BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa, usia rata-rata responden untuk kelas ekonomi atas 45,5 tahun, kelas ekonomi
menengah 43,3 tahun, dan kelas ekonomi bawah 42,8 tahun. Mayoritas responden kelas ekonomi atas, menengah, maupun bawah adalah perempuan yang umunya
adalah ibu rumah tangga, baik yang memiliki pekerjaan maupun tidak memiliki pekerjaan. Hal ini diambil karena biasanya ibu rumah tangga lebih memahami
masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan konsumsi keluarga. Untuk responden rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan baik itu kelas
ekonomi atas, menengah, maupun bawah peresntase terbesarnya adalah ibu rumah tangga. Persentase terbesar responden pada tingkat pendidikan kelas ekonomi atas
dan menengah adalah tingkat SLTA, sedangkan kelas ekonomi bawah adalah SLTP. Persentase terbesar Jumlah anggota keluarga untuk kelas ekonomi atas,
menengah dan bawah adalah yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang. Responden terbesar untuk pengeluaran konsumsi tempe keluarga kelas
ekonomi atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah adalah diatas Rp 60.000. Lokasi pembelian tempe untuk kelas ekonomi atas sebesar 56 persen
di pasar, kelas ekonomi menengah 38 persen di pedagang keliling, dan kelas
ekonomi bawah sebesar 50 persen di pedagang sayur keliling. Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe dapat ditarik
kesimpulan bahwa harga tempe X
1
, harga tahu X
2
, harga telur X
3
, jumlah anggota keluargaX
4
, pendidikan terakhirX
5
,kelas ekonomi bawahD
1
, dan
kelas ekonomi menengah D
2
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap konsumsi tempe di Kota Bogor pada taraf nyata lima persen.
7.2 Saran
Hendaknya penawaran tempe yang ada di Kota Bogor lebih di tingkatkan lagi baik dari segi jumlah maupun kemudahan mendapatkan produk. Sampai saat
ini belum terdapat sentra tempe di Kota Bogor sehingga rumah tangga dapat dengan mudah memperoleh produk tersebut.
Baiknya semua kalangan dari usia kecil sampai dewasa dan dari berbagai kelas sosial mengonsumsi tempe karena baik untuk kesehatan tubuh karena
banyak mengadung vitamin.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2008. Staistik Harga Perdagangan Besar Beberapa Propinsi di Indonesia 1999-2003.
BPS Kota Bogor. 2008. Kota Bogor Dalam Angka. Deptan, 2005. Data Base Pemasaran Internasional Kedelai.
Departemen Pertanian, 2008. Data Base Kedelai. Engel, J.F, Blackwell, R.D, dan Winiard, P.W. 1994. Peilaku Konsumen, Edisi
Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta. Hadipurnomo, Tidar. 2000. Dampak Kebijakan Produksi dan Perdagangan
Terhadap Penawaran dan Permintaan Kedelai di Indonesia. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB.
Iswardono. 1994. Teori Ekonomi Mikro. Gunadarma. Jakarta. Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi,
dan Kontrol. Jilid 2. Edisi Bahasa Indonesia. PT Prenhallindo. Jakarta. Kurniasari, E. 2010. Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai di Sentra Industri
Tempe Kelurahan Semanan Jakarta Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomni dan Manajemen. IPB. Bogor.
Mankiw, N. Gregory. 1998. Pengantar Ekonomi Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Nazir, N. 1998. Metode Penelitian. Ghalia. Indonesia.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1992. Agribisnis Kedelai. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1993. Penelitian Agribisnis Buku I:
Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi 2. Ghalia. Indonesia. Sarwono, B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus
Pemecahannya. ANDI. Yogyakarta.
Susetyanto. 1994. Analisis Dampak Alternatif Kebijaksanaan Terhadap Produksi, Pendapatan, dan Konsumsi Rumah Tangga Petani Kedelai di Kabupaten
Subang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Widari, S. 2006. Dampak Sosialisasi Flu Burung Terhadap Pola Konsumsi
Daging Dan Telur Ayam Konsumen Rumah Tangga Di Kota Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor. Widodo, A. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Membeli Stick
Tahu Poo Studi Kasus Di Kabupaten Kediri. Skripsi. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Regression Analysis: C versus X1, X2, X3, X4, X5, D1, D2, D3
D3 is highly correlated with other X variables D3 has been removed from the equation
The regression equation is C = - 32094 + 11.4 X1 + 10.2 X2 + 2.06 X3 + 1732 X4 + 726 X5 + 3892 D1
+ 6864 D2 Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -32094 13940 -2.30 0.023 X1 11.4281 0.5555 20.57 0.000 1.7
X2 10.194 1.857 5.49 0.000 1.4 X3 2.0633 0.9035 2.28 0.024 1.7
X4 1732.4 696.4 2.49 0.014 1.2 X5 726.3 316.0 2.30 0.023 2.1
D1 3892 1730 2.25 0.026 2.8 D2 6864 1308 5.25 0.000 1.6
S = 5974 R-Sq = 84.3 R-Sqadj = 83.5 Analysis of Variance
Source DF SS MS F P Regression 7 27205949362 3886564195 108.90 0.000
Residual Error 142 5067785638 35688631 Total 149 32273735000
Source DF Seq SS X1 1 23917212137
X2 1 1467034653 X3 1 408884410
X4 1 93445146 X5 1 332726079
D1 1 3355082 D2 1 983291855
Unusual Observations Obs X1 C Fit SE Fit Residual St Resid
41 2000 40000 53011 1664 -13011 - 2.27R
147 4000 80000 68432 1601 11568 2.01R
148 4000 80000 68432 1601 11568 2.01R
149 4000 80000 68432 1601 11568 2.01R
R denotes an observation with a large standardized residual Durbin-Watson statistic = 0.43
Normplot of Residuals for C
Macro is running ... please wait
Normal Prob Plot: RESI1
KUESIONER PENELITIAN
1. Nama :
2. Usia :
3. Alamat :
4. Pekerjaan :
5. Pendidikan Terakhir :
6. Status Pernikahan :
7. Jumlah Anggota Keluarga :
8. Yang Sudah Bekerja :
9. Berapa rata-rata pendapatan keluarga anda dalam sebulan ? 10. Berapa rata-rata pengeluaran anda keluarga dalam sebulan ?
11. Berapa rata-rata pengeluaran anda keluarga untuk pangan dalam sebulan ? 12. Apakah anda mengkonsumsi produk berikut ini ?
a. Tempe Ya Tidak
b. Tahu Ya Tidak
c. Telur Ya Tidak
13. Isilah tabel berikut Jenis produk
Jumlah pembelian konsumsi dalam sebulan
Harga pembelian Tempe
Tahu Telur
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi
“FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI TEMPE DI KOTA
BOGOR” oleh Indra Setiawan A 14105673, mahasiswa Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
14. Alasan membeli dan mengkonsumsi produk-produk tersebut diatas ? a. Sudah menjadi kebutuhan
b. Ingin mencoba c. Pemenuhan gizi
d. Variasi Menu e. Lainnya sebutkan
15. Dimana biasanya anda membeli produk-produk tersebut ? a. Pasar
b. Warung c. Supermarket
d. Pedagang sayur keliling e. Lainnya Sebutkan
16. Berapa jumlah rata-rata pengeluaran anda khusus untuk konsumsi tempe ? 17. Alasan anda mengkonsumsi tempe ?
a. Sudah menjadi kebutuhan b. Harganya Murah
c. Pemenuhan gizi d. Variasi Menu
e. Lainnya sebutkan 18. Dimana biasanya anda membeli tempe ?
a. Pasar b. Warung
c. Supermarket d. Pedagang sayur keliling
e. Lainnya Sebutkan 19. Kapan anda melakukan pembelian tempe?
a. Mendadak b. Terencana
c. Jika persediaan habis d. Lainnya Sebutkan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi penduduk di negara-negara berkembang membawa dampak pada peningkatan kemakmuran,
dimana konsekuensinya adalah semakin bertambah cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada produk-
produk penghasil protein. Kebutuhan akan protein ini akan semakin meningkat dengan peningkatan kebutuhan energi, jumlah penduduk dan pendapatan.
