Produksi Karet Alam PERKEMBANGAN PERDAGANGAN KARET ALAM

74

V. PERKEMBANGAN PERDAGANGAN KARET ALAM

Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan sebagai bahan baku industri strategis. Negara-negara berkembang pada umumnya merupakan penghasil karet alam yang berasal dari perkebunan-perkebunan negara, swasta, maupaun perkebunan rakyat. Sedangkan konsumen karet alam umumnya adalah negara-negara industri maju. Konsumsi karet alam terus meningkat seiring dengan peningkatan sektor industri dengan bahan baku karet seperti bola, sarung tangan, benang, alat kontrasepsi, kateter, dan ban.

5.1. Produksi Karet Alam

Produksi karet alam dunia mengalami peningkatan sebesar 31.08 persen dari total produksi dunia pada tahun 1995 sebesar 6 040 juta ton menjadi 7 917 juta ton pada tahun 2003. Besar produksi karet alam dunia terkonsentrasi pada tiga negara produsen utama yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia dimana total produksi ketiga negara tersebut pada tahun 2003 mencapai 71 persen dari total produksi dunia. Pada tahun 1995 pangsa produksi karet alam Thailand adalah 29.9 persen, Indonesia sebesar 24.3 persen, dan Malaysia sebesar 18 persen dari total produksi karet alam dunia. Namun pada tahun 2003, Thailand berhasil meningkatkan pangsa produksinya menjadi 36.3 persen, sedangkan Indonesia dan Malaysia mengalami penurunan pangsa produksi menjadi masing-masing 22.7 persen dan 11.6 persen. Produksi karet alam dari masing-masing negara produsen secara umum mengalami peningkatan yang cukup besar untuk periode 1995-2003 Tabel 10. 75 Peningkatan produksi karet alam terbesar dialami oleh Thailand yaitu sebesar 59.06 persen. Besarnya peningkatan tersebut terkait dengan keberhasilan pemerintah Thailand untuk meningkatkan produktivitas lahan karetnya yang mencapai 1 650 kg per hektar per tahun. Walaupun biaya produksi variabel karet alam Thailand lebih tinggi dari Indonesia karena upah buruh yang lebih mahal namun biaya produksi tetapnya jauh lebih rendah dari Indonesia. Selain itu juga karena adanya subsidi dari pemerintah untuk melindungi petani karet Thailand dari penurunan harga pada tahun 1997 yang menyebabkan petani setempat dapat mempertahankan produktivitasnya karena perkebunan karet alam di Thailand didominasi oleh perkebunan rakyat. Tingginya biaya produksi tetap dalam produksi karet alam Indonesia terkait dengan tingginya suku bunga serta pungutan-pungutan baik resmi mau pun tidak resmi. Tabel 10. Produksi Karet Alam dari Negara Produsen Utama Produksi 000 ton Pertumbuhan Negara 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Per tahun Thailand 1 805 1 971 2 032 2 076 2 155 2 346 2 357 2 459 2 871 6.08 29.9 30.6 31.5 30.4 31.6 34.8 32.9 34.6 36.3 Indonesia 1 467 1 527 1 505 1 714 1 599 1 501 1 607 1 632 1 798 2.81 24.3 23.7 23.3 25.1 23.5 22.3 22.4 23.0 22.7 Malaysia 1 089 1 082 971 886 769 615 547 589 917 -0.07 18.0 16.8 15.0 13.0 11.3 9.1 7.6 8.3 11.6 India 499 540 580 591 620 629 632 640 708 4.53 8.3 8.4 9.0 8.6 9.1 9.3 8.8 9.0 8.9 China 424 430 444 450 460 445 451 468 499 2.09 7.0 6.7 6.9 6.6 6.8 6.6 6.3 6.6 6.3 Lainnya 756 890 928 1 123 1 207 1 219 1 576 1 322 1 124 6.21 12.5 13.8 14.4 16.4 17.7 18.1 22.0 18.6 14.2 Dunia 6 040 6 440 6 460 6 840 6 810 6 740 7 170 7 110 7 917 3.53 Sumber : International Rubber Study Group, 2003 dan Ditjenbun, 2005. Keterangan : Angka dalam kurung .. merupakan pangsa. 76 Pada kurun waktu 1995-2003 produksi karet alam Indonesia mengalami peningkatan dari 1 467 juta ton menjadi 1 798 juta ton atau meningkat sebesar 22.56 persen. Namun peningkatan tersebut kurang berarti jika dibandingkan dengan Thailand dan India yang dapat menggenjot produksinya dua kali lipat lebih besar dari Indonesia. Peningkatan produksi karet alam Indonesia yang kurang optimal disebabkan antara lain lambannya proses peremajaan kebun-kebun karet tua terutama pada perkebunan karet rakyat yang terkait dengan pembiayaan. Kebun karet alam Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat dimana para petani yang mengusahakannya tidak mempunyai dana yang cukup untuk meremajakan kebun karetnya yang sudah tua dan juga karena kekhawatiran akan kehilangan sumber mata pencaharian selama proses peremajaan karena hidup mereka sangat tergantung pada hasil sadapan. Selain itu, rendahnya peningkatan produksi juga disebabkan oleh rendahnya produktivitas kebun karet di Indonesia. Produktivitas perkebunan karet di Indonesia hanya setengan dari produktivitas perkebunan karet Thailand yaitu hanya 756 kg per hektar per tahun. Maraknya penebangan pohon karet dalam sepuluh tahun terakhir turut menjadi penyebab rendahnya produksi. Alasan penebangan pohon itu selain sebagai indikator prospek perkaretan dianggap kurang menguntungkan juga untuk mengalihkan tanaman ke kelapa sawit karena harga CPO yang lebih menggiurkan di pasar internasional. Berbeda dengan negara-negara produsen karet alam yang lain, Malaysia cenderung mengalami penurunan produksi. Produksi karet alam Malaysia yang pada tahun 1995 sebesar 1 089 juta ton turun 15.79 persen menjadi 917 juta ton pada tahun 2003. Penurunan produksi tersebut karena adanya konversi lahan 77 perkebunan karet menjadi perkebunan sawit karena sawit memberikan harga yang lebih menarik. Selain itu juga karena semakin mahalnya upah buruh sadap di Malaysia sehingga meningkatkan biaya produksi. Produksi karet alam dunia mengalami pertumbuhan positif sebesar 3.53 persen per tahun. Pertumbuhan produksi terbesar dicapai oleh Thailand yang dapat meningkatkan produksinya rata-rata 6.08 persen per tahun disusul oleh Indonesia dan India. Sedangkan Malaysia mengalami pertumbuhan produksi yang negatif atau menurun dengan rata-rata 0.07 persen per tahunnya. Namun produksi Malaysia kembali mengalami peningkatan sejak tahun 2002 terkait dengan peningkatan harga karet alam dunia mulai tahun tersebut.

5.2. Ekspor Karet Alam