16
Mahasiswa Kenotariatan yang lain, oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan aktual sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis ilmiah.
Adapun judul penelitian yang mendekati yang pernah dilakukan sebelumnya dengan judul penelitian tesis ini adalah tesis Farida Hanum, dengan judul:
“Pelaksanaan Hukum Waris Islam dalam Lingkungan Adat Mandailing Godang Studi pada Mandailing Godang Kabupaten Madina. Dengan permasalahan sebagai
berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan hukum waris Islam pada masyarakat Mandailing
Godang? 2. Apa sajakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan hukum waris Islam
pada masyarakat Mandailing Godang? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa masalah harta warisan pada masyarakat
Mandailing Godang?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsepsi merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan
problem yang bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya merupakan masukan eksternal bagi
peneliti.
33
33
M. Solly Lubis I, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80
Universitas Sumatera Utara
17
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya
yang tertinggi.
34
Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.
35
Oleh sebab itu, teori atau kerangka teori mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:
36
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi;
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti;
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor
tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang; e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti. Menurut Mukti Fajar, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk
menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan
34
Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal 254
35
Ibid., hal. 253
36
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 121
Universitas Sumatera Utara
18
simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.
37
Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana
mengorganisasi dan
menginterpretasi hasil-hasil
penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu
38
. Teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaktis yaitu
mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk
meramalkan dan menjelaskan fenomena yang terjadi.
39
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dan permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori yang dimaksdukan dalam penelitian ini adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum
perkawinan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,
40
yang merupakan masukan bagi penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini menggunakan Teori Pragmatisme Legal Realisme.
Pengaruh dari aliran pragmatisme dalam filsafat sangat terasa dalam aliran realisme hukum. Pragmatisme sebenarnya merupakan landasan filsafat terhadap aliran
realisme hukum. Hubungan antara aliran realisme hukum dan aliran sosiologi hukum ini sangat unik. Di satu pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum
mempunyai kemiripan tetapi di lain pihak dalam beberapa hal, kedua aliran tersebut
37
Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal.134
38
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal.19
39
Snelbecker dalam Lexy J.Moloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,2002, hal.34
40
M. Solly Lubis, Op.Cit.,hal.80
Universitas Sumatera Utara
19
saling berseberangan.
41
Sesuai dengan namanya, aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program yang lebih nyata dibandingkan dengan aliran
sociological jurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang hidup diantara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan hukum
yang hidup the living law.
42
Realisme hukum hanya bekerja dalam melakukan pengujian terhadap peraturan, kaidah dan cita hukum terhadap hukum yang ada.
Metode yang ada adalah mendekatkan aturan yang ada dengan fakta di lapangan. Ketika seseorang ingin melakukan prediksi terhadap putusan pengadilan maka jalan
yang ditempuh adalah dengan melakukan pendekatan empiris dengan metode-metode empiris ilmiah. Dengan maksud meredam kebebasan hakim dalam menafsirkan
hukum.
43
Karl Llewellyn Thomas W.Bechtler, 1978 mempertegas bahwa realisme hukum merupakan gerakan dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Realisme hukum bukanlah suatu aliranmazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum.
2. Realisme adalah konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial, maka tiap bagiannya harus diselidiki
mengenai tujuan maupun hasilnya. 3. Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen dan
sein untuk keperluan suatu penyidikan. Agar antara penyelidikan itu mempunyai tujuan maka gendaknya diperhatikan adanya nilai-nilai itu
haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh kehendak observer maupun tujuan-tujuan kesusilaan.
4. Realisme tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme bermaksud melukiskan apa yang dilakukan sebenarnya oleh
pengadilan dan orang-orangnya. Untuk itu dirumuskan definisi-definisi dalam peratyran-peraturan yang menciptakan penggolongan-penggolongan perkara
41
Ibid
42
Ibid
43
http:www.negarahukum.comhukumpragmatic-legal-realism.html diakses tanggal 20 Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
20
dan keadaan-keadaan hukum yang lebih kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada masa lampau.
5. Gerakan realisme menekankan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai akibat-akibatnya.
44
Aliran realisme hukum juga lahir dengan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum dan non hukum, yaitu faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan 2. Faktor perkembangan sosial dan politik.
Walaupun begitu, sebenarnya aliran pragmatism dari William James dan John Dewey itu sendiri sangat berpengaruh terhadap ajaran dari Roscoe Pound dan
berpengaruh juga terhadap ajaran dari Oliver Wendell Holmes meskipun tidak sekuat pengaruhnya terhadap ajaran dari Roscoe Pound.
45
Tertib hukum itu terdiri dari suatu rangkaian peraturan-peraturan hukum yang beraneka warna jenisnya, bentuknya serta banyak sekali jumlahnya, tetapi semua itu
berakar pada suatu sumber yang disebut norma dasar, maka meskipun peraturan- peraturan hukum tersebut satu sama lain berbeda, tetapi merupakan satu kesatuan.
