c. Stimulus rela
Stimulus rela dalam menanam anakan pohon yang berasal dari lahan yang banyak terdapat ditumbuhi anakan pohon kemudian selanjutnya ditanam di
pekarangan, kebun, ataupun sekitar jalan dan sebidang lahan lain yang kosong merupakan kesadaran dan kerelaan masyarakat akan pentingnya regenerasi dari
pohon yang kedepannya berfungsi sebagai penopang kehidupan mereka dan
generasi selanjutnya dalam ketersediaan air tanah dan menghindari bencana alam.
5.5 Peran Perguruan Tinggi
Peran perguruan sebagai lembaga pendidikan dan penelitian yang menghasilkan produk ilmiah, diperlukan dalam membantu upaya pengembangan
kampung-kampung atau desa terpencil khususnya pada pengembangan pangan dan obat yang dapat menjadi dasar kemandirian suatu masyarakat. Masyarakat
dan universitas perlu bekerjasama dalam upaya pengembangan agar terbangun dan terintegrasi hubungan antara perguruan tinggi dan masyarakat.
Pada satu sisi, masyarakat memiliki pengalaman dan interaksi yang kuat dengan lingkungannya, sedangkan universitas kurang intensif berinteraksi dengan
lingkungan, namun dapat melakukan penelitian dan pengujian dalam memperoleh pengetahuan baru. Pengetahuan baru dapat dijadikan sebagai modal awal untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat apabila digunakan dengan metode yang dapat digunakan masyarakat Rachman 2012.
a. Penelitian
Kemandirian masyarakat dapat dilihat berdasarkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pemeliharaan kesehatan. Ketahanan
pangan merupakan salah satu tolok ukur kemandirian masyarakat dalam bidang pangan. Pada dasarnya, pola pangan pada masyarakat telah terbentuk dengan
banyaknya pilihan jenis pangan sebagai alternatif pangan pokok. Umbi-umbian, talas, dan keladi seharusnya dapat dijadikan pangan pokok unggulan selain beras
dan jagung. Namun pada kenyataanya, cara pengolahan pangan pokok alternatif yang dilakukan dengan menggoreng, mengukus, dan merebus dirasa kurang dalam
meningkatkan cita rasa terhadap makanan tersebut, sehingga masyarakat hanya
menganggap ketiga jenis pangan tersebut sebagai makanan tambahan atau makanan pengganti apabila ketersediaan beras dan jagung habis.
Penganekaragaman kembali pangan lokal atau lebih dikenal dengan istilah rediversifikasi pangan pada masing-masing wilayah perlu diterapkan dengan cara
penggalian informasi mengenai potensi tumbuhan yang dapat dijadikan pangan dengan cara melakukan penelitian dan inovasi-inovasi dalam meningkatkan cita
rasa dan minat masyarakat terhadap pangan lokal. b.
Pendampingan masyarakat Kemandirian masyarakat pada dasarnya telah terpenuhi dengan ketersediaan
kebutuhan pangan dan obat yang memadai dan diambil dengan mudah dari lingkungan sekitar. Peran serta mahasiswa maupun lembaga-lembaga terkait
terhadap upaya kemandirian masyarakat melalui pendampingan masyarakat, merupakan salah satu bentuk pengabdian terhadap masyarakat agar dapat
mengaplikasikan hasil penelitian dan IPTEK, sehingga hasil akhirnya dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola spesies
tumbuhan pangan dan obat di sekitar tempat tinggal mereka. Pengelolaan secara terpadu pada masyarakat dapat diawali dengan
melakukan penyuluhan melalui lembaga-lembaga pemerintahan ataupun lembaga masyarakat yang mampu mengayomi. Lembaga pemerintahan seperti lembaga
kehutanan dari pihak taman nasional dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat LSM di sekitar kawasan telah melakukan penyuluhan-penyuluhan yang sedikit
banyak telah berpengaruh terhadap pola pemahaman masyarakat terhadap kawasan hutan yang perlu dijaga kelestariannya, namun hanya perwakilan dari
masyarakat saja yang datang setiap penyuluhan. Perwakilan masyarakat ini diharapkan dapat mengarahkan penduduk lainnya dalam menjaga kelestarian
hutan yang kedepannya akan berdampak pada keberlangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Sikap pro-konservasi yang pelan-pelan telah terbentuk pada masyarakat perlu dipertahankan dan dijaga agar sikap pro-konservasi ini tidak berkurang oleh
arus globalisasi. Menurut Zuhud 2011, terdapat tiga faktor yang perlu diterapkan dalam pengembangan masyarakat kampung konservasi hutan dan
keanekaragaman hayati Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi, yaitu: 1.
