Pengaruh Industrialisasi Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat di RW 01 dan RW 09 Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

(1)

DI RW 01 DAN RW 09 DESA BENDA, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh RAJIB GANDI

I34070086

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

This research aims to analyze influence industrial impact to community responses, and influence community responses to living standards of people in RW 01 and RW 09, Benda Village, Sub-district of Cicurug, District of Sukabumi, West Java Province. This study uses quantitative methods are supported by qualitative methods. Researchers took 70 respondents based approach to a stratified random sampling. The analyses used the Spearman Rank test and qualitative analysis to support the result of the quantitative result. Based on the results of the study revealed that the changes due to industry in the village of objects driven by high industrial development process in the village since the existing objects into the industry from 1989 was mark by the Institution currently 211 industrial companies. From the results of the study revealed that the impact of industry groups declining industry that there is a 14.7 per cent and 85.7 per cent of respondents increases. For the decreased response contained 2.9 per cent and 97.1 per cent have increased respondents. While the influence of industry effects that occur with the response of community caused no significant effect. In the group of non-industry respondents have the impact that non-industry declined by 45.7 per cent and an increase of 54.3 per cent. For the relationship between the effects of industry influence that occurred with the community response induced in non-industrial groups of respondents did not have a significant effect relationship. Living standards that occurred in the two groups of respondents had experienced changes that increase, there is no more respondents in their living standards to decline at this time. The state standard of living increasing at 100 per cent of respondents, while there is still a response that decreased by 2.9 per cent in industry groups and 20 per cent in non-industrial groups. The linkage between the response of society to influence people's lives there is no effect relationship.

Key words: rural industrialization, impact of industrialization, response of community, standard of living.


(3)

RINGKASAN

RAJIB GANDI. Pengaruh Industrialisasi Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat di RW 01 dan RW 09 Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA.

Tiga puluh tahun terakhir pengembangan bidang non pertanian ditingkatkan sebagai upaya memacu perekonomian negara. Hal inilah yang berimbas pada kebijakan pembangunan nasional. Industrialisasi tidak dapat dihindarkan untuk berkembang di pedesaan. Industrialisasi pedesaan diperkuat dengan adanya kebijakan otonomi daerah.

Pertanyaan penelitian ini ialah: (1) Sejauhmana pengaruh dampak industri terhadap respons masyarakat, dan (2) Sejauhmana pengaruh respons masyarakat terhadap taraf hidup masyarakat. Adapun tujuan penelitian disini ialah: (1) Mengkaji pengaruh industri terhadap respons masyarakat, dan (2) Mengkaji pengaruh respons masyarakat terhadap taraf hidupnya.

Di Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi telah berkembang industri besar sejak tahun 1989. Semenjak itu telah muncul beragam industri. Saat ini tercatat industri berskala kecil sebanyak 15, industri skala sedang sebanyak 20 dan industri skala besar sebanyak 13 buah.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung metode kualitatif. Peneliti mengambil 70 responden berdasarkan pendekatan sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling). Analisis yang digunakan adalah uji Rank Spearman dan analisis kualitatif sebagai penunjang dari hasil kuantitaif.

Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa perubahan-perubahan akibat adanya industri di Desa Benda dipacu oleh proses industrialisme (pengembangan industri) yang tinggi di Desa Benda. Hal ini tampak pada jumlah industri di Desa Benda saat ini yang mencapai 211 industri. Meskipun untuk membangun sebuah industri diperlukan perizinan yang cukup panjang, selama ini di Desa Benda belum terdapat kasus penolakan izin dari pembangunan sebuah industri baik dari pihak pemerintah desa maupun masyarakat. Proses pembebasan tanah yang terjadi juga biasanya langsung terjalin antara pihak perusahaan dengan para pemilik tanah. Masyarakat jarang terlibat langsung dalam proses transaksi pembebasan tanah. Pemerintahan desa biasanya hanya


(4)

mengurusi masalah perizinan dan surat-surat tanah. Proses jual-beli lahan ini hanya melibatkan sebagian kecil masyarakat saja, yaitu para pemilik tanah-tanah luas.

Pengembangan industri yang begitu pesat tersebut tentu membuat beragam pengaruh terhadap keadaan di desa. Dampak industri tersebut ialah meningkatnya kesempatan kerja non pertanian dan arus migrasi masuk. Pada kelompok industri dampak industri yang menurun terdapat 14,7 per sen dan 85,7 per sen responden yang meningkat. Untuk responsnya yang menurun terdapat 2,9 per sen dan meningkat terdapat 97,1 per sen responden. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearmen diperoleh nilai sig (1-tailed) hitung sebesar 0,345 > alpha (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, artinya bahwa antara dampak industri yang terjadi dengan respons masyarakat yang ditimbulkan pada kelompok industri tidak terdapat hubungan pengaruh yang signifikan. Di kelompok responden non industri terdapat dampak industri yang menurun sebesar 45,7 per sen dan yang meningkat sebesar 54,3 per sen. Untuk responsnya yang menurun terdapat 20 per sen dan meningkat terdapat 80 per sen responden. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai sig (1-tailed) hitung sebesar 0,256 > alpha (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, artinya bahwa antara dampak industri yang terjadi dengan respons masyarakat yang ditimbulkan pada kelompok responden non industri tidak terdapat hubungan pengaruh yang signifikan.

Taraf hidup yang terjadi pada dua kelompok responden sudah mengalami perubahan yang meningkat, sudah tidak ada lagi responden yang taraf hidupnya menurun saat ini. Keadaan taraf hidup yang meningkat terjadi pada 100 per sen responden, sedangkan masih terdapat respons yang menurun sebesar 2,9 per sen pada kelompok industri dan 20 per sen pada kelompok non industri. Hal ini mengakibatkan nilai sig (1-tailed) dari uji korelasi Rank Spearmen tidak didapatkan, yang mengindikasikan bahwa keterkaitan pengaruh antara respons masyarakat terhadap taraf hidup masyarakat tidak terdapat hubungan pengaruh.


(5)

PENGARUH INDUSTRIALISASI PEDESAAN TERHADAP TARAF HIDUP MASYARAKAT DI RW 01 DAN RW 09 DESA BENDA, KECAMATAN

CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh: RAJIB GANDI

I34070086

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Rajib Gandi

NRP : I34070086

Judul : Pengaruh Industrialisasi Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat di RW 01 dan RW 09 Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ivanovich Agusta, SP, MSi NIP. 19700816 199702 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGARUH INDUSTRIALISASI PEDESAAN TERHADAP TARAF HIDUP MASYARAKAT DI RW 01 DAN RW 09 DESA BENDA, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN BAIK OLEH PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, September 2011

Rajib Gandi NRP. I34070086


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Cigombong, yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 6 Februari 1989. Penulis merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara dari Bapak Zaenal Hidayat dan Ibu Siti Maemunah. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Cigombong (1995-2001), sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Cijeruk (2001-2004), dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cigombong (2004-2007). Kemudian pada tahun 2007, penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

Selama di IPB, penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai staf Divisi

Photography and Cinematography dari tahun 2008-2009. Kemudian pada tahun 2010 penulis menjadi Presiden Directour (Ketua Umum) HIMASIERA. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan ekstra terutama dalam bidang seni, khususnya seni teater. Tergabung dengan kelompok teater UP2DATE, penulis meraih juara satu teater di IPB Art Contest (IAC) 2009 dan 2010, dan juara satu monolog IAC 2010. Pada tahun 2010 juga penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan yang berhasil dibiayai oleh dikti. Dibidang akademis penulis juga tergabung sebagai asisten praktikum mata kuliah Sosiologi Pedesaan dari tahun 2010, asisten praktikum pada mata kuliah Kepemimpinan, Kelembagaan dan Organisasi pada tahun 2011 di Program Sarjana IPB serta di tahun yang sama menjadi asisten mata kuliah Pengembangan Masyarakat pada Program Diploma (D3) IPB.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh Industrialisasi Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat (Kasus RW 01 dan RW 09 Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). Penulis sangat bersyukur karena penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang direncanakan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya yang luar biasa dan tiada habisnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Ibunda ‘Emak’ tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayang tanpa pamrih, dukungan dan doa yang tiada henti kepada penulis.

3. Ayahanda ‘Bapak’ tercinta dengan sikap tanggung jawab selalu menjadi panutan bagi keluarga. Penulis juga yakini beliau selalu memperhatikan dan mendoakan penulis walau sudah menghadap sang Khalik.

4. Ivanovich Agusta,SP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi atas kesabarannya telah membimbing, memberikan kritik dan saran yang membangun serta selalu memberikan motivasi yang sangat membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 5. Dra. Winati Wigna, M.Ds sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus dosen

penguji utama yang telah membantu penulis dalam bidang akademik dan juga memberikan dukungan, semangat serta membantu penulis dengan kata-kata pelecutnya.

6. Dr. Ninuk Purnaningsih, MS sebagai dosen penguji mewakili Komisi Pendidikan, Departemen SKPM, FEMA IPB yang telah memberikan beragam masukan positif untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam setiap sendi kehidupan penulis termasuk dalam penulisan skripsi ini.


(10)

8. Para responden, informan, aparatur desa dan masyarakat Desa Benda secara umum yang telah menerima penulis untuk meneliti dan belajar lebih dalam disana, sehingga skripsi ini akhirnya bisa terlaksanakan.

9. Ridzkia Eka sahabat yang telah banyak membantu dan menemani saya ketika berada di lapangan untuk proses penelitian skripsi ini.

10. Citra Muliani sebagai teman satu bimbingan penulis di skripsi, yang atas arahan-arahan dan juga motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Lukman Hakim, Hendra Purwana, Gian Hendra, Haidar, Wira Adiguna, M. Zakiyan Anshori, Diadji Kuntoro, Ahmad Aulia Arsyad serta Teman-teman KPM 44 lainnya yang selalu mengisi ruang dan pembelajaran dalam kehidupan penulis di kurun 3 tahun terkahir ini. Tawa, canda, amarah, duka, tangis dan rasa-rasa lainnya begitu indah terjalaninya. Serta tak lupa penulis sampaikan terimakasih juga kepada Gina L Siregar atas bantuan dalam editing abstraknya dan teman-teman se-KPM Raya atas pembelajaran yang luar biasa selama ini. Penulis akan rindukan kalian semua.

12. Mbak Dini, Mbak Ica, Mbak Maria, Ibu Susi, Pak Haji, Pak Piat dan staf-staf Departemen SKPM lainnya yang dengan sabar telah banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini dan bahkan selama penulis berkuliah.

