Kebijakan Perdagangan Karet Alam

93

5.6. Kebijakan Perdagangan Karet Alam

Karet alam yang diperdagangkan saat ini umumnya sudah memasuki tahapan perdagangan bebas tanpa hambatan dengan mengikuti mekanisme pasar. Bagi negara-negara importir seperti Amerika Serikat dan Jepang, karet alam diperdagangkan tanpa adanya hambatan baik berupa tarif maupun non tarif. Tidak adanya pembatasan perdagangan karet alam di Amerika Serikat dan Jepang karena kedua negara tersebut merupakan kosumen absolut yang tidak dapat menghasilkan atau memproduksi karet alam sendiri sehingga jika dilakukan hambatan terhadap impor karet alam akan merugikan industri dalam negerinya. Upaya yang dilakukan oleh negara-negara importir dalam mendistorsi pasar adalah bukan dalam bentuk kebijakan perdagangan tetapi dalam bentuk penimbunan cadangan stock. Pengadaan cadangan karet alam tersebut dilakukan baik oleh negara konsumen maupun oleh pabrik-pabrik besar. Menurut IRSG dalam Anwar 2005, cadangan karet alam dibedakan berdasarkan yang berada di negara-negara produsen dan konsumen serta afloatcarrying stock yang ada di pabrik-pabrik pengolahan barang jadi karet. Sejak tahun 1999 cadangan karet alam di negara-negara konsumen meningkat sedangkan di negara-negara produsen menurun, terkait dengan bubarnya INRO International Natural Rubber Organization . Dengan tidak adanya stock INRO maka untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian pasokan maka negara-negara konsumen melakukan kebijakan tersebut. Kebijakan perdagangan di negara eksportir yaitu Thailand adalah dalam bentuk tarif atau pajak eskpor. Kebijakan tersebut diberlakukan oleh Thailand dalam upaya untuk mendapatkan harga jual yang lebih baik. Menurut Limbong 94 1994, Thailand menerapkan pajak ekspor karet alam pada tingkat relatif tinggi, sedang dan rendah dalam tiga periode yaitu tahun 1969-1982, 1983-1988, dan 1989-1998. Setelah periode tersebut pajak ekspor yang dibebankan pemerintah Thailand terhadap eksportir karet alamnya adalah sebesar 0.9 Bhat per kilogram Bisnis Indonesia, 2003. Indonesia pernah menerapkan pajak ekspor terhadap komoditas karet alam yaitu sebesar 10 persen pada periode tahun 1969-1975, kemudian sebesar 5 persen pada periode tahun 1976-1981 dan 0 persen sejak 1982 Limbong, 1994. Saat ini ekspor karet alam Indonesia tidak dibebani oleh tarif atau pajak ekspor oleh pemerintah. Sedangkan untuk komodiats karet alam yang diimpor oleh Indonesia dikenai oleh pajak impor yang besarnya adalah 5 persen dengan tujuan untuk melindungi produsen dalam negeri. Hasil produksi karet alam Indonesia saat ini kurang bisa diserap oleh pasar domestik karena adanya pengenaan pajak pertambahan nilai. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjulan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2000, komoditas karet alam yang diperdagangkan di pasar domestik dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen. Hal ini menyebabkan bagi konsumen domestik karet alam impor menjadi lebih murah dari pada karet alam yang di produksi di dalam negeri. Berbagai upaya sedang dilakukan oleh masyarakat perkaretan Indonesia untuk merubah keputusan yang merugikan ini. Selain kebijakan perdagangan dalam hal pajak baik ekspor maupun impor, pemerintah juga mengeluarkan keputusan yang terkait dengan upaya distorsi 95 perdagangan karet alam melalui pembentukan International Tripartite Rubber Corporation ITRO. Kesepakatan ini direspon dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 58MPPKrpI2002 pada tanggal 31 Januari 2002 mengenai penugasan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Gapkindo sebagai National Tripartite Rubber Corporation NTRC. 96

VI. DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM