Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga berperan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia karena sebesar 40,3 persen masyarakat Indonenesia bermatapencaharian sebagai petani (BPS 2008). Selain itu, pada Tahun 2009, sektor pertanian menempati urutan kedua setelah industri pengolahan dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor perkebunan, pangan, dan hortikultura. Menurut data BPS tahun 2004 bahwa terdapat sekitar 34,01 persen rumah tangga petani Indonesia yang mengusahakan tanaman hortikultura. Hal ini terkait dengan kondisi alam Indonesia yang mendukung dalam pengembangan komoditas-komoditasnya. Subsektor hortikultura ini terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), nilai PDB dari subsektor hortikultura dari Tahun 2007 hingga 2010 cendung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia

Tahun 2007-2010

No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp)

2007 2008 2009 2010

1 Buah-Buahan 42.362 47.060 48.437 45.482

2 Sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244

3 Tanaman Hias 4.741 5.085 5.494 3.665

4 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 6.174

Total 76.795 84.203 88.334 86.565

Sumber : Ditjen Hortikultura (2012)

PDB merupakan salah satu indikator untuk menentukan kontribusi hortikultura terhadap pendapatan negara. Berdasarkan informasi pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa kontribusi komoditas hortikultura cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010 dengan persentase pertumbuhan yang berbeda-beda. Pada tahun 2007, secara keseluruhan komoditas hortikultura memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara sebesar Rp 76.795 milyar,


(2)

tahun 2008 sebesar Rp 84.203 milyar, tahun 2009 sebesar Rp 88.334 milyar, dan tahun 2010 sebesar Rp 86.565 milyar. Penurunan PDB hortikultura pada tahun 2010 disebabkan oleh penurunan kontribusi buah-buahan dan tanaman hias.

Selain sebagai penyumbang PDB pertanian, subsektor hortikultura memiliki peranan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Beberapa bagian dari komoditas hortikultura tersebut adalah kelompok tanaman sayuran dan buah-buahan. Dari sisi ekonomi yang dapat dilihat pada Tabel 1 buah-buahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB hortikultura yang kemudian diikuti oleh sayuran. Namun, jika dilhat dari sisi konsumsi maka masyarakat Indonesia memiliki kecendrungan untuk mengkonsumsi sayuran yang lebih tinggi dibandingkan buah-buahan.

Gambar 1. Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia Terhadap Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tahun 2007 (kg/tahun/kapita)

Sumber : Ditjen Hortikultura (2009)

Gambar 1, yang merupakan hasil sensus Direktorat Jenderal Hortikultura, menunjukkan bahwa pada tahun 2007 konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mencapai 40,9 kg/kapita/tahun. Dimana angka ini lebih tinggi dibandingkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah-buahan yaitu hanya sebesar 34,06 kg/kapita/tahun. Kondisi tersebut disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi sayuran yang bersamaan dengan konsumsi nasi sehingga posisi sayuran lebih penting dibandingkan dengan konsumsi buah-buahan. Konsumsi masyarakat pun akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.

Buah-buahan, 34.06 Sayuran , 40.9


(3)

Berdasarkan data BPS Tahun 2011 bahwa laju pertumbuhan rata-rata produksi sayuran di Indonesia periode tahun 2005 hingga 2010 yaitu sebesar 3,26 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi pada usahatani sayuran yang dapat disebabkan oleh peningkatan pengusahaan komoditas sayuran oleh para petani di Indonesia. Dari sisi banyaknya jumlah produksi, beberapa komoditas dari kelompok tanaman sayuran yang paling banyak produksi pertahunnya yaitu bawang merah, kentang, kubis, cabai, jamur, daun bawang, tomat, dan mentimun (BPS 2011) (Lampiran 1). Bawang merah memiliki rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,51 persen, kentang sebesar 1,23 persen, kubis sebesar 1,39 persen, cabai sebesar 5,07 persen, jamur sebesar 1,34 persen, daun bawang sebesar 2,18 persen, tomat sebesar 6,9 persen, dan mentimun sebesar 0,02 persen. Maka diantara komoditas tersebut, tomat dan cabai memiliki laju produksi yang tinggi setelah bawang merah seperti yang terlihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan data Departemen Pertanian pada Tahun 2011, komoditas cabai yang banyak diusahakan oleh petani yaitu cabai merah. Pada Tabel 2 menunjukan tingkat produktivitas cabai merah lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai rawit. Produktivitas tomat dan cabai merah di Indonesia relatif berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produktivitas Tomat dan Cabai di Indonesia Tahun 2007-2010 No. Komoditas

Tahun Pertumbuhan

Rata-rata (%) 2007 2008 2009 2010

1 Cabai Merah (Ton/Ha) 6,3 6,37 6,72 6,58 0,31 2 Cabai Rawit (Ton/Ha) 4,67 4,47 5,07 4,56 5,66 3 Tomat (Ton/Ha) 12,33 13,66 15,27 14,58 -1,39

Sumber : Deptan (Departemen Pertanian)(2011)

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari tahun 2007 hingga 2010, rata-rata laju pertumbuhan tomat dan cabai merah sebesar 5,66 persen dan 0,31 persen sedangkan cabai rawit laju pertumbuhannya turun sebesar 1,39 persen. Laju produktivitas yang meningkat dapat disebabkan karena bertambahnya petani di Indonesia yang mengusahakan sayuran tomat dan cabai merah sehingga luas panen tomat dan cabai merah mengalami peningkatan. Selain itu, pada Tabel 2


(4)

dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 hingga 2008 produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi yang selanjunya digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Indonesia Tahun 2007-2010

Sumber : Deptan (2011)

Pada umumnya tomat dan cabai merah dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pada dataran tinggi. Namun, tomat hanya mampu berproduksi secara optimal jika diusahakan pada lahan di dataran tinggi, sedangkan cabai merah hanya akan berproduksi optimal pada daerah yang memiliki persediaan air yang cukup banyak. Menurut Purnaningsih (2008) bahwa sentra sayuran dataran tinggi terbesar di Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Sulawesi selatan.

Tabel 3. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Sentra Produksi Dataran Tinggi Indonesia Tahun 2006-2010

Komoditas dan Provinsi

Tahun (Ton/Ha)

2006 2007 2008 2009 2010

Tomat

Sumatera Utara 21,34 18,91 18,83 19,34 19,57

Sumatera Selatan 6,75 5,82 8,55 8,67 8,38

Jawa Barat 20,25 24,46 26,38 30,58 24,12

Jawa Tengah 11,93 11,96 15,44 14,47 15,74

Sulawesi Selatan 2,76 3,79 7,09 8,66 10,49

Cabai Merah

Sumatera Utara 8,2 8,53 8,87 8,53 9,23 Sumatera Selatan 3,84 1,88 3,09 3,91 3,94 Jawa Barat 12,16 11,96 11,51 12,99 9,46

Jawa Tengah 6,12 5 5,3 5,51 5,82

Sulawesi Selatan 4,67 4,39 3,74 4,06 4,14

Sumber : Departemen Pertanian (2011) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

2007 2008 2009 2010

Tahun P ro dukt iv it as Cabai Merah Tomat


(5)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa baik tomat maupun cabai merah yang diusahakan di dataran tinggi, lebih banyak diusahakan di Jawa Barat. Lampiran 3 dan 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mengusahakan tomat dan cabai merah dalam usahataninya dengan produktivitas cabai merah yang mendekati produktivitas rata-ratanya, sedangkan produktivitas tomat melebihi produktivitas rata-rata tomat di Provinsi Jawa Barat. Dari beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Sukabumi bahwa Kecamatan Sukabumi merupakan kecamatan yang juga mengusahakan tomat dan cabai merah dalam kegiatan pertaniannya (Lampiran 5).

Produksi tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi mengalami fluktuasi. Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh para petani di Kecamatan Sukabumi. Pada tahun 2009, baik tomat maupun cabai merah mengalami penurunan produksi. Produksi tomat turun sebesar 15 persen dan cabai merah turun sebesar 65 persen. Pada tahun 2010, keduanya mengalami peningkatan produksi. produksi tomat meningkat sebesar 4 persen dan cabai merah meningkat sebesar 19 persen.

Gambar 3. Produksi Tomat dan Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010

Sumber : BPS (2011)

Kecamatan Sukabumi terdiri atas beberapa desa, yaitu Desa Karawang, Parungseah, Perbawati, Sudajayagirang, Sukajaya, dan Warnasari. Tabel 4 menunjukkan potensi usahatani berdasarkan komoditas unggulan pada masing-masing desa di Kecamatan Sukabumi. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa tomat dan cabai merah banyak diusahakan di Desa Perbawati dan merupakan komoditas unggulan di Desa Perbawati.

0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000

2008 2009 2010

P

ro

duks

i

Tahun

Tomat (kwintal) Cabai Merah (kwintal)


(6)

Tabel 4. Potensi Usahatani berdasarkan Komoditas Unggulan di Kecamatan Sukabumi

Desa Komoditas Unggulan

Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan Ternak

Karawang - Sedap Malam - Sapi Perah

Parungseah - - - -

Perbawati Tomat Suji Pisang Ambon -

Cabai merah Sedap Malam

Sudajayagirang - Garbera Pisang Ambon Sapi Perah

Krisan

Sukajaya - Krisan - Ayam buras

Sedap Malam Kelinci

Warnasari - - - -

Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi (2012)

Berdasarkan penjelasan pada Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa komoditas tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi mengalami fluktuasi produksi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengusahaannya, masing-masing komoditas tersebut mengandung risiko produksi yang harus ditanggung oleh para petani. Agar petani tidak menghadapi kerugian yang semakin tinggi akibat adanya risiko produksi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai risiko produksi terhadap kedua komoditas tersebut. Dalam kasus ini yaitu petani tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati yang merupakan desa yang mengusahakan tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi. Dengan demikian dapat diketahui berapa besar tingkat risiko yang terjadi dan strategi yang seperti apa untuk mengurangi kerugian akibat adanya risiko produksi tersebut, dan hasilnya dapat direkomendasikan kepada para petani untuk mengelola risiko baik sebelum maupun ketika kegiatan produksi berlangsung.

