TINJAUAN PUSTAKA Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si

6 kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes, 3 produk sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan 4 dapat membuka lapangan pekerjaan. Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Berdasarkan dan mengacu pada visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi Pembangunan Peternakan yaitu : 1 memfasilitasi penyediaan pangan asal ternak yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya, 2 memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, 3 menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternakan, 4 membantu menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan dan 5 melestarikan serta memanfaatkan sumber-daya alam pendukung peternakan Departemen Pertanian 2001. Sementara itu tujuan khusus pembangunan peternakan tersebut adalah 1 meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, 2 mengembangkan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak, 3 meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, 4 meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH aman, sehat, utuh dan halal dan 5 meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan Sjamsul Bahri 2008. Upaya pengembangan sapi potong telah lama dilakukan oleh pemerintah. Nasoetion dalam Winarso et al. 2005 menyatakan bahwa dalam upaya pengembangan sapi potong, pemerintah menempuh dua kebijakan, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Pengembangan sapi potong secara ekstensifikasi menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit, penyuluhan dan pembinaan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan, dan pemasaran. Menurut Isbandi 2004, penyuluhan dan pembinaan terhadap petani-peternak dilakukan untuk mengubah cara beternak dari pola tradisional menjadi usaha ternak komersial dengan menerapkan cara-cara zooteknik yang baik. Zooteknik tersebut termasuk saptausaha beternak sapi potong, yang meliputi 7 penggunaan bibit unggul, perkandangan yang sehat, penyediaan dan pemberian pakan yang cukup nutrien, pengendalian terhadap penyakit, pengelolaan reproduksi, pengelolaan pascapanen, dan pemasaran hasil yang baik. Berbagai kebijakan dan program yang terkait dengan pengembangan usaha ternak sapi potong telah diluncurkan dan diimplementasikan, baik secara nasional maupun di tingkat daerah. Dalam implementasinya, program dan kebijakan tersebut masih belum mampu mengatasi kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Menurut Ilham et al. 2001, hal ini disebabkan oleh : 1 belum semua program yang dilakukan pemerintah sampai pada peternak. Seandainyapun sampai, peternak tidak mengaplikasikannya, Keberhasilan penerapan teknologi peternakan belum merata, 2 pengembangan usaha peternakan masih belum menjadi prioritas utama pemerintah, sehingga dana program untuk sub sektor peternakan masih relatif kecil dibandingkan dengan sub sektor lainya, 3 kebijakan intensifikasi pada lahan sawah mengurangi penggunaan tenaga kerja ternak, sehingga banyak petani tidak lagi mengusahakan ternak sapi, 4 masih banyak ternak sapi yang dipelihara secara ekstensif, sehingga menyulitkan dalam pengendalian penyakit dan terjadinya penurunan genetik akibat inbreeding, 5 menyempitnya lahan padang penggembalaan akibat alih fungsi lahan. Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada daging antara lain adalah: 1 subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2 rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3 tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian regional dan 4 mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan Kariyasa 2005. Menurut Wiyatna 2002 beberapa kendala yang dijumpai dalam pengembangan ternak sapi potong adalah : 1 penyempitan lahan penggembalaan, 2 kualitas sumberdaya rendah, 3 produktivitas rendah, 4 akses ke pemodal sulit, 5 penggunaan teknologi rendah. Selanjutnya Direktorat Jenderal Peternakan 2010 menambahkan berbagai permasalahan pengembangan usaha sapi potong di 8 dalam negeri diantaranya adalah pemotongan sapi betina produktif. Terjadinya pemotongan sapi betina produktif selama ini penyebab utamanya adalah motif ekonomi bagi pemiliknya yang rata-rata income pendapatannya masih rendah dengan tingkat kepemilikan sapi potong hanya rata-rata 2-3 ekor. Para peternak cenderung akan menjual ternak mereka ketika menghadapi permasalahan finansial dengan pertimbangan bahwa sapi potong merupakan asset yang paling mudah dijual tanpa mempertimbangkan produktifitas ternak tersebut. Faktor – faktor yang menjadi pendorong bagi pengembangan ternak sapi potong adalah 1 permintaan pasar terhadap daging sapi semakin meningkat, 2 ketersediaan tenaga kerja cukup besar, 