Respons Masyarakat Terhadap Industrialisasi

yang belum pernah ada sebelumnya, dan kini merupakan gejala baru dalam tata kerja dan profesi yang spesifik Sunarjan 1991. Dengan demikian, terjadi pula perubahan distribusi pendapatan masyarakat antara sebelum dan sesudah masuknya industri ke desa. Menurut Purwanto 2003, pembangunan industri di pedesaan akan membawa dampak seperti penyempitan lahan pertanian, peningkatan arus migrasi, terbukanya desa bagi kegiatan ekonomi dan munculnya peluang kerja dan berusaha di bidang non pertanian. Hal tersebut berdampak pada makin banyaknya pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik. Di kawasan industri sendiri, hal ini menyebabkan kepadatan penduduk meningkat. Lahan pertanian yang makin sempit akibat alih fungsi lahan untuk pembangunan industri dan sarana penunjangnya dipaksa untuk menampung jumah penduduk yang terus meningkat sehingga mengakibatkan merosotnya kegiatan ekonomi masyarakat yang berbasis pertanian. Namun di sisi lain, hal yang juga tak bisa dipungkiri, masuknya industri ini juga membuka peluang bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Masayarakat di sekitar pabrik dapat memanfaakan peluang kerja yang terbuka dengan memasuki bidang-bidang pekerjaan yag ditawarkan oleh pabrik, dan para pemilik modal dapat memanfaatkan berbagai peluang usaha untuk mengakomodasi kebutuhan pembangunan pabrik dan kebutuhan para migran pekerja yang tinggal di sekitar kawasan industri seperti dengan menyediakan jasa tempat pemondokan, transportasi ojek atau mendirikan toko dan warung untuk memenuhi kebutuhan para pekerja pabrik. Perubahan lingkungan dan nilai atau pandangan hidup masyarakat memengaruhi bentuk pencaharian nafkahnya, pembangunan industri telah mendorong usaha seperti toko, warung, tempat pemondokan dan usaha transportasi ojek. Kelompok rumah tangga yang memanfaatkan peluang usaha ini biasanya adalah rumah tangga pemilik lahan sempit dan rumah tangga yang tidak mempunyai lahan.

2.1.3. Respons Masyarakat Terhadap Industrialisasi

Kehadiran industri ke sebuah desa pasti akan menimbulkan dampak- dampak, seperti yang telah dijelaskan di sub bab sebelumnya. Berdasarkan pada rujukan Agusta 2001, dampak-dampak yang diakibatkan oleh industri tersebut kemudian diinterpretasikan oleh warga komunitas desa. Hasil interpretasi tersebut memberi arah bagi tingkah laku yang baru, untuk merespons dampak-dampak tersebut, bukan untuk merespons itu sendiri. Purwanto 2003 memaparkan, bahwa kehadiran industri di suatu wilayah menimbulkan reaksi dari masyarakat sebagai bentuk responsnya. Berbagai perubahan yang terjadi akibat respons terhadap pembangunan industri dan dampak yang menyertainya beragam, tergantung dari definisi subyektif yang dipengaruhi kepentingan pribadi dan nilai sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Proses merespons terlebih dulu diawali dengan interpretasi masyarakat. Dalam hal ini bagaimana interpretasi masyarakat atas industri yang ada di lingkungannya. Di dalam proses pendefinisian gejala pembangunan industri tersebut terlibat pula kepentingan pribadi dan nilai-nilai sosial yang dianut masing-masing warga tersebut. Dalam penelitian Sulasmono 1994 dilihat respons dalam kaitannya dengan definisi subyektif seseorang hanyalah kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Kelas atas masyarakat cenderung lebih siap untuk merespons peluang-peluang usaha yang muncul. Faktor pengalaman sudah menekuni dunia usaha dan ketersediaan modal yang umumnya dimiliki kelas atas membuat mereka lebih siap menangkap peluang. Kehadiran industri besar semakin memperbesar peluang warga kelas atas untuk mengakumulasi kekayaan lewat dunia usaha. Kelas bawah masyarakat tidak siap memanfaatkan peluang usaha yang ada karena tiadanya modal. Purwanto 1993 menyatakan bahwa berbagai perubahan yang terjadi akibat masuknya industri ini menjadi faktor pendorong stimulus bagi masyarakat petani untuk melakukan perubahan atau penyesuaian dalam aktivitas ekonomi keluarganya. Adanya industri yang sering kali diikuti oleh masuknya para pendatang baru di desa sebagai tenaga kerja berdampak pada perubahan pemilikan dan pemanfaatan lahan. Terjadi jual-beli lahan pekarangan maupun lahan sawah sebagai upaya untuk mendukung kegiatan perindustrian. Perubahan yang paling jelas adalah dari para petani yang menjual lahannya, dan para ibu rumah tangga yang kemudian beralih ke tenaga kerja industri sebagai buruh pabrik. Adapun Sulasmono 1984 menyatakan bahwa faktor status politik berpengaruh pada kemampuan warga masyarakat untuk merespons peluang- peluang yang bersifat terbatas. Pemanfaatan peluang terbatas seperti menjadi pegawai kantor dan satkam pabrik atau memasok makanan pekerja pabrik dan memperdagangkan limbah padat industri memerlukan koneksi dengan pihak pabrik. Oleh karena itu elit formal lebih mampu merespons peluang-peluang yang bersifat terbatas tersebut. Bentuk responsnya seperti antara lain menyediakan tempat pemondokan, transportasi ojek atau mendirikan toko dan warung untuk memenuhi kebutuhan para pekerja pabrik.

2.1.4. Taraf Hidup Masyarakat Industri