1.2 Perumusan Masalah

Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukabumi yang mengusahakan tanaman sayuran dan beberapa jenis tanaman hias. Namun, sayuran merupakan fokus utama bagi para petani di Desa Perbawati. Hal ini disebabkan karena kondisi alam yang sangat mendukung bagi pertumbuhan sayuran. Selain itu untuk tanaman hias itu sendiri terdapat beberapa desa yang


(7)

memang dijadikan tempat pembudidayaan tanaman hias seperti Desa Karawang dan Desa Sukajaya.

Sayuran yang banyak ditanam di Desa Perbawati antara lain tomat, cabai merah, cabai keritimg, cabai rawit, kubis, bawang daun, mentimun, pakcoy, sawi, dan wortel. Namun, tomat dan cabai merah menjadi komoditas unggulan bagi petani di Desa Perbawati karena selalu diusahakan setiap musim tanam. Luas lahan yang ditanami petani untuk komoditas tomat dan cabai merah beraneka ragam, mulai dari 400 m2 hingga 8 Ha. Dalam satu petak lahan, penanaman tomat dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, sedangkan penanaman cabai merah hanya dapat dilakukan sekali dalam satu tahun karena masa tanamnya lebih lama dibandingkan tomat, yaitu sekitar 6 bulan hingga 7 bulan. Namun, petani responden dalam penelitian ini yaitu petani yang secara intensif menanam tomat dan cabai merah dengan kepemilikan lahan lebih dari satu petak, sehingga dalam satu tahun petani dapat memanen tomat dan cabai merah sebanyak dua kali panen.

Sebagian besar petani menggunakan benih tomat hibrida marta dan cabai merah hibrida “inko hot”. Produktivitas optimal tomat marta yaitu 3 kg/pohon, sedangkan produksi optimal cabai merah “inko hot” yaitu 1 kg/pohon. Namun, produksi tomat yang sering diperoleh petani hanya sekitar 1-1,6 kg/pohon, sedangkan cabai merah hanya sekitar 0,5-0,7 kg/pohon saja. Berdasarkan data yang diperoleh dari para petani tomat dan cabai merah bahwa produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat pada produktivitas tomat dan cabai merah pada tahun 2010 hingga tahun 2012. Dimana produksi tomat berkisar antara 0,5 kg/pohon hingga 1,9 kg/pohon, sedangkan produksi cabai merah berkisar antara 0,1 kg/pohon hingga 0,8 kg/pohon.

Gambar 4 menunjukkan bahwa produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi. Kondisi fluktuasi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati karena dalam empat kali musim tanam tomat (Mei-September tahun 2010, November tahun 2010 – Februari tahun 2011, April-Agustus tahun 2011, dan Oktober tahun 2011 - Januari 2012) dan cabai merah (September tahun 2009 – Februari tahun 2010, April-oktober tahun 2010, Desember tahun 2010 – Juni tahun 2011, dan September tahun 2011 – Februari tahun 2012) mengalami


(8)

produki di bawah normalnya sebanyak dua kali yaitu di bawah 1-1,6 kg/pohon untuk tomat dan 0,5-0,7 kg/pohon untuk cabai merah.

Gambar 4. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun 2010-2012 (kg/pohon)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam produksi tomat dan cabai merah di Desa Perbawati terdapat risiko produksi yang menyebabkan kerugian bagi para petani. Sebelum memecahkan masalah, maka sebaiknya perlu diketahui penyebab terjadinya risiko produksi tersebut. Dengan demikian, penting dikaji hal-hal berikut ini:

1. Bagaimana risiko produksi pada tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani Desa Perbawati?

2. Apa saja yang menyebabkan risiko produksi tersebut?

3. Bagaimana tingkat risiko pada tomat dan cabai merah jika petani melakukannya secara spesialisasi dan diversifikasi?

4. Strategi apa saja yang dapat direkomendasikan kepada petani menyangkut risiko produksi yang dihadapinya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kondisi risiko produksi yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati.

2. Menganalisis sumber risiko produksi pada tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

3. Menganalisis tingkat risiko tomat dan cabai merah jika petani melakukannya secara spesialisasi dan diversifikasi.

-0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

1 2 3 4

P

ro

dukt

iv

ii

ta

s

Musim

Tomat (kg/pohon) Cabai Merah (kg/pohon)


(9)

4. Menyusun dan menentukan strategi yang dapat mengurangi risiko produksi.

1.4 Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini, antara lain :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam meminimalisir risiko produksi.

2. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya

3. Bagi Pemerintah daerah Sukabumi khusunya BP3K, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun program pembangunan sektor pertanian khususnya sayuran.

4. Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan pengetahuan risiko bisnis secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum

2.1.1 Sayuran

Sayuran selain sebagai bahan pangan bagi manusia juga memiliki kontribusi terhadap perekonomian negara diantaranya berkontribusi terhadap PDB nasional dan sebagai sumber mata pencaharian warga untuk memperoleh pendapatan. Menurut Rahardi (2006), sebagai salah satu produk agribisnis, sayuran memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dengan komoditas hortikultura lainnya. Karakteristik yang dimiliki sayuran antara lain:

1. Tidak tergantung musim

Sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran semusim dan tahunan. Meskipun ada beberapa sayuran yang sifatnya tahunan, namun konsumen masih dapat menemukan walaupun jumlahnya sedikit dan harganya mahal. Sehingga sayuran dapat dibudidayakan kapan saja asal syarat tumbuhnya terpenuhi.

2. Tinggi risiko

Produk sayuran umumnya mudah rusak, mudah busuk, dan voluminous. Jika tidak ada penanganan lebih lanjut pada pasca panen maka harganya pun akan turun bahkan tidak bernilai sama sekali.

3. Perputaran modalnya lebih cepat.

Walaupun berisiko tinggi, namun perputaran modal usaha sayuran terbilang cepat dibandingkan dengan komoditas pertanian yang lainnya. Hal ini terkait dengan umur tanam untuk produk sayuran lebih singkat dan disertai dengan permintaan konsumen terhadap berbagai jenis sayuran tidak akan pernah berhenti.

Menurut Kurnia et al. (2004), pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti iklim dan topografi lingkungan lahan tanam. Secara umum, sentra produksi sayuran dataran tinggi terletak pada ketinggian 700-2500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan suhu udara rata-rata sekitar 220C. Selain itu, curah hujan di sentra produksi sayuran dataran tinggi berkisar 2.500 hingga 4.000 mm/tahun dan merupakan daerah yang


(11)

dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi baik statusnya masih aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi. Sukabumi mempunyai curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dengan suhu udara berkisar 20 hingga 300C. Curah hujan antara 3.000-4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi sedangkan ketinggiannya bervariasi antara 0-2.958 m dpl. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan wilayah Sukabumi sangat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan komoditas sayuran termasuk untuk komoditas cabai merah dan tomat.

2.1.2 Budidaya Tomat

Menurut Dewa (2007), tomat dapat diusahakan diberbagai daerah. Namun, pertumbuhan optimal tomat hanya dapat terjadi pada daerah di ketinggian lebih dari 750 m dpl dengan kemasaman lahan sekitar 5,5-6,5. Suhu antara 150C-280C sangat cocok agar tomat tumbuh optimal. Tomat akan cenderung kuning pada suhu di atas 320C dan warna buah tidak merata jika berada pada suhu yang tidak stabil. Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan tomat antara 750-125 mm/tahun dengan sistem pengairan yang baik.

Selama siklus hidupnya, selain dipengaruhi oleh perubahan cuaca dan iklim budidaya tomat tidak lepas dari serangan hama dan penyakit. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Jenis OPT Hari Setelah Tanam

7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98

Hama

Ulat Tanah Lalat Penggorok Daun

Aphis sp

Kutu Putih

Heliothis sp

Penyakit

Bercak

Busuk Daun/Buah Gambar 5. Organisme Pengganggu Tumbuhan Selama Siklus Hidup Tomat

Sumber: Syngenta (2008)

Gambar 5 menunjukkan bahwa serangan hama dan penyakit pada tomat mulai terjadi ketika tanaman berumur 7 hari setelah masa tanam. Namun,


(12)

serangan lebih banyak terjadi ketika tanaman berumur 28 hari setelah masa tanam dan merupakan masa dimana tanaman tomat mulai berbunga. Hama yang banyak menyerang pada masa ini yaitu jenis hama yang menyerang bunga.

Menurut Purwati (2009), penggunaan varietas hibrida mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena varietas tomat hibrida merupakan varietas unggul yang memiliki daya hasil tinggi, kualitas buah yang baik dan seragam, serta keberadaannya tersedia secara kontinu. Tabel 5 menunjukkan beberapa produktivitas tomat hibrida di daerah medium Garut. Tabel 5. Produktivitas Tomat Hibrida di Daerah Medium Kecamatan Banyuresmi,

Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (ton/ha)

Sumber: Purwati (2009)

2.1.3 Budidaya Cabai Merah

Menurut Wardani dan Purwanta (2008), tanaman cabai merah dapat tumbuh baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu antara 0-1000 m dpl dengan pH tanah antara 6-7 dan sistem irigasi yang baik. Selama siklus hidupnya, pengusahaan cabai merah pun tidak lepas dari adanya serangan hama dan penyakit yang dapat dilihat pada Gambar 6. Pada tanaman cabai merah, serangan hama sudah mulai terjadi serangan sejak tanaman cabai merah berumur 14 hari setelah tanam, kemudian ketika cabai merah berumur 28 setelah hari tanam.

