Pengertian dan Tujuan Perkawinan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

34 keluarga. Jika seorang laki-laki pemuda menyampaikan keinginannya kepada orangtuanya ingin mempersunting seorang perempuan untuk dijadikan isteri maka kewajiban bagi orang tua untuk merealisasikan keinginannya itu. 69 Seperti yang dikutip Hilman Hadikusuma dari pendapat Ter Haar yang menyatakan: “Perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi.” 70 Perkawinan pada masyarakat Mandailing bertujuan untuk memperluas kekeluargaan. Selain itu, perkawinan juga mempunyai tujuan untuk melanjutkanmeneruskan keturunan generasi laki-laki atau marga karena hanya anak laki-laki yang dapat meneruskan marga. Hal ini yang merupakan sifat religius dari perkawinan adat Mandailing dengan menyatakan bahwa perkawinan tidak hanya mengikat kedua belah pihak saja tetapi mengikat keseluruhan keluarga kedua belah pihak. Ada upacara dan ritual yang wajib dilakukan agar supaya selamat baik dalam prosesi perkawinan maupun dalam perjalanan rumah tangga dari pasangan yang melangsungkan perkawinan tersebut. 71

2. Pengertian dan Tujuan Perkawinan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Pengertian perkawinan telah dirumuskan dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu: 69 Ibid, hlm. 271 70 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung 1983. Hal.22 71 Dominikus Rato, Op.Cit hlm.29 Universitas Sumatera Utara 35 “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan ketentuan Tuhan yang Maha Esa.” Berdasarkan pengertian perkawinan di atas, terdapat beberapa unsur-unsur penting yang terkait di dalamnya antara lain: 1. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin Ikatan lahir batin ini akan terbina pada suami istri, baik dalam hubungan mereka sendiri maupun terhadap masyarakat, untuk menciptakan tujuan hidup menjadi keluarga yang bahagia dan kekal. 2. Antara seorang pria dan seorang wanita Terdapat asas monogami relatif, yang menjelaskan bahwa perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan wanita 3. Sebagai suami istri Seorang pria dan seorang wanita dapat dipandang sebagai suami istri apabila ikatan perkawinan mereka didasarkan pada suatu perkawinan yang sah yaitu telah memenuhi syarat material dan syarat formal dari suatu perkawinan. 4. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia Tujuan perkawinan tersebut dapat terwujud apabila ikatan lahir batin harus didasarkan atas kesepakatan dan tidak ada unsur paksaan. 5. Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa Universitas Sumatera Utara 36 Perkawinan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia harus berdasarkan norma masing-masing agama. Perkawinan tersebut haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja.

B. Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan 1.

Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Adat Batak Mandailing Menurut hukum adat, secara umum syarat sahnya suatu perkawinan adalah apabila telah melalui tiga tahap, yaitu: a. Peminangan Peminangan menurut hukum adat berlaku untuk menyatakan kehendak pihak satu ke pihak lainnya dengan maksud untuk melaksanakan perkawinan. Peminangan lazimnya dilakukan oleh pihak keluarga pria kepada pihak keluarga wanita. Lain hal nya di Minangkabau yang menganut sistem Matrilineal, dimana pihak wanita melakukan peminangan kepada pihak pria. 72 b. Pertunangan Yang dimaksud dengan pertunangan adalah hubungan hukum yang dilakukan antara orangtua pihak pria dengan orangtua pihak wanita untuk maksud mengikat tali perkawinan anak-anak mereka dengan jalan peminangan. 73 Pertunangan dikatakan mengikat apabila ada tanda pengikat yang diberikan oleh pihak kelarga pria kepada pihak keluarga wania. Di beberapa daerah seperti 72 Hilman Hadikusuma, Op.Cit hal. 47-48 73 Ibid Universitas Sumatera Utara 37 Minangkabau, Toba dan Toraja, tanda pengikat diberikan kedua belah pihak sebagai bukti pertunangan. Alasan dilakukannya pertunangan pada masing-masing daerah pastinya berbeda, tetapi terdapat persamaan umum, diantaranya: a. Karena ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki itu dapat sudah dilangsungkan dalam waktu dekat. b. Khususnya di daerah-daerah yang ada pergaulan sangat bebas antara muda- mudi, sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan itu. c. Memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling lebih mengenal sehingga mereka kelak sebagai suami istri dapat diharapkan menjadi suatu pasangan yang harmonis. 74 Dengan adanya pertunangan, berlakulah ketentuan tata tertib adat pertunangan yang antara lain meliputi hal-hal sebagaimana di bawah ini, yaitu: a. Baik pihak yang melamar dan yang dilamar terikat pada kewajiban untuk memenuhi persetujuan yang telah disepakati bersama, terutama untuk melangsungkan perkawinan kedua calon mempelai. Pada masyarakat parental pemenuhan kewajiban dibebankan kepada orangtuakeluarga yang bersangkutan, sedangkan pada masyarakat patrilineal atau matrilineal beban itu tidak semata-mata menjadi beban orangtuakeluarga, tetapi juga melibatkan anggota kerabat lainnya baik kerabat ayah maupun kerabat ibu. b. Baik pria ataupun wanita yang telah terikat dalam tali pertunangan, begitu pula orang tuakeluarga dan kerabat kedua pihak dilarang berusaha mengadakan hubungan dengan pihak lain yang maksudnya untuk melakukan peminangan, pertunangan dan perkawinan. Mengadakan hubungan dengan yang lain dengan maksud yang sama dapat berakibat putusnya pertunangan dan batalnya perkawinan yang telah direncanakan dan disepakati. c. Selama masa pertunangan kedua pihak harus saling membantu dana dan daya yang diperlukan, terutama dalam rangka persiapan perkawinan. d. Kedua calon mempelai harus saling mengawasi gerak tindak dari calon mempelai yang bertunangan, termasuk memperhatikan sifat watak perilaku dari mereka, baik di dalam rumah tangga maupun dalam pergaulan muda- mudinya. 75 74 Surojo Wignjodipuro, Op.Cit, hal.150-151 75 Hilman Hadikusuma, Op.Cit hal.61-63 Universitas Sumatera Utara 38 Pertunangan ini sendiri seiring berjalannya waktu akan berlanjut ke tingkat perkawinan. Tetapi tidak jarang pihak-pihak yang telah bertunangan ini membatalkan pertunangan mereka sebelum masuk ke jenjang perkawinan. Latar belakang yang menyebabkan putusnya ikatan pertunangan antara lain adalah dikarenakan sebagai berikut: a. Salah satu pihak atau kedua pihak, baik si pria dan si wanita yang bertunangan ataupun kerabat mereka, mungkir janji, misalnya di dalam masa pertunangan itu terjadi si pria melakukan pertunangan atau perkawinan dengan wanita lain atau si wanita berlarian untuk kawin dengan orang lain atau dikawinkan dengan orang lain. Demikian pula apabila salah satu pihak pria atau wanita meninggal dunia. b. Salah satu pihak atau kedua belah pihak, menolak untuk meneruskan pertunangan dikarenakan adanya cacat cela pribadi dari pria atau wania yang bertunangan, misalnya cacat cela pribadi dari pria atau wanita yang bertunangan, misalnya cacat sela sifat watak perilaku budi pekerti dan kesehatannya. c. Salah satu pihak menolak untuk diteruskannya ikatan pertunangan dikarenakan pihak yang melamar tidak mampu memenuhi permintaan pihak yang dilamar atau sebaliknya pihak yang dilamar merasa permintaannya tidak dapat dipenuhi oleh pihak yang melamar. d. Terjadinya pelanggaran-pelanggaran adat yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan timbulnya perselisihan selama berlakunya masa pertunangan diantara para pihak, baik yang sifatnya pelanggaran kesopanan dan kesusilaan maupun yang perbuatannya dapat dituntut berdasarkan KUHPidana. 76 Menurut ketentuan hukum adat Mandailing, syarat untuk melakukan pernikahan harus melewati beberapa tahap, yaitu 77 : a. Proses Peminangan Proses ini terdiri dari beberapa bahagian, diantaranya: 76 Ibid,64-65 77 Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Mandailing, Bapak H.Ibrahim Nasution gelar: Raja Umala pada hari Rabu, 18 Juli 2012, jam 11.00 WIB Universitas Sumatera Utara 39 1 Maresek Maresek merupakan proses dimana perkenalan antara orangtua kedua belah pihak. Biasanya proses ini diawali dengan pemberian salipi atau dikenal dengan sirih. Salipi merupakan pertanda dimulainya pembicaraan yang berkaitan dengan adat. Pihak perwakilan dari pria menceritakan bahwa pihak mereka mempunyai niat dan itikad baik untuk memperkenalkan pihak mereka kepada pihak calon mempelai wanita. Menceritakan tentang silsilah keluarga, latar belakang pendidikan calon mempelai pria, dan asal mula bertemunya calon mempelai pria dan wanita. Dalam proses maresek ini, pihak yang maresek yaitu pihak calon mempelai pria akan mempertanyakan apakah calon mempelai wanita sudah dilamar pihak lain. Proses ini merupakan proses yang penting. Karena pada adat Batak Mandailing, apabila wanita telah dilamar oleh pihak lain, tidak dipekenankan lagi bagi pihak calon mempelai pria untuk melamar wanita tersebut. 2 Meminang Apabila proses mempertanyakan calon mempelai wanita tersebut telah dijawab oleh pihak wanita dan tidak ada yang telah melamar sang wanita, maka pihak pria memberitahu niat baik mereka untuk meminang atau melakukan proses pelamaran kepada pihak wanita. 3 Penentuan jumlahbesarnya uang kasih sayang Proses ini merupakan proses menyepakati jumlah besarnya uang kasih sayang tersebut dari kedua belah pihak. Uang kasih sayang merupakan uang yang harus dibayar pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Uang kasih sayang nantinya akan Universitas Sumatera Utara 40 dipergunakan sebaik-baiknya untuk melengkapi peralatan dan kebutuhan mempelai wanita dalam acara perkawinan tersebut. 4 Penyerahan uang kasih sayang Proses ini diawali dengan kesepakatan dari para pihak tentang hari dan tanggal penyerahan uang kasih sayang, serta besarnya uang kasih sayang tersebut. 5 Penentuan waktu dan tanggal penyelenggaraan pernikahan Setelah melalui proses diatas, pihak pria dan wanita akan berunding untuk menentukan hari, tanggal, serta dimana pernikahan akan dilaksanakan. 6 Ijab Kabul Proses pernikahan harus sah menurut agama Islam. 78 Dengan syarat-syarat berikut ini: 1. Adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan 2. Kedua mempelai haruslah islam, akil baligh dewasa dan berakal, sehat baik rohani maupun jasmani. 3. Harus ada persetujuan diantara kedua calon pengantin 4. Ada wali nikah 5. Ada saksi 6. Membayar mahar 7. Ijab qabul 79

2. Syarat-syarat dan Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan