.myblogger.com)


(17)

xvii

Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, pakaian tertutup yang dimaksud adalah pakaian yang dilengkapi dengan penggunaan jilbab. Jilbab adalah kosa kata yang sering terdengar dan banyak di pakai dalam bahasa Indonesia. Makna jilbab dalam bahasa Arab adalah pakaian yang luas yang menutupi seluruh badan. Ibnu Abas meriwayatkan Istilah Jilbab di ambil dari Al Qur’an Surat Al Ahzab: 59

9`G.1 ^x

yVc]z

9P

)2{*U

6|}

)2

9

#

QO9 W5X

<Z

9P

./Z

T 1+

G"=D

+

5(5~•5~ D )*

B

)2

U €

PCS• J $

‚ $

+

,%

< 0 €

+

Y

.t %ƒ

uO9P

P:aI

&%\

9„ J

r…a

v5 f

“Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dengan berkembangnya jilbab di Indonesia semakin berkembang pula wanita-wanita yang mengenakannya. Ada pula wanita yang mengenakan cadar di Indonesia, meski ini adalah fenomena lama, namun tidak banyak orang yang kemudian tertarik untuk membahas persoalan cadar dan perempuan muslim di Indonesia.

Bagi sebagian perempuan muslim, identitas pakaian itu harus selaras dengan pandangan hidup yang mereka yakini. Di Indonesia, secara umum kaum


(18)

xviii

muslim yang bercadar berkeyakinan, bahwa mereka menggunakan cadar bukan karena paksaan atau politik tertentu, tetapi karena al-Quran dan Hadis yang menyuruh mereka bercadar.

Memang ada yang mempersepsikan (pandangan Barat) bahwa yang

bercadar di Indonesia itu adalah Teroris. Persepsi itu muncul karena pada 12 Oktober 2001 ketika kejadian bom Bali, pelaku teror muncul dengan

mengenakan cadar terlihat dari tayangan video simulasi meledakkan bom. Cadar dikenakan agar mereka tidak di kenali identitasnya dan mereka leluasa untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. (http//www.myblogger.com)

Cadar bagi pemakainya tentu bukan hanya sekedar sebuah simbol atau identitas yang hampa tanpa makna. Di balik cadar muslimah tersebut tersimpan muatan pengetahuan dan pengalaman unik, seperti yang di paparkan oleh Rianti Cartrigh, pemeran Aisyah dalam film yang berjudul “Ayat-ayat Cinta” (2008) berpendapat “Dulu aku mengira wanita bercadar agak tertekan, jika itu telah menjadi pilihan mereka, ternyata tidak. Sekarang aku bisa menghargai wanita-wanita yang bercadar dan berjilbab,”

(http//www.myblogger.com).

Seorang Rianti yang berperan dalam film tersebut harus bisa menyelami karakter wanita bercadar terlebih dahulu dan setelah beberapa waktu Rianti berkesimpulan bahwa wanita bercadar juga hidup selayaknya orang umum,


(19)

xix

termasuk dalam menjalin hubungan persahabatan meskipun bukan dengan komunitasnya saja.

Secara umum memiliki teman atau sahabat adalah positif, termasuk bagi kaum bercadar. Sebab teman dapat mendorong self-esteem dan menolong dalam mengatasi stress, tetapi teman juga bisa memiliki efek negatif jika mereka antisosial, menarik diri, tidak suportif, tidak argumentatif, atau tidak stabil (Hartup dan Stevens, dalam Baron, 2005: 9).

Akan tetapi teman yang kita rasakan kebanyakan memberikan peran yang positif untuk kita. Dengan kata lain kita sangat nyaman bila berada dekat dengan dia, teman yang seperti itu biasa kita sebut sahabat. Sahabat adalah hubungan pertemanan yang membuat orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak mengikut sertakan orang lain masuk kedalam hubungan tersebut, dan saling memberikan dukungan emosional. (Baron et all, 2005:9).

Sekali terbangun hubungan akrab, di banding dengan hubungan biasa, akan mengakibatkan dua individu lebih banyak menghabiskan waktu bersama, berinteraksi satu sama lain pada situasi yang lebih bervariasi, menjadi self-disclosing, saling memberikan dukungan emosional dan membedakan antara sahabat dan teman yang lain. Teman biasa adalah seseorang yang


(20)

xx

hati, sensitif, dan jujur, seseorang yang dapat anda ajak bersantai dan menjadi diri anda sendiri (Urbanski dalam Baron, 2005: 10).

Oleh karena itu elemen yang umum dari semua hubungan akrab adalah saling ketergantungan (Interdependence), suatu asosiasi interpersonal di mana dua orang secara konsisten mempengaruhi kehidupan satu sama lain, memusatkan pikiran dan emosi mereka terhadap satu sama lain, dan secara teratur terlibat dalam aktivitas bersama sebisa mungkin. Hubungan akrab dengan teman, anggota keluarga dan pasangan hidup juga meliputi elemen komitmen (Fehr 1999 dalam Baron, 2005: 5).

Persahabatan dengan hubungan akrab akan mengakibatkan kedekatan, dan kedekatan menimbulkan rasa suka. Mengapa? Karena pengaruh kedekatan menyatukan banyak faktor yang telah kita ketahui, penting dalam daya tarik interpersonal. (Sears, 1994: 231).

Dengan kata lain, dari kedekatan dan keakraban terjalinlah suatu hubungan yang di sebut persahabatan. Sedangkan dengan adanya persahabatan maka di dalam hubungan terjadilah suatu penyesuaian diri, agar satu sama lain bisa mempertahankan hubungan tersebut tanpa ada campur tangan pihak manapun. Penyesuaian diri dilakukan setiap orang, agar dapat hidup dengan situasi sosial yang kondusif.


(21)

xxi

Penyesuaian diri adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain dan terhadap situasi sosial (Hurlock, 1978: 314). Penyesuaian diri mengacu pada usaha yang di lakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri ini juga memperhatikan keberhasilan dan kegagalan individu, menyesuaikan keterampilan dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya. Bahkan usaha yang di lakukan untuk mncapai sesuatu atau memenuhi kebutuhan dasar agar

terbebas dari masalah kehidupan yang juga di asosiasikan dengan penyesuaian diri yang kuat. (Grasha et all, 1990: 49).

Dalam berhubungan sosial seseorang harus bisa menyesuaikan diri, di manapun dan kapanpun dia berada. Seseorang yang menjalin hubungan persahabatan selalu dituntut untuk dapat saling menyesuaikan diri sehingga persahabatan tersebut dapat berjalan dengan lancar, kalaupun ada

permasalahan akan dapat terselesaikan dengan baik. Bagaimana menjadi sahabat yang baik, Supangat (GEN FM, 2008) menyampaikan tips-tips agar hubungan persahabatan dapat berjalan dengan baik, diantaranya seorang sahabat harus bisa memahami tingkah laku orang lain, selalu tersenyum dengan tulus tanpa paksaan, berusaha mengingat nama orang lain yang baru dikenal, bisa menjadi pendengar yang baik ketika dia bercerita pada kita dan upayakan agar sahabat kita merasa nyaman di dekat kita, serta tidak


(22)

xxii

Latar belakang orang yang menjalin persahabatan tidak harus selalu sama dalam keinginannya atau faktor-faktor tertentu, walaupun persahabatan yang sering terlihat lebih karena kesamaan faktor tertentu seperti sama-sama memiliki hobi melukis, olahraga, mendaki, nyanyi, musik dan lain-lain.

Persahabatan yang terjalin dari latar belakang berbeda biasanya lebih unik dan menarik. Di satu sisi pembicaraan yang dilakukan lebih variatif tetapi di sisi lain mereka harus bisa saling mengerti dan menghargai dengan

perbedaan yang ada. Oleh karena itu lama-kelamaan akan terjalin

penyesuaian diri di antara mereka. Dengan kata lain persahabatan akan lebih berarti jika kedua belah pihak dapat menyesuaikan diri sesuai dengan sifat dan egonya masing-masing.

Bagaimana seorang sahabat menyesuaikan diri dengan sahabatnya yang lain dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari, dan kedekatan dalam menjalin aktivitas yang selalu mereka habiskan bersama dalam satu waktu. Hal seperti ini sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun persahabatan yang ingin diteliti disini adalah persahabatan yang erat, yang di lakukan oleh seorang mahasiswi yang mengenakan cadar dengan sahabatnya yang tidak bercadar, dan bagaimanakah mereka menyesuaikan diri selama mereka bersahabat sedangkan mereka berpakaian dan berpenampilan berbeda. Hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti, oleh karena itu peneliti


(23)

xxiii

bermaksud meneliti lebih jauh tentang “Gambaran Persahabatan dan

Penyesuaian Diri pada Mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan Cadar”

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa permasalahan yang di identifikasikan yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan persahabatan? 2. Faktor apa yang mempengaruhi persahabatan? 3. Apakah yang dimaksud dengan penyesuaian diri? 4. Apa yang dimaksud dengan cadar?

5. Siapa yang dimaksud dengan mahasiswi bercadar?

6. Bagaimana gambaran persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi yang mengenakan cadar?

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan masalah

Agar penelitian yang penulis lakukan tidak terlalu luas, penulis memberikan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Persahabatan, adalah suatu hubungan di mana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak membiarkan orang lain ikut kedalam hubungan mereka dan saling memberikan


(24)

xxiv

dukungan emosional. (Baron, 2005: 9). Dalam hal ini persahabatan antara mahasiswi bercadar dengan yang tidak bercadar.

2. Penyesuaian Diri, adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya. (Darajat, 1996: 26). Dalam hal ini adalah penyesuaian diri yang dilakukan oleh wanita bercadar dengan sahabatnya.

3. Mahasiswi yang mengenakan cadar yang dimaksud, adalah mahasiswi UIN Jakarta yang berpakaian muslimah dan mengenakan cadar.

1.3.2. Perumusan masalah

Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah penelitian: Bagaimana gambaran persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar?

Secara lebih spesifik perumusan masalah yang ingin di ketahui dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persahabatan yang dialami oleh mahasiswi bercadar? 2. Faktor apakah yang mempengaruhi persahabatan pada mahasiswi

bercadar?


(25)

xxv

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan dalam

perumusan masalah, yaitu memperoleh pengetahuan, pemahaman dan hal-hal yang berkaitan dengan gambaran persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan, khususnya dalam Psikologi Sosial. Adapun manfaat praktisnya adalah, memberikan informasi mengenai gambaran persahabatan, faktor-faktor persahabatan, penyesuaian diri dan alasan penggunaan cadar.

1.5. Sistematika Penulisan

Berdasarkan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi, Fakultas

Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2004), pembahasan penelitian ini dibagi ke dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:


(26)

xxvi BAB I PENDAHULUAN

Secara keseluruhan, isi pendahuluan merupakan penjelasan-penjelasan yang erat hubungannya dengan masalah yang di bahas. Pada bab ini berisikan, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Serta Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka memuat berbagai sumber dari teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian, terdiri dari:Pengertian persahabatan, ciri-ciri persahabatan, bentuk-bentuk persahabatan, karakteristik persahabatan, faktor-faktor persahabatan, manfaat persahabatan. Penyesuaian diri terdiri dari: pengertian penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Sedangkan pakaian terdiri dari: pengertian pakaian, pengertian cadar dan alasan penggunaan cadar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan secara terperinci bagaimana dan melalui pendekatan apa penelitian akan dilakukan. Antara lain terdiri dari: pendekatan penelitian. Metode pengumpulan data terdiri dari: wawancara sebagai metode utama


(27)

xxvii

dan observasi sebagai metode penunjang. Instrumen penelitian. Subyek penelitian terdiri dari: karakteristik subyek, jumlah subyek. Teknik analisa data. Prosedur penelitian dan etika penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini terdapat pembahasan tentang gambaran umum subyek, analisis tiap subyek, dan matriks analisa tiap subyek.

BAB V PENUTUP


(28)

xxviii

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini di bahas mengenai landasan teori yang digunakan dalam penelitian, seperti persahabatan yang terdiri dari: Pengertian persahabatan, ciri-ciri persahabatan, bentuk persahabatan, karakteristik persahabatan, faktor-faktor persahabatan, dan manfaat persahabatan. Penyesuaian diri terdiri dari: Pengertian penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Pengertian pakaian terdiri dari pakaian secara umum, pengertian pakaian menurut Islam, pengertian cadar dan alasan penggunaan cadar.

2.1. PERSAHABATAN

2.1.1. Pengertian Persahabatan

Persahabatan adalah hubungan yang membuat dua orang yang

menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak mengikutsertakan orang lain dalam hubungan tersebut, dan saling

memberikan dukungan emosional. (Baron, 2005: 9-10).

Persahabatan adalah suatu hubungan antar pribadi yang akrab atau intim yang melibatkan setiap individu sebagai suatu kesatuan. (Suzanne dalam Ahmadi, 1999: 232).


(29)

xxix

Persahabatan (friendship) adalah suatu hubungan yang bersifat voluntary antara individu dalam kelompok kecil yang di dasarkan karena perasaan minat, kepribadian dan tempramen. Melalui persahabatan, mereka dapat saling memahami, saling belajar, dan terdapat self disclose antara satu dengan yang lainnya. Mereka lebih banyak menceritakan segala hal kepada teman dibandingkan kepada orang tua atau orang dewasa lainnya.

(Rahmawati et all, 2005: 35).

Menurut Duck, 1991: 2 dalam Wikipedia “friendship is a voluntary bond

between two people and the above ideals can be seen as part of an unwritten contract between them, whose violation can become the grounds for the dissolution of the relationship”

Sedangkan menurut Wikipdia Indonesia, persahabatan adalah istilah yang mengambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Dalam pengertian ini, istilah “persahabatan”

menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan dan afeksi.

(http//pkukmweb.ukm.my/~psiko/BM/Asmah%20Bee.pdf).

Sahabat adalah seseorang yang dapat membagi masalah dengan mereka, memahami mereka dan mendengarkan mereka pada saat mereka berbicara tentang pemikiran dan perasaan mereka sendiri. (Santrock, 2003: 230)


(30)

xxx

Argyle dan Henderson (dalam Hildayani, 1997: 21) juga memberikan definisi mereka tentang persahabatan. Menurut mereka persahabatan meliputi orang-orang yang saling menyukai, menyenangi kehadirannya satu sama lain, memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan dukungan emosional. Persahabatan di sebutkan pula sebagai hubungan interpersonal yang intim dengan adanya keterlibatan masing-masing individu sebagai pribadi yang utuh (Kurth dalam Hildayani, 1997: 22)

Berdasarkan sejumlah definisi yang telah di kemukakan di atas, dapat di simpulkan bahwa persahabatan adalah hubungan interpersonal yang berlangsung lama dan ditandai oleh adanya saling ketergantungan, kepercayaan, kebersamaan, kedekatan, dukungan emosional dan

pertolongan, kesamaan minat dan kegiatan, pengertian kesenangan dan keterlibatan masing-masing individu sebagai pribadi yang utuh secara spontan dan sukarela.

2.1.2. Ciri- ciri Persahabatan

Abu Ahmadi menyebutkan dan menjelaskan bahwa ciri-ciri persahabatan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Menghargai satu sama lain lebih pada orang itu sendiri dari pada


(31)

xxxi

memang dari persahabatan ini di peroleh berbagai keuntungan yang bersifat sekunder, namun sebenarnya timbul persahabatan ini dulu bersumber dari saling menyukai dan saling memelihara hubungan, dan bukan kepada apakah mereka atau ia menguntungkan atau tidak, atau ia dapat bekerja untuk saya dan sebagainya.

2. Persahabatan sebagai suatu hubungan antar pribadi lebih menekankan pada kualitas yang obyektif satu sama lain. Menyukai seseorang karena rambutnya, uangnya, mobilnya atau jabatannya, sebenarnya tidak menyukai orang itu sendiri, tetapi lebih pada barang-barang itu. Dengan demikian berarti persahabatan akan berhenti atau terputus bila teman itu kehilangan apa-apa yang di milikinya. Menyukai sifat-sifat lahiriah

semacam itu akan mudah berubah, akan lebih baik bila seseorang menyukai satu sama lain karena hal-hal yang terdapat pada orang itu sendiri yang sifatnya stabil.

3. Saling bertukar barang-barang di antara teman tidak di dasarkan pada nilai-nilai ekonomik tetapi pada kesukaan, harapan, keinginan di antara mereka. Jika seorang sahabat memberikan hadiah bukanlah di nilai pada harga hadiah itu, tetapi pemberian ini ia akan menyukainya. Di samping itu di antara mereka memiliki kebebasan untuk saling memberi tanpa adanya harapan untuk memperoleh imbalannya.