Baik pada tomat maupun pada cabai merah, ketika hama dan penyakit muncul maka petani akan melakukan penyemprotan dengan pestisida. Kegiatan penyemprotan ini akan mengurangi serangan hama dan penyakit tersebut tetapi juga akan mengundang hama dan penyakit sekunder lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

No Nama Genotip Produktivitas (ton/ha)

1 IVEGRI 06-01 40,10

2 IVEGRI 06-02 54,75

3 IVEGRI 06-03 55,55

4 IVEGRI 06-04 48,05

5 IVEGRI 06-05 56,60

6 Blts 05-07 48,55

7 Blts 05-08 40,00

8 Blts 05-09 50,75

No Nama Genotip Produktivitas (ton/ha)

9 Blts 05-10 43,75

10 Blts 05-02 47,70

11 Arthaloka 45,55

12 Idola 56,70

13 Permata 49,70

14 Marta 49,25

15 Spirit 53,75


(13)

Jenis OPT Hari Setelah Tanam

7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98

Hama

Thrips

Kutu Daun

Tungau

Ulat Daun

Heliothis sp

Lalat Buah Kutu Kebul Pengisap Daun

Penyakit

Bercak Daun

Antraks

Busuk Buah/Daun Gambar 6. Organisme Pengganggu Tumbuhan Selama Siklus Hidup Cabai Merah

Sumber: Syngenta (2008)

Dari banyak varietas cabai merah yang ada di Indonesia. Tabel 6 menunjukkan varietas cabai merah hibrida dan non hibrida yang telah dilepas di Indonsia. Dapat disimpulkan bahwa, produktivitas cabai merah hibrida lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai merah nonhibrida.

Tabel 6. Produktivitas Cabai Merah di Indonesia Tahun 2010 (ton/ha)

No Nama Genotip Varietas Produktivitas (ton/ha)

1 TM 999 Hibrida 14

2 Inko Hot Hibrida 15-18

3 Biola Hibrida 20-22

4 Hot Beauty Hibrida 16-18

5 Hot Chili Hibrida 30

6 Premium Hibrida 13

7 Lembang-1 Nonhibrida 9

8 Tanjung-2 Nonhibrida 12

Sumber: Piay S, et al (2010)

2.2 Tinjauan Alat Pengukuran Risiko

Penelitian mengenai risiko pada sektor pertanian sudah dilakukan sebelumnya dan komoditas yang ditelitipun beragam. Dalam melakukan penelitian khususnya penelitian yang menganalisis risiko produksi sebaiknya harus menyesuaikan antara masalah penelitian dengan alat yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya analisis yang dilakukan oleh Fariyanti (2008), dalam


(14)

melakukan penelitiannya menggunakan alat analisis GARCH untuk mentransformasikan data menjadi informasi.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh Tarigan (2009), Utami (2009), Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Jamilah (2010), dimana varian (Variance), simpangan baku (Standard Deviation), dan koefisien variasi (Coefficient Variation) menjadi alat yang digunakan untuk menentukan tingkat risiko yang dihadapi oleh para petani.

2.3 Tinjauan Risiko

Risiko merupakan suatu peluang yang memungkinkan sesorang memperoleh hasil yang tidak diinginkan sehingga keberadaannya cenderung terkait dengan situasi yang memunculkan situasi negatif dan terkait dengan kemampuan untuk memperkirakan terjadinya hasil yang negatif (Basyaib 2007). Sumber risiko yang dihadapi oleh para petani dan cara penanganannya pun berbeda tergantung komoditas yang diusahakannya. Misalnya, pada komoditas wortel dan bawang daun yang diteliti oleh Jamilah (2010). Berdasarkan hasil pengukuran risiko yang dilakukan, diperoleh bahwa risiko produksi wortel lebih rendah dibandingkan dengan risiko produksi pada bawang daun. Risiko produksi ini muncul karena adanya ketergantungan terhadap aktivitas produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit, serta pengaruh iklim dan cuaca.

Fariyanti (2008), melakukan penelitian terhadap kentang dan kubis, ternyata risiko produksi kentang dan kubis dipengaruhi oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa kentang (0,329) lebih tinggi risiko produksinya dibandingkan kubis (0,280). Namun, ketika keduanya diusahakan secara bersamaan dengan sistem diversifikasi maka tingkat risiko produksinya lebih rendah (0,124) dibandingkan jika usahatani kedua komoditas tersebut dilakukan secara spesialisasi.

Selanjutnya, penelitian terhadap kegiatan spesialisasi (komoditas brokoli, caisin, sawi putih dan tomat) dan kegiatan portofolio (tomat dengan caisin, tomat dengan sawi putih dan brokoli dengan tomat) dilakukan oleh Sembiring (2010). Pada kegiatan spesialisasi, brokoli memiliki risiko produksi tertinggi (0,54) dan yang paling rendah tingkat risiko produksinya yaitu caisin (0,24). Sedangkan


(15)

untuk kegiatan diversifikasi ternyata diversifikasi tomat dan caisin lebih rendah tingkat risiko produksinya (0,26) dibandingkan dengan kegiatan spesialisasi antara tomat dan brokoli (0,38).

Tarigan (2009), dalam penelitiannya melakukan perbandingan tingkat risiko produksi antara brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting kemudian usahatani spesialisasi tersebut dibandingkan dengan tingkat risiko pada usahatani diversifikasi antara tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasilnya yaitu pada kegiatan spesialisasi dari keempat komoditas yang dibandingkan ternyata risiko produksi bayam hijau yang paling tinggi (0,225) dan yang paling rendah yaitu cabai keriting (0,048). Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan. Sedangkan pada kegiatan diversifikasi, risiko produksi komoditas cabai keriting dan brokoli lebih rendah (0,067) dibandingkan komoditas brokoli dalam kegiatan spesialisasi (0,112). Utami (2009) membandingkan hasil penelitiannya dengan yang dilakukan oleh Tarigan (2009), dimana hasilnya jika dibandingkan dengan tingkat risiko produksi pada komoditas brokoli (0,112), tomat (0,055), dan cabai keriting (0,048) maka risiko produksi bawang merah lebih tinggi (0,203).

Penelitian yang dilakukan oleh Situmeang (2011) bahwa risiko produksi cabai merah keriting yang dihadapi oleh petani dalam kelompok tani yaitu sebesar 0,5. Risiko produksi yang dihadapi oleh petani disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, keadaan cuaca dan iklim, keterampilan tenaga kerja, serta kondisi tanah. 2.4 Tinjauan Strategi dalam Mengurangi Risiko

Strategi dalam mengurangi risiko merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir kerugian dalam berbisnis. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meminimalkan tingginya tingkat kerugian seperti menggunakan benih yang tahan terhadap penyakit dan kekeringan, pengembangan teknologi irigasi dan diversivikasi terhadap kegiatan usahataninya. Selain itu dilakukan upaya penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok, melakukan sistem kontrak baik secara vertikal maupun horizontal, dan menciptakan kelembagaan pemasaran sebagai upaya untuk meminimalisir risiko harga yang dihadapi para petani (Fariyanti 2008).


(16)

Penanganan risiko menurut Tarigan (2009) dan Sembiring (2010) yaitu dengan melakukan diversifikasi, kemitraan dalam pengguanaan input,

pengendalian hama dan penyakit tanaman, perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, serta perbaikan manajemen usaha. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jamilah (2010), penanganan risiko yang dilakukan antara lain penyiraman pada musim kemarau sesuai dengan kebutuhan, pengendalian hama secara terpadu (PHT), meningkatkan kesuburan lahan dengan pemupukan dan sistem rotasi tanaman, penggunaan input yang sesuai, meningkatkan sumberdaya manusia melalui pelatihan dan penyuluhan, dan melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari.

Utami (2009) menerapkan strategi preventif yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dilakukan antara lain, meningkatkan kualitas perawatan sebagai upaya untuk menghindari risiko yang diakibatkan oleh cuaca dan iklim, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya hama, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik, mengembangkan sumberdaya manusia dengan pelatihan dan penyuluhan seputar jamur tiram putih, dan menggunakan peralatan yang steril.

Dapat dilihat bahwa masing-masing unit usaha akan memiliki risiko yang berbeda sehingga penanganan terhadap risiko yang dilakukan oleh berbagai pihak bermacam-macam. Namun, diharapkan komoditas yang memiliki risiko yang paling tinggi harus didahulukan dalam penanganannya walaupun strategi penanganan risiko hanya digunakan untuk mengurangi tingkat risiko yang ada bukan untuk menghilangkan risiko.

2.5 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 7.


(17)

Tabel 7. Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Dilakukan dengan Penelitian Terdahulu

No. Uraian Perbedaan Persamaan 1 Fariyanti (2008) Fokus analisis yaitu kentang

dan kubis

Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko yaitu GARCH

Menganalisis risiko produksi tentang sayuran

2 Jamilah (2010) Fokus analisis yaitu wortel dan bawang daun

Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko, yaitu varian (Variance),

simpangan baku (Standard Deviation), dan koefisien variasi (Coefficient

Variation)

Tempat dan subjek yang akan diteliti Menganalisis risiko

produksi tentang sayuran

3 Sembiring (2010)

Fokus analisis yaitu brokoli, caisin, sawi putih dan tomat

4 Tarigan (2009) Fokus analisis yaitu brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting

5 Utami (2009) Fokus analisis yaitu bawang merah dan dikaitkan dengan perilau penawarannya


(18)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.3.1 Konsep Risiko dan Perilaku dalam Menghadapi Risiko

Secara umum risiko dan ketidakpastian merupkan satu kesatuan dalam penggunaannya sehari-hari namun keduanya memiliki perbedaan. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak terkait (Kountur 2006). Dengan kata lain risiko merupakan kejadian atau suatu kemungkinan dimana peluang dan hasil akhirnya dapat di ketahui dan dapat diukur oleh para pembuat keputusan. Sedangkan ketidakpastian menunjukkan keadaan dimana hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui oleh para pembuat keputusan. Perbedaan antara risiko dan ketidakpastian dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian Sumber: Debertin (1986)

Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman dalam mengelola kegiatan usaha. Jika dilihat dari definisi-definisi tersebut maka terdapat tiga unsur yang membangun suatu risiko yaitu kejadian, kemungkinan, dan akibat. Selain itu terdapat unsur lainnya yaitu eksposur, waktu, dan rentan. Eksposur berhubungan dengan peluang keterlibatan pada beberapa kejadian. Unsur waktu berhubungan dengan semakin lama sesuatu itu terekspos maka semakin tinggi risikonya. Sedangkan unsur rentan menunjukan semakin mudah rusak maka semakin tinggi risikonya. Indikator adanya risiko yaitu adanya variasi atau fluktuasi baik pada produksi, harga, maupun pendapatan yang diperoleh para pembuat keputusan.