13. Dan juga semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Hatur nuhun pisan, i love u so much lah.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dalam upaya proses pembelajaran yang terus-menerus. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2011

Rajib Gandi NRP. I34070086


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Masalah Penelitian... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II PENDEKATAN TEORITIS……… 4

2.1. Tinjauan Pustaka ………...… 4

2.1.1. Industrialisasi………... 4

2.1.2. Dampak Industrialisasi……… 6

2.1.3. Respons Masyarakat Terhadap Industrialisasi…... 7

2.1.4. Taraf Hidup Masyarakat... 9

2.2. Kerangka Pemikiran ………... 13

2.3. Hipotesis ………. 16

2.4. Definisi Operasional ……….. 16

BAB III METODE PENELITIAN…...……… 20

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 20

3.2. Teknik Pengumpulan Data ………. 20

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ………... 23

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ………. 24

4.1. Kondisi Geografis ………... 24

4.2. Kondisi Demografi ……….... 24

4.3. Kondisi Ekonomi ………... 25

4.4. Kondisi Pendidikan dan Kesehatan……….... 25

4.5. Kondisi Sarana dan Prasarana ………... 26

4.6. Kondisi Industri... 27

BAB V PENGEMBANGAN INDUSTRI………... 29


(12)

5.2. Pembebasan Tanah ………...…... 31

BAB VI DAMPAK INDUSTRI…………... 32

6.1. Kesempatan Kerja Non Pertanian Meningkat………... 32

6.2. Migrasi Masuk ………... 35

BAB VII RESPONS MASYARAKAT………... 37

7.1. Jual Beli Lahan...………. 37

7.2. Tingkat SDM………... 39

7.2.1. Tingkat Pendidikan……….. 39

7.2.2. Tingkat Kesehatan………... 41

BAB VIII TARAF HIDUP MASYARAKAT... 43

8.1. Tingkat Pendapatan... 43

8.2. Tingkat Sarana dan Prasarana... 44

8.3. Tingkat Akumulasi Modal Sosial... 46

8.4. Tingkat Status Sosial... 48

BAB IX PENGARUH INDUSTRIALISASI PEDESAAN TERHADAP TARAF HIDUP MASYARAKAT... 50

9.1. Pengaruh Dampak Industri Terhadap Respons Masyarakat... 50

9.2. Pengaruh Respons Masyarakat Terhadap Taraf Hidup Masyarakat... 52

BAB VIII PENUTUP………... 54

8.1. Kesimpulan... 54

8.2. Saran... 55


(13)

Halaman Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Bidang Pekerjaan di Desa Benda Tahun 2011... 21 Tabel 2 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia Angkatan

Kerja dan Bidang Pekerjaan di Desa Benda Tahun 2011... 23 Tabel 3 Komposisi Lahan di Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten

Sukabumi Tahun 2009... 24 Tabel 4 Jumlah Sekolah dan Murid Sekolah di Tiap Desa Kecamatan

Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2009... 26 Tabel 5 Jumlah dan Persentase Perusahaan Industri Menurut Klasifikasi di

Tiap Desa Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2009.... 27 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Industri Berdasarkan Jenis

Pekerjaan dan Periode Waktu di Desa BendaTahun 2011... 32 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Non Industri Berdasarkan Jenis

Pekerjaan dan Periode Waktu di Desa BendaTahun 2011... 33 Tabel 8. Jumlah dan Persentase Penduduk yang Datang dan Pindah di Tiap

Desa Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2009... 35 Tabel 9. Jumlah Rumah Tangga (RT) dan Anggota Rumah Tangga (ART)

Pendatang Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Periode Waktu di Desa Benda Tahun 2011... 36 Tabel 10. Jumlah Luas Lahan yang Dijual dan Dibeli Responden Berdasarkan

Peruntukan Lahan dan Periode Waktu di Desa Benda Tahun 2011... 39 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Desa Benda Tahun 2011... 40 Tabel 12. Perubahan Biaya Sekolah Setelah Masuknya Industri... 41 Tabel 13. Jumlah RT dan ART Penderita Penyakit dalam Enam Bulan

Terakhir... 42 Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan


(14)

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan Responden Berdasarkan Karakteristik Indikator Nasional dan Periode Waktu di Desa Benda Tahun 2011... 45 Tabel 16. Persentase Keadaan Modal Sosial Responden Industri Berdasarkan

Tingkat Kepuasan Setelah Masuknya Industri di Desa Benda Tahun 2011... 47 Tabel 17. Persentase Keadaan Modal Sosial Responden Non Industri

Berdasarkan Tingkat Kepuasan Setelah Masuknya Industri di Desa Benda Tahun 2011... 48 Tabel 18. Jumlah dan Persentase Perubahan Status Sosial Responden di Desa

Benda Tahun 2011... 49 Tabel 19 Jumlah dan Persentase Tingkat Dampak Industri dan Tingkat

Respons Masyarakat di Desa Benda Tahun 2011... 51 Tabel 20 Jumlah dan Persentase Tingkat Respons Masyarakat dan Tingkat


(15)

Halaman Gambar 1. Kerangka Analisis Pengembangan Industrialisasi Pedesaan

Terhadap Taraf Hidup Masyarakat... 15

Gambar 2. Peneliti Wawancara Responden... 22

Gambar 3. Sketsa Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat ...…… 28

Gambar 4. Pekerja Pabrik Pulang Kerja... 30

Gambar 5. Suasana dalam Kawasan Pabrik PT. Monito World... 34

Gambar 6. Kontrakan Rumah... 37


(16)

Halaman Lampiran 1. Daftar Kerangka Percontohan Masyarakat Desa Benda RW

01 dan RW 09 ………... 59

Lampiran 2. Hasil Korelasi Rank Spearmen……… 66

Lampiran 3. Catatan Harian Penelitian... 68


(17)

1.1. Latar Belakang

Indonesia selama ini dikenal dengan negara agraris, dimana penggerak utama perekonomiannya dibidang pertanian. Tiga puluh tahun terakhir pengembangan dibidang non pertanian ditingkatkan sebagai upaya memacu perekonomian negara. Hal inilah yang berimbas pada kebijakan pembangunan nasional. Seperti yang dipaparkan oleh Sunarjan (1991), pembangunan nasional yang dilakukan di Indonesia berusaha untuk meningkatkan laju pertumbuhan di sektor industri, sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor industri.

Selama ini, industrialisasi sering dianggap sebagai ‘pintu’ masuk untuk membawa masyarakat ke arah kemakmuran, paling tidak sebagai ‘motor’ penggerak dalam pembangunan ekonomi (Rahardjo 1986). Oleh karena itu, pengembangan industri menjadi perhatian pemerintah. Hal tersebut juga menyita perhatian pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan ekonomi. Hal ini tentunya sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Kehadiran kedua undang-undang desentralisasi tersebut memiliki pengaruh kuat dalam mengubah kegiatan pembangunan dan peningkatan ekonomi di daerah.

Bias kota dalam pembangunan yang menerpa pedesaan ini akhirnya memunculkan arus industrialisasi di pedesaan. Industri di dalam desa sendiri mencakup industri yang muncul dari warga setempat (inovasi) maupun industri yang dipenetrasikan dari wilayah lain (Agusta 2001). Perluasan kawasan industri diciptakan agar menarik investor asing menanamkan modalnya di Indonesia. Harapan pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketersediaan sarana infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, pemicu sektor ekonomi informal, dan sampai pada mencegah arus urbanisasi penduduk ke kota karena permasalahan


(18)

kepadatan penduduk di kota-kota besar. Walaupun demikian, sering kali dijumpai alasan sebenarnya pembuatan kawasan industri di desa tersebut adalah menekan biaya produksi. Hal ini karena upah buruh masyarakat desa yang relatif jauh lebih rendah dibanding dengan masyarakat perkotaan. Keadaan demikian diperparah lagi dengan sistem kontrak yang diterapkan oleh sebagian besar industri yang semakin memperlemah posisi tawar masyarakat desa. Hal ini bisa dikarenakan oleh pola industrialisasi yang diterapkan di Indonesia. Pengembangan industri besar yang padat modal dengan prinsip efisiensi diterapkan melalui penggunaan alat modern atau canggih sehingga membatasi penggunaan tenaga kerja berdasarkan keahlian tertentu, yang pada gilirannya menyebabkan tersingkirnya sejumlah masyarakat dari sektor tradisional (Purwanto 2003). Pada akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan di Indonesia tetap berada dalam situasi memprihatinkan. Data dari BPS yang dikeluarkan tahun 2010 menunjukkan penduduk miskin Indonesia mencapai 31,02 juta orang dan sebanyak 19,93 juta atau sebesar 64,2 % nya berada di desa. Angka tersebut memperlihatkan bagaimana kehidupan masyarakat di desa masih berkaitan erat dengan kesengsaraan dan kemiskinan.

Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi yang menjadi studi kasus penelitian ini telah berdiri industri besar sejak tahun 1989. Semenjak itu telah banyak muncul industri baik dalam skala kecil, sedang maupun besar. Kehadiran industri tersebut tentu membawa beragam perubahan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat serta lingkungan di sana. Oleh karenanya, menarik untuk dikaji lebih dalam bagaimana kondisi masyarakat sekarang setelah adanya pengembangan industri di desa, baik dari sisi dampak industri, respons masyarakat dan juga tingkat taraf hidup masyarakatnya.

1.2. Masalah Penelitian

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauhmana pengaruh dampak industri terhadap respons masyarakat ? 2. Sejauhmana pengaruh respons masyarakat terhadap taraf hidup masyarakat?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan adalah menganalisis hubungan pengembangan industrialisasi di pedesaan dengan taraf hidup masyarakat. Tujuan utama tersebut didukung dengan tujuan-tujuan khusus lainnya, yaitu :

1. Mengkaji pengaruh dampak industri terhadap respons masyarakat

2. Mengkaji pengaruh respons masyarakat terhadap taraf hidup masyarakat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah industrialisasi di pedesaan khususnya kepada:

1. Peneliti dan civitas akademika

Penelitian ini merupakan proses belajar bagi peneliti dalam menganalisis pengaruh kehadiran industrialisasi di pedesaan tehadap masyarakat dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi penelitian sejenis.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini semoga mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai permasalahan pembangunan di pedesaan, khususnya mengenai industrialisasi pedesaan.

3. Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merumuskan pedoman dan kebijakan untuk pembangunan khususnya mengenai industri di pedesaan.

4. Manajemen industri

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai keadaan industrialiasasi di pedesaan sehingga bagi para pihak yang berkecimpung di industri dapat dijadikan basis perencanaan maupun tindakan dalam membangun industri di pedesaan.


(20)

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Industrialisasi

Makin berkembangnya masyarakat dan maraknya program pembangunan pedesaan membawa konsekuensi kepada makin pesat dan kompleksnya perubahan-perubahan pada masyarakat pedesaan. Melalui industrialisasi ini perubahan-perubahan yang luas dalam kehidupan masyarakat diharapkan terjadi (Purwanto 2003). Industrialisasi – sebagai bentuk strategi modernisasi – hadir dalam bentuk kegiatan ekonomi Barat untuk memengaruhi kegiatan ekonomi Timur yang ada di pedesaan. Seperti yang dipaparkan Boeke (1953) dalam

Sajogyo (1982) kondisi dualisme ekonomi untuk membedakan tujuan kegiatan ekonomi Barat yang mengutamakan kepentingan ekonomi, dari ekonomi Timur yang mengutamakan kepentingan sosial. Komunitas desa sendiri digambarkannya dalam pola ekonomi tradisional (ekonomi Timur), yaitu kebutuhan sosial membatasi kebutuhan ekonomi, dan terpisah dari perekonomian modern (eknomi Barat) yang dibawakan sektor modern. Akan tetapi, setelah frekuensi dan intensitas hubungan warga desa dengan luar-desa meningkat, dualisme ekonomi bersama-sama masuk dalam desa. Adapun Ponsioen dalam Singgih (1994) mengatakan bahwa sebagai salah satu strategi modernisasi, industrialisasi dapat digunakan sebagai pemicu perubahan sosial. Melalui industrialisasi peranan teknologi menjadi semakin penting untuk diterapkan dalam proses produksi. Akibatnya hubungan antar manusia (human relations) menjadi berubah, demikian juga struktur sosial masyarakat di sekitarnya. Industrialisasi yang semula sebagai sebuah sistem yang diterapkan dalam usaha-usaha produksi pabrik, kemudian memengaruhi komunitas secara keseluruhan. Pada saat teknologi dimanfaatkan untuk melakukan produksi massal, maka industrialisasi menjadi faktor penggerak utama (prime mover) terjadinya perubahan sosial (Agusta 2001).


(21)

Industrialisasi secara implisit disebutkan oleh Taryono (1997), sebagai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi maju dalam proses produksi, yang bukan hanya menuntut tenaga kerja terampil dan ahli tetapi juga modal yang besar dan pengelolaan yang intensif. Menurut Pangestu et al. (1996), industrialisasi merupakan proses interaksi antara pembangunan teknologi, spesialisasi dan perdagangan yang pada akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi. Pengembangan industri di Indonesia sendiri sering kali dijumpai dalam bentuk pembuatan kawasan/ atau zona industri. Hal tersebut sejalan dengan Marzali (1976) yang menyatakan bahwa kawasan industri memang diadakan untuk mewadahi dan mendorong pemusatan atau konsentrasi industri.

Kehadiran industrialisasi merupakan tanda jelas dari proses membuat desa menjadi kota. Sulasmono (1994) dalam studi penelitiannya mengungkapkan bahwa pembangunan industri meliputi tujuh pokok, yaitu: (1) perijinan aras desa, (2) penentuan lokasi pabrik, (3) pembebasan tanah, (4) peluang kerja di pabrik, (5) peluang usaha, (6) migrasi, (7) polusi. Ketujuh hal tersebut melahirkan kontak politik antara sebagian elit desa dan dengan pihak pabrik, terutama dalam hal perijinan tingkat desa dan penentuan lokasi pabrik. Disamping itu, proses pembebasan tanah juga melibatkan pimpinan desa setempat sebagai perantara tunggal. Partisipasi masyarakat sering tidak dilibatkan dalam perencanaan pembangunan industri di desa. Masyarakat dirasakan sudah cukup beruntung dengan adanya industri melalui peluang kerja di pabrik dan peluang usaha. Masyarakat tidak perlu lagi urus campur dalam proses bagaimana kehadiran industri tersebut. Hal temuan inilah yang nampaknya menjadi pemicu atas berkembangnya industrialisasi di pedesaan.

Berkembangnya industri di pedesaan tidak terlepas dari alasan yang menganggap industri lebih penting untuk dikembangkan, terutama dibandingkan dengan bidang pertanian. Hal inilah pada akhirnya memengaruhi kebijakan pemerintah dalam pembangunan. Namun, pada perkembangannya, keberadaan industri di pedesaan itu disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Industri didirikan di pedesaan misalnya, sering kali untuk mendapatkan tenaga kerja murah, menghindari protes dan sekaligus karena diletakkan di pedesaan oleh peraturan pemerintah. Tapi yang jelas, pengklasifikasian di atas mengindikasikan


(22)

bahwa wilayah pedesaan memang mempunyai daya tarik tertentu (lahan, pasar, bahan baku, tenaga kerja, atau bahkan keterbelakangan masyarakatnya) bagi pembangunan industri.

2.1.2. Dampak Industrialisasi

Selain dapat meningkatkan produksi barang-barang, industrialisasi diperkirakan dapat juga mengatasi masalah kesempatan kerja yang makin menyempit di sektor pertanian. Seperti dipaparkan Rahardjo (1984), terdapat alasan-alasan yang lebih rasional mengapa sektor industri dianggap lebih penting untuk dikembangkan. Pertama, karena penanaman modal di sektor pertanian dinilai kurang menguntungkan. Lagi pula, karena tekanan perkembangan penduduk yang terus menerus, maka bidang ini akan makin terkena hukum “hasil yang makin kecil” (law of deminishing return). Alasan lain adalah, bahwa sektor pertanian dianggap lambat pertumbuhannya, bahkan berkecenderungan stagnan, antara lain disebabkan karena terdapatnya hambatan sosial dan institusional yang sulit diubah, setidak-tidaknya dalam tempo cepat. Transformasi sektor pertanian dalam konteks modernisasi, hal ini industrialisasi, di kawasan pedesaan yang menimbulkan masalah-masalah kesempatan kerja.

Sunarjan (1991) menyatakan bahwa kehadiran industri menyebabkan perubahan-perubahan di dalam bidang sosial-ekonomi seperti perubahan pemilikan dan pemanfaatan lahan, perubahan profesi dan perubahan pendapatan penduduk. Adapun Rahardjo (1984) menyatakan bahwa proses industrialisasi berpengaruh lebih luas lagi yaitu membawa gejala ekonomi, berupa perkembangan infrastruktur dan perdagangan dengan proses kapitalisasi (akumulasi dan konsentrasi modal), persaingan ekonomi, gejala sosial berupa demokratisasi dan pertentangan kelas, serta gejala budaya berupa timbulnya gaya hidup yang produktif dan konsumtif, persepsi yang rasional, antisipatif dan pragmatis. Akibatnya hubungan antar manusia (human relations) menjadi berubah, demikian juga struktur sosial masyarakat di sekitarnya. Industrialisasi yang semula berupa sebuah sistem yang diterapkan dalam usaha-usaha produksi pabrik, kemudian mempengaruhi komunitas secara keseluruhan. Dengan demikian industri telah menciptakan pola kerja baru sebagai suatu model kerja


(23)

yang belum pernah ada sebelumnya, dan kini merupakan gejala baru dalam tata kerja dan profesi yang spesifik (Sunarjan 1991). Dengan demikian, terjadi pula perubahan distribusi pendapatan masyarakat antara sebelum dan sesudah masuknya industri ke desa.

Menurut Purwanto (2003), pembangunan industri di pedesaan akan membawa dampak seperti penyempitan lahan pertanian, peningkatan arus migrasi, terbukanya desa bagi kegiatan ekonomi dan munculnya peluang kerja dan berusaha di bidang non pertanian. Hal tersebut berdampak pada makin banyaknya pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik. Di kawasan industri sendiri, hal ini menyebabkan kepadatan penduduk meningkat. Lahan pertanian yang makin sempit akibat alih fungsi lahan untuk pembangunan industri dan sarana penunjangnya dipaksa untuk menampung jumah penduduk yang terus meningkat sehingga mengakibatkan merosotnya kegiatan ekonomi masyarakat yang berbasis pertanian. Namun di sisi lain, hal yang juga tak bisa dipungkiri, masuknya industri ini juga membuka peluang bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Masayarakat di sekitar pabrik dapat memanfaakan peluang kerja yang terbuka dengan memasuki bidang-bidang pekerjaan yag ditawarkan oleh pabrik, dan para pemilik modal dapat memanfaatkan berbagai peluang usaha untuk mengakomodasi kebutuhan pembangunan pabrik dan kebutuhan para migran pekerja yang tinggal di sekitar kawasan industri seperti dengan menyediakan jasa tempat pemondokan, transportasi ojek atau mendirikan toko dan warung untuk memenuhi kebutuhan para pekerja pabrik. Perubahan lingkungan dan nilai atau pandangan hidup masyarakat memengaruhi bentuk pencaharian nafkahnya, pembangunan industri telah mendorong usaha seperti toko, warung, tempat pemondokan dan usaha transportasi ojek. Kelompok rumah tangga yang memanfaatkan peluang usaha ini biasanya adalah rumah tangga pemilik lahan sempit dan rumah tangga yang tidak mempunyai lahan.

2.1.3. Respons Masyarakat Terhadap Industrialisasi

Kehadiran industri ke sebuah desa pasti akan menimbulkan dampak-dampak, seperti yang telah dijelaskan di sub bab sebelumnya. Berdasarkan pada rujukan Agusta (2001), dampak-dampak yang diakibatkan oleh industri tersebut


(24)

kemudian diinterpretasikan oleh warga komunitas desa. Hasil interpretasi tersebut memberi arah bagi tingkah laku yang baru, untuk merespons dampak-dampak tersebut, bukan untuk merespons itu sendiri.

Purwanto (2003) memaparkan, bahwa kehadiran industri di suatu wilayah menimbulkan reaksi dari masyarakat sebagai bentuk responsnya. Berbagai perubahan yang terjadi akibat respons terhadap pembangunan industri dan dampak yang menyertainya beragam, tergantung dari definisi subyektif yang dipengaruhi kepentingan pribadi dan nilai sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Proses merespons terlebih dulu diawali dengan interpretasi masyarakat. Dalam hal ini bagaimana interpretasi masyarakat atas industri yang ada di lingkungannya. Di dalam proses pendefinisian gejala pembangunan industri tersebut terlibat pula kepentingan pribadi dan nilai-nilai sosial yang dianut masing-masing warga tersebut. Dalam penelitian Sulasmono (1994) dilihat respons dalam kaitannya dengan definisi subyektif seseorang hanyalah kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Kelas atas masyarakat cenderung lebih siap untuk merespons peluang-peluang usaha yang muncul. Faktor pengalaman (sudah menekuni dunia usaha) dan ketersediaan modal yang umumnya dimiliki kelas atas membuat mereka lebih siap menangkap peluang. Kehadiran industri besar semakin memperbesar peluang warga kelas atas untuk mengakumulasi kekayaan lewat dunia usaha. Kelas bawah masyarakat tidak siap memanfaatkan peluang usaha yang ada karena tiadanya modal.