(32)

xxxii

4. Bersahabat karena keunikannya, dan ini sulit di gantikan oleh orang lain karena uniknya. Persahabatan tidak begitu saja di putuskan karena telah di tentukannya teman lain yang lebih baik. Persahabatan selalu

memperlihatkan adanya keintiman, individualis dan kesetiaan. (Ahmadi, 1999: 234-235)

Sedangkan dalam http//pkukmweb.ukm.my/~psiko/BM/Asmah%20Bee.pdf, ciri-ciri persahabatan adalah sebagai berikut:

1. Banyak bergantung pada individu tersebut.

2. Bergantung pada budaya dan sosial-ekonomi yang bersifat kepercayaan, dan menolong.

3. Hubungan yang dipercayai dan menyenangkan dan menghormati hal-hal yang pribadi.

4. Memberikan kebaikan kepada kedua belah pihak

2.1.3. Bentuk-bentuk Persahabatan

Bentuk-bentuk persahabatan dapat bervariasi, tergantung dari beberapa hal. Block (1980:26) misalnya, menemukan adanya lima bentuk persahabatan berdasarkan tingkat intensitas, fungsi yang dimiliki, kebutuhan yang dapat dipenuhi, dan rentang komitmen. Adapun bentuk-bentuk persahabatan/ pertemanan tersebut adalah sebagai berikut :


(33)

xxxiii

a. Teman untuk kemudahan (convebience friends)

Mereka adalah orang-orang dengan siapa kita saling memberikan

bantuan, orang-orang yang sering kita temui misalnya tetangga dan rekan kerja.

b. Teman melakukan kegiatan bersama (doing-thing friends)

Hubungan pada persahabatan ini didasarkan pada kesamaan minat dan kegiatan. Misalnya saja orang-orang yang menjadi anggota kelompok yang sama atau orang-orang yang mempunyai kesamaan hobi. c. Teman seperjalanan hidup (milestone friends)

Mereka adalah teman-teman lama dengan siapa kita dapat berbicara tentang masa-masa yang telah lalu.

d. Teman sebagi mentor (mentor friendship)

Mereka adalah teman-teman yang ada didekat kita, yang enak untuk dijadikan teman dan diajak bicara. Namun demikian, kita jarang dapat menemuinya seorang diri.

e. Teman baik (good friend)

Teman baik adalah orang-orang dengan siapa kita merasa dekat, sering berjumpa, dan dapat diandalkan di saat kita membutuhkannya. Dengan mereka kita dapat menceritakan kehidupan pribadi, membagi


(34)

xxxiv

Jika dilihat dari ada-tidaknya ketimbal-balikan dalam hubungan maka, persahabatan dapat dibedakan atas persahabatan asosiatif (associative friendship), persahabatan reseptif (receptive friendship) dan persahabatan timbal balik (reciprocal friendship) (Reisman dalam Watson et all, 1984: 24).

Persahabatan asosiatif adalah persahabatan yang tidak mendalam dan bersifat umum. Biasanya, persahabatan ini bertahan karena adanya kondisi yang membuat mereka sering berada bersama-sama. Misalnya, hubungan antar rekan kerja dan anggota-anggota dalam satu kelompok. Persahabatan reseptif merupakan persahabatan yang didasarkan pada adanya perbedaan status atau kontrol, contohnya hubungan yang terjalin antar mentor dan peserta pelatih. Dalam hubungan ini, terdapat perbedaan peran antar

keduanya, satu sebagai pemberi dan yang lainnya sebagai penerima. Dalam persahabatan timbal balik hubungan menjadi lebih dekat secara emosional dan terikat dalam waktu yang lama (Reisman dalam Hays, 1988: 28). Sahabat lebih merasakan adanya komitmen khusus terhadap hubungan interpersonal yang terbina. Mereka juga cenderung memandang dirinya sebagai orang-orang yang sederajat.

Gouldner dan Symons (dalam O’connor,1992: 26) membagi persahabatan dalam empat bentuk, yaitu: hubungan yang di tandai oleh adanya keintiman, kesetiaan, kepercayaan, berbagai pengalaman, dan kesenangan (extra


(35)

xxxv

ordinary relationship), hubungan pergaulan yang di dasarkan pada aktivitas yang di lakukan bersama (less intimate relationships of convenience) teman yang diperoleh di tempat kerja (friends made as by- product of paid

employment) dan persahabatan antar orang-orang yang memiliki pandangan yang sama dan terlibat bersama-sama dalam suatu organisasi atau

pergerakan politik (friendship between those a similar intellectual world new).

Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, adalah bentuk persahabatan yang dekat (close friendship), yang di tandai oleh adanya keintiman. Bila di tinjau kembali pada bentuk-bentuk persahabatan yang telah di uraikan diatas, maka bentuk-bentuk persahabatan yang dekat (selanjutnya hanya di sebut sebagai persahabatan) kurang lebih pararel dengan bentuk persahabatan “good friend”. (Block 1980: 26)

2.1.4. Karakteristik Persahabatan

Monsour (dalam O’connor, et all. 1992: 27) menemukan tujuh hal yang merupakan pengekspresian dari keintiman dalam persahabatan, yaitu: a. Keterbukaan Diri

Keterbukaan diri di tandai oleh adanya keinginan untuk menyatakan sesuatu yang berkenaan dengan diri, yang mungkin tidak di sadari oleh sahabatnya. Keterbukaan diri meliputi pula kegiatan berbagi pikiran dan perasaan.


(36)

xxxvi b. Pengekspresian Emosi

Pengekspresian emosi mengacu pada kedekatan emosional, kehangatan, kasih sayang, perhatian dan perasaan haru. Dalam konteks adanya

keintiman antar sahabat, pengekspresian emosi di gambarkan oleh adanya ekspresi verbal dan non-verbal dari emosi yang berkaitan dengan diri sendiri, sahabat dan persahabatan.

c. Dukungan yang Tak Bersyarat

Dukungan yang tak bersyarat di tandai oleh adanya pemberian dan penerimaan dukungan yang konsisten, baik di saat-saat senang maupun susah.

d. Kontak Fisik

Kontak fisik mengacu pada tingkahlaku menyentuh yang tidak bersifat seksual

e. Kepercayaan

Sebagai komponen dari keintiman, pengertian kepercayaan sering bertumpang tindih dengan pengertian keterbukaan diri dan

pengekspresian emosi. Oleh karena itu, sebagian peneliti tidak

memasukkannya sebagai salah satu komponen dari keintiman. Namun demikian, Reis dan Shaver (dalam Monsour, 1992: 27) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan hal yang penting dan muncul dalam komponen keintiman yang lebih nyata contohnya, keterbukaan diri. f. Melakukan Kegiatan Bersama


(37)

xxxvii

Kategori kegiatan mengacu pada ‘melakukan sesuatu bersama-sama’, namun tidak meliputi kegiatan percakapan atau aktivitas seksual. g. Kontak Seksual

Kategori kontak seksual di gunakan bila sejumlah aktivitas seksual terlibat di dalamnya.

Terlepas dari adanya sejumlah pengertian tentang keintiman, yang secara tidak langsung menjadi karakteristik dari sebuah persahabatan, beberapa tokoh (Bell et all, 1981: 28) juga menyebutkan hal-hal berikut sebagai hal-hal yang menandai suatu hubungan persahabatan, yaitu adanya penghargaan (penerimaan terhadap orang lain apa adanya), pertolongan yang bersifat konkrit, empati, kebebasan untuk menjadi diri sepenuhnya, sifat sukarela, dan kemampuan untuk bertahan dalam waktu lama.

2.1.5. Faktor-faktor Persahabatan

Ada empat faktor yang berperan dan bersama-sama membentuk

persahabatan, yaitu faktor lingkungan, individual, situasional, dan faktor dyadic (Fehr, 1996: 28) penjelasan lebih lanjut, dari faktor-faktor

persahabatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Lingkungan

Umumnya, langkah awal dari pembentukan persahabatan adalah adanya kedekatan fisik dari orang-orang yang bersahabat. Artinya, orang-orang


(38)

xxxviii

yang berada pada lingkungan fisik yang sama lebih berpeluang untuk membentuk persahabatan. Selain tempat tinggal, faktor kedekatan fisik juga meliputi tempat- tempat di mana seseorang menghabiskan waktunya sehari-hari, seperti sekolah dan tempat kerja. Di luar itu, sahabat juga dapat di jumpai melalui organisasi sosialisasi serta melalui perantara teman lain atau saudara.

b. Faktor Individual

Karakteristik yang di miliki oleh seseorang tampaknya akan menentukan keinginan individu untuk menjalin atau tidak menjalin persahabatan dengannya. Hal ini meliputi:

a. Ketertarikan fisik

Penelitian yang ada menunjukkan bahwa penampilan fisik tampaknya berpengaruh terhadap pembentukan persahabatan. Seseorang cendrung melihat bahwa orang-orang yang menarik secara fisik memiliki kemiripan dengan dirinya dalam sikap dan kepribadian, di bandingkan dengan orang-orang yang tidak menarik. Selain itu, berinteraksi dengan orang-orang yang cantik dan tampan dipandang lebih menyenangkan.

b. Keterampilan sosial

Seseorang lebih mungkin untuk membentuk persahabatan dengan orang-orang yang memiliki keterampilan sosial. Keterampilan sosial


(39)

xxxix

meliputi, kemampuan untuk merespon dan bersifat secara tepat apa yang orang katakan atau alami, serta mengikuti percakapan sesuai aturan. Menurut Friedman (dalam Fehr, 1996: 29) keterampilan sosial yang dimiliki seseorang, khususnya ekspresi yang bersifat nonverbal, berhubungan dengan perasaan suka dari teman.