3 kebijakan pemerintah mendukung, 4 hijauan dan sisa pertanian tersedian sepanjang tahun, 5 usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis Kariyasa 2005; Gordeyase et al. 2006; Rosida 2006; Nurfitri 2008. Kendala dan peluang pengembangan peternakan pada suatu wilayah dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut. Agar pengembangan sapi potong berkelanjutan, Winarso et al. 2005 mengemukakan beberapa saran sebagai berikut, 1 perlunya perlindungan dari pemerintah daerah terhadap wilayah-wilayah kantong ternak, terutama dukungan kebijakan tentang tata ruang ternak serta pengawasan terhadap alih fungsi lahan pertanian yang berfungsi sebagai penyangga budi daya ternak, 2 pengembangan teknologi pakan terutama pada wilayah padat ternak, antara lain dengan memanfaatkan limbah industri dan perkebunan Gordeyase et al. 2006; Utomo dan Widjaja 2006 dan 3 untuk menjaga sumber plasma nutfah sapi potong, perlu adanya kebijakan impor bibit atau sapi bakalan agar tidak terjadi pengurasan terhadap ternak lokal dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam negeri. Strategi Pengembangan Sapi Potong Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumberdaya Chandler, 1962 dalam Rangkuti, 1997. Usaha untuk mencapai tujuan pengembangan sapi potong dapat dilaksanakan dengan tiga pendekatan yaitu ; 1 9 pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, 2 pendekatan terpadu yang menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam “sapta usaha peternakan”, serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi terkait, 3 pendekatan agribisnis dengan tujuan mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek yaitu lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia Gunardi 1998. Strategi pembangunan peternakan adalah pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal, pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan Pambudy dan Sudardjat, 2000. Situmorang dan Gede dalam Mersyah 2005 menyatakan, untuk meningkatkan produktivitas sapi potong perlu dilakukan pemuliaan terarah melalui perkawinan, baik secara alami maupun melalui Inseminasi Buatan IB, bergantung pada kondisi setempat. Selanjutnya Hadi dan Ilham 2002 menyatakan terdapat beberapa permasalahan dalam industri perbibitan sapi potong, yaitu: 1 angka service per conception SC cukup tinggi, mencapai 2,60, karena terbatasnya fasilitas pelayanan IB, baik ketersediaan semen beku, tenaga inseminator maupun masalah transportasi, 2 calving interval terlalu panjang, 3 tingkat mortalitas pedet prasapih tinggi, ada yang mencapai 50. Oleh karena itu, usaha pembibitan harus diiringi dengan upaya menekan biaya pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya pakan adalah dengan memanfaatkan limbah kebun dan pabrik sebagai sumber pakan melalui pemeliharaan sapi secara terintegrasi pada kawasan perkebunan atau areal tanaman pangan. Dewasa ini pola kebijakan pengembangan pengusahaan sapi potong masih tetap berorientasi pada pola peternakan rakyat atau keluarga. Usaha peternakan sapi potong rakyat memiliki posisi yang lemah dan sangat peka terhadap perubahan Yusdja et al. 2001. Hal ini disebabkan oleh sifat usahanya, dimana menurut Azis 1993, karakteristik usaha peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut : 1 skala usaha relatif kecil, 2 merupakan usaha rumah tangga, 3 10 merupakan usaha sampingan, 4 menggunakan teknologi sederhana, 5 bersifat padat karya dengan basis organisasi kekeluargaan. Untuk mengembangkan usaha peternakan rakyat ini menjadi usaha yang maju diperlukan reformasi, baik yang menyangkut masalah permodalan, sistem kelembagaan, penerapan teknologi dan penciptaan pasar yang efisien Aziz 1993. Dengan demikian untuk menghasilkan produk ternak sapi potong yang kompetitif, ketersediaan pakan dan keberadaan lokasi usaha sangat menentukan. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Nyak Ilham, 1995 yakni dalam strategi pengembangan ternak adalah didasarkan sumber pakan dan lokasi usaha. Manfaat yang dapat diambil dari model atau pola tersebut adalah : 1 Berputarnya pergerakan modal dari daerah perkotaan ke pedesaan, antara lain berupa bantuan kredit bank, kerjasama kemitraan dan investasi lain. Keadaan ini mendorong terbukanya kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan, 2 Pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri yang lebih bermanfaat, 3 Dengan berkembangnya usaha penggemukan sapi dapat mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama transportasi, 4 Terkumpulnya kotoran ternak yang diolah menjadi kompos dan terciptanya perbaikan lingkungan berupa penghijauan serta penyuburan kualitas tanah pertanian dipedasaan, 5 Daerah pedesaan merupakan basis pengembangan ternak sapi potong. Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi salah satunya adalah mengurangi ketergantungan impor daging Soehadji 1995 dapat dijalankan. Dimana yang selama ini ketergantungan akan daging impor dan sapi bakalan yang cenderung meningkat dapat dikurangi secara bertahap. Dalam strategi pengembangan ternak sapi potong ini harus melibatkan instansi lintas sektoral, khususnya di luar Departemen Pertanian. Dalam hal pengadaan dan pemasaran hasil dapat dilakukan kerjasama dengan swasta. Didalam kerjasama ini akan terlihat hubungan secara vertikal yang memberdayakan kelompok peternak secara optimal yang tujuannya adalah dalam satu kelompok akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Sehingga pada era perdagangan bebas ini, sistem produksi pertanian khususnya peternakan harus senantiasa dikelola dengan berorientasi pada permintaan pasar. Badan Agribisnis 1995. 11 Penerapan konsep kemitraan antara peternak sebagai mitra dan pihak kelompok peternak perlu dilakukan sebagai upaya khusus agar usaha ternak sapi potong, baik sebagai usaha pokok maupun pendukung dapat berjalan seimbang. Upaya khusus tersebut meliputi antara lain pembinaan finansial dan teknik serta aspek manajemen. Pembinaan manajemen yang baik, terarah, dan konsisten terhadap peternak sapi potong sebagai mitra akan meningkatkan kinerja usaha, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, melalui kemitraan, baik yang dilakukan secara pasif maupun aktif akan menumbuhkan jalinan kerja sama dan membentuk hubungan bisnis yang sehat Safuan dalam Hermawan 1998. Kelembagaan Kelompok Peternak Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, Soehadji dalam Anggraini 2003 mengklasifikasikan usaha peternakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1 peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga subsisten dengan tingkat pendapatan usaha dari peternakan lebih kecil dari 30, 2 peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari usaha ternak mencapai 30 sampai dengan 70, 3 peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70 sampai dengan 100, 4 peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus specialized farming dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100 persen. Usaha sapi potong rakyat sebagian besar merupakan usaha yang bersifat turun – temurun dengan pola pemeliharaan sesuai dengan kemampuan peternak, terutama dalam hal pemberian pakan. Pakan hijauan bervariasi jenis dan jumlahnya sedangkan pakan penguat diberikan dalam jumlah yang tidak menentu dan diberikan dalam jumlah banyak saat musim panen, sebaliknya sangat terbatas pada musim tanam Aryogi et al. 2000. 12 Selain penurunan populasi, produktivitas yang rendah merupakan kendala peningkatan produksi daging terutama pada usaha sapi potong rakyat. Keterbatasan modal, kurang berwawasan agribisnis serta tatalaksana pemeliharaan yang masih tradisional merupakan penyebab rendahnya produktivitas dengan tingkat pertumbuhan dibawah 0,5 kghari Utomo et al. 1999. Usaha peternakan komersial umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar serta menerapkan teknologi modern Mubyarto dalam Anggraini 2003. Usaha peternakan memerlukan modal yang besar, terutama untuk pengadaan pakan dan bibit. Biaya yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada umumnya yang memiliki keterbatasan modal Hadi dan Ilham 2000. Hasil penelitian Yusmichad Yusdja et al. 2004 menyebutkan bahwa pada dasarnya ada 6 bentuk struktur penguasaan dan pengusahaan ternak yang dapat dipahami yakni : 1 Kelompok peternakan rakyat wilayah tanaman pangan. Pemeliharaan ternak sapi bersifat tradisional dan pemilikan sapi erat kaitannya dengan usaha pertanian, 2 Kelompok peternakan rakyat yang tidak terkait dengan tanaman pangan. Pemeliharaan sapi bersifat tradisional dan pemilikan erat kaitannya dengan ketersediaan padang penggembalaan atau hijauan, 3 Kelompok peternakan rakyat dengan sistem bagi hasil. Pemeliharaan ternak mempunyai tujuan yang tergantung pada kesepakatan, 4 Kelompok usaha peternakan rakyat dan skala kecil. Pemeliharaan bersifat intensif, 5 Kelompok usaha peternakan skala menengah. Pemeliharaan sapi sangat intensif, penggunaan teknologi rendah. Kelompok ini terbagi dua : a Kelompok usaha ternak sapi potong mandiri, b Kelompok usaha ternak sapi potong bermitra, 6 Kelompok usaha peternakan swasta skala besar feedlotters. Pemeliharaan sapi dilakukan intensif, menggunakan teknologi tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas dan mengembangkan usaha, para peternak bergabung membentuk kelompok yang biasa disebut kelompok tani ternak. Menurut surat keputusan Menteri Pertanian No. 93KPTSOT.210297 kelompok tani adalah kumpulan petani- peternak