Kejadian berisiko

Probabilitas dan Hasil Akhir Diketahui

Probabilitas dan Hasil Akhir Tidak Diketahui


(19)

Para pembuat keputusan perlu menilai tingkat risiko pada bisnisnya untuk menetapkan strategi sebagai upaya untuk mengurangi keberadaan risiko tersebut.

Terdapat hubungan antara risiko dan return yang akan diperolehnya sehingga para pembuat keputusan dapat melakukan pengelolaan risiko pada bisnisnya dengan baik. Hal ini ditunjukan oleh Gambar 8 dimana risiko dan return yang dihadapi para pembuat keputuusan bergerak satu arah. Dengan kata lain, semakin besar risiko yang dihadapi para pembuat keputusan maka akan semakin tinggi return yang diterima. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko yang dihadapi para pembuat keputusan maka akan semakin kecil return yang diterima.

Gambar 8. Hubungan Risiko dan Pendapatan (Return)

Sumber : Hanafi (2007)

Selain itu, terdapat hubungan antara kepuasan dan pendapatan yang akan mempengaruhi perilaku para pembuat keputusan untuk menghadapi berbagai jenis risiko. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan Kepuasan dan Pendapatan Sumber :Debertin (1986)

Return

Risk Expected Return

Utility

Income

Utility Utility

Income Income

Risk Averse Risk Neutral


(20)

Berdasarkan Gambar 9, maka dapat dijelaskan beberapa perilaku para pembuat keputusan dalam menghadapi risiko (Kountur 2006), yaitu:

1. Fungsi kepuasan Risk Lover, pembuat keputusan yang berani terhadap risiko, jadi ketika variasi dari keuntungan meningkat, maka pembuat keputusan akan mengimbanginya dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran dari kepuasan.

2. Fungsi kepuasan Risk Neutral, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko, jadi ketika variasi dari keuntungan meningkat, maka pembuat keputusan akan mengimbanginya dengan menurunkan atau meningkatkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran dari kepuasan.

3. Fungsi kepuasan Risk averter, pembuat keputusan yang takut terhadap risiko, jadi ketika variasi dari keuntungan meningkat, maka pembuat keputusan akan mengimbanginya dengan meningkatkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran dari kepuasan.

Gambar 10 menunjukkan perilaku pengambil keputusan dalam menghadapi risiko yang dijelaskan oleh hubungan antara variasi dan keuntungan yang diharapkan.

Gambar 10. Hubungan Expected Return dan Variance Return

Sumber :Debertin (1986) Expected Return

Variance Return U3

Risk Taker U1

Risk Averter

U2


(21)

Hubungan antara expected return (ukuran dari kepuasan para pembuat keputusan) dan variance return (ukuran dari tingkat risiko) dapat menggambarkan perilaku para pembuat keputusan dalam menghadapi risiko.

1. Risk Averter, Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko, jadi ketika U1 diasumsikan sebagai kurva isoutility pembuat keputusan, maka ketika adanya kenaikan variance return akan diimbangi dengan meningkatkan keuntungan yang diharapkan.

2. Risk Neutral, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko, jadi ketika U2 diasumsikan sebagai kurva isoutility pembuat keputusan, maka adanya kenaikan variance return tidak akan diimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan.

3. Risk Taker, pembuat keputusan yang takut terhadap risiko, jadi ketika U3 diasumsikan sebagai kurva isoutility pembuat keputusan, maka adanya kenaikan variance return akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return yang diharapkan lebih rendah.

3.3.2 Sumber –Sumber Risiko

Beberapa sumber risiko yang sering dihadapi oleh para petani menurut Harwood et al. (1999), yaitu risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan, dan risiko finansial.

1. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi yaitu, gagal panen, penurunan produkstivitas, kerusakan produk akibat serangan hama penyakit, perubahan cuaca, kelalaian sumberdaya manusia, misalnya ketidaksesuaian dalam pemupukan.

2. Sumber risiko yang berasal dari risiko pasar atau risiko harga yaitu, kerusakan produk sehingga tidak memenuhi mutu pasar akibatnya tidak dapat dijual, permintaan terhadap produk rendah, fluktuasi harga input dan output, serta daya beli masyarakat menurun.

3. Beberapa risiko yang berasal dari risiko kelembagaan yaitu adanya aturan yang membuat anggota dari suatu organisasi menjadi kesulitan dalam memasarkan ataupun meningkatkan produksinya.


(22)

4. Beberapa risiko yang berasal dari risiko kebijakan yaitu adanya kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

5. Beberapa risiko yang berasal dari risiko finansial yaitu, adanya piutang tidak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha menjadi terhambat, laba menurun karena terjadinya krisis ekonomi.

3.3.3 Pengukuran Risiko

Risiko merupakan suatu kejadian yang memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi dimana peluangnya dapat diukur oleh para pembuat keputusan sehingga para pengambil keputusan dapat menilai tingkat risiko untuk membuat strategi yang dapat meminimalisir munculnya risiko tersebut. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur risiko yaitu variance, standard deviation dan coeffition variation dimana ukuran tersebut berkaitan satu sama lain.

Variance merupakan suatu ukuran tingkat risiko. Sedangkan simpangan baku (standard deviation) menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan. Jadi semakin kecil simpangan baku dan variannya makarisiko yang dihadapi akan semakin kecil. Selain itu, Coefficient variation merupakan ukuran yang paling tepat jika dibandingkan dengan variance dan standard deviation bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkanrisiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha. Semakin kecil Coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi.

3.3.4 Strategi dalam Mengurangi Risiko

Setiap bisnis yang dipilih oleh para pembuat keputusan baik bisnis yang bergerak pada sektor pertanian, peternakan, lembaga keuangan, maupun industri akan memiliki suatu risiko. Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan para pembuat keputusan yang mengharapkan bisnisnya berjalan semulus mungkin tanpa ada risiko apapun. Risiko yang muncul tersebut tidak dapat dimusnahkan tetapi hanya bisa diminimalisir saja oleh para pengambil keputusan.

Menurut Harwood et al. (1999), pembuat keputusan dapat mengelola risiko yang dihadapinya dengan melakukan kemitraan atau menjalin suatu


(23)

integrasi vertikal, diversifikasi usaha, kontrak produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai, dan melakukan asuransi.

3.4Kerangka Pemikiran Operasional

Tomat dan cabai merah merupakan komoditas hortikutura yang cukup memiliki nilai ekonomi. Hal ini dikarenakan, tomat dan cabai merah merupakan komoditas yang banyak digunakan konsumen baik untuk bumbu makanan maupun untuk diolah lebih lanjut. Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi yang menjadikan tomat dan cabai merah sebagai komoditas utamanya. Menurut para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, produksi tomat dan cabai merah sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, iklim, hama, dan penyakit sehingga produksinya bervariasi pada setiap musim panennya.

Penelitian yang dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi bertujuan untuk mengetahui kondisi dan tingkat risiko produksi yang dilami petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, sumber yang menyebabkan risiko produksi, dan menentukan strategi yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi para petani di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Penilaian tingkat risiko produksi ini dilakukan dengan menentukan sumber risiko kemudian menghitung tingkat risiko dengan menggunakan alat ukur risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variance baik untuk risiko yang bersifat spesialisasi maupun diversifikasi. Setelah hasil perhitungan tingkat risiko diketahui, maka menetapkan strategi yang tepat untuk mengurangi tingkat risiko agar para petani mampu mencapai hasil yang diharapkan. Bila tahapan analisis tersebut selesai maka dapat direkomendasikan kepada para petani di Desa Perbawati.


(24)

Gambar 11. Kerangka Pemikiran Operasional Petani di Desa Perbawati yang Mengusahakan Tomat dan Cabai Merah

Fluktuasi Produksi Tomat dan Cabai Merah

Analisis Kuantitatif Tingkat Risiko

Variance

Standard Deviation

Coefficient Variannce

Strategi untuk Mengurangi Risisko Produksi

Analisis Kualitatif Sumber Risiko:

 Perubahan Cuaca dan Iklim

 Hama dan Penyakit


(25)

IV. METODE PENELITIAN

Metode penelitian menguraikan tahapan-tahapan yang dilakukan pada saat penelitian berlangsung. Tahapan-tahapan tersebut digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian sehingga proses penelitian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tahapan-tahapan tersebut meliputi penentuan lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan menganalisis risiko produksi yang dihadapi para petani tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Desa Perbawati merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan pada tanggal 21 Desember 2011 hingga tanggal 21 Februari 2012.

4.7 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pencatatan dan wawancara langsung dengan para petani di Desa Perbawati. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung mengenai luas lahan yang diusahakan, harga jual komoditasnya, biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, jumlah produksi yang diperoleh selama masa produksi berlangsung, proses produksi, risiko yang dihadapi petani, penyebab risiko yang terjadi dan untuk mengetahui bagaimana proses penanganan risiko yang selama ini telah dilakukan oleh para petani serta untuk mengetahui peluang terjadinya produksi.

Data sekunder diperoleh dari Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Sukabumi, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian dan Tanaman pangan Provinsi Jawa Barat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, dan Badan Pusat statistika, perpustakaan, dan situs-situs yang terkait dengan kegiatan penelitian serta literatur yang relevan.


(26)

4.8 Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui sensus yaitu meneliti semua petani yang mengusahakan tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati sehingga para petani memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai responden dalam penelitian ini. Petani yang dijadikan responden untuk kegiatan penelitian berjumlah 25 orang yang merupakan populasi petani yang secara intensif menanam tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, artinya, di Desa Perbawati hanya ada 25 orang responden petani yang mengusahakan tomat dan cabai merah secara rutin pada setiap musim tanamnya, sehingga petani yang hanya menanam tomat atau cabai merah saja tidak dimasukkan sebagai petani respoden.

4.9 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, maka dilakukan pengolahan data. Dalam melakukan pengolahan data menjadi informasi dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan Word 2007. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan dua analisis yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.

