Informational signs yang berada di koridor jalan Gatot Subroto kurang berfungsi secara optimal karena faktor lokasi dan kejelasan informasi yang terganggu
signage komersial. Meskipun
informational signs berlokasi di tempat yang mudah terlihat tetapi tidak terencana dengan baik, yakni proporsi tidak sesuai dengan lingkungan di
sekitarnya. Maka informational signs dapat berfungsi secara maksimal bila
memperhatikan faktor lokasi, legibilitas, redibilitas, keterpaduan dan proporsi. Signage yang ditempatkan pada zona identifikasi di jalan Gatot Subroto
fungsinya lebih banyak berfungsi sebagai identitas dari bangunan, rancangan etalase dan beberapa tanda informasi. Pada umumnya
signage yang ditempatkan pada bangunan berkaitan langsung dengan identitas bangunan dari tempatnya berada,
seperti nama toko, nama mall dan lain-lain. Selain itu pada zona identifikasi juga terdapat
signage yang berfungsi sebagai tanda informasi yang tidak ada hubungannya dengan identitas bangunan seperti tanda larangan parkir, tanda larangan berhenti
maupun tanda khusus yang menginformasikan peta jalan.
5.4 Analisis Perletakan
Signage Terhadap Estetika Visual
Untuk menganalisis lokasi perletakan signage di koridor jalan Gatot Subroto
dan keterkaitannya dengan kualitas visual ruang kota yang manusiawi digunakan beberapa indikator
estetika visual seperti: keterpaduan, proporsi, keseimbangan, irama, orientasi, posisi, visibilitas, legibilitas dan redibilitas. Berikut ini analisis
perletakan signage pada jalan Gatot Subroto Medan dan pengaruhnya terhadap
estetika visual koridor jalan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5.4.1 Keterpaduan Unity Kepadatan
signage yang cukup tinggi pada beberapa tempat di jalan Gatot Subroto Medan dan kecenderungan individualime dari masing-masing pemilik
bangunan dalam mengekspresikan signage melalui desain dan dimensi yang beragam
merupakan indikasi bahwa signage hanya dianggap sebagai unsur tambahan saja pada
bangunan atau lingkungan jalan Gatot Subroto Medan. Keterpaduan pada dasarnya menciptakan kesatuan visual yang utuh dari setiap elemen pembentuk visual ruang
kota, semakin sedikit jumlah unsur yang harus disatukan semakin mudah pula dicapai keterpaduan tersebut dan bila semakin banyak elemen tersebut dapat membentuk
keterpaduan maka semakin besar pula nilai keberhasilan yang dicapai dalam usaha tersebut Ishar:1995.
Beragamnya dimensi dan jenis signage yang tidak teratur membuat koridor
jalan Gatot Subroto Medan berkesan sempit dan semrawut. Keberadaan signage
cukup padat pada titik-titik lokasi yang dianggap strategis sedangkan di lokasi lain kosong. Beragam tipe
signage tersebut ditempatkan pada zona-zona yang dianggap dapat menguntungkan pemilik
advertising dalam mempromosikan produknya tanpa memperhatikan kesesuaian antara tipe satu
signage dengan signage yang lainnya maupun terhadap lingkungan di sekitanya. Kebanyakan
signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan bertujuan untuk menarik perhatian umum kepada suatu
barangjasa dan ditempatkan pada lokasi yang terdapat banyak orang, baik yang berdiam atau sekedar melintas. Keterpaduan unity merupakan faktor yang sangat
penting dari konsep urban design Moughtin,1992, keterpaduan signage pada
Universitas Sumatera Utara
kawasan jalan Gatot Subroto tidak akan tercapai bila kompsosisi dari elemen-elemen yang ada tidak harmonis Gambar 5.16.
