Objek Perjanjian Jual Beli Berlakunya Perjanjian Jual Beli

110 Agung MA Nomor 3 tahun 1963 yang menyatakan isteri tetap cakap berbuatbertindak menurut hukum. Apabila syarat kecakapankewenangan ini tidak terpenuhi maka akibat hukum yang timbul adalah kontrak tersebut dapat dibatalkan. Dalam pengertian ini harus ada upaya salah satu pihak untuk meminta pembatalan tersebut ke Pengadilan. Semua akibat hukum yang lahir sebelum dibatalkannya kontrak adalah sah menurut hukum. Kedua jenis subjek hukum diatas tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kontrak. oleh karena itu, dalam hukum perjanjian, yang dapat menjadi subjek hukumnya adalah individu dengan individu atau pribadi dengan pribadi, badan hukum dengan badan hukum.

2. Objek Perjanjian Jual Beli

Objek dalam perhubungan hukum perihal perjanjian ialah hal yang diwajibkan kepada pihak debitur, dan hal, terhadap mana pihak berhak kreditur yang mempunyai hak. Jika perhubungan hukum perihal perjanjian mengenai suatu benda dalam jual beli, maka objek dari perjanjian itu lebih terang terwujudnya, yaitu benda yang bersangkutan tersebut. Yang dapat menjadi objek hukum dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik menurut tumpuan, berat, ukuran, dan timbangannya. Namun demikian, objek hukum jual beli benda tidak bergerak lebih bersifat domestik. Sedangkan objek yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah: 140 140 Salim, Op.cit, Hal. 61 Universitas Sumatera Utara 111 a. Benda atau barang orang lain, b. Barang yang tidak diperkenankan oleh UU. Seperti jual beli narkotika. c. Bertentangan dengan ketertiban dan kesusilaan. Beberapa syarat yang ditentukan KUHPerdata mengenai objek perjanjian adalah: 141 1 Barang yang merupakan objek perjanjian haruslah barang yang dapat diperdagangankan Pasal 1332 KUHPerdata, 2 Pada saat perjanjian dibuat, minimal barang tersebut sudah dapat ditentukan jenisnya Pasal 1333 ayat 1 KUHPerdata, 3 Jumlah barang tersebut bisa saja tidak tertentu, asal saja jumlah tersebut kemudian dapat ditentukan atau dihitung Pasal 1333 ayat 2 KUHPerdata, 4 Barang tersebut dapat berupa barang yang baru akan ada dikemudian hari Pasal 1334 ayat 1 KUHPerdata, 5 Tidak dapat dijadikan objek perjanjian barang yang masih ada dalam warisan yang belum terbuka Pasal 1334 ayat 2 KUHPerdata. Apabila unsur-unsur diatas tersebut tidak dipenuhi maka akibat hukum yang timbul adalah perjanjian tersebut batal demi hukum.