Sumber pangan yang diharapkan oleh masyarakat adalah pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada kedelai
yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein nabati dan merupakan pengganti sumber protein hewani yang harganya cukup mahal serta bahan pangan
hewani umumnya banyak mengandung lemak dan zat-zat lain seperti kolesterol yang tinggi sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti jantung
koroner, diabetes, dan lain sebagainya. Kedelai merupakan salah satu bahan pangan nabati yang sangat penting
sebagai sumber protein. Masyarakat mulai mengonsumsi makanan olahan kedelai seperti tempe, tahu, kecap, tahu, dan susu kedelai dengan tujuan untuk
meningkatkan konsumsi protein nabati. Selain itu, kedelai juga memiliki ragam kegunaan yang cukup luas untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan
pakan ternak unggas dan ikan. Kebutuhan akan kedelai meningkat setiap tahunnya sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita,
meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai. Produksi dan produktivitas
kedelai di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia Tahun 2000 - 2009
Tahun Luas Panen
ha Produksi
ton Produktivitas
kuha
2000 824.484
1.017.634 12,34
2001 678.848
826.932 12,18
2002 544.522
673.056 12,36
2003 526.796
671.600 12,75
2004 565.155
723.483 12,80
2005 621.541
808.353 13,01
2006 580.534
747.611 12,88
2007 459.116
592.534 12,91
2008 590.956
775.710 13,10
2009 782.200
966.469 13,30
Sumber: bps.go.idindex 27 Januari 2010 Keterangan: angka sementara
Pada Tabel 1 memperlihatkan produksi kedelai pada tahun 2000 sangat tinggi yaitu 1.017.634 ton. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat itu, para
petani kedelai dalam negeri melakukan panen dengan maksimal dengan lahan yang masih luas. Pada tahun 2001 produksi kedelai dalam negeri mengalami
penurunan produksi sebesar 44.83 persen dari tahun 2000, hal ini dikarenakan dengan semakin sempitnya luas lahan untuk menanam kedelai, selain itu hal ini
dikarenakan oleh adanya persaingan penggunaan lahan dengan tanaman palawija lainnya. Pada tahun 2005 produksi kedelai dalam negeri kembali meningkat
sebesar 28.1 persen dari tahun 2002, akan tetapi pada tahun 2006 sampai 2007 produksi kedelai dalam negeri kembali mengalami penurunan sebesar 27.58
persen, namun pada tahun 2008 produktivitas kedelai mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya areal lahan dan produksi.
Produktivitas kedelai erat kaitannya dengan tingkat dan kualitas teknologi
Comment [IP1]: Di ganti datanya
yang digunakan, serta manajemen petani yang masih tergolong sederhana dan terbatas. Pemerintah sendiri berusaha mendorong untuk peningkatan produksi
kedelai dalam negeri dengan melakukan perluasan lahan penanaman yang didukung dengan kebijakan harga, namun penanganan oleh pemerintah relatif
kurang intesif. Meningkatnya kebutuhan akan kedelai dikarenakan oleh konsumsi yang
terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri
yang menggunakan bahan baku dari kedelai. Dengan meningkatnya kebutuhan kedelai dan tidak terpenuhinya kedelai dalam negeri untuk memasoknya, maka
pemerintah melakukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Impor ini merupakan jalan keluar untuk memasok kekurangan kedelai
dalam negeri, karena harganya murah dan kualitasnya lebih baik. Impor kedelai yang dilakukan pemerintah dapat dilihat pada Tabel 2, dimana pada tahun 1997-
2008 jumlah impor kedelai Indonesia cenderung meningkat.
Tabel 2. Perkembangan Konsumsi dan Impor Kedelai Tahun 1997 – 2008
Tahun Konsumsi
ton Impor
ton
1997 1.973.000
616.109 1998
1.649.000 344.050
1999 2.684.000
1.301.152 2000
2.294.000 1.276.366
2001 1.960.000
1.133.068 2002
2.017.000 1.343.944
2003 2.016.000
1.344.400 2004
2.015.000 1.291.517
2005 1.987.469
1.086.177 2006
2.022.516 1.078.420
2007 2.059.998
1.199.839 2008
2.095.000 1.371.465
Sumber : Badan Litbang Pertanian, Deptan, 2008 diolah Ditjen P2HP, Deptan, 2008 diolah