Gambar 5.16 Komposisi elemen-elemen signage yang tidak harmonis di jalan Gatot
Subroto Medan memberikan kesan tidak adanya keterpaduan secara visual. Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012
5.4.2 Proporsi Proportion Menurut Ashihara 1991, proporsi keseimbangan suatu jalan dicapai ketika
ukuran lebar jalan sama dengan ukuran ketinggian bangunan atau signage. Bila teori
tersebut dikaitkan dengan keberadaan yang memiliki ketinggian lebih dari 5 meter maka proporsi dimensi
signage tersebut sudah tidak relevan lagi dengan lebar ruang publik jalan Gatot Subroto. Fungsi bangunan di jalan Gatot Subroto Medan
didominasi oleh bangunan pertokoan dengan ketinggian rata-rata tiga lantai,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan lebar badan jalan Gatot Subroto adalah 17,2 meter, lebar trotoar kanan 1,6 dan lebar trotoar kiri 2,1 meter. Bila kondisi ini dibandingkan dengan ketinggian
signage lebih dari 5 meter yang ditempatkan pada trotoar maka proporsi yang dihasilkan adalah DH1 artinya kesan ruang yang tercipta akibat keberadaan
signage yang berada di atas trotoar pejalan kaki atau di halaman bangunan tersebut berkesan
sempit Gambar 5.17.
Gambar 5.17 Proporsi yang dihasilkan dari keberadaan signage berdimensi besar di
jalan Gatot Subroto Medan adalah DH1 artinya kesan ruang yang tercipta ruang publik pejalan kaki berkesan sempit
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012
Begitu pula keberadaan signage yang melintang di ruas jalan Gatot Subroto
memberikan kesan penekanan pada ruas jalan Gatot Subroto Medan. Proporsi menunjukkan kualitas keruangan yang terbentuk dari masing-masing posisi
Universitas Sumatera Utara
pengamatan, hal ini dapat di lihat dengan kondisi di lapangan dimana sebuah objek signage dapat dikatakan memiliki bentuk proporsional yang baik dengan jalan Gatot
Subroto Medan apabila signage tersebut dapat dilihat secara utuh dari jarak dan sudut
pandang tertentu. Penempatan signage pada fasade bangunan yang melebihi 15 dari
luasan permukaan fasade memberikan kesan berat akibat padatnya signage yang
dipasang pada wajah asli bangunan tertutup oleh signage. Bagian atas bangunan
merupakan zona yang paling banyak dipadati signage karena zona ini ini mungkin
dianggap bagian yang paling mudah untuk diidentifikasi visual manusia khususnya pengguna jalan yang berada di depan bangunan tersebut.
5.3.3 Skala Scale Untuk mendapatkan jangkauan visual yang lebih luas banyak
signage di jalan Gatot Subroto yang dimensinya diperbesar dan posisinya dibuat lebih tinggi dari
objek-objek lain yang ada disekitarnya, salah satunya adalah signage yang diletakkan
pada atap bangunan roof signs memberikan kesan yang lebih tinggi kepada bangunan tempatnya berada sehingga keadaan ini memberikan dampak kepada kesan
skala ruang koridor jalan Gatot Subroto Medan berupa kesan ruang sempit dan memberikan efek menekan pada ruang tersebut. Selain itu terdapat juga beberapa
signage berukuran besar pada tiang mandiri pole signs yang tidak seimbang dengan lebar trotoar mengganggu
visibilitas pengamat akibat jarak signage yang tidak norma- norma skala yang manusiawi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melihat skala objek berupa signage yang berada di jalan Gatot Subroto
Medan, peneliti menggunakan ukuran manusia untuk mengukurnya sebab ukuran manusia lebih realistik Darmawan,2003. Berdasarkan data di lapangan
signage yang menempel pada dinding bangunan wall signs sebagian besar sudah memenuhi
perbandingan skala yang proporsional, dengan luasan rata-rata signage 2 m² dengan
ketinggian dari permukaan tanah kurang lebih 3 meter berbanding dengan lebar ruang publik bagi pejalan kaki antara 4,8 meter sampai dengan 7 meter di dukung
lebar ruas jalan Gatot Subroto Medan 17, 2 m sehingga signage dapat dijangkau
visual manusia dengan baik, seperti terlihat pada Gambar 5.18 dan Gambar 5.19.
Gambar 5.18 Penempatan wall signs di atas pintu masuk bangunan dapat terjangkau
dengan visual skala manusia antropomorfik skala,bila dilihat dari ruang publik bagi pejalan kaki.
