Metode Penelitian Deskriptif Lokasi Penelitian .1 Sejarah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Kota Medan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian individu, lembaga, masyarakat, dll pada saat sekarang ini berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa penelitian, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak mernguji hipotesis atau membuat prediksi. Ciri lain metode deskriptif adalah menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Penelitian bertindak sebagai pengamat, hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatat dalam buku observasinya Rakhmat, 2004:4. 3.2 Deskriptif Lokasi Penelitian 3.2.1 Sejarah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Kota Medan Medan sebagai kota dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota yang giat- giatnya menjalani transisi menuju konsep kota megapolitan, sudah barang tentu memakan korban akibat pembangunan. Korban-korban tersebut adalah rakyat- rakyat kecil dari beberapa sektor seperti petani, nelayan, buruh, serta kaum minoritas. Perjalanan maupun perkembangan LSM di Medan belum begitu terlacak ataupun terdokumentasi dengan baik. Ini dibuktikan dengan sedikitnya literatur-literatur yang menyajikan sejarah dan perkembangan LSM di kota Medan. Berkembangnya LSM di Medan pada mulanya bersamaan dengan masuknya kebijakan developmentalis di Indonesia pada pertengahan 60-an. Inisiatif awal dilakukan oleh dewan gereja-gereja yang ada di Sumatera Utara dengan membuat kelompok-kelompok dampingan yang tujuannya ikut aktif dalam proses pembangunan. Dalam perjalanannya paham pembangunan yang diterapkan sebagai kebijakan pemerintahan mulai memakan korban dari rakyat kecil. Iming-iming kesejahteraan yang dibunyikan ternyata hanyalah janji kosong yang ada hanyalah wajah represif pemerintah untuk melempangkan kebijakan ini. Oleh karena itu dalam perkembangan LSM di Kota Medan muncul kelompok-kelompok masyarakat yang kritis terhadap proses pembangunan yang terjadi, tetapi masih dimotori oleh masyarakat dari dewan gereja-gereja yang mulai mempertanyakan arah pembangunan. KSPPM adalah lembaga awal yang mulai secara terbuka melakukan kerja-kerja pendampingan di bawah dari pengaruh gereja-gereja dan Kelompok Pelita Sejahtera . Barulah mulai muncul lembaga-lembaga yang mengorganisir berbagai sektoral di luar pengaruh gereja seperti, Sintesa, KKSP, dan Bitra. Pada 26 Februari 1986, diadakanlah Pertemuan antar LSM Sumatera Utara yang diselenggarakan di Rampah. Dalam pertemuan tersebut lahir lah kesepakatan yang dikenal dengan pertemuan Rampah. Kesepakatan akan keinginan bersama untuk mewujudkan wadah ajang jalin komunikasi dan informasi antar sesama lembaga. Nama lembaga tersebut adalah WIM Wahana Informasi Masyarakat yang merupakan gabungan dari beberapa LSM Sumatera Utara. Adapun tugas dan wewenang WIM hanyalah berperan dalam bidang komunikasi informasi sekaligus penghubung antar LSM yang ada.

3.3 Lokasi Penelitian