Teknik Pengambilan dan Pengelompokan Contoh Definisi Operasional

Pada penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe, berikut adalah model persamaannya: Model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe C = b + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + +D 1 X 1 + D 2 X 2 + D 3 X 3 + e Dimana: C : Konsumsi Tempe Rupiah per bulan b : Konstanta X 1 : Harga Tempe Rupiah per pcs X 2 : Harga Tahu Rupiah per pcs X 3 : Harga Telur Rupiah per Kg X 4 : Jumlah Anggota Keluarga orang X 5 : Pendidikan Terakhir Responden tahun D 1 : Kelas Ekonomi Bawah 1 = 50 Kelas Ekonomi Bawah 0 = Bukan Kelas Ekonomi Bawah D2 : Kelas Ekonomi Menengah 1 = 50 Kelas ekonomi Menengah 0 = Bukan Kelas Ekonomi Menengah D3 : Kelas Ekonomi Atas 1 = 50 Kelas Ekonomi Atas 0 = Bukan Kelas ekonomi Atas e : Error Hipotesis: X1 Harga tempe : Semakin tinggi harga tempe maka konsumsi tempe akan turun, begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara konsumsi tempe dengan harga tempe adalah negatif. X2 Harga tahu : Semakin tinggi harga tahu maka konsumsi tempe akan naik, begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara harga tahu dengan konsumsi tempe adalah positif. X3 Harga telur : semakin tinggi harga telur maka konsumsi tempe akan naik, begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara harga telur dengan konsumsi tempe adalah positif. X4 Jumlah anggota keluarga : Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka konsumsi tempe akan naik, begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan konsumsi tempe adalah positif. X5 Pendidikan terakhir responden : semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang konsumsi pangan yang bergizi semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Jadi, hubungan pendidikan terakhir responden dengan konsumsi tempe adalah positif. D1 Kelas ekonomi bawah : semakin banyak kelas ekonomi bawah, maka konsumsi tempe akan meningkat, maka hubungan kelas ekonomi bawah dengan konsumsi tempe positif. D2 Kelas ekonomi menengah : semakin banyak kelas ekonomi menengah, maka konsumsi tempe akan meningkat, maka hubungan kelas ekonomi menengah dengan konsumsi tempe positif. D3 Kelas ekonomi atas : semakin banyak kelas ekonomi atas, maka konsumsi tempe akan meningkat, maka hubungan kelas ekonomi atas dengan konsumsi tempe positif. Pengujian Model Regresi Setelah model dianalisis maka model harus di uji agar mendapatkan model terbaik yang dapat merepresentasikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi tempe di Kota Bogor. Beberapa uji yang akan dilakukan adalah : Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji Komogorov-Smirnov dengan menggunakan α sebesar 0,05. Hipotesis H = residual tidak berdistribusi normal H 1 = residual berdistribusi normal Jika nilai KS KS 1- α maka tolak H , atau jika nilai statistik Komogorov- Smirnov dikonversi ke dalam p-value maka daerah penolakannya adalah p-value hitung p-value 1- α Uji Signifikansi Uji t digunakan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan langkah-langkah sebagai berikut: Ho : bi = 0, Variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen H1 : bi ≠ 0, Variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen t-hitung = bi : n-k, t tabel Sbi Dimana : bi : Koefisien Peubah ke-i Sbi : Standar Error Peubah ke-i n : Jumlah Pengamatan k : Jumlah Variabel dalam Model Kriteria uji: 1. Jika –t tabel t hitung t tabel maka terima Ho, artinya variabel-variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. 2. Jika t hitung -t tabel atau t hitung t tabel maka tolak Ho, artinya variabel-variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Koefisien Determinasi R 2 Koefisien determinasi R 2 digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas X i terhadap variabel tidak bebas Y. Dimana : JKR : Jumlah Kuadrat Regresi JKT : Jumlah Kuadrat Total Uji F Uji F digunakan untuk menunjukan kemampuan variabel-variabel independen secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel dependen. Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis sebagai berikut: JKR JKT R 2 = Ho : b1 = b2 . . .= bi = 0, Variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen H1 : b1 ≠ b2 . . . bi ≠ 0, Variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Fhitung = Dimana: JKR : Jumlah kuadrat regresi JKS : Jumlah kuadrat sisa n : Jumlah sampel k : Jumlah Peubah Variabel Kriteria uji: 1. Jika F hitung F tabel maka tolak H , artinya semua variabel independen mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel independen. 2. Jika F hitung F tabel maka terima H , artinya semua variabel independen tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel independen. Uji Multikolinearitas Multikolinear adalah hubungan linear antara dua atau beberapa variabel independen. Untuk melihat apakah terdapat multikolinear atau tidak dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF. Jika nilai VIF lebih besar dari lima maka model dugaan ada masalah multikolinearitas, dengan nilai α sebesar 0,05. JKR k – 1 JKS n – k VIF = j = 1,2,3….k Ket : R j 2 = koefisien determinasi untuk variabel atau peubah bebas ke – j Uji autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan linear yang terjadi pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode. Untuk mengetahui autokorelasi dari model ini digunakan variabel residual atau error e. Uji autokorelasi dapat dihitung menggunakan statistik uji Durbin-Watson dengan α sebesar 0,05. d = dimana d tabel α n,k  Jika d d low maka tolak H  Jika d 4- d low maka tolak H  Jika d low d d up atau 4-d up d 4-d low maka tidak dapat disimpulkan  Jika d up d 4-d up maka terima H