4.9.1 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan ketika mendeskripsikan kondisi risiko produksi terhadap komoditi cabai merah dan tomat yang dihadapi oleh para petani. Selain itu, untuk mendeskripsikan sumber yang menyebabkan adanya risiko dan juga untuk mendeskripsikan strategi para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati untuk mengurangi tingkat risiko.

4.9.2 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan ketika menghitung pendapatan petani, peluang, dan tingkatan risiko produksi baik berdasarkan produktivitas maupun berdasarkan pendapatan dengan menghitung variance, standard deviation, dan coefficient variance.

4.9.2.1Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi

Peluang suatu kejadian dapat diukur berdasarkan pengalaman para petani di masa lalunya. Peluang tersebut diperoleh melalui tiga kondisi, yaitu kondisi baik,


(27)

normal, dan kondisi buruk. Pada setiap kondisi, dilakukan pengukuran terhadap peluang yaitu membagi frekuensi kejadian dengan periode waktu proses produksi. Secara sistematis dapat dituliskan:

Keterangan : p = peluang

: f = Frekuensi kejadian (kondisi baik, normal, dan buruk) : T = Periode waktu proses produksi

Penghitungan peluang dilakukan pada komoditas yang diteliti yaitu cabai merah dan tomat. Kondisi normal terjadi ketika produktivitas tomat mencapai 1-1,6 kg/pohon dan cabai merah mencapai 0,5-0, kg/pohon. Kondisi baik terjadi ketika produksi tomat dan cabai merah mencapai hasil di atas kondisi normal, sedangkan kondisi buruk terjadi ketika produksi tomat dan cabai merah mencapai hasikl di bawah kondisi normal.

Jumlah kejadian (musim panen) yan diteliti yaitu sebanyak 4 kejadian, dimana komoditas dengan kondisi baik sebanyak 1 kejadian, normal sebanyak 1 kejadian, dan buruk sebanyak 2 kejadian. Peluang yang dihasilkan untuk kondisi baik yaitu 0,25, normal sebesar 0,25, dan buruk sebesar 0,5, sehingga total peluang berjumlah satu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Selain itu, ketika para petani akan melakukan pengambilan keputusan yang mengandung risiko, maka Expected return dapat membantunya. Expected return merupakan jumlah produksi pada masing-masing kondisi (kondisi baik, normal, dan buruk) yang terjadi akibat adanya peluang (Lampiran 15 dan 16). Rumus Expected return dituliskan sebagai berikut:

Dimana: Ř = Expected return

pij = Peluang produktivitas tomat/cabai merah ( i = usaha, j = kejadian)

Rij = Return tomat/cabai merah

p = f/T

Ř i =

� �=1

pij Rij

� �=1

pij = 1

atau

pi

1

+ p

i2

+ p

i3

+ ... + p

im


(28)

Selanjutnya untuk mengukur return dari suatu usaha diantaranya dapat menggunakan varian (variance), standar deviasi (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation).

1. Variance

Pengukuran varian dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian (Lampiran 15 dan 16). Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut

Keterangan : σi2 = variance dari return

Nilai variance menunjukan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi oleh para petani.

2. Standard Deviation

Standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai varian (Lampiran 15 dan 16). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Nilai standar deviasi menunjukan semakin kecil nilainya maka semakin kecil juga risiko yang dihadapi oleh petani.

3. Coefficient variation

Diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan (Lampiran 15 dan 16).. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

CV = σi / Ři

Semakin kecil nilai koefisien varian maka semakin rendah risiko yang dihadapi petani.

4.9.2.2 Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Diversifikasi

Varian gabungan dari beberapa usaha yang didiversifikasi menggunakan fraction tertentu. Dalam penelitian ini, fraction diperoleh berdasarkan luas lahan

σi = √σi2

σi2 =

� �=1


(29)

yang digunakan untuk menanam tomat dan cabai merah. Fraction untuk tanaman tomat yaitu sebesar 54 persen, sedangkan untuk cabai merah sebesar 46 persen. Varian gabungan dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana: σp2 = varian portofolio untuk usahatani tomat dan cabai merah

σij = covariance antara investasi usahatani tomat dan cabai merah

k = Fraction portofolio pada investasi usahatani tomat (1-k) = Fraction portofolio pada investasi usahatani cabai merah

Dalam mencari nilai covariance dapat diperoleh melalui perkalian antara koefisien korelasi usaha i dan j dengan covariance usaha i dan j. secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:

σij = ρijσiσj

Nilai varian fortopolio (σij2) menunjukkan ukuran risiko portofolio yang

dihadapi petani dalam mengombinasikan beberapa kegiatan usahanya. Nilai varian portofolio sangat ditentukan oleh korelasi antara usaha i dan j. nilai koefisien korelasi investasi usaha i dan j dapat bernilai positif (+) atau negatif (-1). Kemungkinannya antara lain:

1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) berarti kombinasi dua usaha i dan j bergerak bersamaan.

2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) berarti kombinasi dua usaha i dan j bergerak berlawanan arah.

3. Nilai koefisien korelasi nol (0) berarti kombinasi dua usaha i dan j tidak ada hubungan satu sama lain.

4. Nilai koefisien korelasi nol koma lima (0,5) berarti kombinasi dua usaha i dan j tidak ada hubungan satu sama lain.

Kegiatan usahatani, tomat dan cabai merah memiliki koefisien korelasi positif satu (+1) karena keduanya berjalan bersamaan. Ketika curah hujan tinggi maka produksi kedua komoditas tersebut akan menurun dan sebaliknya.


(30)

4.10Asumsi-asumsi Dasar dalam Menentukan Skenario Diversifikasi

Dalam menentukan strategi yang digunakan untuk mengurangi risiko produksi, penulis menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain:

1. Dilihat dari waktu tanam, petani di Desa Perbawati mengusahakan tomat dan cabai merah dalam waktu yang tidak bersamaan sehingga dapat dibandingkan tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah yang dilakukan secara spesialisasi dan secara diversifikasi.

2. Menggunakan dua skenario fraction yang berdasarkan pada luas lahan yang digunakan untuk menanam tomat dan cabai merah. Dimana penentuan besarnya fraksi dilakukan secar sembarng. Diantaranya:

a. Proporsi luas lahan yang digunakan untuk menanam tomat dan cabai merah sama (fraksi tomat=fraksi cabai merah = 50:50).

b. Proporsi luas lahan yang digunakan untuk menanam cabai merah lebih tinggi dibandingkan untuk menanam tomat (fraksi tomat:fraksi cabai merah = 40:60).


(31)

VIII.

GAMBARAN UMUM

8.1 Karakteristik Wilayah Penelitian

8.1.1 Kondisi Geografis dan Potensi Wilayah

Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat terletak 3 Km (0,25 jam) dari pemerintah kecamatan, 60 km (2 jam) dari ibu kota kabupaten, dan 65 (2,5 jam) km dari Pusat Bakorwil Bogor. Tinggi pusat pemerintahan Desa Perbawati yaitu 900 m dpl dengan suhu udara antara 180C sampai 250C. Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak yaitu 171 hari dan curah hujan yaitu 2496 mm/tahun. Sumber air yang digunakan oleh masyarakat Desa Perbawati sehari-harinya yaitu berasal dari sungai dan mata air diantaranya sumber air Cipelang dan Cikarawang. Desa Perbawati mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Undrusbinangun, Kecamatan Kadudampit

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi

 Sebelah Utara berbatasan dengan desa Taman Nasional Gede Pangrango

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi. 8.1.2 Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan

Luas wilayah Desa Perbawati secara keseluruhan yaitu 503.612,5 Ha. Jenis tanah di Desa Perbawati pada umumnya adalah tanah latosol dan andosol dengan bentuk wilayah 20 persen datar bergelombang dan 80 persen berupa bergelombang berbukit sehingga sebagian besar lahannya digunakan untuk kegiatan usaha tani. Gambar 12 menunjukka bahwa potensi lahan di Desa Perbawati sebesar 74 persen untuk tanaman sayuran terutama tomat dan cabai merah. Hal ini terkait dengan bentuk wilayahnya yang sebagian besar berbukit dan kondisi geografisnya yang mendukung. Selanjutnya sebanyak 7 persen lahannya berpotensi untuk ditanami tanaman palawija seperti jagung, buah-buahan seperti pisang ambon, dan kebun kopi. Selain itu, sebanyak 5 persen lahannya berpotensi untuk pengembangan teh rakyat dan tanaman hias seperti


(32)

daun suji dan bunga sedap malam. Potensi usaha tani di Desa Perbawati dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan:

* : Tanaman hias dan teh rakyat

Gambar 12. Potensi Usaha Tani di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi

Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011)

8.1.3 Sosial dan Ekonomi Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Perbawati yaitu 6.675 orang, dimana jumlah laki-laki sebanyak 3.451 orang sedangkan jumlah perempuannya sebanyak 3.224 orang dengan 1.967 kepala keluarga. Selain itu mayoritas penduduknya beragama Islam. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Distribusi Penduduk Desa Perbawati BerdasarkanUsia Tahun 2011 Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011)

Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa ditribusi penduduk pada usia 25-55 di Desa Perbawati memiliki persentase terbanyak yaitu sebesar 48 persen,

74% 7%

7% 7% 5%

Sayuran Palawija Buah-buahan Kopi Lain-lain*

4% 16%

10% 9% 48%

13%


(33)

diikuti oleh kelompok usia 6-12 sebesar 16 persen, sedangkan kelompok usia 0-5 memiliki presentasi terkecil yaitu sebesar 4 persen. Dengan demikian, banyaknya penduduk usia produktif dan didukung pula oleh kondisi lahannya yang berbukit, sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Perbawati bergerak pada sektor pertanian. Komposisi penduduk Desa Perbawati berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Distribusi Penduduk Desa Perbawati Berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011)

Gambar 14 menunjukkan bahwa sebanyak 34 persen dari jumlah penduduk secara keseluruhan bekerja sebagai petani, baik sebagai pengelola usaha tani maupun sebagai buruh tani. Kemudian disusul oleh pedagang sebesar 23 persen, sopir sebesar 14 persen, dan sebagian kecil penduduknya bermatapencaharian sebagai peternak, seperti beternak sapi perah, domba, dan ayam buras.

8.1.4 Sarana dan Prasarana di Desa Perbawati

Sarana dan prasarana di Desa Perbawati cukup memadai sehingga memudahkan para petani terutama kegiatan transportasi karena desa ini dapat ditempuh oleh kendaraan beroda empat. Dengan demikian petani tidak mengalami kesulitan baik dalam memperoleh sarana produksi maupun dalam memasarkan hasil panennya. Secara keseluruhan, sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 8.

5% 10%

34% 10%

23%

14%4% PNS/TNI/POLRI/pensiunan

Pengrajin dan Pengusaha Petani

Buruh Perkebunan Pedagang

Jasa Angkut/Sopir Peternak


(34)

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Desa Perbawati Tahun 2011

Jenis Fasilitas Jumlah (Unit)

A. Sosial Budaya

 TK/RA 4

 SD Negeri 3

 MI Swasta 1

 SLTP Swasta 2

 SMA Negeri 1

 SMA Swasta 1

 MA Swasta 1

 Perguruan Tinggi Swasta 1

B. Tempat Ibadah

 Masjid 12

 Mushola 29

C. Jembatan

 Beton 6

 Besi 2

 Kayu 2

D. Taman rekreasi

- Taman 1

- Alam/Sejarah 1

E. Kesehatan

- PUSKESMAS 1

- Prakter dokter 1

- Dukun beranak 4

F. Rumah Penduduk 1560

Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011)

8.2Karakteristik Responden

Karakteristik petani responden dalam penelitian ini dapat dijelaskam berdasarkan umur, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, lama bertani, dan jumlah tanggungan.

8.2.1 Umur Responden

Petani tomat dan cabai merah yang menjadi responden penelitian berada pada kisaran dua puluh tahun hingga tujuh puluh tahun. Dari 25 petani yang disensus, sebagian besar petani berada dalam rentang umur 31-40 tahun yang merupakan usia produktif bagi seseorang untuk bekerja yaitu sebesar 48 persen. Sedangkan, jika melihat komposisi penduduk usia 20-30 tahun hanya sebagian kecil saja yang bekerja di bidang pertanian yaitu hanya sekitar 8 persen. Hal ini menunjukkan


(35)

bahwa kurangnya minat generasi muda di Desa Perbawati untuk mengelola lahan pertanian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Umur Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun 2011

Umur (Tahun) Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%)

20-30 2 8

31-40 12 48

41-50 5 20

>50 6 24

Total 25 100

8.2.2 Tingkat Pendidikan Responden

Pada umumnya petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari presentasi tingkat pendidikan petani responden seperti yang dijelaskan pada Tabel 10. Sebagian besar petani responden tomat dan cabai merah di Desa Perbawati yaitu sebesar 52 persen mengenyam pendidikan hanya sampai pada jenjang SD. Sementara itu, tingkat pendidikan menengah ke atas sebesar 40 persen dari total petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Namun, hal tersebut bukan satu-satunya ukuran bagi keberhasilan usaha budidaya tomat dan cabai merah. Para petani di Desa Perbawati bekerja berdasarkan pengalaman selama usaha tani dan juga mereka berpartisipasi ketika diadakan penyuluhan pertanian sehingga hal tersebut dapat meningkatkan para petani tomat dan cabai merah untuk membudidayakan tanamannya dengan produksi yang seoptimal mungkin.

Tabel 10. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%)

SD 13 52

SMP 1 4

SMA/SMK 10 40

PT 1 4


(36)

8.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu ukuran yang menggambarkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, sebanyak 76 persen petani responden memiliki tanggungan keluarga sekitar 3 hingga 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa para petani responden tomat dan cabai merah di Desa Perbawati cukup menyadari bahwa dengan ukuran keluarga yang kecil akan mengurangi beban ekonomi bagi petani responden. Namun, ada pula petani responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak 6 hingga 8 anggota keluarga tapi hanya sekitar 16 persen saja dari petani responden secara keseluruhan. Jumlah tanggungan petani responden yang menjadi sumber penelitian dijelaskan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah Tanggungan Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun 2011

Jumlah Tanggungan Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%)

0-2 2 8

3-5 19 76

6-8 4 16

Total 25 100

8.2.4 Pengalaman Bertani

Petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati yang dijadikan responden dalam penelitian ini merupakan para petani yang sudah lama. Sebagian besar petani responden sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun yaitu sebesar 48 persen dari petani responden tomat dan cabai merah secara keseluruhan. Pengalaman bertani mereka, dimulai dari bawah yaitu diawali dari hanya sebagai buruh tani saja hingga memiliki lahan secara pribadi walaupun berupa lahan sewa. Dengan demikian, pengetahuan mereka tentang cara pembudidayaan tomat dan cabai merah sudah cukup tinggi. Hal ini karena selain mereka pernah mengikuti penyuluhan tanaman pertanian, mereka juga telah lama menjadi buruh tani sebelum mereka mengelola lahannya secara pribadi. Lama pengalaman bertani para petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.


(37)

Tabel 12. Pengalaman Bertani Tomat dan Cabai merah oleh Petani Responden Tahun 2011

Umur Usahatani

(Tahun) Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%)

<5 5 20

5-10 6 24

11-20 1 4

21-30 12 48

>31 1 4

Total 25 100

8.2.5 Kepemilikan Luas Lahan

Kepemilikan lahan pertanian di Desa Perbawati pada umumnya merupakan lahan sewa sehingga mereka harus membayar setiap tahunnya dan beberapa dari petani responden kepemilikan lahannya berupa milik dan sewa. Luas lahan yag digarap oleh para petani di Desa Perbawati sebagian besar lebih dari satu hektar yaitu sekitar 56 persen dari seluruh petani responden sedangkan presentasi terendah adalah petani responden yang mengusahakan lahan antara 0,25 ha hingga 0,5 ha yaitu hanya sekitar 4 persen. Hal ini terkait dengan orientasi petani responden dalam menjalankan usahanya tersebut dimana beberapa diantara mereka bertani hanya sebagai usaha sampingan saja bukan sebagai usaha yang utama sehingga kepemilikan lahannya kurang dari 0,25 ha. Berdasarkan data pada Tabel 13 maka dapat dikatakan bahwa skala usahatani yang dilakukan oleh para petani responden sudah cukup besar.

Tabel 13. Luas Lahan yang Dimiliki Petani Responden di Desa Perbawati

Luas Lahan (ha) Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%)

<0,25 5 20

0,25-0,5 1 4

0,51-1 5 20

>1 14 56

Total 25 100

8.2.6 Status Kepemilikan Lahan

Kepemilikan lahan oleh petani di Desa Perbawati sebagian besar merupakan lahan sewa yang dibayar setiap satu tahun sekali. Sebanyak 92 persen petani


(38)

responden memilih untuk menyewa lahan tanamnya karena adanya keterbatasan modal untuk memiliki lahan sendiri. Namun, ada juga petani yang status kepemilikan lahannya milik sendiri dan menyewa yaitu sebesar 8 persen. Hal ini karena petani responden tersebut sudah memiliki kurva pengalaman yang panjang sehingga dapat dikatakan sebagai petani sukses di Desa Perbawati.

Tabel 14. Karakteritik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2011 Status Kepemilikan

Lahan Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%)

Menyewa 23 92

Milik sendiri dan

menyewa 2 8

Total 25 100

Disamping itu, sebagian besar petani responden tomat dan cabai merah menjadikan budidaya tomat dan cabai merah sebagai pekerjaan utama. Sebanyak 72 persen diantara petani responden tomat dan cabai merah memanfaatkan pendapatan dari usaha ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga untuk perputaran modal pada musim selanjutnya. Sedangkan sebanyak 28 persen petani responden menjadikan usaha budidaya tonat dan cabai merah sebagai pekerjaan sampingan saja karena mereka memiliki pekerjaan utama seperti, buruh perkebunan teh, buruh bangunan, dan pedagang.

Tabel 15. Status Usahatani Petani Responden di Desa Perbawati Tahun 2011 Status Usahatani Jumlah Petani responden (Orang) Persentase (%)

Pekerjaan Utama 18 72

Pekerjaan Sampingan 7 28

Total 25 100

8.3Pola Tanam Sayuran

Pola tanam yang dilakukan oleh petani responden berbeda-beda setiap musim tanamnya. Setelah melihat kondisi di lapang, para petani responden mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman pada setiap musim tanam tetapi tomat dan cabai merah merupakan sayuran yang paling diutamakan. Dimana luas tanam tomat 54 persen lebih luas dibandingkan cabai merah yang hanya sekitar 46 persen. Pada umumnya petani yang memiliki lahan lebih dari satu hektar, usahatani cabai merah dan tomat diusahakan secara monokultur oleh para petani


(39)

responden sedangkan bagi para petani yang memiliki luasan lahan kurang dari satu hektar, usahatani tomat dan cabai merah diusahakan secara bersamaan dengan tanaman lain seperti mentimun, kacang panjang, kacang buncis, dan daun bawang. Adapun pola tanam yang umum diusahakan oleh petani responden dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.

Pada umumnya petani responden tomat dan cabai merah memiliki lahan lebih dari satu patok (satu patok sama dengan 400 m2) sehingga mereka mengusahakan tomat dan cabai merah pada waktu yang hampir bersamaan namun pada lahan yang berbeda. Menurut Fariyanti 2008, cara penanaman yang seperti ini termasuk usaha diversifikasi. Hal ini dilakukan oleh para petani responden untuk mengatasi adanya penurunan atau kegagalan produksi.

Komoditas sayuran seperti bawang daun, pakcoy, kubis, mentimun, kacang buncis, dan kacang panjang ditanam petani hanya sebagai tanaman seling setelah menanam tomat atau cabai merah. Pemilihan tanaman tersebut karena kondisi lingkungan yang mendukung. Menurut Sunarjono (2010), tanaman kubis, bawang daun, dan pakcoy hanya mampu berproduksi secara optimal di wilayah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 m dpl, sedangkan mentimun, kacang buncis, dan kacang panjang bisa tumbuh di daerah manapun.

Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa terdapat empat musim tanam cabai merah dan lima musim tanam tomat. Namun, untuk musim tanam tomat hanya diambil empat musim saja, hal ini dikarenakan agar ada kesesuaian dalam pengambilan data. Musim tanam tomat dilakukan pada Bulan Mei-September tahun 2010, Bulan November tahun 2010 – Bulan Februari tahun 2011, Bulan April-Agustus tahun 2011, dan Bulan Oktober tahun 2011 - Januari 2012, sedangkan musim tanam cabai merah dilakukan pada Bulan September tahun 2009 – Februari tahun 2010, Bulan April-Oktober tahun 2010, Bulan Desember tahun 2010 – Juni tahun 2011, dan Bulan September tahun 2011 – Februari tahun 2012.

8.4 Penggunaan Input Usahatani Tomat dan Cabai Merah

Usahatani tomat dan cabai merah memerlukan input sebagai faktor utama untuk mencapai produktivitas semaksimal mungkin dan biasanya penggunaan input ini dilakukan pada saat pembukaan lahan baru. Pembukaan lahan baru ini


(40)

dilakukan untuk tiga kali tanam komoditas sayuran yang diusahakan. Yang termasuk input disini adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia (ponsca), kapur pertanian, obat-obatan, mulsa, dan tenaga kerja.

Tabel 16. Rata-rata Penggunaan Input pada Usahatani Tomat Menurut Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010/2011

Uraian Tomat

Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4

Benih (pack) 10 10 10 10

Pupuk Kandang (krg) 444 266 444 355

Pupuk Ponsca (kg) 296 178 296 237

Kapur (krg) 825 495 825 660

Mulsa (Roll) 11 11 11 11

Tenaga Kerja (orang) 6 6 6 6

Obat (Rp) 16.837.937 8.670.200 12.117.374 24.167.966

Data pada Tabel 16 dan Tabel 17 menunjukkan rata-rata penggunaan input pada usahatani tomat dan cabai merah yang dilakukan oleh para petani responden. Pada setiap musim, penggunaan input berebeda-beda tergantung masa tanamnya. Penggunaan pupuk dan kapur setiap musimnya itu hampir sama karena dilakukan pada saat pembukaan lahan baru saja namun penghitungannya hanya dilakukan pada saat petani responden menanam tomat atau cabai merah. Sedangkan obat-obatan sangat berbeda penggunaannya karena dipengaruhi oleh curah hujan. Selain itu penggunaan benih rata-rata sama setiap musimnya karena memang standarnya seperti itu dalam ukuran satu hektarnya.

Sebagain besar, petani di Desa Perbawati mengusahakan sayuran tomat dan cabai merah jenis hibrida. Namun, ada juga yang mengusahakan jenis tomat lokal dan untuk cabai ada juga yang mengusahakan cabai keriting, cabai korea, dan cabe rawit. Jenis tomat hibrida (marta) dan cabai merah hibrida (inko hot) lebih banyak diusahakan karena masa tanamnya yang lebih cepat dan produksi perpohoonya yang tinngi. Pada kondisi optimal tomat hibrida marta bisa berproduksi hingga 3 kg/pohon/musim, sedangkan cabai merah „inko hot‟ bisa berproduksi hingga 1 kg/pohon/musim.


(41)

Tabel 17. Rata-rata penggunaan Input pada Usahatani Cabai Merah Menurut Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010/2011

Uraian Cabai Merah

Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4

Benih (pack) 16 16 16 16

Pupuk Kandang (krg) 519 606 606 519

Pupuk Ponsca (kg) 486 567 567 485

Kapur (krg) 856 998 998 856

Mulsa (Roll) 11 11 11 11

Tenaga Kerja (orang) 6 6 6 6

Obat (Rp) 22.171.008 33.256.512 16.568.234 27.557.524

Pada umumnya para petani menggunakan pupuk majemuk ponsca sebagai pupuk kimianya karena pupuk jenis ini memiliki unsur yang sudah lengkap seperti nitrogen, fosfat, kalium, dan sulfur sehingga petani tidak perlu menggunakan pupuk tunggal lainnya. Pemupukan khususnya pupuk kandang dilakukan hanya satu kali saja ketika pembukaan lahan baru dilakukan sekaligus dengan pemberian kaptan (kapur pertanian), sedangkan pemberian pupuk kimia ponsca dilakukan ada yang saat pembukaan lahan baru saja ada pula yang dua kali yaitu pada saat pembukaan lahan baru dan setelah tanaman dipindahkan ke bedengan. Namun sebagian besar dari para petani responden melakukan pemupukan pada saat pembukaan lahan baru saja karena dengan menggunakan mulsa maka pemupukan yang dilakukan pada saat pembukaan lahan baru masih terjaga.

Pengobatan dilakukan oleh petani tomat dan cabai merah setelah tanaman dipindahkan ke dalam bedengan. Biasanya pada musim kemarau, penyemprotan tomat dilakukan lima hari sekali, namun ketika musim hujan yang ekstrim bisa sampai dua hari sekali. Sedangkan cabai merah, pada musim kemarau pemyemprotan dilakukan enam hingga tujuh hari sekali dan musim hujan yang ekstrim bisa mencapai tiga hari sekali. Obat yang digunakan oleh petani responden ketika melakukan penyemprotan antara lain insectisida, fungisida, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), dan perekat. Obat yang banyak digunakan oleh petani responden bersifat sistemik artinya ketika obat-obatan tersebut disemprotkan pada tanaman tomat ataupun cabai merah, maka akan langsung didistribusikan ke seluruh sistem pembuluh pada tanaman.


(42)

Para petani di Desa Perbawati sebagian besar menggunakan mulsa karena menurut mereka hal ini dapat mengurangi pencucian unsur-unsur pupuk kandang, ponsca, dan kapur oleh air ketika terjadi hujan sehingga penggunaan pupuk dan kapur sama, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Selain itu juga dapat menjaga kelembaban suhu tanah dan dapat mengurangi pertumbuhan gulma seperti rumput-rumput akibatnya mengurangi kegiatan penyiangan yang dilakukan oleh para pekerja. Pada umumnya, para petani dapat menggunakan mulsa untuk lebih dari satu kali tanam.

Tenaga kerja di Perbawati berasal dari Desa Perbawati itu sendiri dan juga berasal dari desa tetangga seperti Desa Karawang. Tenaga kerja tersebut bersifat tetap artinya mereka akan bekerja pada satu pengelola lahan ataupun mandor sehingga tidak bisa pindah ke pengelola lahan atau mandor yang lainnya. Baik tenaga kerja laki-laki maupun tenaga kerja perempuan bekerja lima jam dalam sehari dengan upah Rp 12.000,00 untuk tenaga kerja perempuan dan Rp 20.000,00 untuk tenaga kerja laki-laki. Besarnya upah yang diterima oleh pekera peremuan dan laki-laki berbeda, hal ini terjadi karena jenis pekeraan yang dilakukan oleh pekera laki-laki cenderung lebih berat dibandingkan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja perempuan.

8.5 Struktur Pendapatan Usahatani Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati

8.5.1 Biaya Produksi Tomat dan Cabai Merah

Pendapatan yang diperoleh petani merupakan hasil penerimaan petani dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani selama budidaya berlangsung. Penerimaan itu sendiri berasal dari jumlah produksi dikalikan dengan harga jual yang berlaku pada saat itu. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya produksi yaitu biaya untuk membeli benih, pupuk kandang, pupuk ponsca, kaptan, mulsa, dan pemabayaran lainnya seperti tenaga kerja, sewa lahan, dan irigasi. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani responden akan berbeda-beda pada setiap musimnya (Lampiran 8 hingga Lampiran 15). Namun, rata-rata pengeluaran petani tomat dan cabai merah selama beberapa musim dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19 serta Gambar 15 dan Gambar 16.


(43)

Gambar 15. menunjukkan bahwa kontribusi rata-rata biaya produksi usahatani tomat permusim dalam satu hektar lahan tanam berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa input yang menyumbang biaya terbesar dari musim ke musim yaitu obat-obatan. Secara umum, obat-obata menyumbang sebesar 41,8 persen, dimana biaya yang dikeluarkan oleh petani bervariasi setiap musimnya. Pada musim pertama biaya obat-obatan yang dikeluarkan oleh petani sebesar 39,2 persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Pada musim kedua meningkat menjadi 43,2 persen karena pada musim ini sudah memasuki musim hujan. Kemudian pada musim ketiga turun kembali menjadi 31,6 persen dan musim keempat meningkat lagi menjadi 53,1 persen. Hal ini disebabkan karena musim panen pada akhir Bulan Desember hingga awal januari 2012 yang merupakan awal musim hujan, maka biaya pemyemprotan yang dikeluarkan oleh petani meningkat.

Gambar 15. Kontribusi Rata-Rata Biaya Input terhadap Biaya Tunai Usahatani Tomat Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010-2012 Penyumbang biaya terbesar selanjutnya yaitu biaya untuk tenaga kerja/musimnya yaitu sebesar 32,8 persen, 17,4 persen, 36,8 persen, dan pada musim keempat yaitu sebesar 24,8 persen. Hal ini dikarenakan sistem pertanian di desa Perbawati masih terbilang pertanian tradisional, sehingga kegiatan usahatani di Desa Perbawati masih bersifat padat karya. Sebagian besar para pengelola usaha sayuran dalam satu hektarnya mempekerjakan 6-7 orang tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja perempuan yaitu 4 orang dan tenaga kerja laki-laki yaitu 3 orang.

