atau posisi lain yang tidak memberikan kenyamanan bagi anggota tubuh lainnya Wignjosoebroto, 2008.
5.2. Pengaruh Fasilitas Kerja terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja Bagian
Penggorengan Industri Rumah Tangga Keripik Singkong di Kabupaten Aceh Besar
Kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurun atau rendahnya
produktivitas kerja tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman dan selamat akan memicu timbulnya
kelelahan pada tenaga kerja Ramandhani, 2008. Kelelahan yang berkadar tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak mampu
lagi bekerja sehingga berhenti bekerja oleh karena merasa lelah bahkan yang bersangkutan tertidur oleh karena kelelahan. Jika pekerja telah mulai merasa lelah
dan tetap dia paksa untuk bekerja, kelelahan akan semakin bertambah dan kondisi lelah demikian sangat mengganggu kelancaran pekerjaan dan juga berefek buruk
pada pekerja yang bersangkutan Suma’mur, 2009. Berdasarkan hasil pengukuran kelelahan dengan menggunakan Reaction
Timer, terlihat bahwa tingkat kelelahan seluruh pekerja di bagian penggorengan industri rumah tangga keripik singkong di Kabupaten Aceh Besar meningkat sesudah
melakukan pekerjaan. Sebelum kerja, 54,5 pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan normal dan 45,5 pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kelelahan ringan. Sesudah kerja, sebagian besar pekerja 72,7 merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan berat dan 27,3 pekerja merasakan kelelahan dengan
tingkat kelelahan sedang. Hal ini terjadi karena adanya sikap kerja yang tidak alamiah akibat fasilitas kerja yang tidak ergonomis. Untuk itu dilakukan intervensi untuk
melihat apakah ada perbedaan tingkat kelelahan antara pekerja yang diberikan fasilitas kerja ergonomis kelompok perlakuan dengan pekerja yang tidak diberikan
fasilitas kerja ergonomis kelompok kontrol. Sebelum intervensi, diketahui bahwa tidak terlihat adanya perbedaan tingkat
kelelahan sebelum kerja antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol, sebagian besar pekerja 63,6 merasakan kelelahan dengan
tingkat kelelahan normal dan 36,4 merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan ringan. Pada kelompok perlakuan, 45,5 pekerja merasakan kelelahan dengan
tingkat kelelahan normal dan 54,5 pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan ringan. Dengan uji t-independent tidak berpasangan, didapat nilai p
sebesar 0,787 0,05 atau p α. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95, tidak terdapat perbedaan tingkat kelelahan sebelum kerja antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum intervensi. Tingkat kelelahan sesudah kerja sebelum intervensi juga tidak menunjukkan
perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Sebagian besar pekerja 72,7 baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan merasakan
kelelahan dengan tingkat kelelahan berat. Dengan uji t-independent tidak berpasangan, didapat nilai p sebesar 0,875 0,05
atau p α. Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa pada tingkat kepercayaan 95, tidak terdapat perbedaan tingkat kelelahan sesudah kerja antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum intervensi.
Sesudah intervensi dengan penerapan fasilitas kerja yang ergonomis selama ±1 bulan, diketahui bahwa tidak terlihat adanya perbedaan tingkat kelelahan sebelum
kerja antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol, 54,5 pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan normal dan 45,5
merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan ringan. Pada kelompok perlakuan, 63,6 pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan normal dan 36,4
pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan ringan. Dengan uji t- independent tidak berpasangan, did
apat nilai p sebesar 0,430 0,05 atau p α. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95, tidak terdapat perbedaan
tingkat kelelahan sebelum kerja antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sesudah intervensi.
Sesudah bekerja, terlihat adanya perbedaan tingkat kelelahan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sesudah dilakukan intervensi dengan pemberian
fasilitas kerja yang ergonomis. Pada kelompok kontrol, sebagian besar pekerja 72,7 masih merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan berat, sedangkan pada
kelompok perlakuan sebagian besar pekerja 84,8 merasakan kelelahan dengan tingkat kelelahan ringan dan 15,2 pekerja merasakan kelelahan dengan tingkat
kelelahan sedang. Setelah dilakukan uji statistik dengan uji t-independent tidak berpasangan didapatkan nilai p sebesar 0,000 0,05 atau p α. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat kepercayaan 95 terdapat perbedaan yang signifikan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kelelahan sesudah kerja antara pekerja yang tidak diberikan fasilitas kerja ergonomis kelompok kontrol dengan pekerja yang diberikan fasilitas kerja ergonomis
kelompok perlakuan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh fasilitas kerja terhadap tingkat kelelahan sesudah kerja sesudah intervensi. Hal ini sesuai dengan
Tarwaka 2010 yang menyatakan bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja oleh karena berbagai faktor, salah satunya akibat alat dan sarana kerja yang
tidak ergonomis. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astono
2002 yang menyatakan bahwa dari 98 responden yang diteliti, sebanyak 45,9 pekerja dengan sikap kerja berdiri mengalami kelelahan dan subyek yang tinggi meja
kerjanya tidak sesuai dengan tinggi sikunya, lebih besar kemungkinan untuk mengalami kelelahan.
Selain itu Rahmani 1998 dalam penelitiannnya juga mengatakan dari 19 orang pekerja di bagian sanding CV Citra Jepara Divisi Kerang Jati Kab. Semarang,
11 orang mempunyai sikap kerja non ergonomis akibat fasilitas kerja yang tidak ergonomis dan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap kerja dengan
kelelahan kerja. Lestari 2007 dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada pengaruh yang
signifikan variabel fasilitas kerja yang meliputi kursi, meja dan alat pelinting rokok terhadap kelelahan ditinjau dari segi ergonomic bagi tenaga kerja pelinting rokok di
Pabrik Rokok PT. TSPM Purwosari-Pasuruan. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa ada pengaruh yang signifikan pada
Universitas Sumatera Utara
pemberian fasilitas kerja yang ergonomis terhadap sikap kerja dan kelelahan kerja, dimana sikap kerja menjadi lebih baik dan tingkat kelelahan setelah bekerja menjadi
berkurang lebih ringan.
5.3. Keterbatasan Penelitian