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.19 Signage yang berada di atas atap bangunan hanya dapat terlihat oleh
pengamat dari seberang jalan jarak ±28 meter tempat signage berada tetapi secara
redibilitas dan legibilitas pesan signage tidak tersampaikan secara efektif, dan posisi kepala pengamat akan mendongak ke atas apabila
signage di pandang dengan sudut pandang lebih dari 60
° Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012
Menurut Zahnd 1999 skala berarti hubungan antara lebar, panjang dan tinggi ruang dari sebuah tempat yang memberikan kesan pada orang yang bergerak
didalamnya. Signage besar yang melintang di atas ruas jalan dan yang ditempatkan di
jembatan penyeberangan keberadaannya sebagai media ruang luar memberikan skala ruang jalan berkesan sempit, begitu pula halnya dengan
signage yang berdiri pada tiang mandiri dengan ketinggian lebih dari 5 meter di sepanjang koridor jalan Gatot
Subroto memberikan kesan batas jalan yang terlalu jelas sehingga keberadaan signage ini berkesan seperti dinding pembatas jalan Gambar 5.20.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.20 Signage besar yang melintang di atas ruas jalan dan yang ditempatkan
di jembatan penyeberangan keberadaannya sebagai media ruang luar memberikan skala ruang jalan berkesan sempit
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012 5.4.4 Keseimbangan Balance
Menurut Ishar 1992, keseimbangan adalah nilai yang ada pada setiap objek yang daya tarik visualnya terdapat dikedua titik pusat keseimbangan. Lebih lanjut
Jakle 1987 menambahkan bahwa dalam interpretasi ekspresi visual, keseimbangan dapat memberikan rasa yaitu kestabilan visual yang muncul dari kesan sebuah garis
aksis. Deretan signage rokok X Mild yang berada di median jalan dari depan hotel
Elite sampai persimpangan jalan Sekip seharusnya dapat memberi kesan sebagai aksis keseimbangan yang membagi pandangan jalan sekaligus menjadi pusat
pandangan yang baik dan memunculkan kestabilan visual pada jalan Gatot Subroto Medan, namun semrawutnya penempatan dan tatanan
signage di sisi kanan dan kiri koridor jalan Gatot Subroto menghilangkan kesan keseimbangan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Apabila pengamat berjalan dari awal persimpangan bundaran SIB sampai di ujung kawasan penelitian, tepatnya persimpangan Iskandar Muda maka deretan
signage tidak tampak sebagai garis aksis yang membagi jalan sebagai aksis keseimbangan, namun lebih sesuai dikatakan hanya sebagai pembatas jalan. Hal ini
dikarenakan permasalahan perletakan signage, dimensi signage dan jumlah signage
tidak memiliki pola di kedua sisi jalannya Gambar 5.21.
Gambar 5.21 Deretan signage di sepanjang koridor jalan Gatot Subroto tidak
tampak sebagai garis aksis yang membagi jalan atau sebagai aksis keseimbangan, namun hanya terlihat sebagai pembatas jalan akibat penempatan dan desain
signage tidak memiliki pola
Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2012
5.4.5 Irama Rhytme Menurut Ishar 1992 Irama dalam
urban design didapatkan melalui adanya komposisi dari gubahan
massa yang serasi dengan memberikan adanya karakter
Universitas Sumatera Utara
penekanan, interval atau jarak dan arah tertentu dari gubahan massa dalam membentuk ruang koridor. Dari hasil observasi lapangan, pengulangan
signage yang ada di median jalan memunculkan kesan pergerakan bagi pengamat dalam ruang
jalan. Kebanyakan signage yang ditempatkan pada massa bangunan tidak menyatu
satu dengan lainnya sehingga keberadaan wall signs terkesan bagaikan deretan media
signage yang monoton tanpa pengulangan secara sistematis sehingga bentuknya tidak terlihat kontras dan tidak memiliki daya tarik.
Signage dalam ruang kota dikategorikan sebagai
townscape yang merupakan hasil dari irama material urban dan epsisode jalan sehingga hal tersebut membentuk drama Cullen,1961
Pengaturan jarak signage akan memberikan irama tertentu dan dapat
menghilangkan rasa bosan bagi orang yang berada di kawasan tersebut, namun yang terjadi di koridor jalan Gatot Subroto Medan irama dari deretan
signage yang tak sengaja tercipta terlalu bervariasi dan mengakibatkan kekacauan secara visual karena
tidak didukung oleh pengaturan jarak yang ideal antara satu signage dengan signage
yang lainnya. Tidak adanya pengaturan jarak dan pembatasan jumlah signage pada
tiap-tiap bangunan mengakibatkan terjadinya penurunan estetika visual pada koridor
jalan Gatot Subroto Medan. Pemilik bangunan dan advertensi secara individu
menempatkan berbagai signage pada tempat-tempat yang dianggap mudah terlihat
oleh pengguna jalan tanpa memperdulikan tatanan yang baik untuk signage miliknya,
baik itu ditinjau dari aspek dimensi, jarak maupun desain signage sehingga secara tidak sengaja tercipta variasi
signage yang tidak sistematik di koridor jalan Gatot Subroto Medan Gambar 5.22.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.22 Irama melalui dimensi, tipologi dan jarak dari deretan signage yang
tak sengaja tercipta terlalu bervariasi dan mengakibatkan kekacauan secara visual di koridor jalan Gatot Subroto Medan
Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2012 5.4.6 Warna
Signage yang menempel pada bangunan wall signs maupun signage yang berdiri sendiri pole signs masing-masing menggunakan warna secara individu.
Warna signage yang dominan adalah kombinasi antara warna terang dan gelap. Jika
warna terang sebagai background maka tulisan, gambar ataupun logonya berwarna lebih gelap atau sebaliknya. Hal ini dilakukan pihak advertising sebagai upaya untuk
menarik perhatian pengamat. Warna terang yang dijadikan background pada signage
yang berada di jalan Gatot Subroto Medan didominasi warna putih, biru muda dan merah.
Pole signs pada restauran Asia Seafood dan wall signs pada gedung Elegant menjadi salah satu
eye cather di kawasan ini karena background signage yang berwarna merah terang dapat menarik perhatian pengamat yang berada di kawasan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Begitu pula halnya dengan wall signs di toko roti majestik yang ditempatkan
pada dinding kaca sebagai backgroundnya memberikan kesan kontras pada signage
tersebut. Selain itu roof signs pada toko Dunkin Donats merupakan signage dengan
pewarnaan yang serasi karena signage yang terang didukung dengan background
berwarna gelap sehingga secara legibilitas dan redibilitas signage-signage tersebut
dapat berfungsi dengan baik. Banyak bangunan di kawasan penelitian menggunakan warna secara individu sesuai dengan keinginannya memberikan kesan tidak serasi
antara satu dengan lainnya. Padahal warna memiliki peran penting pada signage
dimana menurut Daniel dalam Kurniawan 2002, kombinasi warna yang baik adalah tidak lebih dari 3 macam, apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan objek yang
ingin ditonjolkan. Sistem pencahayaan yang paling banyak digunakan pada
signage di jalan Gatot Subroto Medan adalah pencahayaan langsung dari luar bidang dengan
menggunakan spotlight, sistem ini pada umumnya digunakan untuk signage yang
berukuran besar. Pencahayaan signage pada material fiberglass menggunakan sistem
internal lighting, dimana penyinarannya berasal dari permukaan bidang signage. Sistem internal lighting memberikan pencahayaan yang lebih jelas dan tidak
menimbulkan silau bagi orang yang melihatnya. Penggunaan sistem internal lighting
juga banyak digunakan pada signage yang berada di koridor jalan Gatot Subroto
Medan. Meskipun jumlah
signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan cukup banyak namun sebagian besar tidak diberi penerangan pada malam hari khususnya
Universitas Sumatera Utara
signage yang berukuran kurang dari 8 m². Hal tersebut mengakibatkan koridor jalan Gatot Subroto pada malam hari sebagian kawasannya berkesan sepi dan suram.
Penerangan pada signage akan menarik perhatian pada orang yang melintas di sana,
tetapi penerangan yang tidak baik juga dapat memberikan efek silau bagi pengguna jalan yang melihatnya Cullen, 1961.
