Ancaman Terhadap Habitat Kodok Merah

elevasi yang tinggi akan mendapatkan sinyal yang lebih baik Apps Kinley 2000. Pada penelitian ini akurasi model GPS yang digunakan berkisar antara 4- 28 m. 4. Variabel mikro habitat lainnya Selain kelima variabel suhu, kerapatan tajuk, jarak dari sumber air, ketinggian dan kemiringan lereng, masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap keberadaan kodok merah. Hal ini disebabkan karena amfibi menempati mikro habitat tertentu dengan variabel seperti kualitas air, tanaman air tertentu, kedalaman air dan pH air, akan tetapi variabel tersebut sampai saat ini belum dapat dianalisis secara spasial.

f. Ancaman Terhadap Habitat Kodok Merah

TNGGP merupakan kawasan yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan di Indonesia. Tidak kurang dari 30.000 pengunjung tiap tahunnya datang ke kawasan ini Whitten et al. 1996. Hal ini mengakibatkan terjadinya beberapa masalah seperti pembuangan sampah dan perusakan habitat. Oleh karena itu, pihak pengelola mengambil langkah dengan menambah rute menuju puncak Gede dan Pangrango Whitten et al. 1996 sehingga pengunjung tidak menumpuk di satu lokasi atau rute. Akan tetapi dengan banyaknya rute ini menyebabkan banyak pengunjung ilegal dan masyarakat lokal yang masuk ke dalam kawasan tanpa diketahui petugas untuk mengambil hasil hutan baik flora atau faunanya dan kemudian dijual ke wisatawan Whitten et al. 1996. Beberapa lokasi yang menjadi habitat bagi kodok merah seperti di daerah Rawa Gayonggong dan Curug Cibeureum merupakan lokasi yang menjadi daya tarik wisata alam. Daerah ini merupakan bagian dari zona pemanfaatan TNGGP. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan habitat baik yang disebabkan oleh pengunjung maupun penduduk lokal yang masuk ke dalam kawasan. Dari laporan BTNGP 2003 beberapa masalah yang dapat mengancam kelestarian satwa liar dan habitatnya khususnya jenis kodok merah ini di TNGGP antara lain : 1. Penebangan liar, masih dilakukan oleh sebagian masyarakat sekitar hutan meskipun dengan frekuensi yang relatif kecil. Penebangan liar dilakukan untuk kebutuhan pembuatan gubug pertanian, bahan mebel, bahan alat rumah tangga, bahan bangunan rumah dan kayu bakar. Hal ini dapat merusak habitat kodok merah karena kurangnya tegakan akan mempengaruhi naungan yang sangat dibutuhkan bagi kodok merah. 2. Pencemaran lingkungan sampah dan vandalisme sebagai dampak dari adanya pengunjung. Sampah yang dapat mencemari habitat kodok merah ini khususnya sampah anorganik seperti plastik, kaleng, bahkan sabun dan bahan lainnya yang dapat mencemari air akan dapat meracuni larva atau berudu yang hidup di air.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Habitat dengan tingkat kelas kesesuaian tinggi mempunyai luas yaitu 653,625 ha, tingkat kesesuaian habitat rendah mempunyai luas 16.077,847 ha dan tingkat kesesuaian sedang mempunyai luas 7.666,023 ha. 2. Faktor dominan yang mempengaruhi ditemukannya kodok merah adalah Jarak dari jalur manusiapatroli dengan memperhatikan faktor-faktor lain yaitu faktor arus sungai, faktor subsrat dan faktor vegetasi.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan di lapangan, maka disarankan: 1. Lokasi yang disukai kodok merah serta daerah yang berdekatan dengan lokasi tersebut harus dijadikan zona inti dalam pengelolaan TNGGP. Selain itu pengamanan dan pemantauan secara intensif terhadap lokasi tersebut mutlak diperlukan. 2. Untuk penyiapan habitat kedua second habitat bagi kodok merah di luar habitat yang sekarang dan di luar kawasan TNGGP maka perlu mempertimbangkan karakteristik habitat dengan faktor dominan preferensi yang mendekati habitat yang disukai tersebut. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memasukan faktor-faktor lain seperti pH air, pH tanah, jenis tanah, dll.