Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

mengalami fluktuasi dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja menurun pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2004. Rata-rata kontribusi dari sektor listrik, gas dan air terhadap penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 0,21 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia per tahunnya, sektor bangunan sebesar 4,90 persen dan sektor angkutan, pergudangan, komunikasi sebesar 5,89 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja dari masing-masing sektor tersebut per tahunnya adalah sebesar -0,06 persen untuk sektor listrik, gas dan air, 0,76 persen untuk sektor bangunan dan 1,70 persen untuk sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi. Proyek-proyek yang dijalankan oleh swasta maupun BUMN pada sektor bangunan serta sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar sehingga rata-rata pertumbuhan tenaga kerja per tahunnya pun menunjukkan nilai yang positif, selain itu sektor-sektor tersebut terutama sektor bangunan dipersiapkan untuk menyerap para pekerja yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja PHK akibat dampak dari krisis finansial global 2009. Sektor listrik, gas dan air mengalami pertumbuhan negatif untuk penyerapan tenaga kerja pada tahun-tahun tertentu karena sektor ini memang sudah merencanakan untuk mengurangi jumlah tenaga kerja guna memangkas biaya produksi melihat Saldo Bersih Tertimbangnya yang menunjukkan angka negatif pada tahun-tahun tersebut.

4.3. Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

1. Sektor Listrik, Gas dan Air bersih

Jumlah pelanggan listrik di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dari pelanggan rumah tangga, industri, bisnis, sosial maupun publik. Jumlah pelanggan listrik untuk semua kategori di Indonesia pada tahun 1995 berjumlah 19.454.323 pelanggan dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 35.768.930 pelanggan atau naik sebesar 83,86 persen. Mayoritas pelanggan didominasi oleh rumah tangga, sementara dari kategori industri dan bisnis jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan pelanggan kategori rumah tangga, padahal pelanggan dengan kategori inilah yang sangat berhubungan dengan kegiatan perekonomian ataupun output perekonomian suatu wilayah. 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial Publik Jumlah Sumber: BPS, 1995-2006 diolah Gambar 4.1. Energi Listrik Terjual per Kelompok Pelanggan MVA Jumlah energi yang diproduksi oleh PLN pada tahun 1996 adalah sebesar 67.386,54 GWh dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya hingga menjadi sebesar 133.108,39 GWh di tahun 2006 atau terjadi kenaikan sekitar 97,53 persen. Jika dilihat berdasarkan energi yang terjual per kelompok pelanggan maka konsumsi listrik terbesar berasal dari kelompok industri dimana rata-rata konsumsinya selama tahun 1996 hingga 2006 adalah sebesar 42,74 persen kemudian diikuti oleh rumah tangga sebesar 37,99 persen dan bisnis sebesar 13,74 persen Gambar 4.1. Fenomena ini menunjukkan bahwa walaupun jumlah pelanggan untuk kategori industri sedikit namun energi listrik yang dikonsumsi cukup besar. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat perkembangan produksi dan penjualan gas kota yang disalurkan oleh PT. PGN dimana terjadi peningkatan setiap tahunnya pada kedua indikator tersebut. Pada tahun 2000 produksi gas kota masih sebesar 1.968 m 3 sementara di tahun 2006 jumlahnya mengalami peningkatan sebesar 96,75 persen menjadi 3.872 m 3 . Peningkatan produksi ini dilakukan untuk memenuhi permintaan gas yang semakin meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan produksi gas masih mampu memenuhi permintaan dari masyarakat, hal ini ditunjukkan oleh jumlah produksinya yang lebih besar daripada jumlah penjualannya. 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Produksi Juta m3 Penjualan Juta m3 Sumber: BPS, 1995-2006 diolah Gambar 4.2. Perkembangan Produksi dan Penjualan Gas Kota Tahun 1995-2006 Keterangan: Angka Sebelumnya Estimasi Seperti halnya listrik dan gas, air bersih juga merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat yang mengalami peningkatan baik dari segi jumlah pelanggan maupun jumlah air bersih yang disalurkan. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah pelanggan air bersih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 1995 terdapat 3.495.509 pelanggan air bersih dan mengalami kenaikan sebesar 115,61 persen menjadi sebanyak 7.536.654 pelanggan di tahun 2006. Sedangkan jumlah air bersih yang disalurkan juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu tersebut dimana terjadi kenaikan sebesar 102,01 persen dari 1.154.937 di tahun 1995 menjadi 2.333.031 di tahun 2006. Namun jika dilihat secara rinci ternyata perkembangan produksi air yang disalurkan mengalami fluktusi yang bervariasi dimana pada tahun-tahun tertentu jumlah air bersih yang disalurkan sempat mengalami penurunan. 1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 5.000.000 6.000.000 7.000.000 8.000.000 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jumlah Air Bersih yang Disalurkan Kepada Pelanggan Jumlah Pelanggan Perusahaan Air Bersih Sumber: BPS, 1995-2006 diolah Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Air Bersih yang Disalurkan Tahun 1995-2006 Keterangan: Angka Sebelumnya Estimasi Berdasarkan Tabel I-O Lampiran 3 dapat diketahui transaksi input dan output yang terjadi antara subsektor-subsektor kategori listrik, gas dan air bersih dengan sektor lainnya, sedangkan transaksi yang lebih rinci dapat dilihat dari Tabel I-O klasifikasi 175 sektor. Output dari subsektor listrik dan gas paling banyak digunakan sebagai input oleh subsektor itu sendiri yaitu sebesar 19,31 persen dari jumlah permintaan antara subsektor tersebut. Output subsektor air bersih juga paling banyak digunakan oleh subsektor itu sendiri yaitu sebesar 40,54 persen. Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa input yang digunakan oleh subsektor listrik dan gas paling banyak berasal dari subsektor barang-barang hasil kilang minyak yaitu sebesar 36,02 persen dari jumlah input antara subsektor tersebut. Sedangkan input subsektor air bersih paling banyak berasal dari subsektor itu sendiri yaitu sebesar 43,26 persen.