Efek dari pencahayaan koridor jalan Gatot Subroto kurang bisa memberikan indikasi kalau koridor jalan ini merupakan pusat aktivitas node dan merupakan
kawasan komersial karena pada malam hari banyak pertokoan yang tutup di koridor jalan tersebut tidak memberikan penerangan cukup bagi
signage yang ada di bangunannya sehingga pada malam hari berkesan menjadi kawasan mati. Menurut
Clanton 2003 bahwa gabungan pencahayaan dan warna hendaknya juga memperhatikan keamanan penglihatan bagi pengguna yang melihatnya yakni dengan
tidak menggunakan warna atau cahaya yang menyilaukan mata. Keberadaan signage
yang terlihat masif memberikan kesan ruang sempit akibat dari besarnya dimensi signage. Menurut Ching dalam Darmawan, 2005 warna adalah corak, intensitas dan
nada yang menjadi atribut paling mencolok untuk membedakan suatu bentuk dengan lingkungannnya.
5.4.7 Orientasi Orientation Kesemrawutan desain dan penempatan
signage dari yang berukuran kecil sampai berukuran besar menjadikan pemandangan jalan Gatot Subroto Medan tidak
berbeda dengan kawasan-kawasan lain yang ada di kota Medan. Perletakan signage
Universitas Sumatera Utara
yang menyebar di beberapa titik jalan Gatot Subroto Medan tidak dapat menjadi pengarah bagi orang yang berada di kawasan tersebut. Tumpang tindihnya antara satu
signage dengan signage lainnya menyulitkan pengamat untuk dapat mengidentifikasi identitas suatu bangunan dari arah jalan Gatot Subroto akibat terhalangi oleh
pole signs berukuran besar. Dari segi keamanan kondisi ini cukup membahayakan karena
memecah konsentrasi masyarakat yang sedang berkendaraan untuk dapat mengidentifikasi tempat atau lokasi tujuannya.
Signage Nokia, Alphainn, Dunkin Donat dan rumah makan Simpang Raya yang berada di atap bangunan roof signs dan logo Matahari sebenarnya dapat
memudahkan pengamat berorientasi pada jalan atau bangunan di sekitarnya sekaligus signage tersebut dapat menjadi eye catcher, karena perletakan signage cukup tinggi
sehingga dapat di lihat dengan mudah dari kejauhan. Pengamat tidak dapat menentukan posisinya dalam lingkungan tetapi dapat menemukan jalan ke sebuah
lokasi, sehingga individu tersebut dapat berorientasi pada lingkungannya Passini, 1984. Selanjutnya Passini menegaskan perlunya
signage yang terintegrasi dengan wayfinding and orientation system.
5.4.8 Posisi Place Signage di jalan Gatot Subroto terlihat sebagai objek yang keberadaannya
tidak asing sehingga menjadi salah satu penanda bagi jalan Gatot Subroto Medan, jadi berbagai jenis
signage yang sifatnya komersil seolah-olah menjadi milik jalan Gatot Subroto Medan yang erat hubungannya dengan pemandangan koridor jalan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Tetapi elemen urban design ini tidak dapat berfungsi dengan baik untuk
membantu masyarakat yang ada di sekitarnya mengidentifikasi kawasan tersebut sebagai identitas jalan yang jelas yang bisa memberikan kesan yang baik ketika
sedang berada di jalan Gatot Subroto Medan. Menurut Cullen 1961 dalam teori Place, yang menjadi indikator yaitu rasa yang muncul dari posisi pengamat
mengidentifikasi lingkungannya, sehingga mampu memberikan rasa antara lain; kepemilikan possession, kepemilikan dalam pergerakan Possession In Movement,
rasa keterlingkupan Enclosure, Screened Vista, Grandiose Vista, Closed Vista. Oleh sebab itu rasa kepemilikan akan muncul jika sesuatu sudah menjadi pemandangan
yang tidak asing dan tempat tersebut memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Dari segi pergerakan ketika berkendaraan, keberadaan
signage di koridor jalan Gatot Subroto kurang mampu memberikan bantuan visual kepada pengendara
untuk merasakan perasaan terhadap posisinya berada, sehingga terkadang masyarakat yang berada di dalam kawasan tersebut dapat kehilangan arah atau orientasi jalan
akibat kesemrawutan penempatan signage, dimana terdapat banyak signage yang
berukuran besar menutupi pandangan beberapa sisi fasade bangunan di sepanjang sisi koridor jalan tersebut dan juga menghalangi pandangan ke depan sehingga memecah
konsentrasi orang yang berada di kawasan tersebut dengan memberikan kesan seperti membatasi jalan dan pandangan jalan ke depan sehingga pada akhirnya hal tersebut
menimbulkan ketidakpaduan visual secara linear di koridor jalan Gatot Subroto Medan. Tidak adanya pemisahan atau perhubungan yang jelas melalui media
signage
Universitas Sumatera Utara
di koridor jalan ini mengakibatkan pengamat kurang dapat merasakan posisinya berada di dalam atau di luar suatu tempat dengan tempat lainnya.