Pengelolaan secara terpadu pada unit ekosistem masyarakat kecil kampung dan sumberdaya keanekaragaman hayati; 2. Penerapan eko-teknologi, teknologi ramah
lingkungan, kemandirian, berbasis pengembangan indigenous knowledge; 3. Tolok ukur kemakmuran adalah incomemasyarakat kecil bukan incomekapita.
Penerapan eko-teknologi yang ramah lingkungan dan berbasis pengembangan indigenous knowledge yang menurut Rachman 2008 diacu dalam
Zuhud 2011 bersifat: a akumulasi proses pembelajaran sebagai indigenous people; b hidup dan berkembang dari satu satuan masyarakat; c pengetahuan
sosiobudaya dan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat spesifik pada ekosistem; d berkemampuan adaptasi terhadap perubahan ekosistem; e efisien, ramah
lingkungan, terjaminnya keberlanjutan suistainability genetik sumberdaya hayati; f berfungsi memelihara pemerataan dan dapat memelihara gejolak sosial;
g menghindari polarisasi; h indikator viabilitas sosio-budaya; i unik, karena pantas dan patut digalakkan bagi pembangunan nasional bangsa Indonesia dalam
menghadapi era global, terutama antisipasi dampak dampak negatifnya berupa krisis ekonomi global.
Pengembangan teknologi pascapanen memiliki peranan dalam
pengembangan produk pangan dan obat dan menciptakan nilai tambah bagi bahan pangan dan obat. Sebagai contoh ubi kayu yang dapat diolah menjadi produk
seperti tepung yang memiliki daya tahan yang lebih lama dan nilai jual lebih tinggi, karena setelah ubi kayu dijadikan tepung tapioka, selanjutnya dapat diolah
menjadi bahan pembuatan roti, kue, mie, dan lainnya. Pengolahan pascapanen tumbuhan obat juga dapat melakukan pengeringan atau dibuat simplisia sehingga
ketersediaannya selalu ada dan memiliki nilai jual lebih ketika dijual. Pengembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi IPTEK di desa perlu
dilakukan demi pengembangan pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat agar efektif dan tepat guna. Peranan IPTEK bukan untuk merusak ataupun mengubah
pengetahuan lokal masyarakat, tetapi dimaksudkan untuk menyempurnakan dan mengembangkan sistem pengetahuan lokal yang dikemas menjadi lebih berdaulat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Masyarakat Desa Katikuwai terkait langsung dalam memanfaatkan
keanekaragaman hayati untuk kebutuhan hidup sehari-hari yang berasal dari lingkungan sekitar desa dan telah teridentifikasi memiliki potensi 92 spesies
tumbuhan yang digunakan sehari-hari yang terdiri dari 45 famili, 7 habitus, dan 14 bagian tumbuhan yang yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan
39 spesies, pangan fungsional 19 spesies dan obat 34 spesies. 2.
Masyarakat Desa Katikuwai telah mempraktekkan aksi-aksi konservasi tumbuhan melalui kegiatan membudidayakan tumbuhan, gotong-royong
dalam pembukaan lahan untuk pertanian, pembuatan anyaman dari tumbuhan, dan adat istiadat Pahappa. Selain itu, kebiasaan Pahappa
memiliki peran lebih dalam menjaga kesehatan masyarakat. Pola konsumsi pangan masyarakat, hutan keluarga atau Omang Patura juga merupakan
hasil dari penerapan Tri-Stimulus AMAR Pro-Konservasi, untuk meminimalisir kegiatan perambahan hutan.
6.2 Saran
1. Perlu dikembangkan Program Kampung Konservasi Hutan Pangan dan Obat
Keluarga POGA oleh pihak taman nasional, untuk mengembangkan konsep “hutan keluarga omang patura” yang selama ini telah dilakukan
masyarakat, dan mendukung upaya konservasi tumbuhan yang lebih terarah dalam mewujudkan kemandirian masyarakat.
2. Masyarakat sebagai subjekperilaku konservasi, perlu didampingi oleh pihak
Taman Nasional dalam mengawal dan melaksanakan program pengembangan kampung konservasi.