c. Responsivitas

Seseorang cendrung lebih tertarik pada orang-orang yang bersifat responsif terhadapnya. Berg dan Archer (dalam Fehr, 1996: 29)

menyebutkan bahwa seseorang yang bertingkahlaku secara responsif, misalnya menunjukan minat dan perhatian, lebih di sukai oleh teman. d. Perasaan malu atau segan

Seseorang tampaknya lebih tertarik untuk bersahabat dengan orang-orang yang tidak pemalu. Orang yang pemalu cendrung melakukan lebih sedikit percakapan pada pertemuan awal. Selain itu, dalam berinteraksi dengan orang lain, mereka tampak kurang sigap dalam menjawab komentar yang dilontarkan, kurang senyum, kurang mau menatap lawan bicara, dan secara umum kurang responsif.

e. Kemiripan

Seseorang cendrung untuk membentuk persahabatab dengan orang-orang yang mirip dengannya. Pengaruh kemiripan mungkin dapat terletak pada karakteristik demografi seperti: usia, kesehatan fisik, pendidikan, latar belakang keluarga, status sosial, sikap dan


(40)

xl

sebagainya. Bahkan, sahabat mungkin serupa dalam hal memiliki fisik yang menarik.

c. Faktor Situasional

Faktor situasional meliputi hal-hal seperti seberapa sering kita bertemu dengan seseorang, apakah terdapat ketergantungan kepada seseorang tentang suatu hal, serta apakah tersedia “tempat” untuk membentuk hubungan persahabatan pada masing-masing pihak yang terlibat dalam interaksi.

d. Faktor Dyadic

Seseorang tampak lebih tertarik kepada orang yang mau menyatakan informasi pribadi karena hal itu menandai adanya keinginan untuk membentuk persahabatan. Pertemuan awal umumnya dimulai dengan membuka diri terhadap informasi-informasi yang bersifat dangkal, kemudian di lanjutkan dengan hal-hal yang lebih mendalam dan topik-topik yang lebih bervariasi. Pada tahap awal dari hubungan, keterbukaan yang bersifat timbal-balik merupakan hal yang penting.

2.1.6. Manfaat Persahabatan

Persahabatan mendatangkan sejumlah manfaat bagi orang-orang yang menjalaninya. Allan (1989: 32) menguraikan manfaat persahabatan ebagai berikut:


(41)

xli a. Kesenangan bergaul dan kebersamaan

George Simmel (dalam Bell, 1981: 33) menggunakan konsep kesenangan bergaul untuk menggambarkan bentuk termurni dari interaksi antara orang-orang yang sederajat. Adanya kesenangan akan gelak-tawa, kegembiraan, dan pelepasan emosional tampaknya diberikan pula oleh persahabatan. Dalam kaitannya dengan kebersamaan, di sebutkan bahwa kebersamaan dengan teman, kegiatan menghabiskan waktu luang

bersama, mendiskusikan hobi atau persoalan-persoalan yang menjadi perhatian umum, bernilai untuk kepentingan mereka (orang-orang yang bersahabat). Sejumlah kecil penelitian juga menemukan bahwa

kebersamaan dengan teman diasosiasikan dengan perasaan positif yang kuat (O’connor, 1992: 32).

b. Dukungan pribadi

Sahabat merupakan sumber yang secara terus-menerus bermanfaat untuk membantu seseorang mengatasi persoalan yang dihadapinya. Dukungan ini dapat mengambil sejumlah bentuk yang berbeda. Untuk tujuan analisa, dukungan dapat dipisahakan menjadi dukungan emosional dan moral, bantuan praktis, dan bantuan materi.

1. Dukungan emosional dan moral

Rentang dari dukungan emosional atau moral yang diberikan oleh sahabat bervariasi. Membicarakan persoalan-persoalan yang bertaraf


(42)

xlii

ataupun berat, dan mendiskusikan tindakan yang akan di ambil, merupakan bentuk dari dukungan moral yang diberikan oleh sahabat. Menurut Lobel et all. (1994: 33), dukungan emosional meliputi

tingkahlaku yang memberi sumbangan terhadap kesejahteraan satu sama lain, seperti, tindakan mengayomi, berempati dan meningkatkan kebahagiaan sahabat. Cramer (dalam Lemme, 1995: 34) menyebutkan bahwa satu bentuk khusus dari dukungan emosional yang diberikan oleh sahabat adalah adanya penerimaan. Menurutnya, keberadaan sahabat, kemauannya untuk mendengarkan dengan penuh perhatian, serta pengertian yang diberikan, tampaknya memungkinkan seseorang untuk mengatakan kepada sahabat apa yang ingin ia katakan.

Sejumlah kemelut, seperti masalah perkawinan, penyakit, atau

kematian, hubungan keluarga atau apapun yang mungkin tidak dapat di diskusikan dengan orang yang bersangkutan, mungkin dapat dinyatakan kepada sahabat (Allan, 1989: 32).

Disini, dukungan dari sahabat untuk menyediakan nasehat dan informasi lain dari sahabat yang dapat digunakan oleh individu untuk dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi seperti kekacauan dalam perkawinan, masalah-masalah keuangan, kegagalan, penyakit dan kematian dengan lebih baik.


(43)

xliii

Seperti dukungan moral, sahabat secara rutin menyediakan bantuan praktisnya, seperti saling memberi tumpangan, menyediakan nasehat pada topik-topik khusus yang disukainya. Dengan perkataan lain, sahabat dapat menjadi sumber yang dapat menolong mereka untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang kurang lebih ringan. Lobel dkk (1994: 34) menyebut dukungan ini sebagai dukungan instrumental. Menurutnya, dukungan instrumental melibatkan bantuan secara langsung terhadap orang-orang yang membutuhkannya. Bantuan diberikan tidak hanya pada saat-saat kritis, tetapi juga untuk hal-hal yang rutin sifatnya.

3. Pertolongan materi

Hanya pada saat-saat yang relatif jarang sahabat menyediakan dukungan finansial satu sama lain. Mereka mungkin saling meminjam sedikit uang, tetapi tidak terlibat dalam pinjaman dalam jumlah yang besar. Umumnya, sahabat memberikan bentuk-bentuk lain dari bantuan materi dan manfaat finansial.

c. Identitas dan status

Sahabat menolong seseorang untuk membentuk dan memperkuat pandangan tentang diri serta memberikan kepercayaan pada identitas yang dimiliki. Dikatakan bahwa persahabatan memberikan kebebasan pada seseorang untuk mengekspresikan identitas diri dari pada yang dapat mereka lakukan dalam konteks lain yang lebih formal, yaitu di saat


(44)

xliv

norma-norma tingkahlaku dipaksakan oleh kewajiban dan tuntutan peran. Dalam berhadapan dengan sahabat, “diri” yang dinyatakan lebih dekat dengan definisi seseorang tentang dirinya dari pada “diri” yang

digambarkan konteks lain. Dalam kaitannya dengan status, disebutkan bahwa sahabat dapat menjadi indikator meletakkan seseorang dalam hirarki status tertentu.

Sebagai tambahan apa yang telah di sebutkan oleh Allan (1989: 35), (Wrigth dalam Lemme,1995: 35) menyebutkan bahwa sahabat dapat mempunyai nilai stimulasi, yaitu menambah minat dan kesempatan untuk bersosialisasi dalam kehidupan, memperluas pengetahuan, ide, atau pandangan seseorang. Sahabat juga dapat menjadi sumber perbandingan sosial (Hays, 1988: 38), yaitu menyediakan sejumlah informasi yang dapat mengurangi keragu-raguan seseorang terhadap suatu hal.

2.2. PENYESUAIAN DIRI

2.2.1. Pengertian Penyesuaian Diri

Beberapa definisi penyesuaian diri menurut para ahli psikologi sosial adalah sebagai berikut:

Menurut Feldman (1989: 68) penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang di berikan oleh dunia di mana mereka hidup.


(45)

xlv

Penyesuaian diri menurut Grasha et all. (1990: 49) mengacu pada usaha yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri ini juga memperhatikan keberhasilan dan kegagalan individu, menyesuaikan keterampilan dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya. Bahkan usaha yang dilakukan untuk mencapai sesuatu atau memenuhi kebutuhan dasar agar terbebas dari masalah-masalah kehidupan yang juga di asosiasikan dengan penyesuaian diri yang kuat.

Sedangkan menurut Lazarus (1976: 17) penyesuaian diri terdiri dari dua macam proses, yaitu menyesuaikan diri pada situasi yang telah terbagi dan mengubah situasi agar sesuai dengan kepentingan seseorang. Dapat di katakan bahwa dalam menghadapi tuntutan lingkungan tidak hanya bersikap pasif tetapi juga melakukan tindakan yang aktif. Selain melakukan

penyesuaian diri dengan situasi yang ada, manusia juga dapat mengubah lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu menurut Fahmi (dalam Daradjat, 1982:14) penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya.

Berdasarkan definisi diatas maka penulis menulis menyimpulkan tentang penyesuaian diri merupakan, sebuah proses psikologis, di lakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan, dan tantangan yang di berikan oleh dunia di


(46)

xlvi

mana mereka hidup. Maka penyesuaian diri bertujuan untuk mengubah kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya.

