c. Sayuran
Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang mengandung air. Sayuran biasanya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan
kadang-kadang digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa juga kelezatan makanan Siemonsma Piluek 1994 diacu dalam Kartikawati 2004.
Jenis-jenis sayuran diantaranya: selada Lactuca sativa, katuk Sauropus androgynus, berbagai jenis kobis, kol Brassica oleraceae, kangkung Ipomea
aqutica, dan jenis lainnya. Adapun jenis sayuran yang digunakan sebagai bumbu, yaitu bawang merah Allium cepa, bawang putih Allium sativum, daun bawang
Allium ampeloprasum, seledri Apium graveolens. Jenis tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran adalah daun pepaya Carica papaya, daun ubi jalar
Ipomea batatas, jagung muda Zea mays dan daun singkong Manihot utillisima. Jenis-jenis sayuran di atas merupakan jenis tumbuhan yang biasanya
ditanam di kebun dan merupakan jenis tumbuhan hortikultura Kartikawati 2004.
d. Palem-paleman dan Umbi-umbian
Jenis palem-paleman dan umbi-umbian biasanya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Flach dan Rumawas 1996 diacu dalam Kartikawati 2004
menyebutkan bahwa jenis tumbuhan pangan sebagai sumber karbohidrat merupakan jenis tumbuhan yang mengandung zat tepung atau zat gula yang
digunakan sebagai cadangan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan untuk manusia. Beberapa jenis tumbuhan yang merupakan
sumber karbohidrat diantaranya adalah sagu metroxylon sp., aren Arenga pinnata dan lain-lain yang merupakan jenis palem berkarbohidrat, kemudian ubi
jalar Ipomea batatas, singkong Manihot utillisima dan sebagainya yang merupakan umbi berkarbohidrat.
2.3.2 Kebiasaan konsumsi pangan
Kebiasaan konsumsi pangan merupakan suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Menurut Almatsier 2004,
kebiasaan makan suatu masyarakat salah satunya tergantung dari ketersediaan pangan di daerah tersebut yang pada umumnya berasal dari usaha tani. Selain
faktor ketersediaan pangan faktor sosial ekonomi dari masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan mereka.
Faktor sosial yang mempengaruhi antara lain: 1 keadaan penduduk suatu masyarakat jumlah, umur, distribusi jenis kelamin, dan geografis; 2 keadaan
rumah tangga besar rumah tangga, hubungan, jarak kelahiran; 3 pendidikan tingkat pendidikan ibuayah. Faktor ekonomi yang mempengaruhi antara lain: 1
pekerjaan pekerjaan utama, pekerjaan tambahan; 2 pendapatan rumah tangga; 3 pengeluaran; 4 harga pangan yang tergantung pada pasar dan variasi musim
Supriasa et al. 2002.
2.3.3 Ketahanan pangan
Ketahanan pangan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensional,
yaitu adanya hubungan keterkaitan antara mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi.
Maxwell dan Frenkenberger 1992 diacu dalam Widiyanti 2007 menyatakan bahwa untuk mengukur ketahanan pangan dapat dilakukan dengan
beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses
menjelaskan situasi pangan yang ditunjukkan dengan ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator dampak meliputi indikator langsung konsumsi dan
frekuensi pangan dan indikator tak langsung penyimpangan pangan dan status gizi. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan
ketahanan pangan Ariani 2005.
2.4 Tumbuhan Obat