Purwanto (1993) menyatakan bahwa berbagai perubahan yang terjadi akibat masuknya industri ini menjadi faktor pendorong (stimulus) bagi masyarakat petani untuk melakukan perubahan atau penyesuaian dalam aktivitas ekonomi keluarganya. Adanya industri yang sering kali diikuti oleh masuknya para pendatang baru di desa sebagai tenaga kerja berdampak pada perubahan pemilikan dan pemanfaatan lahan. Terjadi jual-beli lahan pekarangan maupun lahan sawah sebagai upaya untuk mendukung kegiatan perindustrian. Perubahan yang paling jelas adalah dari para petani yang menjual lahannya, dan para ibu rumah tangga yang kemudian beralih ke tenaga kerja industri sebagai buruh pabrik. Adapun Sulasmono (1984) menyatakan bahwa faktor status politik berpengaruh pada kemampuan warga masyarakat untuk merespons


(25)

peluang-peluang yang bersifat terbatas. Pemanfaatan peluang-peluang terbatas (seperti menjadi pegawai kantor dan satkam pabrik atau memasok makanan pekerja pabrik dan memperdagangkan limbah padat industri) memerlukan koneksi dengan pihak pabrik. Oleh karena itu elit formal lebih mampu merespons peluang-peluang yang bersifat terbatas tersebut. Bentuk responsnya seperti antara lain menyediakan tempat pemondokan, transportasi ojek atau mendirikan toko dan warung untuk memenuhi kebutuhan para pekerja pabrik.

2.1.4. Taraf Hidup Masyarakat Industri

Sunarjan (1991) mengemukakan bahwa pembangunan nasional yang dilakukan di Indonesia berusaha untuk meningkatkan laju pertumbuhan di sektor industri, sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor industri. Industri sebagai salah satu strategi pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pembangunan industri merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, yaitu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Pembangunan industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi mempunyai tujuan pokok untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Taraf hidup dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti yang dikutip dari Sunarjan (1991) kehadiran industri berakibat pada perubahan sosial ekonomi yang meliputi kegiatan ekonomi, psikis dan relasi sosial.

Sunarjan (1991) memaparkan lebih dalam bahwa hadirnya industri mempunyai pengaruh terhadap kondisi psikologis masyarakat, seperti perubahan rasa aman, perubahan rasa percaya diri dan perubahan rasa gotong royong. Rasa aman yang berubah juga lebih disebabkan karena adanya perubahan pendapatan. Kenaikan pendapatan menimbulkan turunnya rasa aman, dalam artian aman dari gangguan kejahatan. Apabila seseorang tidak memiliki sesuatu, tentunya tidak perlu khawatir akan kehilangan sesuatu. Adapun perubahan rasa percaya diri itu terkait erat dengan keterlibatan istri melakukan kerja di luar sebagai ibu rumah tangga, dan memerankan fungsi ganda, selain fungsinya sebagai pendamping suami ia sendiri melakukan kegiatan yang dapat menopang kehidupan rumah tangganya. Perubahan pada rasa kepercayaan diri pada anggota keluarga untuk tidak menggantungkan penghasilan pada seorang kepala keluarga saja, atau pada


(26)

suami saja. Rasa percaya diri yang meningkat pada para istri penduduk asli, meningkatkan pula tingkat taraf hidup hidupnya, dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan hidup berupa kerja, sebagai sirkulasi penyaluran tenaga yang diarahkan kepada gerak yang produktif, serta pemenuhan kebutuhan sosialnya. Masuknya indsutri juga berdampak pada perubahan relasi sosial, baik relasi sosial formal, relasi sosial nonformal (relasi sosial dalam keluarga), maupun relasi sosial nonformal atau dalam kegiatan kemasyarakatan. Perubahan sosial ekonomi ini, yang menurut Sunarjan juga berpengaruh terhadap taraf hidup masyarakat.

Supardian (2005) menguraikan bahwa dalam pengembangan masyarakat didorong dengan melakukan diversifikasi nafkah, peningkatan kapasitas SDM dan pendekatan lingkungan. Sektor usaha yang dikembangkan bersifat padat karya dan potensial untuk dikembangkan serta mempunyai prospek ekspor, sehingga pada dasarnya kriteria tersebut tidak mengarah pada pembatasan munculnya kreatifitas dan pemanfaatan potensi lokal. Diversifikasi nafkah ini dilakukan agar masyarakat memperoleh pendapatan meningkat. Namun, untuk menuju ke arah tersebut tentu diperlukan kualitas SDM yang bermutu. Hal ini diupayakan dengan peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat. Di samping itu kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan ini juga memperhatikan aspek lingkungan, baik dari hal prasarana perhubungan maupun prasarana sosial. Apabila peningkatan kualitas dari tiga aspek tersebut (diversifikasi nafkah, peningkatan kapasitas SDM dan pendekatan lingkungan) tercapai, maka menurut Supardian (2005) taraf hidup masyarakat juga akan meningkat.

Pengembangan industri pedesaan masih sering kali menemui berbagai masalah. Hal tersebut merupakan masalah mendasar yang dihadapi oleh pengusaha dan pekerja dalam mengembangkan usaha mereka (Helmi Jhon 2003). Dari faktor internal terdapat pengaruh dari kurangnya modal untuk pengembangan usaha, rendahnya harga jual, kurangnya kekompakan diantara pengusaha, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan lain-lain. Industri juga kerap menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Sedangkan jika dari faktor eksternal muncul faktor berupa mitra bisnis yang sulit didapat, masih minimnya pembinaan atas pengusaha dan pekerja, serta juga tidak adanya sarana prasarana pemasaran yang mendukung usaha. Kedua faktor internal dan eksternal ini mengakibatkan


(27)

harga jual menjadi rendah. Hal tersebut berkonsekuensi pada menurunnya pendapatan masyarakat. Jika demikian, hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap taraf hidup masyarakat.

Ada suatu kecenderungan di mana kelompok rumah tangga/petani pemilik lahan luas yang lahannya terkena alih fungsi lahan untuk pembangunan industri tetap mempertahankan sumber nafkah dari hasil pertanian dengan menanamkan kembali uang hasil penjualan lahannya untuk membeli lahan sawah atau tegal dan modal usaha tani (Purwanto 1993). Mereka juga dapat memanfaatan modal yang dimiliki untuk usaha lain di luar usahatani. Pola seperti ini mengakibatkan terjadinya akumulasian kekayaan. Di sisi lain masih banyak masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah, sulit sekali dalam memanfaatkan peluang yang jumlahnya terbatas tersebut. Hal ini pula terkait dengan kepemilikan modal sosial pada masyarakat.

Modal sosial merujuk pada konsep yang digunakan oleh Bank Dunia (2003) yang menyatakan bahwa modal sosial hanya dapat diakses melalui hubungan dengan orang lain. Struktur yang diberikan, jaringan yang berinteraksi dengan siapa, seberapa sering, dan apa yang dilakukan sehingga memiliki pengaruh besar pada arus sumber daya melalui jaringan tersebut. Mereka yang menduduki posisi strategis dalam jaringan bisa dikatakan memiliki modal yang lebih sosial daripada rekan-rekan mereka, justru karena posisi jaringan mereka memberikan akses ke sumber daya yang meningkat dan lebih baik. Pendekatan kedua modal sosial (dan lebih umum), yang paling erat terkait dengan ilmuwan politik Robert Putnam, mengacu pada sifat dan tingkat keterlibatan seseorang dalam berbagai jaringan informal dan organisasi sipil formal. Dari mengobrol dengan tetangga atau terlibat dalam kegiatan rekreasi untuk bergabung dengan organisasi-organisasi lingkungan dan partai politik, modal sosial dalam pengertian ini digunakan sebagai istilah konseptual untuk menggambarkan berbagai cara dan bervariasi di mana para anggota suatu masyarakat yang berinteraksi. Jadi dipahami, adalah mungkin untuk melakukan peta kehidupan asosiasi masyarakat, dan dengan demikian dengan itu rasa kondisi kesehatan sipil nya.

Lebih lanjut lagi Bank Dunia (2003) memapaparkan dalam kerangka konseptual berbasis modal sosial di tingkat rumah tangga, masih penting untuk


(28)

mengakui bahwa ada sejumlah isu-isu substantif di mana informasi yang relevan dapat diperoleh yang terbagi dalam enam bagian besar:

1. Kelompok dan Jaringan

Ini adalah kategori yang paling sering dikaitkan dengan modal sosial. Pertanyaan di sini mempertimbangkan sifat dan tingkat partisipasi anggota rumah tangga dalam berbagai jenis organisasi sosial dan jaringan informal, dan berbagai kontribusi yang satu memberi dan menerima dari mereka. Hal ini juga menganggap keragaman keanggotaan kelompok tertentu, Bagaimana kepemimpinannya dipilih, dan bagaimana keterlibatan seseorang telah berubah dari waktu ke waktu.

2. Kepercayaan dan Solidaritas

Selain pertanyaan kepercayaan kategori ini berusaha untuk mendapatkan data pada kepercayaan terhadap tetangga, penyedia layanan utama, dan orang asing, dan bagaimana persepsi ini telah berubah dari waktu ke waktu.

3. Kolektif Aksi dan Kerjasama

Kategori ini membahas apakah dan bagaimana anggota rumah tangga telah bekerja dengan orang lain dalam komunitas mereka pada proyek-proyek bersama dan / atau dalam menanggapi krisis. Hal ini juga mempertimbangkan konsekuensi dari melanggar harapan masyarakat mengenai partisipasi.

4. Informasi dan Komunikasi

Akses ke informasi yang semakin diakui sebagai pusat untuk membantu masyarakat miskin memiliki suara kuat dalam hal yang mempengaruhi kesejahteraan mereka. Kategori ini mengeksplorasi cara dan sarana yang rumah tangga miskin menerima informasi mengenai kondisi pasar dan pelayanan publik, dan tingkat akses mereka terhadap infrastruktur komunikasi.

5. Kohesi Sosial

"Masyarakat" bukan entitas tunggal, melainkan ditandai dengan berbagai bentuk pembagian dan perbedaan yang dapat menimbulkan konflik. Pertanyaan dalam kategori ini berusaha untuk mengidentifikasi sifat dan tingkat perbedaan-perbedaan ini, mekanisme yang mereka dikelola, dan kelompok mana yang dikecualikan dari pelayanan publik kunci. Pertanyaan


(29)

yang berkaitan dengan bentuk-bentuk interaksi sosial sehari-hari juga dipertimbangkan.

6. Pemberdayaan dan Politik aksi

Individu "diberdayakan" sejauh mereka memiliki ukuran kontrol atas lembaga-lembaga dan proses-proses secara langsung memengaruhi kesejahteraan mereka. Pertanyaan dalam bagian ini mengeksplorasi pengertian anggota rumah tangga 'kebahagiaan, keberhasilan pribadi, dan kapasitas untuk mempengaruhi baik acara lokal dan hasil politik yang lebih luas’.

Adapun modal sosial menurut Putnam (1993) dalam Siregar (2004) merupakan seperangkat nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang mempermudah masyarakat bekerja sama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Pengaruh yang diakibatkan oleh kehadiran industrialisasi tidak hanya sebagai bentuk kegiatan ekonomi tetapi juga terkait dengan aspek sosial dan budaya. Akumulasi modal sosial tersebut juga pada akhirnya bersumbangsih pada apakah masyarakat di sekitar kawasan industri tersebut mengalami peningkatan taraf hidup – kualitas kehidupan yang lebih baik yang salah satunya diekpresikan dalam bentuk peningkatan status sosial mereka.

2.2. Kerangka Pemikiran

Industri merupakan salah satu “barang” yang modern. Perkembangan industri di Indonesia sejak tiga puluh tahun terakhir begitu pesat. Industrialisasipun tidak dapat dihindari merambah pedesaan. Pembangunan industri di pedesaan pada perkembangannya melalui dua tahapan yaitu perijinan aras desa dan pembebasan tanah. Kedua hal tersebut melahirkan kontak politik ekonomi antara sebagian elit desa dan dengan pihak pabrik, terutama dalam hal perijinan tingkat desa dan penentuan lokasi pabrik. Intrik-intrik dalam kaitan tersebut sering kali mengorbankan kepentingan dari masyarakat lokal itu sendiri. Pembangunan industri pedesaan tersebut menimbulkan dampak pada desa-desa di mana industri tersebut berada. Hal yang dapat mudah diamati adalah perubahan menyempitnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. Namun yang jelas, kehadiran industri tersebut menimbulkan semakin terbukanya kesempatan untuk


(30)

bekerja di luar bidang pertanian, yang sebelumnya bidang pertanian merupakan pekerjaan yang lebih dominan. Selain itu, kehadiran industri berdampak pada peningkatan arus migras masuk ke desa. Hal ini karena, para pendatang tertarik untuk bekerja di pabrik tersebut.

Kebutuhan pengembangan industri untuk memperluas lokasi produksinya baik sebagai sarana pergudangan, produksi, maupun perumahan sangat tinggi. Maka terjadilah perubahan pemilikan tanah yang diperoleh dari para petani maupun penduduk asli pemilik lahan tersebut. Jual beli lahan pun tidak bisa dihindari. Selain itu, bentuk tindakan masyarakat atas dampak industri terutama karena kesempatan kerja non pertanian yang meningkat dengan meningkatkan tingkat pendidikan. Hal ini dilakukan karena untuk di industri biasanya menerapkan standar tingkat pendidikan. Untuk itu, memacu masyarakat untuk melanjutkan pendidikan terutama pada tingkat pendidikan dasar. Tingkat kesehatan sering juga menjadi pertimbangan pihak perusahaan untuk menerima pekerja. Dengan dasar itu masyarakat yang ingin bekerja berkewajiban untuk memiliki kesahatan yang baik. Tanggapan-tanggapan ini yang dikategorikan penulis sebagai bentuk respons masyarakat atas dampak industri yang ditimbulkan.

Industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi mempunyai tujuan pokok untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Perubahan profesi, dari bidang pertanian ke non-pertanian menyebabkan pula pada perubahan pendapatan. Selain itu, peningkatan tara hidup masyarakat dilihat dari kondisi sarana dan prasarana dan akumulasi modal sosial yang dimiliki masyarakat, serta penilaian masyarakat sendiri atas tingkat status sosialnya di masyarakat.


(31)

meningkat

Peningkatan sarana dan prasarana dasar

Akumulasi modal sosial meningkat

Peningkatan status sosial Pengembangan

Industri:

1. Perijinan aras desa 2. Pembebasan tanah

Dampak Industri terhadap lokasi

 Kesempatan kerja non pertanian meningkat

 Migrasi masuk meningkat

meningkat

SDM - Tingkat

Pendidikan meningkat - Tingkat

Kesehatan meningkat

Gambar 1. Kerangka Analisis Pengaruh Industrialisasi Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat

Keterangan : (kuantitatif), hubungan dijelaskan dengan kuantitatif (kualitatif), hubungan dijelaskan dengan kualitatif


(32)

2.1. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Jika dampak industri meningkat maka respons masyarakat meningkat. 2. Jika respons masyarakat meningkat maka taraf hidup masyarakat meningkat.

2.4. Definisi Operasional

1. Kesempatan kerja non pertanian adalah responden yang bekerja di bidang pertanian dan non pertanian (perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum; transportasi, pergudangan, dan komunikasi; perantara keuangan; real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; jasa kemasyarakatan, sosial, budaya, dan perorangan; jasa perorangan yang melayani rumah tangga; badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya) dan keberadaan anggota rumah tangga lainnya yang bekerja di bidang pertanian, yang diukur dengan:

1. 1. Rendah = Bekerja di bidang pertanian, skor = 0 2. Tinggi = Tidak bekerja di bidang pertanian, skor 1

2. 1. Rendah = Ada ART yang bekerja di bidang pertanian, skor = 0 2. Tinggi = Tidak ada ART yang bekerja di bidang pertanian, skor = 1 Lalu kedua aspek diatas tersebut dilihat perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

2. Migrasi masuk adalah keberadaan perpindahan penduduk atau gerak penduduk sebelum dan sesudah industri dari luar desa ke desa peneliti, baik migrasi secara harian, periodik, musiman, maupun permanen, yang dinyatakan dalam jiwa, diukur dengan:


(33)

2. Tinggi = Ada migrasi masuk, skor = 1

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

3. Jual lahan adalah lahan yang pernah dijual oleh rumah tangga sebelum dan sesudah industri, diukur dengan:

1. Rendah = Tidak pernah jual lahan, skor = 0 2. Tinggi = Pernah jual lahan, skor = 1

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

4. Beli lahan adalah lahan yang pernah dibeli oleh rumah tangga sebelum dan sesudah industri, diukur dengan:

1. Rendah = Tidak pernah beli lahan, skor = 0 2. Tinggi = Pernah beli lahan, skor = 1

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

5. Tingkat pendapatan adalah rata-rata pengeluaran rumah tangga perbulan sebelum dan sesudah industri dengan rupiah per bulan yang diukur dalam UMR Kab. Sukabumi tahun 2011.

1. Rendah = Di bawah UMR, skor = 0 2. Tinggi = Di atas UMR, skor = 1


(34)

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

6. Sarana dan prasarana dasar adalah kondisi fisik dan fasilitas bangunan rumah tangga yang diukur dengan luas lantai, jenis lantai, jenis dinding, fasilitas MCK, sumber penerangan, sumber air, bahan bakar untuk memasak, dan barang yang dimiliki berdasarkan karakteristik indikator nasional.

1. Rendah = Di bawah karakteristik, skor = 0 2. Tinggi = Sesuai karakteristik, skor = 1

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

7. Tingkat Pendidikan adalah jenjang sekolah formal terakhir yang pernah dilaksanakan oleh responden, diukur dengan tingkat tidak bersekolah, Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Kejuruan, Madrasah Tsanawiah, Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Program D.I/D.II, Program D.III, Program D.IV/S1.

1. Rendah (Tidak bersekolah sampai SMP/ sederajat) = skor 0 2. Tinggi (SMA/ sederajat sampai perguruan tinggi) = skor 1

8. Tingkat Kesehatan adalah riwayat kesehatan dan akses terhadap fasilitas kesehatan dalam enam bulan terakhir, yang diukur dengan:

1. Rendah = Akumulasi skor 0 – 1,5, skor= 0 2. Tinggi = Akumulasi skor 1,5 – 3, skor= 1

9. Akumulasi modal sosial adalah kepuasan rumah tangga saat sebelum dan sesudah industri diukur dalam keamanan, pekerjaan, gaya hidup, keadaan teman, arus informasi, akses atas fasilitas pendidikan, akses atas fasilitas kesehatan,


(35)

akses atas fasilitas telekomunikasi, akses atas fasilitas transportasi, kemudahan memasuki kelompok pertemanan dan persahabatan, partisipasi dalam kelompok dan di luar rumah tangga, kerjasama antar kelompok dan perkumpulan, dan pengambilan keputusan oleh warga desa sendiri.

1. Rendah = Skor 0 – 5, skor = 0 2. Tinggi = Skor 6 – 10, skor = 1

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3

10. Status sosial adalah posisi rumah tangga saat sebelum dan sesudah industri yang diukur dengan dengan 10 anak tangga, dengan di tangga paling bawah adalah warga yang paling miskin di desa, dan di tangga yang paling tinggi (anak tangga ke 10) adalah warga yang paling kaya.

1. Rumah tangga miskin: di bawah persepsi garis kemiskinan responden, Skor = 0

2. Rumah tangga tidak miskin: di atas persepsi garis kemiskinan responden, Skor = 1

Perubahan kondisi saat sebelum industri dengan sesudah industri, dinyatakan dalam:

1. Perbedaan menurun = skor 1 2. Tidak berubah = skor 2 3. Perbedaan meningkat = skor 3


(36)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian Pengaruh Industrialisasi Pedesaan Terhadap Taraf Hidup Masyarakat ini dilaksanakan di RW 01 dan RW 09 Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan lokasi dilakuan dengan berdasarkan hasil pengamatan peneliti sebelumnya terhadap lokasi tersebut. Terdapat sekitar ratusan industri di Desa Benda. Dengan keberadaan industri di desa tersebut dalam jumlah yang cukup tinggi menjadikan lokasi tersebut penting untuk menjadi tempat penelitian. Adapun untuk penelitian yang dikhususkan di RW 01 dan RW 09 karena di dua RW tersebut terdapat beberapa perusahaan dengan dua perusahaan yang salah satu terbesar dan menyerap banyak pekerja di desa yaitu PT. Yongjin Javasuka Garment dan PT. Monito World. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Juni 2011.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung oleh data-data kualitatif. Kombinasi ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survai menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa yang dikategorikan sebagai penelitian penjelasan (explanatory research) (Singarimbun dan Effendi 1989). Hubungan kausal yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah hubungan dampak industri terhadap respons masyarakat, serta respons masyarakat terhadap taraf hidup masyarakat.