2. Sektor Konstruksi

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai realisasi konstruksi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2002 nilai konstruksi yang terealisasi adalah sebesar Rp 35,08 triliun dan mengalami kenaikan sekitar 126,31 persen menjadi Rp 79,39 triliun di tahun 2007 dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya adalah sebesar 18,43 persen. Sedangkan tipe konstruksi yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap total realisasi konstruksi adalah bangunan bukan tempat tinggal serta pembangunan jalan dan jembatan di urutan berikutnya. Berdasarkan alur transaksi input dan output pada Tabel I-O dapat diketahui bahwa output subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal paling banyak digunakan sebagai input oleh subsektor jasa perdagangan yaitu sebesar 33,25 persen dari jumlah permintaan antara subsektor tersebut, output subsektor bangunan dan instalasi listrik, gas dan air bersih dan komunikasi oleh subsektor jasa komunikasi yaitu sebesar 47,43 persen dan output subsektor prasarana pertanian, subsektor jalan, jembatan dan pelabuhan serta subsektor bangunan lainnya oleh subsektor jasa pemerintahan umum yaitu masing-masing sebesar 25,07 persen, 29,35 persen dan 23,67 persen. Sementara itu, input dari subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal serta subsektor bangunan lainnya paling banyak berasal dari subsektor jasa perdagangan yaitu masing-masing sebesar 15,23 persen dan 13,88 persen dari jumlah input antara subsektor tersebut, input subsektor prasarana pertanian dari subsektor barang-barang hasil kilang minyak sebesar 22,14 persen, input subsektor jalan, jembatan dan pelabuhan dari subsektor barang galian segala jenis sebesar 23,25 persen, input subsektor bangunan dan instalasi listrik, gas dan air bersih dan komunikasi dari subsektor jasa perusahaan sebesar 13,65 persen. Tabel 4.4. Nilai Realisasi Konstruksi Berdasarkan Tipe Konstruksi Tahun 2002- 2007 Juta Rupiah Type of Construction 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Residential 4.891.746 6.155.685 4.795.995 7.495.904 9.305.172 9.305.172 Non residential 9.653.059 10.547.568 18.581.659 20.701.163 22.069.558 23.528.407 Electrical installation 1.387.860 1.099.642 3.825.819 3.174.567 3.363.393 3.563.451 Gas and Water supply installation 193.528 103.114 114.635 431.511 371.544 319.911 Sanitary installation 85.996 186.489 69.988 206 194.926 184.447 Foundation 146.339 294.075 353.875 1.155.892 850.095 625.198 Sound system, AC, lift, etc 85.294 73.855 2.038.887 1.090.505 1.268.817 1.476.285 Water supply network 317.42 269.802 447.877 487.919 512.374 538.055 Oil and Gas pipe network 148.326 314.169 759.422 650.974 648.546 646.127 Electricity network 665.628 1.679.716 1.559.105 439.088 1.027.867 2.406.148 Road and bridge works 9.696.851 10.460.761 15.083.795 18.844.750 19.897.065 21.008.143 Irrigationdrainage 2.412.684 2.106.474 4.975.447 3.845.006 4.553.470 5.392.472 Electric power supply and Telecomunication Network 132.198 110.385 20.973 2.823.137 1.137.230 458.105 Construction or improvement of airport, harbor, bus station, etc 728.708 637.34 1.440.669 1.688.968 1.598.572 1.513.014 Other construction works 4.534.600 5.011.568 1.936.391 4.282.534 5.144.678 6.180.386 TOTAL 35.080.237 39.050.643 56.004.537 67.317.918 71.943.309 79.391.287 Sumber: BPS, 2002-2007 Keterangan: Angka Sebelumnya