2.2.2. Karakteristik Penyesuaian Diri

2.2.2.1. Penyesuaian diri yang baik (good adjusment)

Seseorang yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik atau orang yang disebut sebagai orang yang sehat mentalnya menunjukan pola tingkah laku atau karakteristik yang sesuai dengan yang diinginkannya.

Menurut schneiders (dalam Yusuf, 2004: 22) ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu “yang mampu merespon (kebutuhan, dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome)”. Yang dimaksud efisien adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan yang lain, dan hubungannya dengan Tuhan. Orang tersebut memiliki kemampuan untuk mereaksi

kebutuhan dirinya atau tuntutan lingkunngannya secara matang, sehat, dan efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental, frustasi, dan kesulitan-kesulitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan tingkah laku simtomatik ( seperti rasa cemas, takut, hawatir, obsesi, pobia, atau


(47)

xlvii

interpersonal dan suasana yang berkontribusi kepada perkembangan kepribadian yang sehat.

Orang yang memiliki sikap iri hati, hasud, cemburu, atau permusuhan merupakan respon yang “unwholesome” (tidak sehat), sedangkan sikap persahabatan, toleransi, memberi pertolongan merupakan respon yang “wholesome”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka seseorang itu dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang baik (well adjustment) apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak

merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.

Penyesuaian diri normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders, 1964 dalam Yusuf, 2004: 27).

1. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang

berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri).

2. Absence of psychological mechanisme (terhindar dari

mekanisme-mekanisme psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dan sebagainya).

3. Absence of the sense of personal frustration (Terhindar dari perasaan


(48)

xlviii

4. Rational deliberation and self-direction (Memiliki pertimbangan dan

pengarahan diri yang rasional, yaitu mampu memecahkan masalah berdasarkan alternatif-alternatif yang telah dipertimbangkan secara matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil).

5. Ability to learn (Mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas dirinya,

khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari).

6. Utilization of past experience (Mampu memanfaatkan pengalaman masa

lalu, bercermin ke masa lalu, baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalam untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik).

7. Realistic, objective attitude (Bersikap objektif dan realistik ; mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar ; mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk atau negatif).

2.2.2.2. Penyesuaian Diri yang Menyimpang (maladjustment)

Menurut Schneiders (dalam Yusuf, 2004: 28 - 80) penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dapat


(49)

xlix

juga dikatakan bahwa penyesuaian diri yang menyimpang ini adalah sebagai tingkah laku abnormal (abnormal behavior), terutama terkait dengan kriteria sosio psikologis dan agama. Penyesuaian yang menyimpang dan abnormal ini ditandai dengan respon-respon sebagai berikut.

1. Reaksi bertahan (defence reaction = flight from self)

Organisme atau individu dikepung tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri (need) dan dari luar (pressure dari lingkungan) yang kadang-kadang bersifat mengecam rasa aman egonya. Untuk melindungi rasa aman egonya, individu mereaksi tuntutan yang mengancam tersebut dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism).

Mekanisme pertahanan (defence mechanism) dapat di artikan sebagai respon yang tidak disadari yang berkembang dalam struktur kepribadian individu, dan menjadi menetap, sebab dapat mereduksi ketegangan dan frustasi, dan dapat memuaskan tuntutan-tuntutan penyesuaian diri. Orang ini berusaha mempertahankan diri sendiri, seolah-olah tidak mengalami kegagalan, menutupi kegagalan, atau menutupi kelemahan dirinya sendiri dengan cara-cara atau alasan-alasan tertentu. Bentuk reaksi ini diantaranya : (1) kompensasi : menutupi kelemahan dalam suatu hal, dengan cara mencari kepuasan dalam bidang lain (2) sublimasi : menutupi atau mengganti kelemahan atau kegagalan dengan cara atau kegiatan yang mendapatkan pengakuan (sesuai dengan nilai-nilai)


(50)

l

masyarakat. (3) proyeksi : melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain.

Mekanisme pertahanan diri ini muncul dilatarbelakangi oleh dasar-dasar psikologis, seperti : inferiority (perasaan rendah diri), inadequacy

(perasaan tidak mampu), failure (perasaan gagal) dan guilt (perasaan bersalah).

2. Reaksi menyerang (Agresive reaction) dan Delinquency

Agresi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi melalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa, atau mendominasi.

Berbeda dengan mekanisme penyesuaian diri yang lainnya, reaksi agresi tidak berkontribusi atau tidak memberikan nilai manfaat bagi

kesejahteraan rohaniah individu atau penyelesaian masalah yang dihadapinya.

Agresi ini terefleksi dalam bentuk-bentuk tingkah laku verbal dan non-verbal. Contoh yang verbal : berkata kasar, bertengkar, panggilan nama yang jelek, jawaban yang kasar, sarkasme (perkataan yang menyakitkan hati), dan kritikan yang tajam. Sementara contoh yang non-verbal

diantaranya: menolak atau melanggar aturan (tidak disiplin), memberontak, berkelahi (tawuran), mendominasi orang lain, dan membunuh.


(51)

li

Bentuk mekanisme yang sangat dekat hubungannya dengan agresi

adalah “delinquency”, karena kedua-duanya merupakan sikap perlawanan terhadap kondisi yang memfrustasikan kebutuhan atau keinginannya. Delinquency dapat diartikan sebagai tingkah laku individu atau kelompok yang melanggar norma moral yang dijunjung tinggi masyarakat, yang menyebabkan terjadinya konflik antara individu dengan kelompok atau masyarakat.

Tingkah laku nakal (delinquency) dapat dipandang sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mereduksi ketegangan, frustasi dan konflik yang disebabkan oleh tuntutan tersebut.

3. Reaksi melarikan diri dari kenyataan (Escape and withdrawal reaction atau flight from reality)

Reaksi escape dan withdrawal merupakan perlawanan pertahanan diri individu terhadap tuntutan, desakan, atau ancaman dari lingkungan dimana dia hidup.

Reaksi “escape” dan “withdrawal” berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Psikologis: frustasi, konflik, ketakutan, perasaan tertindas, dan kemiskinan emosional.

2. Lingkungan keluarga: orang tua terlalu memanjakan anak, orang tua bersikap menolak terhadap anak, dan orang tua menerapkan disiplin yang keras terhadap anak.


(52)

lii

4. Penyesuaian yang patologis (flight into illness)

Penyesuaian yang patologis ini berarti bahwa individu yang

mengalaminya perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan dirumah sakit (hospitalized). Yang termasuk penyesuaian yang patologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis”. 5. Tingkah Laku Anti Sosial (Antisocial Behaviour)

Tingkah laku anti sosial merupakan tingkah laku yang menyimpang atau bertentangan dengan norma masyarakat (baik secara

formal=hukum/perundang-undangan, maupun informal=adat istiadat), dan norma agama. Contoh tingkah laku anti sosial ini, diantaranya:

pemerkosaan, perzinahan, perampokan, pencurian, perjudian, penculikan, pemalsuan (ijazah, persaksian, dan pembunuhan).

Tingkah laku anti sosial ini diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu: antisocial personality (psychopathy), criminal (dyssocial behavior), dan juvenile delinquency (Harmatz, 1978).

6. Kecenderungan dan Ketergantungan Alkohol, dan Obat Terlarang Kecanduan alkohol (minuman keras atau miras) dan penyalahgunaan Narkoba/ Naza merupakan gejala perilaku menyimpang (baik secara hukum maupun psikologis) yang berdampak sangat buruk terhadap kesehatan fisik, (seperti gangguan fungsi otak, dan peradangan lambung dan usus) dan psikis (seperti pemalas, pembohong, penipu, pencuri dan perasa). Sementara upaya untuk “recovery” atau penyembuhannya


(53)

liii

sangat susah, lama, dan mahal. Oleh karena itu, yang perlu menjadi perhatian utama adalah upaya preventif atau pencegahan.

7. Penyimpangan Seksual, dan AIDS

Beberapa perilaku menyimpang yang harus mendapat perhatian semua pihak dewasa ini, diantaranya penyimpangan perilaku seksual dan freesex yang menyebabkan AIDS. Penyimpangan seksual (deviation sexual) merupakan salah satu problem kepribadian atau kesehatan mental. Penyimpangan ini dapat dikategorikan sebagai “psyhopatic personality” . Dengan alasan ini, istilah “sexual psyhopath” telah digunakan secara luas dalam bidang medis, psikologi dan kriminologi. Penyimpangan seksual merupakan perilaku abnormal, atau salah satu (maladjustment), karena sering kali merintangi penyesuaian personal dan sosial.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Daradjat (2001: 17) dalam bukunya kesehatan mental, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:

a. Frustrasi

Frustrasi adalah proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan kebutuhan atau menyangka bahwa akan terjadinya sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Frustrasi ini terkait dengan stress, stress sendiri terbagi dua stress yang


(54)

liv

positif atau austress dan stress yang negatif atau distress. Apabila orang tersebut mampu mengatasi stress maka sebut dengan austress dan orang yang demikian dapat dikatakan orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik dan apabila orang tersebut tidak mampu mengatasi stress yang datang maka ia disebut dengan distress dan orang yang demikian itu dapat dikatakan dengan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri. b. Konflik

Konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain.

Menurut Zakiah konflik itu terbagi tiga yang pertama yaitu konflik terhadap dua hal yang diingini, yang tidak mungkin di ambil keduanya, misalnya seorang gadis yang dilamar oleh dua orang pemuda yang sama-sama di cintainya, jika ia memilih A maka ia akan kehilangan yang B begitu juga sebaliknya. Yang kedua yaitu konflik terhadap dua hal yang

bertentangan, contohnya adalah seorang anak yang ingin naik gunung tetapi oleh sang ibu dilarang, di satu sisi sang ibu tidak ingin kalau anaknya tidak mempunyai pengalaman yang menarik di saat liburan, tetapi di sisi yang lain ibu tersebut juga takut kalau anaknya mengalami kecelakaan di jalan. Yang ketiga yaitu konflik terhadap dua hal yang tidak diingini contohnya adalah seorang militer yang turun ke medan perang ia


(55)

lv

tidak ingin membunuh lawannya tetapi kalau ia tidak membunuh maka ia akan dibunuh oleh lawannya.

c. kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan

mempunyai segi yang di sadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa, juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan. Kecemasan dapat di sebabkan oleh beberapa hal yang pertama yaitu rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancamnya. Contohnya adalah seorang pejalan kaki yang melihat mobil berkecepatan tinggi datang menuju kearahnya seakan-akan ingin menabraknya

tentunya ia akan merasa takut dan mencoba untuk menyelamatkan diri. Yang kedua rasa cemas berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk yaitu takut terhadap hal yang tidak jelas, tidak tentu, dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi kepribadian seseorang. Bentuk yang lainnya adalah kecemasan yang ditimbulkan oleh benda-benda yang ada kaitan dengan dirinya. Yang ketiga kecemasan yang disebabkan oleh rasa berdosa atau bersalah karena melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Cemas ini juga dapat


(56)

lvi

diikuti denngan beberapa gejala baik itu fisik seperti jantung berdebar-debar, ujung jari berkeringat, dan lain-lain; dan gejala psikis seperti tidak nyaman, rasa takut yang berlebihan, gelisah, tidak percaya diri, merasa rendah diri dan lain-lain.

2.3.

PAKAIAN

2.3.1. Pengertian Pakaian Secara Umum

Pakaian secara etimologi bisa diartikan dengan busana (Ali, 1988: 50). Sedangkan secara terminologi pakaian adalah barang yang dibuat dari berbagai macam bahan untuk menutupi, melindungi dan menghiasi tubuh manusia. Barang-barang tersebut mencakup baju, celana, kemeja, kebaya, jas, gaun, rok, blus, jaket, sepatu, topi dan sebagainya. (Badudu-Zain, 1994: 979).

Menurut Daryanto (dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, 1997: 456) pakaian sama saja dengan busana yaitu, pakaian yang lengkap dengan coraknya indah, bahannya bagus, dan barang yang dipakai.

Pakaian sesuai dengan fitrahnya berfungsi untuk menutupi anggota badan tertentu dari penglihatan orang lain dan untuk menjaga kesehatan yang di antaranya untuk perlindungan dari panas dan dingin. Selain itu pakaian juga


(57)

lvii

merupakan lambang kesopanan dan keindahan, sekaligus ciri khas masing-masing daerah, serta menunjukan ketinggian budaya suatu bangsa.

2.3.2. Pengertian Pakaian Menurut Islam

Pakaian menurut Islam Ibnu Arabi dalam http://www.jurnal.biz/forum/

viewtopic.php? adalah jilbab/pakaian yang menutupi seluruh badan dari atas (kepala) sampai ke bawah (mata kaki) yang lebih besar dari tudung. Al-Khatib Asy Syarbini (dalam www.jurnal.biz/forum/ viewtopic.php?, 2007) menjelaskan bahwa setiap pakaian yang berfungsi menutupi adalah jilbab, dan jika yang dimaksud dengan jilbab adalah pakain gamis, maka

mengulurkannya adalah untuk menyempurnakannya.

Islam mewajibkan menutup aurat dihadapan laki-laki yang bukan mahram adalah amat penting dan perlu dilaksanakan oleh setiap wanita. Perkara ini agar tidak memunculkan nafsu laki-laki akibat penglihatannya terhadap wanita yang tidak senonoh dan mendedahkan sebagian tubuhnya. Ini bermakna penutup aurat itu adalah satu dari bentuk jaminan keselamatan yang di ajukan oleh Islam untuk melindungi kepentingan wanita.

Dengan kata lain pakaian dalam Islam adalah aurat, untuk melindungi seluruh tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki, dan untuk menjaga keselamatan


(58)

lviii

para wanita dari perbuatan yang kurang baik yang di lakukan oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

2.3.3. Pengertian Cadar

Cadar dalam bahasa Arab di sebut dengan An Niqab, adalah sesuatu yang berguna untuk menutupi seluruh wajah perempuan kecuali kedua mata atau sesuatu yang tampak di sekitar mata. Dinamakan penutup wajah (Al- Niqab) karena masih ada lubang disekitar daerah mata yang berguna untuk melihat jalan. (http//www.myblogger.com)

Pengertian “cadar” oleh para ulama sering di sebut dengan istilah “hijab”. Secara harfiah “hijab” berarti pemisah dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan secara istilah adalah sejenis baju kurung yang lapang dan dapat menutupi kepala, wajah, dan dada. Rasulullah SAW telah menerangkan bahwa wanita adalah aurat yang mesti di lindungi (di tutupi). (Labib MZ, 1993: 99).

Ibnu Abbas dan Qotadat seperti yang dikutip Baidan bahwa hijab atau cadar adalah pakaian yang menutup pelipis dan hidung, meskipun kedua mata pemakaianya terlihat namun tetap menutup muka dan bagian dadanya. (Baidan, 1999:118). Kemudian Fathan mengemukakan bahwa:


(59)

lix

“cadar (hijab) adalah kain penutup muka dan sebagian wajah wanita hingga mata saja yang nampak”. (Abu Fathan, 1992: 6).

Menurut Syaikh Bakar bin Abu Zaid pakaian bercadar adalah, pakaian yang luas menutupi seluruh badan, dan memakai jilbab pada pakaian luarnya dari ujung kepala turun sampai menutup wajahnya, sehingga menutupi

perhiasaannya dan seluruh badannya sampai menutupi kedua ujung kakinya. (www.jurnal,biz/forum/viewtopic.php?p)

2.3.4. Alasan Penggunaan Cadar

Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani (ulama dan ahli hadits) seperti di kutip (Khan 2001: 181-182) memandang bahwa wajah perempuan tidak termasuk bagian yang wajib di tutupi, namun ia menganjurkan sebagian di tutup untuk mencegah kejahatan mengingat dekadensi moral yang umum terjadi di masyarakat modern seperti sekarang ini. Adapun peraturan memakai hijab menurutnya adalah sebagai berikut:

a. Hijab harus menutup seluruh tubuh.

b. Hijab hendaknya bukan merupakan sumber daya tarik (pamer kemewahan). Firman Allah

‚"

C5<

QY

I+?#

,-.L *…=)

)†s=)

`zJ5 5( )‡

9P


(60)

lx

Artinya: “ hendaklah kalian tetap di rumah dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti perempuan-perempuan jahiliah masa lalu”. (QS. Al-Ahzab, 33).

c. Hijab merupakan kain yang tebal dengan keyakinan bahwa pakaian tembus pandang hanya akan memperkuat daya tarik perempuan dan menjadi sumber kejahatan.

d. Hijab merupakan pakaian yang lapang dan tidak sempit. e. Pakaian tidak menyerupai pakaian laki-laki.

f. Pakaian tidak menyerupai pakaian kafir.

g. Pakaian tidak boleh merefleksikan kebesaran dunia. (Khan, 2001: 181-182).

Sedangkan menurut R. Rusmini Suria Atmaja seperti di kutip Labib MZ (1990: 251) menyatakan bahwa di antara alasan penggunaan cadar (hijab), adalah sebagai berikut:

a. Memenuhi syarat peradaban sehingga tidak menyinggung rasa kesusilaan.

b. Memenuhi syarat kesehatan, yakni melindungi tubuh dari gangguan luar seperti: panas teriknya matahari, udara dingin dan debu.

c. Memenuhi rasa keindahan, sesuai dengan syari’at dan peradaban.


(61)

lxi

Pandangan berbeda disampaikan oleh Ibrahim Amini, mengenai alasan penggunaan hijab sebagai berikut :

a. Untuk melindungi secara lebih baik nilai-nilai sosial terhadap upaya-upaya busuk yang menjadikan wanita sebagai objek tontonan.

b. Dengan memperhatikan hijab Islam, perbuatan-perbuatan kotor dan tidak terpuji dapat di kendalikan.

c. Dengan memakai hijab Islam, akan memberikan ketenangan lahir dan batin karena akan terbebas dari gangguan. (Labib MZ, 1990: 230).


(62)

lxii

BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Peneliti memilih penelitian kualitatif dalam menjawab permasalahan, karena penelitian ini berusaha mendapatkan informasi dan untuk memahami dari sudut pandang subyek penelitian sesuai yang ingin di capai dalam penelitian ini, yaitu ingin mengetahui gambaran persahabatan dan

penyesuaian diri pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar.

Penelitian kualitatif menghasilkan data dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya. (Poerwandari, 2001: 22)

3.2. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian adalah, metode wawancara dan observasi. Metode wawancara sebagai metode utama


(63)

lxiii 3.2.1. Wawancara sebagai metode utama

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara sebagai metode utama dalam pengumpulan data. Penulis menggunakan teknik wawancara agar mendapatkan data yang lebih mendalam mengenai persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi yang bercadar.

Wawancara kualitatif menurut Banister dkk (dalam Poerwandari, 2001: 75) dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui gambaran persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi yang mengenakan cadar. Maka dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah

wawancara mendalam dan terfokus untuk mengarahkan pembicaraan pada hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalaman subyek dengan menggunakan petunjuk umum wawancara (Poerwandari, 2001).

3.2.2. Observasi sebagai metode penunjang

Pada penelitian ini digunakan juga metode observasi yang berfungsi sebagai metode penunjang. Menurut (Banister dalam Poerwandari, 2001: 70) istilah Observasi di turunkan dari bahasa latin yang berarti “melihat” dan


(64)

lxiv

“memperhatikan”. Observasi di arahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tertentu.

Metode observasi ini dilakukan dalam rangka menununjang hasil penelitian yang diperoleh dalam wawancara yang diharapkan agar peneliti dapat memahami lebih dalam apa yang akan diteliti serta memungkinkan peneliti melihat sesuatu yang oleh subyek tidak disadari.

3.3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pedoman

wawancara, lembar observasi, dan alat perekam. (Patton dalam Poerwandari 2001: 70-81)

1. Pedoman Wawancara berupa daftar pertanyaan: Berlaku sebagai

pegangan dalam wawancara agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian, mengingatkan kembali akan aspek-aspek yang perlu digali dari subyek serta memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisa data.

2. Lembar observasi: Digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting, dapat menerangkan lebih lanjut data yang telah diperoleh atau berpengaruh terhadap jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat meliputi setting tempat wawancara berlangsung, lama wawancara, halhal yang -terjadi selama wawancara yang mungkin berpengaruh terhadap jalannya


(65)

lxv

wawancara, penampilan subyek secara keseluruhan, respon subyek terhadap pertanyaan dan cara menyampaikan jawaban pertanyaan. 3. Alat perekam: Digunakan untuk memudahkan peneliti mengulang kembali

hasil wawancara agar memungkinkan memperoleh data yang utuh, sesuai dengan yang disampaikan subyek dalam wawancara. Alat ini digunakan atas izin dari subyek sebelum wawancara.

3.4. Subyek Penelitian

3.4.1. Karakteristik Subyek

Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Subyek adalah mahasiswi S1 UIN Jakarta yang mengenakan cadar 2. Subyek adalah mahasiswi S1 UIN Jakarta minimal semester 2 (Angkatan

2007).

3. Subyek memiliki sahabat yang mempunyai latar belakang berbeda

3.4.2. Jumlah Subyek

Jumlah subyek dalam penelitian kualitatif tidak dapat di tentukan dari awal penelitian secara tegas. Sehingga peneliti harus benar-benar yakin bahwa subyek yang dipilih telah memenuhi kriteria yang telah di tetapkan. Dalam penelitian ini penulis mengambil 3 subyek.


(66)

lxvi 3.4.3. Teknik Pemilihan Subyek

Untuk memilih subyek yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam menentukan subyek penelitian peneliti menggunakan tehnik purposive sampling (sample bertujuan) pada awalnya, kemudian untuk subyek selanjutnya menggunakan tehnik snowball/ chain sampling yaitu peneliti bertanya pada subyek penelitinya tentang (calon) subyek penelitian atau nara sumber lain yang penting atau harus di hubungi (Poerwandari, 2001: 61).

3.5. Teknik Analisa Data.

Dalam melakukan analisis data, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh penulis. Pertama yaitu membuat daftar pertanyaan, pedoman observasi dan pedoman analisis dokumen. kemudian daftar pertanyaan tersebut di ajukan kepada dosen pembimbing untuk mendapat saran dan masukan. Setelah itu baru dilakukan proses wawancara. Ketika data sudah terkumpul baru

dianalisa dengan teknik sebagai berikut :

1) Membuat transkrip hasil wawancara secara verbatim berdasar hasil rekaman wawancara.

2) Memberi label pada hasil rekaman dan disimpan sebagai dokumen. 3) Memberikan penomoran pada masing-masing transkrip.

4) Melakukan koding dan kategorisasi data dan menjadikan satuan-satuan kecil.


(67)

lxvii

5) Menganalisis data dari tiap subyek dengan melakukan perbandingan antara kasus-kasus yang dialami masing-masing subyek. (Poerwandari, 2001: 85)

3.6. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian

Setiap penelitian harus melalui beberapa tahap atau prosedur harus dijalankan oleh seorang peneliti. Adapun dalam penelitian kali ini prosedur yang dilaksanakan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan penelitian

1. Menyusun pedoman wawancara

2. Memperbaiki pedoman wawancara setelah berkonsultasi dengan dosen pembimbing

3. Menghubungi calon-calon subyek penelitian 4. Uji coba wawancara kepada satu orang subyek

5. Dosen pembimbing memberikan saran dan masukan tentang hasil uji coba wawancara dan mengadakan perbaikan

b. Tahap pelaksanaan penelitian

1. Mengkonfirmasi ulang calon-calon subyek yang akan diwawancarai 2. Proses wawancara kepada tiap subyek

3. Memindahkan hasil wawancara kedalam bentuk verbatim 4. Menganalisa data tiap subyek


(68)

lxviii

5. Menganalisis data dari tiap subyek dengan melakukan perbandingan antara kasus-kasus yang dialami masing-masing subyek serta

membuat kesimpulan penelitian.

3.7. Etika Penelitian

Selanjutnya beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam menghadapi persoalan etika menurut Bog dan Biklen (dalam Moleong, 2006: 134) antara lain :

1) Ketika kita berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian, beritahukan secara jujur dan secara terbuka maksud dan tujuan. Hal itu hendaknya diajukan kepada mereka yang memberikan izin, kepada pejabat setempat, kepada subyek yang akan diamati atau diwawancarai. 2) Menghargai orang-orang yang akan diteliti bukan sebagai subyek,

melainkan sebagai orang yang sama derajatnya dengan peneliti. 3) Hargai, hormati, patuhi, semua peraturan, norma, nilai masyarakat,

kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, tabu yang hidup didalam masyarakat tempat penelitian dilakukan.

4) Memegang kerahasiaan segala sesuatu yang berkenaan dengan

informasi yang diberikan oleh subyek. Jika informasi yang diberikan oleh mereka tidak dikehendaki untuk dipublikasikan, hendaknya peneliti menghormatinya. Nama-nama subyek juga sebaiknya tidak disebutkan


(69)

lxix

dalam laporan penelitian kecuali jika subyek tidak berkeberatan. Atau jika dipandang perlu, nama-nama tersebut diganti dengan nama lain atau inisial.

5) Menulis segala kejadian, peristiwa, cerita, dan lain-lain secara jujur, benar dan nyatakanlah sesuai aslinya. Memoles atau “memproses data dalam pabrik” ataupun “mengubah data” akan merupakan dosa terakhir bagai seorang ilmuwan.

Etika-etika tersebut peneliti terapkan sesuai dengan ketetapan dan metode yang terbaik dan sesuai dengan kode etik psikologi.


(70)

lxx

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1.

Gambaran Umum Subyek

Tabel 4.1

Gambaran umum Subyek

Data kontrol S 1 S 2 S 3

Keterangan Terdiri Dari:

1. Inisial L A F

2. Usia 22 Th 19 Th 20 Th

3. Suku Sunda Betawi Jawa

4. Agama Islam Islam Islam

5. Anak Ke/Dari 3/5 9/9 1/3

6. Universitas UIN UIN UIN

7. Fakultas/Jurusan Adab Ext FITK/B. Arab FITK/B.Indonesia 8. Tinggal Bersama Orangtua Orangtua Kos

9. Pekerjaan Orangtua Ayah :

Ibu :

Pegawai PLN Ibu rumah tangga Wiraswasta Ibu rumah tangga Wiraswasta Pegawai Swasta 10. Pendidikan Orangtua

Ayah : Ibu :

SLTA SLTA SD SD SLTA SLTA 11. Jumlah sahabat 1 orang 4 orang 1 orang 12. Lama bersahabat 1 tahun 2 tahun 2 tahun


(71)

lxxi

4.2. Analisa Tiap Subyek

4.2.1. Subyek 1 (L)

Hasil Observasi terhadap Subyek

Pada saat L di wawancarai, L mengenakan kaos warna putih, rok putih, sepatuh putih, manset putih, dan mengenakan kerudung+cadar warna hijau. L memiliki tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan 45 kg. Wawancara di lakukan pada tanggal 06 Februari 2008, pukul 18.30- 20.30 WIB di taman Fakultas Adab dan Humaniora, di Universitas Islam Negeri Jakarta. Pada saat wawancara berlangsung suasana kampus sepi dan nyaman untuk melakukan tanya jawab, namun keadaan di buat sedemikian santai sehingga subyekpun merasa nyaman. Selama wawancara berlangsung L tidak banyak melakukan gerakan, hanya sesekali memasukkan tangannya kedalam

kerudungnya. L cukup lancar dalam menjawab semua pertanyaan dari Peneliti dan kata-katanyapun tegas tidak berbelit-belit. Wawancara ke dua di lakukan di tempat yang sama namun berbeda jam 08 Februari dari jam 13.00-15.30. L sangat ramah dan terbuka kepada siapapun bahkan pada orang yang baru di kenal. Intonasi suara L juga cukup jelas dan lantang.

Gambaran Penggunaan Cadar

Sebenarnya L telah mengenal cadar sejak duduk di bangku madrasah Tsanawiah (setingkat SMP) kelas 1, pada saat itu L sudah bersekolah Pesantren Thariqat Fatimah Al-Idrisiyyah. Namun ketika itu L belum


(72)

lxxii

mengenakan cadar, hanya sesekali saja dan hanya pada saat-saat tertentu (pengajian) di pesantren. Bahkan ketika L pulang ke rumah orangtuanya dari pesantren L tidak mengenakan cadar. Setelah lulus Madrasah Tsanawiah dan L melanjutkan sekolah di tempat yang sama, baru terpikirkan oleh L untuk mengenakan cadar, sampai akhirnya L memutuskan untuk

mengenakannya, namun L mengenakan cadar pada usia 13 Tahun, tetapi masih suka dibuka. Dan pada awal Madrasah Aliah L memantapkan diri untuk mengenakan cadar, pada saat itu L tahu apa yang akan terjadi

kemudian hari mengenai resiko yang harus di hadapi bila mengenakan cadar. Ibu, paman, dan bibinya tidak setuju ketika L memutuskan untuk

mengenakan cadar. Kata mereka L terlihat lebih cantik apabila memakai kerudung biasa.

Ketika itu L mulai memikirkan apakah mengenakan cadar atau mengenakan kerudung biasa saja. Ada peperangan dalam hatinya, antara mengenakan cadar dan tidak, namun setelah L konsultasi dan meminta saran kepada ayahnya, ternyata sang ayah setuju dan mendukung L untuk mengenakan cadar. Dari situlah kemantapan hatinya untuk eksis mengenakan cadar.

“pertama kali saya memakai cadar ya karena dukungan ayah dan hati ini mantap terus berdoa ya Allah tolong berikan aku kekuatan untuk menghadapi


(1)

dengan sahabatnya, ini terlihat dari tidak adanya perilaku menyimpang yang

dilakukan para subyek.

Beberapa fakta terakhir mengenai perilaku negatif yang dilakukan oleh kaum

wanita bercadar seperti terlibat dalam terorisme dan penculikan seyogyanya

tidak serta merta menjadi suatu kesimpulan semu. Akan tetapi alangkah

bijaknya apabila jika prasangka sosial dan cerita miring yang selama ini

berkembang dan cenderung menyudutkan mereka, pelan-pelan dieliminir

dengan cara salah satunya adalah dengan membuat suatu penelitian tentang

mereka dilihat dari berbagai aspek.

Banyak sisi yang terungkap dari wanita bercadar khususnya mengenai

gambaran kehidupan sosialnya. Adanya persepsi negatif mengenai wanita

bercadar selama ini, paling tidak terbantahkan dilihat dari hasil penelitian ini.

5.3. Saran

Sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti dapat

menyarankan beberapa hal:

1. Untuk penelitian selanjutnya di harapkan peneliti menggunakan

subyek yang bervariasi dari tiap Universitas yang berbeda. Sehingga

dapat di lakukan penelitian dengan melakukan perbandingan antar


(2)

2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan subyek

yang sama, namun berbeda metode dan permasalahan karena banyak

sisi yang bisa diteliti dari wanita bercadar.


(3)

Abu, Ahmadi. (1999). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Abu Fatan. (1992). Panduan wanita shalihah. Jakarta: Asaduddin Press.

Allan, Graham. (1989). Friendship developing a socialogical perspective. London: Harvester Wheatsheaf.

Asmah, Madya. (2006). Jurnal psikologi komuniti (Seminar Persahabatan). Kuala Lumpur.

Atwater, eastwood. (1983). Psychology of adjustment. New Jersey: Prentice Hall, inc.

Badudu & Zain. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Baron, Robert A. (2005). Psikologi Sosial. Djuwita Ratna (terj). Edisi kesepuluh, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Bell, Robert R. (1981). Wrolds friendship. London: Sage Publication.

Block, Joel D. (1981). Friendship. New York: Collier Books.

Darmanto. (1997). Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya : Apollo.

Dewi, Rahmawati, et all. (2005). Jurnal Psikologi Sosial. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Fedman, Robets. (1989). Adjustment. Applinting psychology in the complet word. New york: Mc Graw Hill.


(4)

Grasha, A. F dan Kirschenbaum, D. S. (1980). Psychology of Adjustment competence. An Applied Approach. Cambridge. Massachusetti: wintrop publishers. Inc.

Hays, Robert B. (1988). Handbook of personal relationship. London: John Wiley dan Sons ltd.

Hendy, Supangat. Menjadi sahabat yang baik. Jakarta. Radio GEN-FM 98,7

Hurlock, Elizabeth B. (1978). Child Development. Tjandrasa dkk (ter). Edisi keenam, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Labil, MZ. (1990). Wanita dan jilbab. Gersik: Bintang Pelajar.

Lazarus, Richard S. (1976). Patter of Adjustment. Third edition. Tokyo: Mc Graw Hill Kagakasha, ltd.

Lemme, Barbara Hansen. (1995). Development In Adulthood. Boston: allyn and Bacon.

Lobel, Sharon A.et all. (1994). Impact of psychological intimacy between men and women at work. New York: organization dynamics.

Muhammad, Ali. (1988). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen. Jakarta : Pustaka Amani.

Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif. (edisi revisi). Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nashruddin, Baidan. (1999). Tafsir bi Al-Ra’yi, upaya penggalian konsep wanita dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

Poerwandari, Kristi. (2001). Pendekatan kualitatif untuk pendekatan perilaku manusia. Jakarta: LPSP 3 Universitas Indonesia.

Rini, Hildayani. (1997). Persahabatan lawan jenis pada dewasa pria dan wanita yang telah menikah. Skripsi fakultas psikologi. Depok: UI. Santrock, John W. (2003). Adolescence (perkembangan remaja). Adelar et

all. (ter). Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.

Samsu Yusuf. (2004). Mental hygiene. Bandung. Pustaka Bani Qurais

Sears, David O et all. (1994). Psikologi Sosial. Adryanto Michael (ter). Edisi kelima, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun. (2004). Pedoman penyusunan dan penulisan skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

O’connor, Pat. (1992). Friendship between women. A critical Review. New York: harvester wheatsheaf.

Watson, David L et all. (1984). Sicial Psychology. Science and application. Glen view: Scott, foresman, and Company.

Zakiah, Daradjat. (1982). Penyesuaian diri, pengertian, dan peranannya dalam Kesehatan mental. Jakarta: Bulan Bintang.

http//www.bloger.com/feeds/1520968700743934225/posts/default/258240824 7222032922

http//duniayanu.blogspot.com/2007/09/memahami-perempuan-bercadar.html


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Penyesuaian Diri pada Muallaf

6 97 123

Gambaran Penyesuaian Diri Pada Istri Yang Dipoligami

6 80 154

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

16 111 210

Gambaran Penyesuaian Diri Pada Remaja yang Memiliki Saudara Autis

0 8 130

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

0 0 15

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

0 0 2

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

0 1 10

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

1 2 21

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

0 0 2

Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Intrapersonal Pengguna Cadar dan Konsep Diri Mahasiswi STAI As-Sunnah Tanjung Morawa)

1 2 65