dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional Suhirman 1990.
Menurut Zuhud et al. 1994, tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat, yang
dikelompokkan menjadi 3 kelompok obat, yaitu: 1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercaya memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai obat tradisional; 2. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah
dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat, dan penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan
3. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan
secara ilmiah atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian galenik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Peraturan Menkes RI 2010. Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat, saat ini
dikenal dengan sebut Herbal Medicine atau Fitofarmaka yang perlu diteliti dan dikembangkan Zein 2005. Menurut Keputusan Menkes RI No. 761 tahun 1992.
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang memenuhi
persyaratan yang berlaku. Pemilihan ini berdasarkan atas, bahan bakunya relatif mudah diperoleh, didasarkan pada pola penyakit di Indonesia, perkiraan
manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar, memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita, dan satu-satunya alternatif pengobatan.
Keuntungan obat tradisional yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di
pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri dirumah.
2.5 Tri-Stimulus Amar Pro-Konservasi
Stimulus menurut Zuhud 2007, dapat diartikan sebagai fenomena, sinyal dan informasi yang didapatkan dari suatu benda, orang, tumbuhan, kebesaran
Tuhan dan lain-lain, yang dapat menjadi pendorong atau rangsangan masyarakat agar berperilaku konservasi. Konsep Tri-stimulus amar pro-konservasi dapat
digunakan sebagai alternatif pengelolaan lingkungan hidup yang efektif demi terwujudnya keberlanjutan sumberdaya alam hayati dan kesejahteraan masyarakat
Zuhud 2007. Tiga komponen stimulus yang mendorong wujud nyata konservasi yaitu stimulus “alamiah”, “manfaat”, dan “religius” yang merupakan kristalisasi
dari nilai-nilai: “kebenaran”, “kepentingan”, dan “kebaikan”. Stimulus alamiah dapat diartikan sebagai nilai-nilai kebenaran dari alam,
kebutuhan keberlanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya. Stimulus manfaat mengandung nilai-nilai kepentingan untuk
manusia didalamnya, seperti memperoleh manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis atau ekologis dan manfaat lainnya. Stimulus religius
mengandung nilai-nilai kebaikan, yang mengharap ganjaran dari Sang Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal, pahala, kebahagiaan, kearifan
budayatradisional, kepuasan batin dan lainnya. Tri-Stimulus Amar Konservasi pada awalnya diharapkan menimbulkan 3 sikap konservasi yakni: 1. Cognitive
persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan, dan keyakinan, 2. Affective emosi, senang, benci, dendam, sayang, cinta, dll., 3. Overt actions
Kecenderungan bertindak. Ketiga sikap konservasi yang ada, masing-masing diharapkan mengarah pada sikap yang positif dan akhirnya menuju perilaku pro
konservasi, hingga pada akhirnya konservasi dapat terwujud di dunia nyata karena banyaknya partisipasi dan sikap pro konservasi dari masyarakat ataupun instansi
yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam hayati.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Desa enclave Taman Nasional Laiwangi Wanggameti TNLW, yaitu di Pulau Sumba, Barat Daya Nusa Tenggara Timur,
Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur pada bulan Maret – April 2012.
Gambar 1 Letak Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Pengambilan data: kamera, alat tulis, kuisioner, tally sheet