melebihi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tanah, maka tanah akan memberikan reaksi negatif yaitu terjadinya kerusakan dan kegersangan tanah. Secara fakta
kondisi ini sudah sering terjadi terutama lahan-lahan yang sudah jenuh akibat pemberian pupuk kimia yang berlebihan.
Berdasarkan jenisnya, pupuk yang digunakan oleh petani reponden dibagi menjadi dua yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang terdiri dari
pupuk kandang kambingdomba dan ayam, sedangkan untuk pupuk kimia yang umum digunakan adalah Urea, NPK Poska, NPK Mutiara, ZA, KCl, TSP, dan
SP-36.
Rata-rata penggunaan pupuk per hektar per tahun oleh petani responden jumlahnya cukup jauh berbeda. Penggunaan pupuk kandang oleh petani anggota
Gapoktan lebih besar daripada bukan anggota Gapoktan yaitu sebesar 229,58 Kg, sedangkan petani bukan anggota Gapoktan hanya sebesar 126,25. Begitu pula
dengan penggunaan pupuk kimia dimana petani anggota Gapoktan menggunakan pupuk kimia per hektar per tahun sebanyak 752,42 Kg, sedangkan petani bukan
anggota Gapoktan hanya menggunakan pupuk kimia sebanyak 749,69 Kg.
Perbedaan rata-rata penggunaan pupuk ini disebabkan oleh berbedanya kemampuan akses dan pengadaan pupuk oleh masing-masing kelompok petani.
Petani anggota Gapoktan pada umumnya memanfaatkan fasilitas yang diberikan Gapoktan yaitu penyediaan sarana produksi saprodi. Pemberian pupuk ini tidak
gratis, namun cukup menguntungkan bagi petani karena pembayaran pupuk dapat dilakukan setelah panen nanti. Paket pemberian pupuk ini termasuk ke dalam
paket peminjaman natura saprodi sebagai pengganti pinjaman uang tunai dari dana BLM PUAP maupun kas Gapoktan. Pemberian pinjaman ini tidak dapat
dilakukan setiap saat karena jumlah dana kas dan dana PUAP yang terbatas, sementara petani yang menginginkan pinjaman jumlahnya banyak. Akan tetapi
pihak Gapoktan selalu mempertimbangkan prioritas kebutuhan petani dan berupaya untuk adil kepada semua petani anggota. Fasilitas ini cukup membantu
bagi petani anggota Gapoktan yang mengalami keterbatasan modal.
6.2.3. Penggunaan Benih
Benih merupakan komponen input produksi utama yang hidup dan menjadi fokus kegiatan budidaya sayuran. Banyak sedikitnya kebutuhan benih
dipengaruhi oleh besar kecilnya lahan yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya. Pada kegiatan usahatani sayuran oleh petani responden umumnya bibit
sayuran yang digunakan masih dalam bentuk benih. Adapun jenis sayuran yang biasa ditanam oleh petani responden antara lain cabai, buncis, caisin, kacang
panjang, kapri, terung, tomat, jagung sayur, dan kacang edamame, ketimun
Berdasarkan data pada Tabel 30, diketahui bahwa sayuran yang paling banyak diusahakan oleh petani antara lain cabai, buncis, caisin, dan kacang
panjang. Benih diperoleh petani melalui pembelian langsung di toko penjualan benih terdekat maupun di Gapoktan Rukun Tani. Beberapa petani responden yang
memiliki keterbatasan modal mengusahakan benih sayuran milik sendiri dari hasil panen sebelumya. Benih yang diusahakan sendiri memiliki kualitas yang lebih
rendah dibandingkan benih beli. Hal ini dikarenakan benihbakal anakan filial secara morfologis memiliki sifat yang berbeda dengan tanaman induknya serta
kualitas yang lebih rendah. Ditambah pula dengan keterbatasan ilmu petani dalam menyeleksi benih yang akan digunakan.
6.2.4. Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan pelaku atau pelaksana dari seluruh proses dan kegiatan usahatani sehingga keberadaannya mutlak harus ada. Penggunaan tenaga
kerja umumnya dibedakan menjadi Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKDK dan Tenaga Kerja Luar Keluarga TKLK. Tenaga Kerja Dalam Keluarga sering tidak
diperhitungkan nilainya oleh petani karena dianggap bukanlah komponen yang perlu dimasukkan ke dalam usahatani karena petani umumnya tidak
mengeluarkan upah atau biaya untuk tenaga kerja jenis ini. Sementara itu, petani akan sangat memperhitungkan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga karena
banyak sedikitnya penggunaan tenaga kerja jenis ini per satuan HOK berpengaruh terhadap pengeluaran usahatani. Tenaga Kerja dibagi menjadi dua yaitu tenaga
kerja laki-laki dan perempuan. Tenaga kerja laki-laki umumnya mengerjakan pekerjaan yang berat seperti persiapan lahan, pemupukan dan pengangkutan hasil
panen, sedangkan tenaga kerja wanita untuk pekerjaan yang ringan seperti penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
Rata-rata penggunaan tenaga kerja oleh petani per hektar per tahun untuk tenaga kerja dalam keluarga TKDK yaitu 45,09 HOK untuk petani anggota
Gapoktan dan 41,34 HOK untuk petani bukan anggota Gapoktan. Sedangkan untuk tenga kerja luar keluarga TKLK sebesar 55,36 HOK untuk petani anggota
Gapoktan dan 48,51 HOK untuk petani bukan anggota Gapoktan. Penggunaan TKLK yang lebih besar oleh petani anggota dimungkinkan karena rata-rata usia
petani responden anggota Gapoktan lebih tua atau berusia lanjut sehingga kurang produktif dan kesulitan dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan di lahan terutama
untuk kegiatan yang berat. Untuk memperlancar kegiatan usahatani, responden menggunakan jasa buruh tani untuk membantunya. Disamping itu, lokasi lahan
yang jauh dari rumah yaitu berada di kaki Gunung Pangrango, menyebabkan petani yang berusia sudah tua kesulitan dalam menjangkau lokasi lahan.
6.2.5. Penggunaan Obat-Obatan