3. Berlakunya Perjanjian Jual Beli

Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. 142 Seperti dalam Pasal 1340 KUHPerdata, “persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga, persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUHPerdata”. 141 Ningrum Natasya Sirait, Op.cit, Hal. 13 142 Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara 112 Suatu kontrak atau perjanjian untuk dapat dikatakan mengikat dan berlaku harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan oleh hukum, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata menentukan 4 empat syarat yang terdapat dalam setiap perjanjian, dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka suatu perjanjian dapat berlaku sah. Adapun 4 empat syarat tersebut yaitu: 143 a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hal ini jelas, bahwa hukum perjanjian tidak boleh dibuat dengan adanya paksaan kepada salah satu atau kedua belah pihak, demikian menurut pasal 1321 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang diadakan karena suatu ancaman fisik maupun psikis, atau karena kelalaian mengenai orang dan barang, atau karena suatu tipu muslihat, sehingga membuat pihak lain terpaksa menandatangani suatu perjanjian yang sebenarnya ingin dihindari, maka perjanjian yang dibuat para pihak tersebut tidak memenuhi unsur kata sepakat, sehingga perjanjian menjadi tidak sah. b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, seseorang dikatakan yang tidak cakap hukum, yaitu : 1 Orang-orang yang belum dewasa. 2 Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan. 143 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Prenada Media, 2004, Hal. 1 Universitas Sumatera Utara 113 3 Orang-orang yang dilarang UU untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu. c. Adanya Obyek. Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas. d. Adanya kausa yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Misalkan perjanjian jual beli narkoba atau jual beli senjata gelap. Sesuai ketentuan pasal 1337 KUHPerdata, yaitu: 1 Tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 2 Tidak bertentangan dengan kesusilaan. 3 Tidak bertentangan dengan undang-undang. Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Jika syarat-syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, kalau syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim pengadilan. Dari unsur-unsur sahnya suatu perjanjian seperti yang telah disebutkan diatas maka hal yang paling penting dan harus ada adalah kesepakatan atau kata sepakat dari para pihak untuk dapat berlakunya suatu perjanjian. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang dikehendaki oleh para pihak. Pada dasarnya, sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, Universitas Sumatera Utara 114 maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh masing-masing pihak tersebut. Dalam KUHPerdata tidak disebutkan secara tegas tentang saat terjadinya kontrak. Seperti dalam Pasal 1320 KUHPerdata hanya disebutkan cukup dengan adanya konsensus para pihak. Menurut Syahmin, disebutkan ada 4 empat teori yang membahas saat terjadinya suatu kontrak, yaitu: 144 a Teori pernyataan Uitingsthories. Kesepakatan toesteming terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan balpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. b Teori pengiriman Verzendtheorie. Kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram. c Teori pengetahuan Vernemingstheorie. Kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan mengetahui adanya penerimaan acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya tidak diketahui secara langsung. d Teori penerimaan Ontvangstheorie. Kesepakatan toesteming terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Seperti dijelaskan diatas bawa saat terjadinya perjanjian adalah pada saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak. Namun, adakalamnya tidak terjadi persesuaian antara pernyataan dan kehendak. Dalam hal ini ada 3 tiga teori yang menjawab tentang ketidaksesuaian kehendak ini, yaitu: 144 Azwar Mahyuzar, “Peranan Hukum Kontrak Internasional Dalam Perdagangan Bebas”, Jurnal Hukum Equality Fakultas Hukum USU, Vol.12 No.1, ISSN: 1410-5349, 1 Februari 2007, Medan, Hal. 49-50 Universitas Sumatera Utara 115 Pertama, Teori Kehendak wilstheorie. Menurut teori kehendak ini, perjanjian terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian. Kedua, Teori Pernyataan verklaringstheorie. Teori ini mengajarkan bahwa kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi, yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan, perjanjian tetap terjadi. Ketiga, Teori Kepercayaan vertrouwenstheorie. Menurut teori ini tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki. KUHPerdata menentukan bahwa segera setelah terjadi kesepakatan, maka lahirlah perjanjian, yang pada saat yang bersamaan juga menerbitkan perikatan diantara para pihak yang telah bersepakat dan berjanji tersebut. Secara umum dikatakan bahwa kesepakatan selalu ada dalam setiap perjanjian, kecuali jika dapat dibuktikan bahwa telah terjadi kekhilafan, paksaan atau penipuan. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 1449 jo Pasal 1452 KUHPerdata. 145 145 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, Hal. 49 Universitas Sumatera Utara 116 Sebagai perwujudan tertulis dari perjanjian, kontrak adalah salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain persetujuan yaitu undang-undang, 146 yang dapat menimbulkan perikatan. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. 147 Sistem ini melahirkan prinsip kebebasan berkontrak freedom of contract yang membuka kesempatan bagi para pihak yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal sebagai berikut: 148 i. Pilihan Hukum choice of law, dimana para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak terseut. ii. Pilihan Forum choice of juridiction, yaitu para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa diantara para pihak dalam kontrak tersebut. iii. Pilihan Domisili choice of domicile, yaitu masing-masing pihak melakukan penunjukan dimanakah domisili hukum para pihak tersebut.

