memproduksi panas dan mengatur panas pada tubuhnya. Oleh karena itu suhu juga mempengaruhi kehidupan dan penyebaran amfibi. Suhu di lokasi penelitian
berkisar 14-22,8 °C. Menurut Goin et al. 1978, katak memiliki toleransi suhu antara 3 °C sampai dengan 41°C, sehingga kisaran suhu udara yang diperoleh di
lokasi penelitian dapat mendukung kehidupan amfibi. Kelembaban udara suatu tempat ditentukan oleh perbandingan kandungan
uap air aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air Rushayati Arief 1997. Rushayati dan Arief 1997 juga menyatakan bahwa kandungan uap
air aktual ditentukan oleh ketersediaan air serta energi radiasi surya untuk menguapkannya. Pada keadaan dimana kondisi uap air aktual relatif konstan,
peningkatan suhu udara yang disebabkan peningkatan penerimaan radiasi surya akan menyebabkan peningkatan kemampuan udara untuk menampung uap air,
sehingga mengakibatkan penurunan kelembaban udara kelembaban nisbi. Kelembaban yang diperoleh di lokasi penelitian adalah berkisar 79-91. Tahun
2007 menurut Kusrini et al. 2007a, kelembaban udara di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berkisar antara 43-100.
Jarak rata-rata ditemukannya kodok merah dari permukaan air adalah 0,1 –
0,6 meter. Jarak yang relatif dekat dengan permukaan tanah sangat berhubungan dengan jarak rata-rata ditemukannya kodok merah dari sumber air. Secara
keseluruhan bobot tubuh katak 70-80 mengandung air Duelman Trueb 1994.
Menurut Liem 1971, kodok merah aktif pada malam hari, tapi kadang- kadang mereka dijumpai mencari makan di bawah rimbunan semak tepi sungai
pada siang hari. Amfibi biasanya tergantung pada air dan umumnya menempati lingkungan yang berlawanan dengan fisiologi dasarnya.
e. Sumber-Sumber Bias
Di dalam analisis spasial model kesesuaian habitat kodok merah terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan kemungkinan terjadinya error atau data
kurang akurat. Faktor tersebut disebut bias. Sumber-sumber bias tersebut diantaranya :
1. Topografi Kondisi TNGGP yang berbukit dan bergunung-gunung menyebabkan
terjadinya perbedaan penerimaan cahaya matahari di permukaan bumi, dimana efek topografi yang terjal akan membuat obyek ternaungi oleh bayangan topografi
tersebut. Sementara obyek yang berada pada kondisi topografi datar atau terkena sinar matahari langsung tak akan mendapat efek naungan. Perbedaan topografi
akan memberikan efek perbedaan persentasi pencahayaan suatu obyek oleh matahari.
Perbedaan efek naungan akibat perbedaan topografiini berdampak pada perbedaan nilai poksel obyek yang sama pada pencahayaan yang berbeda.
Demikian pula halnya yang terjadi dengan vegetasi. Vegetasi yang samaakan memiliki nilai piksel yang berbeda jika terdapat perbedaan antara kondisi
ternaungi atau terbuka pada suatu perekaman. Untuk memperkecil kesalahan interpretasi akibat perbedaan topografi,
maka dilakukan pendekatan pendekatan penggunaan ratio dalam menentukan pola penutupan vegetasi suatu areal.
2. Jumlah dan distribusi kodok merah Jumlah titik pertemuan kodok merah sangat terbatas yaitu 97 titik
pertemuan dengan distribusi yang tidak merata mengelompok. Distribusi kodok merah hanya pada areal tertentu saja Rawa Denok, Rawa Gayonggong dan
Curug Cibeureum. Akibatnya model yang dibangun sangat terbatas dan lingkupnya sangat kecil dan sempit.
3. Penentuan titik sebaran kodok merah Letak titik sebaran kodok merah dapat ditentukan melalui survei langsung
ke lapang dan mencatat titik-titik geografis kodok yang ditemukan dengan menggunakan GPS. Keakuratan posisi kodok merah sangat ditentukan oleh
keadaan penutupan vegetasi, dimana kondisi daerah dengan penutupan tajuk yang rapat dapat menyebabkan gangguan penerimaan sinyal sehingga dapat
mengakibatkan bergesernya titik keberadaan kodok. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian rusa di Kolombia Apps Kinley 2000. Selain itu, penerimaan
sinyal juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat, dimana pada daerah dengan
elevasi yang tinggi akan mendapatkan sinyal yang lebih baik Apps Kinley 2000. Pada penelitian ini akurasi model GPS yang digunakan berkisar antara 4-
28 m. 4. Variabel mikro habitat lainnya
Selain kelima variabel suhu, kerapatan tajuk, jarak dari sumber air, ketinggian dan kemiringan lereng, masih banyak faktor lain yang berpengaruh
terhadap keberadaan kodok merah. Hal ini disebabkan karena amfibi menempati mikro habitat tertentu dengan variabel seperti kualitas air, tanaman air tertentu,
kedalaman air dan pH air, akan tetapi variabel tersebut sampai saat ini belum dapat dianalisis secara spasial.
f. Ancaman Terhadap Habitat Kodok Merah