3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Lalu lintas penumpang dan barang yang menggunakan jasa transportasi kereta api mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Pada tahun 1998 saat terjadinya krisis ekonomi, jumlah penumpang dan barang yang menggunakan transportasi ini mengalami penurunan yang kemungkinan diakibatkan oleh daya beli masyarakat yang semakin berkurang. Pada tahun 2008 jumlah penumpang yang menggunakan transportasi kereta api mengalami peningkatan dibandingkan tahun 1995 yaitu dari 145 juta orang menjadi sebanyak 194,08 juta orang dan jumlah barang yang diangkut dari 16,87 juta ton menjadi sebanyak 19,44 juta ton. 50 100 150 200 250 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 Penumpang Juta 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 Barang Ribuan Ton Sumber: BPS, 1995-2008 diolah Gambar 4.4. Jumlah Penumpang dan Barang Melalui Transportasi Kereta Api Indonesia Tahun 1995-2008 Panjang jalan di Indonesia pada tahun 2005 adalah 391.009 km. Jika dirinci menurut pengelolaannya maka 8,86 persen diantaranya adalah jalan negara, 10,26 persen jalan provinsi dan 80,88 persen jalan kabupatenkota. Jika dilihat menurut kondisi permukaannya maka dari panjang jalan tersebut 55,42 persennya sudah beraspal sedangkan sisanya bukan aspal. Panjang jalan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dari sepanjang 327.227 km pada tahun 1995 menjadi 391.009 km di tahun 2005 dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 1,81 persen. Sementara komposisi jalan negara dan provinsi mengalami penurunan di tahun 1999 karena sejak tahun tersebut daerah Timor Timur tidak termasuk ke dalam perhitungan panjang jalan Indonesia. Jumlah penumpang dan barang dari bandara Indonesia untuk keberangkatan dalam negeri pada tahun 2005 adalah sebanyak 25,32 juta penumpang dan barang yang diangkut sebanyak 203,36 ribu ton, sedangkan untuk keberangkatan luar negeri sebanyak 5,53 juta orang dan barang yang diangkut sebanyak 139,11 ribu ton Tabel 4.5. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari tahun 1995 meskipun pada keberangkatan luar negeri jumlah barang yang diangkut mengalami tren penurunan setiap tahunnya. Penurunan yang besar untuk semua jenis keberangkatan terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1998. Tabel 4.5. Jumlah Penumpang dan Barang Datang dari Bandara Indonesia Tahun 1995-2005 Tahun Keberangkatan Dalam Negeri Keberangkatan Luar Negeri Penumpang Ribu Barang Ton Penumpang Ribu Barang Ton 1995 12.948,9 177.880,6 4.082,0 151.925,6 1996 13.546,2 194.350,7 4.544,5 169.092,9 1997 12.499,8 194.819,0 4.935,8 171.017,0 1998 7.863,8 147.718,7 3.833,0 170.617,4 1999 7.045,8 161.032,7 3.924,3 165.600,2 2000 8.654,2 161.201,0 4.728,4 146.340,0 2001 10.394,3 164.135,0 4.516,4 147.008,0 2002 12.193,0 142.455,0 4.744,9 142.854,0 2003 17.459,5 159.723,0 4.275,3 130.207,0 2004 23.029,7 171.141,0 5.290,9 138.449,0 2005 25.329,8 203.356,0 5.528,9 139.108,0 Sumber: BPS, 1995-2005 Transportasi laut berperan penting dalam memperlancar mobilitas barang dan penumpang antar pulau maupun antar negara. Selain harganya yang terjangkau, transportasi