yang tumbuh berdasarkan keakraban, keserasian, kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usaha tani dan 13 kesejahteraannya. Keberadaan pengurus dan anggota yang saling berinteraksi akan mendorong terbentuknya suatu sistem yang dinamis. Melalui pertemuan anggota kelompok dapat diperoleh berbagai informasi yang mengarah pada usaha peningkatan atau pengembangan usahatani ternak sapi potong Soeharsono 2003. Kemudian Yusuf 1989 menambahkan bahwa interaksi yang berkesinambungan di antara anggota kelompok akan membentuk pola interaksi, baik dalam bentuk peraturan, larangan atau kewajiban, sehingga anggota selanjutnya akan bertingkah laku dan bersikap sebagaimana pola yang sudah terbentuk. Petani-peternak yang berkeinginan membentuk suatu kelompok atau himpunan biasanya mempunyai kesatuan kepentingan, terutama menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi serta kesadaran untuk saling tolong menolong sesama anggota. Dalam penjabaran motivasi sosial dan kasih sayang, butir-butir pernyataannya menyangkut harapan untuk memperoleh pembinaan lebih baik, mendapatkan banyak teman, meningkatkan kerukunan, melakukan kerja sama, serta kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Lebih lanjut, motivasi fisiologis menyangkut harapan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan lingkungan rumah, mendapat lahan baru, mendapat sapi gaduhan dan pelayanan sarana produksi peternakan Soekanto 1982. Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan - perubahan Cyrilla dan Ismail 1998 . Berbagai kemudahan yang diperoleh bila dibentuk kelompok peternak, antara lain: 1 dapat dengan mudah membentuk koperasi untuk mendukung berbagai aktivitas kelompok, 2 informasi dapat menyebar secara merata ke setiap anggota kelompok, 3 Inovasi teknologi dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota, baik teknologi pembibitan, pakan, budidaya, pasca produksi dan sebagainya, 4 memudahkan dalam melakukan penyuluhan karena sudah terbentuk kelompok, 5 memudahkan dalam mengakses berbagai program pemerintah, 6 memudahkan dalam mengakses lembaga keuangan dalam rangka penguatan modal, 7 memudahkan dalam 14 pemeliharaan infrastruktrur atau sarana dan prasarana yang dibangun oleh kelompok. Selanjutnya Torres 1977 dalam Tatok Mardikanto 1993 menambahkan beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani adalah : 1 semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok 2 semakin terarahnya dan cepat peningkatan tentang jiwa kerja sama antar petani 3 semakin cepatnya proses perembesan difusi penerapan inovasi 4 semakin naiknya kemampuan rata-rata pengembalian hutang pinjaman petani 5 semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan input maupun produk yang dihasilkan. Di lain pihak, Sajogyo 1978 memberikan tiga alasan utama dibentuknya kelompok tani yang mencakup : 1 untuk memanfaatkan secara lebih baik optimal semua sumber daya yang tersedia, 2 dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan dan 3 petani-peternak dapat memperoleh informasi terutama informasi teknologi. Pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan, yang pertama, harus merupakan upaya yang terarah atau pemihakan. Kedua, harus langsung mengikutsertakan atau dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat yang miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, juga efisien bila dilihat dari penggunaan sumber daya Kartasasmita 1996 Budi Haryanto, et a.l 2002 mengatakan yang dimaksud dengan pendekatan kelembagaan disini adalah dimana kepemilikan lahan sawah dan ternak secara individu tetap ada, namun kegiatan individu peternak merupakan satu kesatuan dari kegiatan kelompok, seperti pengumpulan jerami, pengadaan sarana produksi dan lain sebagainya. Penyuluhan peternakan merupakan pendidikan nonformal yang diharapkan bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan peternakan. Masyarakat harus dilibatkan sebagai subyek pembangunan, sehingga perlu menjalani proses pembelajaran untuk mengetahui adanya kesempatan memperbaiki kehidupan. Asngari 2001 menyebutkan penyuluhan sebagai upaya 15 memberdayakan sumber daya manusia, mendinamiskan diri sebagai aktor yang berupaya untuk lebih berdaya dan mampu berprestasi prima. Pola komunikasi penyuluhan merupakan partisipasi dan tukar menukar pengetahuan serta pengalaman “petani sebagai partner,” sehingga teknologi mutakhir dan tradisi lokal bersinergi. Samsudin 1987 menyatakan bahwa salah satu tugas penyuluh pertanian adalah menumbuhkan perubahan pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motivasi agar petanipeternak menjadi lebih terarah. Melalui kegiatan penyuluhan, pemberian bantuan berupa dana langsung untuk pembangunan fasilitas dan prasarana kelompok tani yang bersangkutan, bantuan kredit ternak dari dinas terkait diarahkan menuju bentuk yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usaha beternaknya. Bantuan dari dinas hanya diberikan kepada peternak yang sudah membentuk kelompok Anonim 2007. Agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi Handayani dan Priyanti 1995. Lembaga - lembaga terkait akan berperan aktif dalam pembinaan, sehingga dapat mencapai satu sasaran yang sama yaitu sistem usaha agribisnis peternakan yang berkelanjutan, antara lain melalui pemanfaatan teknologi dan manajemen modern yang dilakukan dalam skala usaha yang lebih besar. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong Usaha ternak sapi telah memberi kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi 1995 menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi. Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana 16 produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu Aritonang 1993. Soeharjo dan Patong 1973 menyebutkan bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha. 17

BAB III METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian berlangsung selama bulan Juni sampai dengan September Tahun 2012 mencakup kegiatan pra survei mendapatkan data awal daerah penelitian sebagai bahan penyusunan proposal, serta pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan hasil penelitian dalam bentuk tesis. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 – 2031. Kecamatan yang termasuk kawasan peternakan sapi dengan prioritas pengembangan di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 8 delapan Kecamatan terdiri atas Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Tanjung Beringin, Pegajahan, Kotarih, Bintang Bayu, Sipispis dan Dolok Merawan. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi ke lokasi penelitian dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan sekunder serta penilaian skor kondisi tubuh ternak sapi peternak. Persyaratan responden dalam penelitian ini adalah para Kelompok Peternak dan non Kelompok Peternak di Kecamatan yang termasuk dalam RTRW Kabupaten Serdang Bedagai 2011 – 2031. Metode penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut : Tahap pertama pemilihan 3 tiga Kecamatan dari beberapa Kecamatan yang termasuk dalam RTRW Kabupaten Serdang Bedagai 2011 – 2031 dengan metode penarikan responden secara Proportional Stratified Random Sampling Soekartawi 1995, yaitu Kecamatan yang kepadatan ternak sapi potong nya tinggi yaitu Kecamatan Sipispis, kepadatan ternak sapi potong nya sedang yaitu Kecamatan Bintang Bayu dan kepadatan ternak sapi potong nya rendah yaitu Kecamatan Tanjung Beringin. Dimana penentuan kepadatan sapi yang tinggi, sedang dan rendah tersebut ditentukan dengan perbandingan jumlah sapi potong ekor dengan luas setiap Kecamatan Km² di Kabupaten Serdang Bedagai. Penentuan sampel penelitian berdasarkan Arikunto, S 2002 18 yang menyatakan : “Apabila subyeknya kurang dari 100, diambil semua sekaligus sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika jumlah subyek besar maka sampel diambil 10 – 15 persen atau 20 – 25 persen atau lebih”. Jumlah ternak sapi potong, jumlah kelompok peternak, jumlah ternak sapi potong kelompok peternak, luas wilayah, kepadatan ternak pada setiap Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Jumlah ternak sapi potong, jumlah kelompok peternak, jumlah ternak sapi potong kelompok peternak, luas wilayah, kepadatan ternak pada setiap Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. No Kecamatan Jumlah Sapi Potong ekor Jumlah Kelompok Peternak Jumlah Ternak Sapi Potong milik Kelompok Peternak Luas Km² Kepadatan Ternak Km² 1 Silinda 233 6 16 198,900 1,17 2 Tanjung Beringin 318 4 149 182,291 1,74 3 Kotarih 212 14 148 74,170 2,85 4 Tebing Syahbandar 1.548 18 538 237,417 6,52 5 Bandar Khalifah 1.548 3 430 120,297 12,86 6 Teluk Mengkudu 803 21 109 50,690 15,84 7 Sei Bamban 1.071 21 56,740 18,87 8 Bintang Bayu 1.491 20 1009 72,260 20,63 9 Sei rampah 1.627 21 343 78,024 20,85 10 Serbajadi 1.680 16 786 80,296 20,92 11 Tebing Tinggi 3.048 41 1438 95,586 31,88 12 Dolok Merawan 3.929 9 525 116,000 33,87 13 Pegajahan 3.832 35 907 111,620 34,33 14 Perbaungan 4.520 39 475 120,600 37,47 15 Pantai Cermin 6.327 45 1601 145,259 43,55 16 Dolok Masihul 5.890 46 2399 93,120 63,25 17 Sipispis 4.383 19 1922 66,950 65,46 Jumlah 42.460 378 12.795 1.900,22 22,34 Keterangan : Kecamatan yang termasuk kawasan peternakan sapi dengan prioritas pengembangan di Kabupaten Serdang Bedagai : Sumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai 2011 : Sumber dari Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan BP2KP Kabupaten Serdang Bedagai 2011