5.4.9 Isi Content Banyaknya
signage dengan ukuran besar merupakan elemen hetrogen dan menjadikan jalan Gatot Subroto Medan menjadi salah satu ruang kota yang mudah
diingat. Begitu pula halnya dengan tanda petunjuk arah dan rambu lalu lintas yang memiliki bentuk umum seperti yang ditemui pada tempat lain di kota Medan. Lain
lagi signage yang dipasang pada waktu-waktu tertentu seperti spanduk dan umbul-
umbul yang keberadaannya menjadikan pemandangan semakin semarak dan ramai tetapi akibatnya pemandangan terlihat menjadi kurang rapi. Fisher dalam Sarwono,
1992 mengatakan bahwa masyarakat menyukai lingkungan yang majemuk, bahwa semakin banyak elemen yang terdapat dalam pemandangan maka makin disukai,
semakin terang dan berwarna objeknya semakin disukai, tetapi keteraturan juga menjadi ketentuan penilaian bagi manusia yang mengamatinya.
Dalam hal ini Fisher dalam Sarwono, 1992 menambahkan bahwa semakin teratur dan rapi elemen-elemen
urban desain tersebut semakin disukai pula visual ruang tersebut. Hal ini dikarenakan keteraturan dapat memperluas ruang pandang
jalan bagi orang yang mengamatinya. Dari bahasa keteraturan tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa keberadaan
signage menjadi salah satu objek yang dapat mengurangi keteraturan. Dalam konteks ini, ketidakteraturan yang dimaksud yaitu
karena setiap signage menggunakan lokasi, dimensi dan bentuk yang tidak mengacu
Universitas Sumatera Utara
kepada aspek-aspek yang manusiwasi baik secara estetika ataupun visual. Hal itulah yang menyebabkan pemandangan menjadi terganggu meskipun yang terlihat
pemandangan jalan semakin meriah. Untuk mengurangi efek semacam ini signage
yang tidak mengindahkan pemandangan yaitu papan signage yang menempel pada bangunan wall signs melebihi dua buah per pemilik bangunan dan
signage yang berukuran besar serta lokasi penempatannya perlu ditata ulang agar tidak
mengganggu pemandangan ruang luar tetapi mendukung keindahan pemandangan visual di sepanjang koridor jalan Gatot Subroto Medan, sehingga fungsi utama dari
signage sebagai penyampai pesan tetap dapat dijalankan dan juga tetap dapat memeriahkan pemandangan visual di kawasan ini.
Menurut Cullen 1961 Content berkenaan dengan bentuk elemen ruang
koridor seperti warna, tekstur, skala, style, karakter, personalitas dan keunikan.
Elemen-elemen tersebut selanjutnya dapat mengatur suasana dan nuansa pada koridor jalan sehingga dapat memberikan manfaat secara menyeluruh pada kawasan tersebut.
Bentuk-bentuk signage yang tidak variatif dan kurang unik menimbulkan kesan yang
membosankan pada koridor jalan Gatot Subroto Medan seperti persepsi keindahan yang dikemukakan Berlyne dalam Sarwono,1992 bahwa makin banyak ragam,
makin positif penilaiannya, namun keindahan juga dilihat dari seberapa banyak lingkungan tersebut mengandung komponen yang unik dan tidak ada ditempat lain.
Bila teori tersebut dikaitkan dengan jalan Gatot Subroto Medan maka kawasan ini dianggap memiliki pemandangan yang unik tetapi dalam konteks negatif akibat dari
penataan dan bentuk signage yang tidak menarik secara visual manusiawi.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KONSEP PENATAAN