0 10 20 30 40 50

Benih Pupuk Kandang

Pupuk Ponsca

Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja

Sewa Lahan

irigasi

K

o

n

tri

b

u

si

(%

)


(44)

Disamping obat dan tenaga kerja, pupuk kandang berkontribusi cukup besar dalam budidaya sayuran tomat yaitu sekitar 10,7 persen dari keseluruha biaya yang dikeluarkan petani lalu diikuti oleh benih (5,2 persen), mulsa (5,1 persen), sewa lahan (3,1 persen), irigasi (3,1 persen), pupuk ponsca (1,8 persen), dan kaptan (0,8 persen). Dapat dijelaskan pula bahwa dibanding penggunaan pupuk kimia ponsca, para petani lebih banyak menggunakan pupuk kandang dalam mengalola lahannya. Dalam satu hektar, banyaknya pupuk kandang yang digunakan petani yaitu sekitar 1.500 karung pada saat pembukaan lahan baru. Sedangkan pupuk ponsca sekitar 16 karung atau sekitar 800 kg. Kegiatan pemupukan dilakukan bersamaan dengan pemberian kaptan untuk mengembalikan kandungan yang ada di dalam tanah. Penggunaan kaptan dalam satu hektar lahan yaitu 2000 karung. Selanjutnya setelah pengolahan lahan, maka dilakukan pemasangan mulsa. Dalam satu hektar, mulsa yang digunakan yaitu sebanyak 12 roll dimana satu roll itu sama dengan 800 m2, dengan kata lain dalam 1 hektar lahan diperlukan 9.600 m2 mulsa.

Benih tomat yang banyak digunakan yaitu jenis hibrida atau tomat besar marta. Dalam satu hektar biasanya para petani responden menebar 10 pack dimana 1 pack berisi kurarng lebih 3.000 benih tomat. Namun, biasanya benih yang benar-benar dapat tumbuh bagus hingga berbuah hanya sekitar 20.000 pohon tomat besar. Dengan kata lain dari 10 pack benih tomat yang ditebar, sekitar 66,67 persen saja benih yang dapat tumbuh hingga berbuah. Berdasarkan penuturan para petani, bahwa mereka pantang terhadap penggunaan benih dari indukan tomat yang mereka tanam karena hasilnya akan berkurang. Para petani lebih baik membeli benih tomat yang baru dan biasanya mereka memperoleh informasi mengenai benih dan input pertanian lainnya dari dinas ataupun dari penyuluh Kecamatan Sukabumi. Para petani di Desa Perbawati sebagian besar penggunaan lahannya masih bersifat lahan sewaan. Hal ini disebabkan karena, dibandingkan membeli lahan sebaiknya modal yang ada digunakan kembali untuk memeperluas lahan tanamnya. Dimana untuk satu hektar lahan dihargai sekitar Rp 3.500.00,00 per tahunnya. Selain itu, sistem pengairannya berasal dari mata air yang dialirkan ke lahan para petani melalui teralon yang mereka miliki sehingga mereka harus membayar sebesar Rp 25.000,00/bulannya. Besarnya rata-rata biaya produksi


(1)

c. Menentukan covariance pada diversifikasi tomat dan cabai merah Kondisi curah

hujan pi

Return (kg)

ERtc (kg) Rt-ERtc (kg)

Rc-ERtc (kg)

(Rt-Ertc) X (Rc-Ertc) (kg)

Pi X (Rt-Ertc) X (Rc-Ertc) (kg) Tomat Cabai merah

Tinggi 0,5 9.551 3.338 15361,515 -5.811 -12.024 69.862.814 34.931.407

Sedang 0,25 20.117 12.547 15361,515 4.755 -2.815 -13.384.384 -3.346.096

Rendah 0,25 44.923 15.580 15361,515 29.561 218 6.458.741 1.614.685

Covarian 33.199.996

d. Menentukan standar deviasi diversifikasi tomat dan cabai merah

Uraian

Wt (fraksi tomat) 0,54 0,2916

Wc (fraksi cabai merah) 0,46 0,2116

Varian t (kg) 208.810.945

Varian c (kg) 29.908.974

Covarian (kg) 33.199.996

SD (kg) 83.711.769 9.149

e. Menentukan koefisien variasi diversifikasi tomat dan cabai merah

Variance (kg) Standar deviasi (kg) ERtc (kg) CV


(2)

Lampiran 24. Penilaian Risiko Produksi secara Diversifikasi Berdasarkan Pendapatan Bersih (Rp/Ha) Pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2010-2012

a. Menentukan expected return dan varian pada spesialisasi tomat dan cabai merah Kondisi curah

hujan pi

Return (Rp) pi X Ri (Rp) Ri – ER (Rp)

Tomat Cabai merah Tomat Cabai merah Tomat Cabai merah

Tinggi 0,5 9.466.351 30.693.339 4.733.176

15.346.670 -22.579.883 -35.145.343 Sedang 0,25 43.093.772 66.473.209 10.773.443 16.618.302 11.047.538 634.527 Rendah 0,25 66.158.462 135.494.840 16.539.616 33.873.710 34.112.228 69.656.158

ER 32.046.234 65.838.682

Kondisi curah hujan (Ri - ER) 2

(Rp) Pi X (Ri-ER)2 (Rp) SD (Rp)

Tomat Cabai merah Tomat Cabai merah Tomat Cabai merah

Tinggi 509.851.116.293.689 1.235.195.117.014.980 2,55E+14 6,176E+14 24.007.262 42.786.602

Sedang 122.048.095.861.444 402.624.830.993 3,05E+13 1,007E+11

Rendah 1.163.644.099.123.980 4.851.980.382.149.040 2,91E+14 1,213E+15

Varian 5,76E+14 1,831E+15

b. Menentukan expected return diversifikasi tomat dan cabai merah

Uraian tomat cabai merah

ER spesialisasi (Rp) 32.046.234 65.838.682

Fraksi 0,54 0,46


(3)

c. Menentukan covariance pada diversifikasi tomat dan cabai merah Kondisi

curah hujan pi

Return (Rp)

ERtc (Rp) Rt-ERtc (Rp) Rc-ERtc (Rp) (Rt-Ertc) X (Rc-Ertc) (Rp)

pi X (Rt-Ertc) X (Rc-Ertc) (Rp) Tomat Cabai merah

Tinggi 0,5 9.466.351 30.693.339 47.590.760 -38.124.409 -16.897.421 6,44204E+14 3,22102E+14 Sedang 0,25 43.093.772 66.473.209 47.590.760 -4.496.988 18.882.449 -8,4914E+13 -2,12285E+13 Rendah 0,25 66.158.462 135.494.840 47.590.760 18.567.702 87.904.080 1,63218E+15 4,08044E+14

7,08918E+14

d. Menentukan standar deviasi diversifikasi tomat dan cabai merah

Uraian

Wt (fraksi tomat) 0,54 0,2916

Wc (fraksi cabai merah) 0,46 0,2116

Varian t (Rp) 5,76E+14

Varian c (Rp) 1,83E+15

Covarian (Rp) 7,09E+14

SD (Rp) 9,07E+14 30.124.439

e. Menentukan koefisien variasi diversifikasi tomat dan cabai merah Varian (Rp) Standar deviasi (Rp) ERtc (Rp) CV


(4)

(5)

RINGKASAN

JAYANTI MANDASARI. Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI).

Tomat dan cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi. Namun, jika dilihat dari tingkat produktivitasnya kedua komoditas tersebut selalu mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hal inipun seringkali dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Fluktuasi produktivitas tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani di Desa Perbawati mengindikasikan adanya risiko produksi pada tomat dan cabai merah yang mereka usahakan. Dengan demikian, perlu adanya penelitian mengenai sumber dan tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani di Desa Perbawati serta strategi dalam menangani risiko produksi tersebut.

Berdasarkan permasalahan yang ada di Desa Perbawati maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Disamping untuk menganalisis risiko produksi pada petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati juga untuk menganalisis sumber risiko produksi pada tomat dan cabai merah, menganalisis tingkat risiko produksi pada tomat dan cabai merah, dan menentukan strategi yang dapat mengurangi risiko produksi.

Penelitian dilaksanakan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi selama dua bulan mulai dari pertengahan bulan Desember Tahun 2011 hingga pertengahan bulan Februari Tahun 2012. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 25 responden dengan metode pengambilan responden secara sensus. Alat yang digunakan untuk menganalisis risiko produksi yaitu variance, standard deviation,

dan coefficient variation.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan bahwa pada kegiatan spesialisasi baik berdasarkan produktivitas maupun berdasarkan pendapatan bersihnya, risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi cabai merah. Hal ini dapat dilihat pada nilai coefficient variation dimana risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tomat sebesar 68,7 persen lebih tinggi dibandingkan cabai merah yang hanya 62,9 persen. Artinya jika petani menghasilkan tanaman tomat sebesar 1 kg maka risiko yang dihadapi yaitu sebesar 0,687 kg sehingga dari satu kilogram petani hanya dapat menghasilkan 0,313 kg. sedangkan jika petani menghasilkan tanaman cabai merah sebesar 1 kg maka risiko produksi yang dihadapi yaitu sebesar 0,629 kg akibatnya hasil yang dapat diperoleh hanya sebanyak 0,371kg. Berdasarkan pendapatan bersihnya, risiko produksi pada tomat sebesar 74,9 persen lebih tinggi dibandingkan pada cabai merah yaitu sebesar 65,0 persen.

Diversifikasi usahatani yaitu dengan menanam tomat dan cabai merah secara bersamaan dapat menurunkan risiko produksi menjadi 59,6 persen berdasarkan produktivitasnya dan 63,3 persen berdasarkan pendapatan bersihnya. Kegiatan


(6)

diversifikasi ini dapat lebih rendah jika petani mengusahakan cabai merah dengan luas tanam yang lebih tinggi dibandingkan luas tanam tomat yaitu dengan fraksi 60% untuk luas tanam cabai merah dan 40% untuk luas tanam tomat. Kondisi seperti ini menghasilkan risiko produksi yang lebih rendah dibandingkan kondisi aktualnya yaitu risiko produksi diversifikasi tomat dan cabai merah menjadi 50,7 persen. Dengan demikian, diversifikasi dapat digunakan sebagai suatu strategi untuk mengurangi risiko produksi.

Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yaitu dengan melakukan perbaikan pola tanam, pengendalian hama dan penyakit, serta pengolahan lahan ketika sebelum ditanami. Selain itu ada pula alternatif tindakan yang dapat mengurangi kerugian akibat terjadinya risiko produksi yaitu dengan pengembangan kreativitas para ibu rumah tangga dengan menggunakan alat yang sudah ada.