ayam ras pedaging, risiko produksi ditandai dengan adanya perbedaan jumlah ekor DOC yang dipelihara dengan jumlah ekor yang dipanen atau sering disebut
dengan mortalitas ayam. Mortalitas atau kematian ayam merupakan risiko yang dihadapi oleh peternakan ayam ras pedaging yang berlokasi di daerah
desa Gunung Bundar I, desa Gunung Bundar II, desa Ciasmara dan desa Cemplang di
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Kematian ayam bisa terjadi pada saat ayam berumur satu hingga 30 hari. Risiko tersebut terjadi karena adanya beberapa
sumber risiko. Identifikasi sumber-sumber risiko produksi pada peternakan ayam ras pedaging yang berlokasi di Kecamatan Pamijahan dilakukan dengan
melakukan wawancara dengan karyawan dan juga pengamatan di 10 kandang peternakan ayam ras pedaging di daerah tersebut. Pengumpulan informasi tetang
sumber-sumber risiko produksi dilakukan dengan pengamatan dan wawancara dengan pemilik ataupun karyawan peternakan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengamatan langsung, serta wawancara dengan pihak peternakan di tempat penelitian, maka dapat
disimpulkan bahwa kematian atau mortalitas ayam ras pedaging di kecamatan Pamijahan disebabkan oleh beberapa faktor.
a. Cuaca
Cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peternakan ayam ras pedaging. Cuaca dapat mempengaruhi suhu pada kandang
tempat budidaya ayam ras pedaging. Suhu ideal pada peternakan ayam ras pedaging adalah 23 sampai 29 derajat celsius. Akan tetapi pada saat ayam
berumur satu hingga tujuh hari dibutuhkan suhu yang lebih panas. Cuaca yang berubah-ubah akan memberi dampak yang buruk bagi usaha peternakan ayam.
Perubahan cuaca yang tidak menentu menyebabkan suhu pada kandang berubah- ubah dan peternak tidak siap dalam mengantisipasinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pinto 2011 mortalitas ayam ras pedaging pada peternakan milik bapak Restu di Kecamatan Babakan Madang
yang disebabkan oleh faktor cuaca adalah 1,2 persen dari total DOC yang dibudidayakan. Akan tetapi pada penelitan tersebut ditemukan bahwa pada
beberapa peride produksi tidak terjadi kematian ayam yang disebabkan oleh cuaca yaitu pada bulan Juni, Agustus, Desember dan Februari.
Kusnadi dan Rachmat 2010 mengungkapkan bahwa tingginya suhu lingkungan dapat mengakibatkan ayam menderita cekaman panas. Cekaman
panas dapat mengakibatkan konsumsi air menjadi meningkat sedangkan nafsu makan berkurang. Cekaman panas juga dapat menurunkan jumlah sel darah merah
dan sel darah putih ayam.
Pada peternakan di daerah Kecamatan Pamijahan cuaca yang tidak menentu menyebabkan suhu pada siang hari sangat panas dan pada malam hari dingin.
Perubahan suhu yang drastis dapat menyebabkan kematian ayam. Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ayam karena hujan
dapat menyebabkan lantai yang dilapisi sekam padi menjadi lembab. Lantai yang lembab juga dapat menyebabkan bulu pada ayam rusak. Bulu ayam yang rusak
menyebabkan ayam kedinginan dan lama kelamaan ayam mati. Air juga dapat merusak kaki ayam yang menyebabkan ayam susah bergerak.
Selain curah hujan, suhu yang panas juga dapat menjadi sumber terjadinya mortalitas ayam. Cuaca yang panas menyebabkan suhu udara meningkat terutama
di dalam kandang. Suhu yang terlalu panas di dalam kandang dapat menyebabkan meningkatnya kadar CO
2
dan mengurangi O
2
dalam kandang, dimana hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam. Selain itu suhu yang panas juga
menyebabkan udara bercampur dengan amoniak yang berasal dari kotoran ayam
yang ada di lantai kandang. Amoniak tersebut dapat menyebabkan kematian ayam karena keracunan. Selain menyebabkan kematian pada ayam, suhu yang terlalu
tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan ayam berkurang sehingga berpengaruh pada pertumbuhan ayam. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan
bahwa perubahan cuaca juga mempengaruhi mortalitas pada peternakan ayam yang berada di Kecamatan Pamijahan. Setiap responden pada penelitian ini
menginformasikan bahwa salah sari penyebab kematian ayam adalah perubahan cuaca. Kematian ayam pada masing-masing kandang dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Jumlah kematian ayam karena pengaruh cuaca pada peternakan ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan tahun 2013
Responden Kapasitas
Produksi Ekor Mortalitas
Ekor Kematian ayam Karena
Cuaca ekor MR
1 4 000
250 69
27,6 2
5 000 320
81 25,3
3 4 000
210 43
20,4 4
5 000 285
64 22,5
5 4 000
290 91
31,3 6
5 000 265
66 24,9
7 4 000
236 65
27,5 8
4 000 245
55 22,4
9 4 000
205 58
28,3 10
4 000 249
73 29,3
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa pengaruh cuaca pada mortalitas ayam ras pedaging cukup besar. Pengamatan yang dilakukan pada sepuluh
kandang menunjukkan bahwa kematian ayam ras pedaging yang disebabkan oleh cuaca adalah berkisar antara 20 persen hingga 32 persen. Data produksi pada
penelitian ini adalah data pada periode produksi bulan April hingga bulan Mei. Cuaca kecamatan pamijahan pada bulan April hingga Mei tidak menentu, dimana
cuaca pada siang hari sangat panas dan pada malam hari curah hujan cukup tinggi menyebabkan kematian pada ayam. Perubahan cuaca yang tidak menentu ini juga
menyebabkan karyawan dari peternakan ayam tersebut kesulitan mengantisipasi. Antisipasi yang telah dilakukakan peternak dalam mengurangi kematian ayam
yang diakibatkan oleh perubahan cuaca yang tidak menentu tersebut adalah dengan menggunakan pemanas dan tirai pada dinding kandang pada musim hujan.
Selain itu untuk mengatasi penurunan suhu pada musim hujan digunakan pemanas dengan menggunakan tungku dan kayu sebagai bahan bakar. Suhu panas pada
siang hari juga dapat mengakibatkan kematian pada ayam, oleh sebab itu peternak melakukan langkah antisipasi berupa penggunaan blower agar suhu pada kandang
dapat dikurangi.