Pendekatan kuantitatif yang dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner, digunakan untuk mengetahui tingkat dampak industri, tingkat respons masyarakat, perubahan tingkat pendapatan, perubahan pola konsumsi, perubahan akumulasi modal sosial, dan perubahan status sosial. Teknik wawancara yang dilakukan peneliti saat pengisisan data kuesioner, agar responden tidak kebingungan saat pengisian dan peneliti juga dapat melakukan wawancara mendalam sekaligus terkait hal-hal yang diperlukan


(37)

yang berada diluar kuesioner. Selain itu juga peneliti menggunakan tekhnik recall untuk mengetahui keadaan responden sebelum terjadinya industri.

Pendekatan kualitatif berfungsi khusunya dalam mencari informasi mengenai proses pengembangan industri. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan untuk menggali ide secara mendalam dari informan. Informan yang dipilih adalah aparat desa, anggota tokoh masyarakat , dan masyarakat yang pernah dan atau terlibat dalam industri. Sedangkan data sekunder berasal dari dokumen-dokumen instansi terkait yang menunjang pembahasan penelitian.

Jenis data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan metode wawancara mendalam, pengamatan atau observasi, dan survai melalui kuesioner. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran literatur dan dokumen resmi terkait industri yang menunjang pembahasan penelitian.

Populasi penelitian ini adalah masyarakat di RW 01 dan RW 09 Desa Benda. Populasi sebelumnya dibagi ke dalam subpopulasi berdasarkan tipe sumber mata pencahariannya yaitu pekerja industri dan non-industri sehingga satuan elementer dalam masing-masing subpopulasi menjadi homogen dan setiap anggota populasi memiliki probabilitas yang sama pada setiap strata yang berbeda. Informasi penduduk yang bekerja di bidang industri maupun non-industri, peneliti dapatkan dari berkas kartu keluarga yang diperoleh di kantor desa dan dari informasi ketua RT masing-masing. Hal ini karena tidak ada data tertulis penduduk yang merinci secara jelas penduduk berdasarkan mata pencahariannya di tingkat RW maupun desa. Dari kerangka percontohan tersebut diambil sampel sebanyak 70 responden yang dibagi dalam 35 responden yang berkerja di industri dan 35 responden yang bekerja di bidang non-industri yang dipilih secara acak.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Bidang Pekerjaan di Desa Benda Tahun 2011

Jenis Kelamin

Bidang Pekerjaan

Total %

Industri Non Industri

Jumlah % Jumlah %

Laki-laki 23 32,9 29 41,4 52 74,3

Perempuan 12 17,1 6 8,6 18 25,7


(38)

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 52 reponden laki-laki dan 18 reponden perempuan yang terbagi dalam dua kategori yaitu pekerja industri dan non industri, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Responden lebih didominasi oleh laki-laki, yaitu di industri sebanyak 23 responden dan non industri sebanyak 26 responden.

Gambar 2. Peneliti Mewawancarai Salah Satu Responden

Usia angkatan kerja adalah umur responden secara ekonomi aktif mendapatkan pekerjaan, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan. Dalam penelitian ini diperoleh sebaran usia responden yang berkisar antara 24 sampai 63 tahun. Hasil penggolongan usia angkatan kerja dapat dilihat pada Tabel 2.

Mayoritas responden dalam penelitian ini tergolong usia produktif yang berkisar antara 15 sampai 60 tahun yaitu sebanyak 98,6 per sen dan sisanya sebanyak 1,4 per sen tergolong usia non produktif. Untuk yang bekerja di bidang pekerjaan semua termasuk dalam golongan usia produktif.


(39)

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia Angkatan Kerja dan Bidang Pekerjaan di Desa Benda Tahun 2011

Golongan Usia

Bidang Pekerjaan

Total %

Industri Non Industri

Jumlah % Jumlah %

15-60 35 50,0 34 48,6 69 98,6

>60 0 0,0 1 1,4 1 1,4

Total 35 50,0 35 50,0 70 100,0

3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini terdapat dua metode analisis yang digunakan, yaitu metode analisis deskriptif parametrik secara kuantitatif dan metode analisis deskriptif secara kualitatif. Analisis kuantitatif didapatkan dari pengolahan data hasil kuesioner. Dalam analisis deskriptif kuantitatif ini, data yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan untuk disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik. Selanjutnya pada data kuantitatif dilakukan pengujian statistik untuk melihat korelasi antara tingkat dampak industri terhadap tingkat respons masyarakat, serta korelasi antara tingkat respons masyarakat dan tingkat taraf hidup masyarakat, yang diuji dengan Rank Spearman

karena pengukurannya menggunakan skala ordinal. Analisis terhadap data kuantitatif dilakukan melalui perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 for Windows. Metode analisis kedua yang dipakai adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisis ini digunakan untuk menggambarkan proses pengembangan industri dari hal perizinan di desa dan pembebasan lahan.

Hipotesis uji pada statistik uji Rank Spearman adalah menguji tingkat dampak industri terhadap tingkat respons masyarakat serta tingkat respons masyarakat terhadap tingkat taraf hidup masyarakat. Pengujian menggunakan nilai alpha sebesar 5 per sen, karena menggunakan uji satu sisi (1-tailed) maka hasil yang ada adalah dengan membandingkan Sig. (p-value) dengan alpha. Jika Sig. (p-value) kurang dari alpha maka akan tolak H0dan menerima H1.


(40)

4.1. Kondisi Geografis

Desa Benda, Kecamatan Cicurug ini terletak di bagian paling utara Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 333 ha dengan komposisi, tanah sawah mencapai 50 ha, tanah kering 118 ha, dan sebagian besar lahan lainnya sudah termasuk bangunan/pekarangan yaitu sebesar 165 ha (Tabel 3). Topografi wilayahnya termasuk ke dalam dataran dengan ketinggian 460 meter di atas permukaan laut. Adapun batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Desa Cigombong-Kabupaten Bogor, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tenjo Ayu dan Desa Nanggerang, sebelah timur dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Kuta Jaya (Gambar 3).

Tabel 3. Komposisi Lahan di Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2009

Komposisi Lahan Luas (Ha) %

Sawah 50 15,0

Lahan kering 118 35,4

Bangunan dan pekarangan (termasuk industri)

165 49,6

Jumlah 333 100,0

Sumber: Kecamatan Cicurug dalam Angka 2010

4.2. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Desa Benda berdasarkan laporan kependudukan pada Bulan Desember Tahun 2010 sebesar 12.818 jiwa dengan komposisi penduduk perempuan sebesar 6300 jiwa dan penduduk laki-laki sebesar 6518 jiwa. Jumlah penduduk tersebut masuk ke dalam 3.213 Kepala Keluarga (KK). Adapun untuk di RW 01 terdapat 333 KK dan di RW 09 terdapat 198 KK atau 16,5 per sen dari KK seluruh desa.

4. 3. Kondisi Ekonomi

Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk di Desa Benda adalah di bidang industri pengolahan berdasarkan data Podes tahun 2008. Hal tersebut tidak


(41)

mengherankan karena terdapatnya beberapa pabrik industri di Desa Benda dan sekitarnya. Oleh karenanya pendapatan sebagian besar penduduknya sudah lebih dari Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi tahun 2011 yang sebesar Rp. 850.000. Hal ini juga terjadi di RW 01 dan RW 09 yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Di kedua RW ini terdapat dua parusahaan yang salah satu terbesar dan menyerap paling banyak pekerja di desa yaitu PT. Yongjin Javasuka Indonesia dan PT. Manito World. Kehadiran industri di Desa Benda telah ada sejak tahun 1989 yaitu dengan adanya PT. Hae Wae Indonesia, yang terletak di RW 09. Sebelum adanya industri besar masuk, pergerakan ekonomi masyarakatnya masih didominasi di bidang pertanian, selain itu juga banyak yang di usaha produksi batako dan perdagangan.

4. 4. Kondisi Pendidikan dan Kesehatan

Pendidikan penduduk Desa Benda berdasarkan Kecamatan Cicurug dalam Angka 2010, ditunjukkan murid sekolah masyarakat Desa Benda yang juga bersekolah di Desa Benda di tingkat Taman Kanak-kanak (TK) berjumlah 29 siswa. Untuk murid Sekolah Dasar (SD) mencapai 1721 murid sekolah, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 193 murid dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak ada. Hal tersebut karena di Desa Benda belum ada bangunan SMA. Di Desa Benda sendiri hanya terdapat satu bangunan TK, lima bangunan SD dan satu bangunan SMP dengan jumlah guru TK sebanyak tiga, guru SD 57 dan guru SMP sebanyak 14 orang seperti nampak pada Tabel 4.

Di bidang kesehatan, Desa Benda berdasarkan potensi desa 2008 penderita sakit muntaber/ diare mencapai 19 orang, demam berdarah mencapai 8 orang, sedangkan untuk penderita gizi buruk dalam kisaran tahun 2006-2008 mencapai 13 orang. Untuk tenaga kesehatan di desa ini masih berdasarkan data potensi desa tahun 2008 tergolong sangat minim, dimana jumlah dokter hanya mencapai dua orang. Bidan hanya berjumlah satu orang, dukun bayi berjumlah lima orang, dan tenaga kesehatan lainnya seperti mantri kesehatan berjumlah dua orang. Kondisi jumlah tenaga kesehatan tersebut jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Desa Benda yang mencapai 12.818 jiwa tentu tidak proporsional, yaitu satu dokter untuk 6409 penduduk, satu bidan untuk 12818 penduduk, satu dukun bayi untuk 2564 penduduk, dan satu tenaga kesehatan untuk 6409 penduduk.


