tingkah laku individu melalui sistem insentif dan disinsentif. Kedua, kelembagaan memiliki pengaruh bagi terciptanya suatu pola interaksi yang
stabil yang diinternalisasi oleh setiap individu. Hal inilah yang menimbulkan ekspektasi keteraturan di masa mendatang, tentunya dalam batas-batas
aransemen kelembagaan yang dimaksud. Oleh karena itu, kelembagaan mampu menurunkan ketidakpastian dan mengurangi biaya transaksi aktiftas
perekonomian.
Dari penjelasan ini, kelembagaan amat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang harus dan tidak harus mengerjakan sesuatu kewajiban
atau tugas, bagaimana mereka boleh mengerjakan sesuatu tanpa intervensi dari orang lain kebolehan, bagaimana mereka dapat mampu mengerjakan sesuatu
dengan bantuan kekuatan kolektif kemampuan dan hak, dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh kekuatan kolektif untuk mengerjakan sesuatu atas
namanya ketidakmampuan atau exposure. Dalam bahasa yang lebih formal, kelembagaan dapat digambarkan sebagai serangkaian hubungan keteraturan
ordered relationship antara beberapa orang yang menentukan hak, kewajiban, serta kewajiban menghargai hak orang lain privilege, dan tanggung jawab
mereka dalam masyarakat atau kelembagaan tersebut Bromley, 1989.
2.3. Ekonomi Kelembagaan dan Koordinasi Aktivitas Ekonomi
Kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kerangka dasar perumusan kebijakan dan pembangunan pertanian untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan yang dimaksud adalah suatu aturan yang dikenal, diikuti, dan ditegakkan secara baik oleh anggota masyarakat, yang
memberi naungan dan hambatan constraints bagi individu atau anggota masyarakat. Kelembagaan memberi nafas dan ruang gerak bagi tumbuh dan
berkembangnya suatu organisasi Arifin, 2005. Untuk menjalankan kebijakan yang sebenarnya cukup rumit, sebuah lembaga parastatal umumnya didirikan
untuk membantu melakukan pengadaan dan pembelian produk petani pada saat musim panen dan melakukan operasi pasar pada masa-masa sulit.
Pendekatan dan kerangka analisis yang ditempuh dalam penelusuran ekonomi kelembagaan lebih banyak bersifat kualitatif, walaupun beberapa
penarikan kesimpulan juga dilakukan berdasarkan data kuantitatif dan informasi relevan lain. Fokus analisis kelembagaan mencakup dua aspek penting, yaitu 1
aturan main dan 2 organisasi, terutama yang berhubungan erat dengan skema kebijakan publik, tingkat politis, tingkat organisasional dan tingkat implementasi,
berikut interaksinya yang dilingkupi suatu aransemen kelembagaan. Secara sistematis, analisis tentang kelembagaan difokuskan untuk menelusuri
ketersediaan, aksesibilitas, dan stabilitas harga. Salah satu entry point yang akan ditelusuri lebih jauh dari tujuan pendirian kelembagaan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemudahan bagi aksesibilitas masyarakat terhadap komoditas pertanian dan meningkatkan kualitas gizi makro masyarakat adalah persiapan dan
setting kelembagaan yang diperlukan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk keluar dari kemiskinan atau exit strategi secara umum Arifin,
2005.
Kerangka analisis dalam studi kelembagaan juga dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana prediksi suatu kelembagaan berdasarkan hasil
analisis perjalanan kinerja selama ini, termasuk siapa saja yang diuntungkan dan
dirugikan. Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktifitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil
atau kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara yang berdaulat. Ekonomi kelembagaan dimaksudkan sebagai salah satu bentuk
alternatif pemecahan masalah-masalah ekonomi. Permasalahan ekonomi secara umum timbul dari adanya kelangkaan scarcity sumber daya dan keinginan
manusia yang tidak terbatas, sehingga timbul yang dinamakan dengan pilihan choice. Kelembagaan menjadi alat atau instrumen untuk menelusuri dan
menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi Arifin, 2005. 2.4.
Konsep dan Pola Kemitraan Agribisnis
Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam Undang- Undang
Nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi “Kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan”. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah
saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling melengkapi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha,
meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha
mandiri Sumardjo et all, 2004.
Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha atau lembaga tertentu. Adapun bentuk-bentuk
kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut Sumardjo et all, 2004 :
a. Pola Kemitraan Inti-Plasma