Keterkaitan Infrastruktur dengan Perekonomian

Subsektor komunikasi meliputi kegiatan penyampaian berita dengan menggunakan sarana pos dan telekomunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro seperti kegiatan pengiriman surat, paket, wesel, telepon fixed phone dan cellular, telegram, wartel dan sebagainya.

2.1.2. Keterkaitan Infrastruktur dengan Perekonomian

Pada dasarnya peranan infrastruktur dalam perekonomian adalah sangat penting dan sentral. Infrastruktur dipahami sebagai enabler berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Hirschman dalam Yanuar 2006 yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari social overhead capital yang mutlak diperlukan untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Todaro 2000 menjelaskan kaitan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi, bahwa yang tercakup dalam pengertian infrastruktur adalah aspek fisik dan finansial yang terkandung dalam jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan udara dan bentuk-bentuk sarana transportasi lainnya dan komunikasi ditambah air bersih, lembaga-lembaga keuangan, listrik dan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Kajian teori pembangunan menjelaskan bahwa untuk menciptakan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur, yang pada prinsipnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama, yaitu penyediaan prasarana berdasarkan kebutuhan demand approach termasuk didalamya untuk memelihara prasarana yang telah dibangun. Pendekatan kedua, yaitu penyediaan prasarana untuk mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu supply approach. Pada saat ketersediaan dana sangat terbatas, maka prioritas lebih diarahkan kepada pendekatan pertama demand approach, sedangkan pada saat kondisi ekonomi sudah membaik maka pembangunan prasarana baru untuk mendorong tumbuhnya suatu wilayah dapat dilaksanakan Propenas dalam Bulohlabna, 2008. Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional Bappenas, 2003. Sebagaimana teori Lewis, kondisi pareto optimal akan tercapai bila terjadi mobilitas faktor-faktor produksi labour tanpa hambatan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Jhingan, 2007. Daerah-daerah yang memiliki tingkat mobilitas faktor-faktor produksi antar daerah rendah akan menyebabkan pertumbuhan ekonominya rendah. Daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi di daerah yang bersangkutan memiliki mobilitas antar daerah yang rendah. Teori Wagner menyebutkan adanya keterkaitan positif antara pertumbuhan ekonomi dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Teori ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan tumbuh lebih cepat dari PDB, dengan kata lain elastisitas pengeluaran pemerintah terhadap PDB lebih besar dari satu. Apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat. Dasar teori Wagner ini adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju Mangkoesoebroto, 2001. Pengeluaran pemerintah akan meningkat guna membiayai tuntutan masyarakat akan kemudahan mobilitas untuk mendukung kegiatan ekonomi.

2.1.3. Model Input-Output