D. Analisis Perbandingan

Pengaturan subjek hukum dalam perjanjian dalam UPICCs tidak diatur secara tegas, namun menurut Edward G. Hinkelman, subjek hukum perjanjian jual beli internasioal pada dasarnya adalah penjual dan pembeli yang sama-sama menginginkan mendapatkan keuntungan dan menanggung resiko sekecil mungkin dari barang yang mereka perdagangkan serta memiliki tempat usaha yang berada pada negara yang berbeda. Sedangkan pengaturan objek perjanjian diatur secara khusus oleh Dewan Kerja UNIDROIT dalam program kerja UNIDROIT 2011-2013 146 Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 147 Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 148 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Op.cit, Hal. 137 Universitas Sumatera Utara 117 yang mencakup tentang UPICCs 2010 yang terbaru, aset-aset ruang angkasa, kewajiban pihak ketiga untuk jasa GNSS, tentang peralatan pertanian, pertambangan dan konstruksi, serta perlindungan property budaya. Dalam UPICCs Suatu perjanjian dikatakan berlaku apabila adanya kata sepakat dari para pihak yang diikuti dengan pengajuan penawaran oleh salah satu pihak kepada pihak yang lainnya dengan diterimanya penawaran tersebut oleh pihak penerima tawaran, baik penawaran dan penerima yang dilakukan para pihak harus berlandaskan pada itikad baik dan adil. Pengaturan subjek hukum dalam CISG diatur dalam pasal 1 ayat 1 CISG, dimana para pihak harus memiliki tempat usaha pada negara yang berbeda ada unsur asingnya, dalam CISG tidak diatur secara tegas, apa dan bagaimana ukuran kecakapan dan kewenangan subjek hukum yang melakukan perjanjian jual beli tersebut. Namun, CISG menyerahkan sepenuhnya agar para pihak tunduk dan mengacu pada aturan domestik dari negara masing-masing aturan mengenai kecakapan dan kewenangan para pihak dalam melakukan perjanjian. Sedangkan objek dari perjanjian tidak berlaku untuk kontrak penyedia tenaga kerjajasa dan beberapa ketentuan yang dilarang diperdagangkan sebagai objek jual beli yang diatur secara tegas dalam Pasal 2 CISG dan hanya diterapkan pada barang-barang bergerakberwujud kecuali yang tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 CISG. Dalam hal berlakunya perjanjian adalah bila suatu penawaran mencapai pihak yang ditawari yang tidak perlu dibuktikan secara tertulis dan tidak memerlukan formalitas tertentu namun dapat dibuktikan dengan segala macam alat bukti termasuk saksi-saksi. Subjek dalam KUHPerdata juga tidak diatur secara tegas, namun para ahli menyatakan bahwa subjek perjanjian jual beli adalah penjual dan pembeli, yang lebih dispesifikasikan lagi menjadi individu dan badan usaha. Namun, KUHPerdata Universitas Sumatera Utara 118 mengatur tentang ukuran kecakapan dan kewenangan subjek hukum yang melakukan perjanjian, yang mana bila salah satu dari unsurpersyaratan ukuran kecakapan dan kewenangan tersebut dilanggar, maka sangsi yang diperoleh bila melanggar perjanjian tersebut adalah perjanjian dapat batal demi hukum atau dapat dibatalkan secara hukum. Sedangkan pengaturan objek perjanjian dalam KUHPerdata adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan milik sendiri, tidak melanggar ketentuan ketertiban dan kesusilaan serta UU. Berlaku dan mengikatnya suatu perjanjian dimulai dengan kata sepakat oleh para pihakyang diikuti dengan syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Tabel 2 Perbandingan antara UPICCs, CISG dan KUHPerdata No UPICCs CISG KUHPer 1 Tidak Mengatur secara khusus tentang Objek Barang yang diperjualbelikan Mengatur secara khusus tentang Objek Barang yang diperjualbelikan Tidak Mengatur secara khusus tentang Objek Barang yang diperjualbelikan 2 Tidak mengatur Syarat Sahnya Perjanjian Tidak mengatur Syarat Sahnya Perjanjian Mengatur Syarat Sahnya Perjanjian 3 Mengatur Tanggung jawab Hukum Prakontraktual Culpa in ContrahendoPars Pro Toto Tidak Mengatur Tanggung jawab Hukum Prakontraktual Culpa in ContrahendoPars Pro Toto Tidak Mengatur Tanggung jawab Hukum Prakontraktual Culpa in ContrahendoPars Pro Toto 4 Mengatur Prinsip Perlindungan Pihak Lemah dari Syarat- syarat Baku Tidak Mengatur Prinsip Perlindungan Pihak Lemah dari Syarat-syarat Baku Tidak Mengatur Prinsip Perlindungan Pihak Lemah dari Syarat-syarat Baku Universitas Sumatera Utara 119

BAB IV KETENTUAN BIAYA GANTI RUGI AKIBAT WANPRESTASI MENURUT

UPICCs, KONVENSI CISG DAN KUHPERDATA A. Biaya Ganti Rugi akibat Wanprestasi Berdasarkan UPICCs

1. Wanprestasi dalam Jual Beli Internasional