4.5 Definisi Operasional

Ada beberapa istilah atau definisi dalam penelitian ini, antara lain: 1. Responden adalah ibu rumah tangga, seorang ayah dengan keputusan sendiri, anggota keluarga yang telah memiliki penghasilan dan wewenang dalam membelanjakan pendapatannya. 2. Rumah tangga adalah semua orang yang bertempat tinggal di bawah satu atap dan yang membuat keputusan keuangan bersama. 1 1 – R j 2 Σ e i – e i-1 Σ e i 3. Tingkat pengeluaran rumah tangga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota keluarga selama sebulan. 4. Tingkat pendidikan terakhir responden adalah tingkat pendidikan formal yang diikuti responden sampai selesai SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. 5. Kelas ekonomi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas ekonomi atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah yang didasarkan pada pendapatannya. Untuk kelas ekonomi atas pendapatannya dari Rp 5.000.000,- keatas, kelas ekonomi menengah pendapatannya antara Rp 2.000.000,- sampai dengan kurang dari Rp 5.000.000,-, sedangkan untuk kelas ekonomi bawah pendapatannya kurang dari Rp 2.000.000,-. Pengkelasan ini berdasarkan pada buku pedoman pencacah skor dari BPS untuk melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS. 6. Pendapatan rumah tangga dalam hal ini adalah pendapatan total rumah tangga konsumen dari berbagai sumber yang merupakan pendapatan per bulan dinyatakan dalam rupiah per bulan. 7. pola konsumsi adalah kebiasaan mengkonsumsi bahan pangan sumber protein antara lain tempe, tahu, dan telur. 8. Frekuensi konsumsi adalah jumlah berapa kali konsumen mengkonsumsi tempe dalam sebulan. 9. Alasan mengkonsumsi adalah hal-hal yang mendasari konsumen mengkonsumsi tempe. 10. Tempat pembelian adalah tempat asal konsumen membeli produk tempe dan produk-produk lainnya seperti tahu, telur, dan lain sebagainya yang meliputi pasar tradisional, supermarket, tukang sayur atau pedagang keliling, dan warung.

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis Kota Bogor

Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43’30” BT, 106 derajat 51’00” BT, dan 30’30” LS – 6 derajat 41’00” LS. Kedudukan geografis Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya dekat dengan Ibukota Negara, merupakan posisi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, serta pariwisata. Kota Bogor mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang. Kemiringan lereng antara 0-3 persen, 4-15 persen, 16-30 persen dan diatas 40 persen dengan jarak dari Ibu Kota Negara kurang lebih 60 kilometer yang dikelilingi oleh Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede. Kota Bogor mempunyai keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan suhu udara rata-rata 26 derajat celcius dan kelembaman udaranya kurang dari 70 persen. Suhu terendah di Kota Bogor adalah 21,8 derajat celcius. Sedangkan curah hujan yang cukup besar setiap tahunnya adalah berkisar antara 3500-4000 mm dengan luas 4992.3 ha, antara 4000-5000 mm dengan luas 6424.65 ha, dan antara 4500-5000 mm dengan luas 433.05 ha dan paling sering terjadi hujan pada bulan Desember dan Januari. Arah mata angin waktu ini dipengaruhi oleh angin Muson. Bulam Mei sampai Maret dipengaruhi oleh angin muson barat dengan arah mata angin 6 persen terhadap arah barat.

5.2 Wilayah Administrasi Kota Bogor

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,50 km 2 dan mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh dari permukaan, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Oleh karena adanya kondisi sedemikian rupa, maka Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir. Secara administratif Kota Bogor terdiri dari enam wilayah kecamatan, 31 Kelurahan dan 37 Desa lima diantaranya merupakan desa tertinggal, yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi, dan Sindangrasa, 210 dusun, 623 RW, 2712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas-batas sebagai berikut: Selatan : Berbatasan dengan kecamatan Cijeruk dan kecamatan Caringin Kabupaten Bogor Timur : Berbatasan dengan kecamatan Sukaraja dan kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Utara : Berbatasan dengan kecamatan Sukaraja, kecamatan Bojong Gede, dan kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Barat : Berbatasan dengan kecamatan Kemang dan kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

5.3 Kondisi Demografis Kota Bogor

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2007 mencapai 905.132 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 457.717 jiwa dan perempuan 447.415 jiwa. Kota Bogor memiliki laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,02 persen. Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah pada Masing-Masing Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2007 Nama Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah jiwa jiwakm 2 Bogor Tengah 109.039 8,11 Bogor Timur 91.609 10,15 Bogor Barat 198.296 31,33 Bogor Selatan 176.094 29,26 Bogor Utara 161.562 17,69 Tanah Sareal 168.532 20,31 Sumber: BPS Kota Bogor, 2008 Pada tabel diatas jumlah penduduk di Kecamatan Bogor Barat lebih banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 198.296 jiwa dengan luas wilayahnya 31,33 km 2 , sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil ada di Kecamatan Bogor Timur dengan jumlah penduduk sebesar 91.609 jiwa dengan luas wilayah 10,15 km 2 .