(42)

Tabel 4. Jumlah Sekolah dan Murid Sekolah di Tiap Desa Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2009

No Desa

TK SD SMP SMA

Seko

lah Murid

Seko

lah Murid

Seko

lah Murid

Seko

lah Murid

1 Mekarsari 1 42 2 590 2 186

2 Nyangkowek 3 143 2 777 3 1667 2 1266

3 Purwasari 2 720 1 750 1 779

4 Caringin 1 281

5 Bangbayang 1 43 1 376

6 Cisaat 3 587

7 Tenjolaya 1 522 1 106

8 Pasawahan 3 1201

9 Cicurug 3 7 2416 2 1015 2 240 10 Nanggerang 2 559

11 Tenjoayu 1 86 2 815 1 140 3 523

12 Benda 1 29 5 1721 1 193

13 Kutajaya 5 1663 1 259

Total 10 343 36 12228 9 4024 11 3100

Sumber: Kecamatan Cicurug dalam Angka 2010

4.5. Kondisi Sarana dan Prasarana

Sarana penerangan listrik saat ini telah menjangkau seluruh wilayah Desa Benda yang dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejak tahun 1970-an. Jaringan telepon rumah dan juga telepon seluler telah tersedia pula. Hampir semua sinyal dari berbagai operator seluler dapat diterima di wilayah ini.

Prasarana transportasi darat seperti jalan semen atau beton dan jalan aspal telah menghubungkan antar wilayah Desa Benda dengan kondisi jalan yang baik. Sarana transportasi seperti kendaraan umum yang melintasi wilayah Desa Benda dilalui oleh angkutan kota, bus antar kota, dan juga dilalui oleh kereta api. Angkutan kota yang melintasi desa ini beroperasi 24 jam, sedangkan untuk menjangkau wilayah-wilayah pemukiman penduduk tertentu yang tidak dilalui oleh angkutan kota, masyarakat menggunakan jasa transportasi ojek.

Sarana gedung sekolah yang ada di Desa Benda tersedia dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMA). Jumlah TK sebanyak satu unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 15 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak dua unit, dan SMA sebanyak empat unit. Sedangkan untuk sarana kesehatan yang tersedia


(43)

adalah poliklinik/ balai pengobatan, puskesmas pembantu, tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, toko obat khusus/jamu.

4.6. Kondisi Industri

Pada tahun 1989 PT Hae Wae Indonesia yang bergerak di bidang tekstil berdiri di Desa Benda. Setelah kemunculan PT. Hae Wae tersebut, di Desa Benda banyak bermunculan pabrik-pabrik. Sampai dengan tahun 2011 tercatat sekitar 211 perusahaan dengan beraneka macam jenis usahanya. Bahkan jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya se-Kecamatan Cicurug, Desa Benda memiliki jumlah industri (besar, sedang, kecil, rumah tangga) tinggi, hal ini dapat dilihat lebih jelas di Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Perusahaan Industri Menurut Klasifikasi di Tiap Desa Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi Tahun 2009

N

o Nama Desa

Industri Besar Industri

Sedang Industri Kecil

Industri Rumah Tangga

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Mekarsari - - 25 21,5 25 3,8

2 Nyangkowek - - 5 4,3 6 0,9

3 Purwasari 4 10,8 - 20 17,2 30 4,6 4 Caringin 1 2,7 - 2 1,7 9 1,4 5 Bangbayang - - 11 9,5 36 5,5

6 Cisaat - - 1 0,9 37 5,7

7 Tenjolaya - - 1 0,9 6 0,9

8 Pasawahan - - 4 3,4 16 2,4

9 Cicurug - 2 8,7 24 20,7 10 1,5

10 Nanggerang - - 2 1,7 3 0,5

11 Tenjoayu 14 37,8 - 3 2,6 16 2,4

12 Benda 13 35,1 20 87 15 13 161 24,6

13 Kutajaya 5 13,6 1 4,3 3 2,6 300 45,8

Total 37 100 23 100 116 100 655 100


(44)

Gambar 3. Sketsa Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

UTARA

Sketsa Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat


(45)

Seperti sudah dijelaskan sepintas dalam Bab IV di atas bahwa pembangunan industri di Desa Benda, khususnya di RW 09 telah ada sejak tahun 1989. Semenjak kehadiran perusahaan tersebut keadaan sosial ekonomi di desa ini banyak mengalami perubahan. Proses industrialisasi di pedesaan ditandakan dengan semakin hadirnya pabrik-pabrik yang berproduksi. Namun untuk kepentingan studi, dalam bab ini hanya akan dibicarakan garis besar proses pengembangan industri, yang meliputi aspek perizinan aras desa dan pembebasan tanah.

5.1. Perizinan Aras Desa

Keberadaan perusahaan-perusahaan di Desa Benda menjadikan Desa Benda sebagai desa industri. Hal ini bisa saja dikarenakan lokasi Desa Benda yang cukup strategis, dilintasi oleh jalan negara dan memiliki jarak tempuh ke Jalan Tol Jagorawi yang hanya sekitar 30 menit. Kemudahan akses lalu lintas tersebut tentu membuat proses distribusi produksi menjadi mudah. Selain itu upah minimum regional (UMR) Kabupaten Sukabumi yang sebesar Rp 850.000,00 masih di bawah daerah-daerah lainnya, seperti dengan Kabupaten Bogor yang merupakan daerah perbatasan langsung. Kondisi ini, letak yang strategis dan upah pekerja yang relatif rendah, menjadikan para pengusaha tertarik untuk membangun usahanya di Desa Benda. Hal demikian membuat biaya distribusi dan produksi dapat ditekan seminimal mungkin.

Ketertarikan para pengusaha untuk mendirikan pabrik tersebut tentu harus dibarengi dengan aspek legalitasnya yaitu perizinan. Tanpa menngantongi perizinan sulit bagi perusahaan-perusahaan dapat memulai usahanya. Awal proses pembangunan pabrik, pihak perusahaan menghubungi para elit desa yang bersangkutan. Elit desa yang dihubungi terutama perangkat desa (kepala desa dan sekretaris desa) dan juga Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dalam rangka memperoleh tanah untuk keperluan industri maupun pemenuhan persyaratan formal yang mesti dipenuhi. Setelah melakukan proses pengajuan tersebut pihak perusahaan lalu diarahkan oleh desa ke RT/RW yang akan didirikan pabrik untuk mendapatkan perizinan. Namun setelah itu, perizinan yang paling penting yaitu perusahaan harus memperoleh izin lingkungan yang ditandatangani oleh


(46)

masyarakat sebagai bentuk persetujuan dari masyarakat. Masyarakat yang dilibatkan dalam perizinan lingkungan sekitar 40 orang yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh masyarakat, kepala keluarga, pemuda dan kaum perempuan. Apabila surat izin lingkungan dari masyarakat telah keluar maka proses setelah itu kembali lagi ke desa untuk mendapatkan keterangan domisili perusahaan. Domisili tersebut dapat keluar hanya bagi perusahaan-perusahaan yang sudah memiliki akte pendirian dari notaris. Domisili perusahaan tersebut lalu diketahui oleh kecamatan yang dijadikan rekomendasi untuk perizinan ke dinas-dinas terkait seperti ke Dinas Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sukabumi.

Gambar 4. Pekerja Pabrik Pulang Kerja

Selama ini belum pernah terjadi penolakan pendirian pabrik di Desa Benda baik oleh aparat desa maupun oleh masyarakat. Apabila proses alur perizinannya sudah dilakukan dengan baik oleh perusahaan terutama sudah mendapatkan tanah dan izin lingkungan biasanya sudah dipastikan pabrik tersebut dapat didirikan. Sedangkan permasalahan terkait perizinan sebuah industri yang pernah ada yaitu pemberhentian produksi salah satu pabrik oleh masyarakat. Pabrik tersebut diketahui telah melanggar izin usaha, seharusnya pabrik tersebut hanya beroperasi sebagai tempat proses


(47)

pengolahan produksi tapi kenyataannya pabrik tersebut juga mengambil sumber daya alam mineral sebagai bahan baku dalam jumlah massal. Masyarakat langsung bereaksi keras setelah mengetahui pelanggaran tersebut, karena pada kesepakatan awal yang juga ditandai dengan keluarnya izin lingkungan dari masyarakat, perusahaan tersebut tidak berhak mengambil sumber daya alam mineral dalam jumlah besar untuk keperluan komersial. Setelah berkoordinasi dengan aparat pemerintahan dan membuktikan terjadinya pelanggaran izin lingkungan, perusahaan berinisial PT. A tersebut langsung dilarang untuk berproduksi lagi dan sekarang sudah digantikan oleh industri yang lain.

5.2. Pembebasan Tanah

Perusahaan yang hendak mendirikan pabrik di Desa Benda biasanya telah mempunyai target tanah yang akan dijadikan lokasi pabrik. Lokasi tanah yang dijadikan pabrik biasanya berada di samping atau dekat dengan jalan raya. Upaya negosiasi jual beli tanah tersebut terjadi langsung antara pemilik tanah dengan pihak perusahaan. Namun, tidak jarang juga banyak makelar tanah, biasa disebut cukong, yang terlibat dalam prosesi jual beli tanah tersebut. Pemerintahan desa sendiri biasanya berperan untuk pihak terlapor, dalam proses surat-surat tanah, yang berhubungan dengan laporan desa. Lebih jauh lagi aparat desa terkait dengan pengukuran tanah yang dimaksud untuk informasi luas pabrik dan patok-patok tanah desa atau batas desa. Masyarakat secara umum sendiri tidak dilibatkan dalam proses pembebasan tanah untuk kepentingan pembangunan industri tersebut. Pemilik tanah yang hendak didirikan pabrik saja yang memiliki keterkaitan, selebihnya masyarakat hanya berurusan dengan izin lingkungan pendirian pabrik tersebut. Hal ini seperti terjadi pada proses pembebasan tanah saat PT. Hae Wae akan didirikan di RW 09 yang melibatkan lima pemilik tanah. Tanah tersebut sebelumnya berfungsi sebagai kebun berladang. Proses transaksi jual beli tanah tersebut terjadi langsung antara para pemilik tanah dan perusahaan. Hal serupa juga terjadi di RW 01. Namun, untuk di RW 01 ini tanah-tanah yang dibeli untuk pendirian pabrik berasal dari satu orang pemilik tanah setiap pabriknya. Tidak dijumpai pabrik yang dibangun tanahnya berasal dari beberapa orang pemilik tanah berbeda seperti di RW 09. Di RW 01 ini bahkan tanah tersebut pemiliknya bukan masyarakat asli Desa Benda.


(1)

Beliau memaparkan semenjak adanya pabrik PT. Hae Wae, setelah itu banyak bermunculan industri-industri di Desa Benda. Menurut perhitungan beliau tidak kurang ada sekitar 13 perusahaan besar di Desa Benda sekarang ini. Cukup tingginya kemunculan pabrik-pabrik di Desa Benda, namun menurut beliau bahwa selama ini belum pernah terjadi penolakan pendirian pabrik baik oleh aparat pemerintah maupun oleh masyarakat. Tapi yang terjadi adalah penutupan salah satu pabrik karena menyalahi perjanjian karena mengambil sumber daya alam yang berada di desa dalam jumlah besar yang hal tersebut tidak terdapat pada izin lingkungannya.

Kehadiran industri di desa memang dirasakan oleh Pak Tje banyak menimbulkan dampak negatif, seperti lingkungan yang tidak seasri dulu, semakin padat desa karena banyak para pendatang dan juga banyak pihak pabrik yang menerapkan istirahat bekerja tidak sesuai dengan waktu ibadah. Namun, tidak dipungkiri juga oleh beliau bahwa kehadiran industri di desa membuat pendapatan warga meningkat karena terbuka lapang kerja dan peluang usaha, sekarang bahkan tidak ada lagi yang pengangguran di desa. “...Sudah tidak ada lagi sekarang, semenjak adanya pabrik, yang pengangguran. Kalaupun ada orang-orang tersebut memang malas atau tidak niat bekerja”. Beliau juga mengutarakan jika sekarang tidak ada pabrik, tidak tahu bagaimana yang akan terjadi pada masyarakat di Desa Benda.


(2)

Informan

Nama : UJA

Umur : 65

Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan : Ketua RT Pendidikan : SD

Hari/tgl : 14 April 2011 Waktu : 16.30-17.30

Bapak Uja ini juga telah menjabat sebagai ketua RT selama belasan tahun. Hal ini karena menurut beliau untuk jabatannya tidak ada lagi masyarakat yang mau. RT menurut beliau merupakan pekerjaan yang murni mengabdi tidak ada upah materi berarti yang diterima, hal demikianlah yang membuat masyarakat tidak tertarik untuk menjadi RT padahal jabatan ini sangat penting dalam struktur kehidupan masyarakat. Terkait masalah industrialiasasi di desa, menurut beliau hal tersebut telah banyak memberikan perubahan bagi desanya. Bidang perekonomian membuat tingkat ekonomi masyarakat meningkat, untuk segi sosial masalah penduduk yang semakin padat dan tingkat keamanan yang semakin rentan karena meningkatnya ekonomi dan penduduk tersebut.

Bapak Uja ini memaparkan walaupun banyak warga Desa Benda yang bekerja di pabrik tapi menurutnya masih lebih banyak lagi orang yang bekerja merupakan berasal dari daerah luar atau bukan masyarakat Desa Benda. Hal ini menurutnya mungkin karena strategi pihak pabrik untuk membatasinya karena takut jika lebih banyak pekerja dari Desa Benda kemungkinan untuk melakukan tindakan demonstrasi lebih besar. Tapi dengan adanya forum kepemudaan yang mengkoordinir para pemuda yang ingin bekerja di pabrik hal demikian dapat diminimalisir. Menurut beliau, forum ini sudah menjalin kerjasama dengan pihak pabrik. Biasanya di setiap RW memiliki forum kepemudaan semacam ini. Dengan demikian pengangguran di setiap wilayah dapat diketahui dengan cepat dan segera disalurkan untuk bekerja. Bapak Uja juga menyadari bahwa kehadiran pabrik di desa merupakan potensi besar yang dimiliki Desa Benda untuk dijadikan modal pembangunan desa. Hal inilah yang seringkali membuat intrik politik antara para elit dalam memanfaatkannya. Menurut beliau, seharusnya masyarakat Desa Benda dapat lebih maju dari keadaan sekarang dengan potensi yang dimilikinya ini.


(3)

Informan sekaligus responden

Nama : Kus

Umur : 45

Pekerjaan : Guru Jabatan : Masyarakat Pendidikan : S1

Hari/tgl : 15 April 2011 Waktu : 14.00-15.00

Bapak Kus merupakan kepala rumah tangga dengan dua orang anak yang berprofesi sebagai guru. Sempat saya tanyakan kepada beliau kenapa tidak memilih untuk bekerja di pabrik yang ada di desa ini, dengan tingkat pendidikan yang beliau punyai yaitu strata satu (S1), posisi karyawan tetap dan bekerja di bagian kantornya tentu bukan hal yang sulit untuk didapat, apalagi pada waktu sepuluh tahun kebalakang masih jarang lulusan perguruan tinggi di desa ini. Tapi menurut penuturannya, beliau lebih menyukai dunia pendidikan, apalagi beliau mengajar pelajaran agama yang menurutnya merupakan pendidikan dasar yang dapat menjadikan orang bahagia dunia dan akhirat. Selain di sekolah, beliau juga mengajar pendidikan agama islam untuk anak-anak di mushola bagi anak-anak di sekitar rumahnya. Beliau mengutarakan sebetulnya pernah ditawari untuk mengajar di luar kota dengan kompensasi upah lebih tinggi, tapi karena kecintaan beliau terhadap desa ini yang sudah sejak lahir beliau tinggali dan juga tanggung jawab beliau untuk tetap mengajar agama bagi anak-anak di kampungnya, akhirnya membuat beliau menolak kesempatan tersebut.

Beliau memaparkan bahwa industri hadir di desa sejak akhir tahun ‘80an atau awal ‘90an. Semenjak itu desa ini menjadi lebih ramai baik karena aktivitas pabriknya maupun oleh kagiatan-kegiatan lainnya yang ada karena adanya pabrik. Apalagi ditambah semenjak adanya pabrik penduduk semakin lebih banyak di desa ini. Terkait beridirinya pabrik-pabrik, beliau menyampaikan bahwa memang selalu ada penginformasian jika akan didirikan pabrik baru, tapi tidak semua warga dilibatkan dalam penandatanganan izin lingkungannya, hanya sekitar 30-50an warga yang biasanya diajak. Untuk masalah pembebasan tanahnya hanya melibatkan para pemilik tanahnya saja, masyarakat lainnya hanya terbatas pada izin lingkungannya. Tapi,


(4)

menurut beliau, izin lingkungan tersebut yang paling penting, jika hal itu tidak diperoleh maka pendirian pabrik juga tidak dapat berlangsung.

Beliau juga mengutarakan jika kehidupan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan dulu, terutama pada hal gaya hidup masyarakat. “...Sekarang masyarakat sudah cenderung bergaya hidup kebarat-baratan serba modern”. Hal ini menurut beliau mungkin karena pengaruh arus informasi yang sudah begitu maju ditandai dengan begitu kuat ketergantungan dan pengaruh masyarakat pada televisi, hp, dan juga sekarang internet. Lebih jauh lagi beliau memaparkan bahwa pola hidup seperti ini pada akhirnya menyebabkan degradasi moral etika di masyarakat. Dewasa ini juga masyarakat dirasakan oleh beliau sudah individualistik, serba sibuk dengan pekerjaan dan urusannya masing-masing. Hal ini dilihat dari frekuensi berkumpul bersama antar warga yang sudah jarang dan jika pun ada perkumpulan warga yang datang jumlahnya minim. Permasalahan-permasalahan sosial masyarakat seperti inilah yang menurut beliau dampak paling negatif karena adanya industrialisasi di desa.


(5)

Informan

Nama : PIP

Umur : 55

Pekerjaan : PNS

Jabatan : Sekretaris desa Pendidikan : S1

Hari/tgl : 10 Juni 2011 Waktu : 15.10 – 15.50

Ibu Pip menjadi orang yang paling penting di Desa Benda karena pada saat ini sedang terjadi transisi kekuasaan kepala desa. Masa jabatan kepala desa sebelumnya sudah habis dan akan dilaksanakan pemilihan kepala desa yang baru. Dengan keadaan demikian maka seluruh urusan administrasi desa ditanggungkan kepada ibu sekdes ini termasuk perihal perizinan penelitian ini. Ibu Pip sudah menjabat sebagai Sekretaris Desa Benda cukup lama, oleh karenanya beliau mengenal dengan baik dinamika kehidupan masyarakat di Desa Benda.

Ibu Pip memaparkan bahwa kehidupan masyarakat Desa Benda sebelum adanya industri dalam hal ekonomi, mata pencaharian utama sebagian besar penduduknya masih di bidang pertanian, selain itu waktu dulu banyak masyarakat yang usaha di bidang produsi batako tapi setelah adanya pabrik keduanya berangsur-angsur semakin tergeser oleh pekerjaan yang ditawarkan oleh pabrik. Hal tersebut menurut beliau selain karena sumber daya alamnya yaitu tanah yang semakin banyak dikonversi sehingga semakin sulit untuk berusaha tersebut dan juga bekerja di pabrik menawarkan upah yang stabil dan lebih pasti dibandingkan dengan bidang pertanian yang tinggi resiko gagal panennya. Oleh karenanya, arus perubahan mata pencaharian tak terhindarkan, hal demikian juga menyebabkan arus pendatang ke desa yang menimbulkan semakin padatnya penduduk desa, tingkat lingkungan dalam hal ini kebersihan dan juga tingkat keamanan warga semakin rendah juga. Menurut beliau sekarang sering kali didengar kasus pencurian motor, yang hal demikian jarang dijumpai pada saat belum ada pabrik.

Proses industrialisasi di desa, menuru Ibu Pip, berlangsung selalu melalui mekanisme yang sudah ada. Awalnya setiap perusahaan pertama kali mengajukan niatannya untuk mendirikan usahanya/pabrik ke desa, tentunya perusahaan tersebut harus sudah memiliki akte perusahaan. Setelah itu, pihak desa mengarahkan ke RT dan


(6)

RW tempat lokasi yang nantinya akan di bangun pabrik. Namun, setelah itu perizinan yang paling penting yaitu perusahaan harus memperoleh izin lingkungan yang mesti ditandatangani oleh masyarakat sebagai bentuk persetujuan dari masyarakat. Ibu Pip menjelaskan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam perizinan lingkungan sekitar 40 orang yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh masyarakat, kepala keluarga, pemuda dan kaum perempuan. Apabila surat izin lingkungan dari masyarakat telah keluar maka proses setelah itu kembali lagi ke desa untuk mendapatkan keterangan domisili perusahaan. Domisili tersebut dapat keluar hanya bagi perusahaan-perusahaan yang sudah memiliki akte pendirian dari notaris. Domisili perusahaan tersebut lalu diketahui oleh kecamatan yang dijadikan rekomendasi untuk perizinan ke dinas-dinas terkait, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Lingkungan Hidup untuk mendapatkan IMB (izin mendirikan bangunan) dan SIUP (surat izin usaha perdagangan).