119
BAB IV KETENTUAN BIAYA GANTI RUGI AKIBAT WANPRESTASI MENURUT
UPICCs, KONVENSI CISG DAN KUHPERDATA A. Biaya Ganti Rugi akibat Wanprestasi Berdasarkan UPICCs
1. Wanprestasi dalam Jual Beli Internasional
Dalam UPICCs dimana pelanggaran disebut dengan non kinerja. Wanprestasi adalah gagalnya salah satu pihak untuk melaksanakan setiap kewajiban berdasarkan
kontrak, termasuk pelaksanaan yang cacat atau yang terlambat. Definisi dalam Pasal 7.1.1 UPICCs ini mencakup segala bentuk pelaksanaan yang mengandung cacat
sampai pada kegagalan pelaksanaan secara total. Untuk tujuan meletakkan prinsip, konsep wanprestasi mencakup 2 hal, yaitu:
149
a. Wanprestasi yang tidak dimaafkan nonexcused. b. Wanprestasi yang dimaafkan excused.
Wanprestasi ini dapat dimaafkan dengan alasan sikap perilaku pihak lain dari kontrak tersebut,
150
atau karena adanya peristiwa eksternal yang tidak diharapkan. Salah satu pihak tidak berhak menuntut ganti rugipelaksanaan khusus atas
wanprestasi yang dimaafkan dari pihak lain. Akan tetapi, pihak yang tidak menerima pelaksanaan secara hukum berhak untuk mengakhiri kontrak baik
wanprestasi itu di maafkantidak.
2. Force Majeure dan Hardship
149
Taryana Soenandar, Op.cit, Hal. 80
150
Pasal 7.1.2 tentang campur tangan dari pihak lain, dan Pasal 7.1.3 tentang melanjutkan pelaksanaan.
119
Universitas Sumatera Utara
120
a. Force Majeure
UPICCs menggunakan istilah keadaan memaksa dengan kata force majeure, karena lebih dikenal secara luas dalam praktik perdagangan internasional. Dalam
istilah yang lebih umum, dapat dikatakan bahwa force majeure terjadi ketika kinerja kontrak tidak mungkin karena peristiwa yang tak terduga di luar kendali para pihak.
Pasal 7.1.7 UPICCs berusaha merumuskan aturan-aturan yang dapat mengakomodasikan ketentuan tentang keadaan memaksa, yaitu antara lain:
151
1 Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat dimaafkan apabila pihak tersebut dapat membuktikan bahwa wanprestasi disebabkan oleh suatu
rintangan diluar pengawasannya, dan hal itu secara wajar tidak diharapkan akan terjadi.
2 Apabila rintangan hanya bersifat sementara, maka pemberian maaf akan berakibat hukum atas jangka waktu dengan memperhatikan akibat dari
rintangan pelaksanaan kontrak tersebut. 3 Pihak yang gagal melaksanakan kontrak harus menyampaikan pemberitahuan
kepada pihak lain tentang rintangan dan akibat terhadap kemampuannya untuk melaksanakan kontrak. jika pemberitahuan itu tidak diterima oleh pihak lain
dalam jangka waktu yang wajar, setelah pihak yang gagal melaksanakan mengetahui atau seharusnya telah mengetahui adanya rintangan itu, ia
bertanggungjawab atas kerugian akibat dari tidak diterimanya pemberitahuan tersebut.
4 Pasal ini tidak mencegah salah satu pihak untuk menggunakan haknya mengakhiri kontrak, menahan pelaksanaan kontrak, atau meminta pembayaran
bunga atas uang yang telah jatuh tempo. Tujuan dari konsep klasik dari force majeure, seperti yang tercermin dalam Pasal
7.1.7 UPICCs diatas, adalah untuk menyelesaikan masalah yang dihasilkan dari non- kinerja baik oleh suspensi atau penghentian.
b. Kesulitan
Hardship
151
Taryana Soenandar, Loc.cit, Hal. 80
Universitas Sumatera Utara
121
Aturan tentang keadaan sulit hardship diatur dalam Pasal 6.2.1 dimana dalam Pasal 6.2.1 UPICCs dinyatakan bahwa apabila pelaksanaan kontrak ternyata
menjadi lebih berat bagi salah satu pihak, pihak tersebut bagaimanapun juga tetap tunduk untuk melaksanakan kontrak sesuai dengan ketentuan kesulitan hardship.
Pasal 6.2.2 UPICCs memberikan definisi tentang terjadinya kesulitan hardship, yaitu peristiwa yang secara fundamental telah mengubah keseimbangan
kontrak. Perubahan fundamental keseimbangan kontrak dapat diakibatkan oleh: 1
Perubahan keseimbangan kontrak secara fundamental, 2
Meningkatnya ongkos pelaksanaan kontrak, 3
Menurunnya nilai pelaksanaan kontrak yang harus diterima oleh salah satu pihak. Adapun syarat agar alasan adanya kesulitan hardship dapat ditinjau secara
hukum, apabila:
152
a Peristiwa itu terjadi atau diketahui oleh pihak yang dirugikan setelah penutupan
kontrak. b
Peristiwa itu tidak dapat diperkirakan secara semestinya oleh pihak yang dirugikan pada saat penutupan kontrak.
c Peristiwa terjadi diluar pengawasan dari pihak yang dirugikan.
d Resiko dari peristiwa itu tidak diperkirakan oleh pihak yang dirugikan
sebelumnya.
Menurut prinsip umum, adanya perubahan keadaan tidak mempengaruhi kewajiban pelaksanaan kontrak. Karena menurut sifatnya, alasan adanya kesulitan
hardship hanya relevan terhadap pelaksanaan kontrak yang masih berlaku. Apabila
152
Sunaryati Hartono, “Ekonomic and Social and Law Development Indonesia-The Indonesian of Law Contract”, IDE Asian Law Series No.10, Japan: IDE-JETRO, 2001, page 71
Universitas Sumatera Utara
122
salah satu pihak menyelesaikan kewajiban kontraktualnya, ia tidak lagi berhak menggunakan alasan terjadinya kenaikan substansial dari ongkos pelaksanaan
kontrak atau terjadinya penurunan substansial dari nilai pelaksanaan kontrak tersebut sebagai kesulitan hardship. Sebab ia dianggap telah menerima akibat dari
perubahan keadaan itu ketika melaksanakan kontrak. Sedangkan jika perubahan keseimbangan kontrak terjadi pada saat pelaksaan kontrak dilakukan sebagian maka
alasan adanya kesulitan hardship hanya relevan terhadap bagian pelaksanaan kontrak yang masih dilaksanakan itu saja. Dan alasan berlakunya kesulitan hardship
biasanya relevan terhadap kontrak jangka panjang.
153
Sehubungan definisi kesulitan hardship dan keadaan memaksa force majeure
berdasarkan UPICCs, terdapat situasi faktual yang terjadi pada saat yang sama dianggap sebagai kasus kesulitan hardship dan kedaan memaksa force
majeure . Apabila hal ini terjadi, diserahkan kepada pihak yang dirugikan untuk
memutuskan upaya hukum mana yang akan digunakan. Jika para pihak mengajukan alasan keadaan memaksa force majeure, upaya
hukumnya berarti menginginkan agar wanprestasi nya itu dimaafkan. Namun, jika para pihak menggunakan alasan kesulitan hardship maka upaya hukumnya berarti
pada tahap pertama agar dilakukan negosiasi ulang renegosiasi syarat kontrak dan membiarkan kontrak tetap berlaku walaupun syarat-syaratnya diubah.
154
153
Taryana Soenandar, Op.cit, Hal. 75
154
Pasal 6.2.3 UPICCs
Universitas Sumatera Utara
123
Akibat hukum bila terjadi kesulitan hardshipdiatur dalam Pasal 6.2.3 UPICCs yang menentukan bahwa:
1. Pihak yang dirugikan berhak meminta renegosiasi kontrak kepada pihak lain yang harus diajukan dengan menunjukan dasar-dasarnya,
2. Permintaan renegosiasi tidak dengan sendirinya memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menghentikan pelaksanaan kontrak,
3. Apabila para pihak gagal mencapai kesepakatan dalam jangka waktu yang wajar, masing-masing pihak dapat mengajukannya tuntutan ke pengadilan,
4. Apabila pengadilan membuktikan adanya kesulitan hardship, maka
pengadilan dapat memutuskan untuk: a. Mengakhiri kontrak pada tanggal dan jangka waktu yang pasti,
b. Mengubah kontrak untuk mengembalikan keseimbangannya.
3. Biaya Ganti Rugi