5. Syarat Sahnya Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat seperti ditegaskan oleh pasal 1320 KUH Perdata. Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan
bahwa subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang
diadakan itu. Apa yang dikehendakai oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain.
11
Namun kesepakatan itu tidak dianggap sah sebagai suatu kesepakatan, jika kesepakatan itu diberikan karena: 1
Salah pengertian dwaling atau kekhilafan, 2 Paksaan dwang, dan 3 Penipuan bedrog.
b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum,
pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:
1 Orang yang belum dewasa;
10
Wayan Darmajaya, Manager PD. Pasar Jaya Area 15 Tebet, Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 Januari 2010.
11
Subekti, Hukum Perjanjian, h.17.
2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3 Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang,
dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
12
c. Suatu Hal atau Objek Tertentu Suatu perjanjian, obyeknya harus jelas dan terang. Jika pokok
perjanjian obyeknya atau prestasinya kabur, tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka perjanjian itu batal.
13
Pasal 1332 menyebutkan “Hanya benda yang dapat diperdagangkan saja yang dapat
menjadi pokok persetujuan”. Hal ini berarti segala sesuatu yang menjadi obyek hukum yang dapat dihaki dapat dijadikan obyek perikatan. Benda ini
bila berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, yaitu berupa hak.
14
d. Suatu sebab yang halal Subekti mengemukakan bahwa “Sebab atau causa dari suatu
perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.”
15
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa “Yang dimaksud sebab atau causa dalam perjanjian
adalah isi dan tujuan persetujuan yang menyebabkan adanya persetujuan
12
Ibid, h.17.
13
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007, hal.111.
14
Ibid., h.112.
15
Subekti, Hukum Perjanjian, h.20.
itu.”
16
Namun isi dan tujuan perjanjian yang melahirkan perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan nilai
kesusilaan. Dengan kata lain sebab atau causa yang melahirkan perjanjian adalah sebab atau causa yang sah atau halal.
6. Asas-Asas Perjanjian