46
Dengan demikian dapatlah dikatakan ada tertib hukum apabila peraturan-peraturan hukum yang beraneka warna itu, serta yang jumlahnya banyak sekali itu dapat
didasarkan pada satu sumber yang dinamakan norma dasar.
44
Ibid
45
http:m-alpi.blogspot.com201205realisme-hukum-by-m-alpi-syahrin-dkk.html?m=1 diakses pada tanggal 20 Mei 2012
46
http:www.negarahukum.comhukumpragmatic-legal-realism.html diakses tanggal 20 Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
21
Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang hukum. Bagi seprang advokat, yang terpenting dalam memandang
hukum adalah bagaimana memprediksi hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan
secara akurat atas hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk kemudian
memprediksi putusan pada masa yang akan datang.
47
Peraturan-peraturan hukum tersebut sumbernya sama, maka masing-masing peraturan hukum tadi satu sama lain ada hubungannya yang erat. Juga suatu peraturan
hukum menjadi dasarnya daripada peraturan hukum yang lebih rendah tingkatannya, dan yang terakhir menjadi dasar pula daripada peraturan hukum yang lebih rendah
lagi tingkatannya. Demikian seterusnya sehingga ada urut-urutan dalam tingkatannya, hirarki, dari yang paling rendah tingkatannya sampai pada yang paling tinggi, dan
yang tertinggi tingkatannya itu adalah yang disebut norma dasar tadi. Menurut Hukum Adat, perkawinan bisa merupakan urusan kerabat, keluarga,
persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi, bergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan. Hukum adat merupakan rangkaian penerapan
azas-azas hukum pada kasus-kasus yang konkrit, adalah hukum bagi masyarakat- masyarakat tradisionil yang sederhana dan terbatas ruang lingkupnya, dengan warga
yang belum tinggi tingkat pengetahuannya dan belum banyak jenis kebutuhannya.
47
http:m-alpi.blogspot.com201205realisme-hukum-by-m-alpi-syahrin-dkk.html?m=1 diakses pada tanggal 20 Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
22
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern Hukum Adat memerlukan penyempurnaan, baik dalam bentuk maupun penerapan azas-azas hukumnya sesuai
dengan keadaan masyarakatnya yang berbeda.
48
Bagi kelompok-kelompok yang menyatakan diri sebagai kesatuan-kesatuan, sebagai persekutuan-persekutuan hukum, perkawinan para warga adalah sarana untuk
melangsungkan hidup kelompoknya secara tertib dan teratur. Namun di dalam lingkungan persekutuan-persekutuan kerabat itu perkawinan juga selalu merupakan
cara meneruskan garis keluarga tertentu yang termasuk persekutuan tersebut, jadi merupakan urusan keluarga, urusan bapak-ibunya selaku inti keluarga yang
bersangkutan. Pada tata susunan kerabat yang berkonsekuensi unilateral perkawinan itu juga
merupakan sarana yang mengatur hubungan semenda antara kelompok-kelompok yang bersangkutan, perkawinan merupakan bagian dari lalu lintas clan sehingga
bagian-bagian clan dapat mempertahankan atau memperbaiki posisi keseimbangan dalam suku, di dalam keseluruhan warga suku.
49
Masyarakat Adat Mandailing merupakan masyarakat yang menganut sistem patrilineal, yakni suatu sistem kemasyarakatan yang para warga atau anggotanya
menarik garis keturunan darah hanya melalui pihak ayah atau bapak saja. Sistem yang berlaku dalam masyarakat ini adalah sistem perkawinan eksogami, yakni perkawinan
antara sang pria dan wanita yang berasal dari clan atau marga yang berlainan.
48
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional,Bina Cipta,Yogyakarta,1975, hal.55
49
Sution Usman Adji, Kawin Lari dan Kawin antar Agama, Liberty, Yogyakarta, hlm105-106
Universitas Sumatera Utara
23
Sistem perkawinan eksogami yang merupakan bentuk dasar bagi masyarakat patrilineal ialah sistem perkawinan eksogami jujur atau kawin jujur secara eksogami.
Adapun arti perkawinan eksogami jujur itu adalah: a. Perkawinan eksogami, artinya ialah perkawinan dengan orang yang berasal
dari luar clanmarga atau bukan berasal dari clanmarga yang sama. b. Perkawinan jujur, artinya ialah perkawinan dengan adanya pemberian dari
pihak keluarga pria kepada pihak keluarga wanita berupa benda atau barang- barang tertentu yang secara adat mempunyai nilai kekuatan untuk mensahkan
sebagai tanda perkawinan tersebut.
50
2. Kerangka Konsepsi