ini juga dapat mengangkut muatan dalam jumlah yang besar sehingga perannya cukup penting dalam menunjang perekonomian. Pada tahun 2005, jumlah barang yang dibongkar muat antar pulau dan luar negeri masing-masing sebanyak 312,86 juta ton dan 211,13 juta ton, jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun tersebut jumlah penumpang kapal layar yang berangkat dan datang dari pelabuhan laut Indonesia masing-masing sebanyak 14,74 juta orang dan 13,66 juta orang. Sejak tahun 1998 jumlah penumpang kapal layar terus menurun dari tahun ke tahun meskipun pada tahun 2002 sempat mengalami peningkatan. Jasa komunikasi memegang peranan penting dalam menghubungkan arus informasi lintas daerah maupun lintas negara sehingga perannya sangat dibutuhkan dalam memfasilitasi kemajuan ekonomi suatu negara. Jumlah pelanggan telepon otomatis terus mengalami peningkatan dari tahun 1995, meskipun pada tahun 2005 sempat terjadi penurunan jumlah pelanggan telepon otomatis menjadi sebanyak 8,75 juta pelanggan dari tahun sebelumnya sebanyak 10,05 juta pelanggan. Sedangkan pada tahun 2005, produksi pulsa yang dihasilkan untuk lokal sebesar 22,92 triliun pulsa, SLJJ sebanyak 57,75 miliar menit dan internasional sebanyak 245,60 ribu menit. Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya kecuali untuk produksi pulsa SLJJ. Banyaknya kantor pos cabang mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi sebanyak 207 unit dari tahun sebelumnya sebanyak 314 unit dan jumlahnya tetap sama hingga tahun 2005, kantor pos tambahan juga tidak mengalami perubahan pada tahun 2005 dari tahun sebelumya yaitu tetap sebanyak 88 unit. Transaksi input dan output yang terjadi antara subsektor-subsektor pengangkutan dan komunikasi dengan sektor lainnya juga dapat diketahui dari Tabel I-O yang sama. Output yang dihasilkan oleh subsektor jasa angkutan kereta api, subsektor jasa angkutan jalan raya, subsektor jasa angkutan sungai dan danau serta subsektor jasa komunikasi paling banyak digunakan sebagai input oleh subsektor jasa perdagangan yaitu masing-masing sebesar 18,39 persen, 22,01 persen, 27,90 persen dan 25,61 persen dari jumlah permintaan antara subsektor tersebut, output subsektor jasa angkutan laut oleh subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal sebesar 8 persen, output subsektor jasa angkutan udara oleh subsektor jasa pemerintahan umum sebesar 23,13 persen dan output subsektor jasa penunjang angkutan oleh subsektor jasa angkutan laut sebesar 19,73 persen. Sementara itu, input yang digunakan oleh subsektor jasa angkutan kereta api, subsektor jasa angkutan laut, subsektor jasa angkutan sungai dan danau serta subsektor jasa angkutan udara paling banyak berasal dari subsektor barang-barang hasil kilang minyak yaitu masing-masing sebesar 24,38 persen, 39,83 persen, 25,70 persen dan 17,21 persen dari jumlah input antara subsektor tersebut. Sedangkan input subsektor jasa angkutan jalan raya paling banyak berasal dari subsektor jasa perbengkelan yaitu sebesar 37,53 persen dan subsektor jasa komunikasi dari subsektor itu sendiri sebesar 34,54 persen.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN