BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kota Yang Manusiawi
Kota dan pemukiman adalah contoh spesifik lingkungan binaan Amos Rapoport, 1977, pengertian lingkungan binaan adalah suatu pengorganisasian empat
buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan waktu. Menurut Onggodipuro dalam pengantar sejarah perencanaan perkotaan, bahwa lingkungan
tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara elemen-elemen dengan manusia antara benda dengan benda lain, benda dengan orang-orang, orang dengan
orang lainnya. Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah atau suatu kawasan yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat dikelompokkan sebagai
pengorganisasian ruang. Proses perkembangan kota tidak statis melainkan selalu dinamis dan
seringkali susah ditebak. Banyak hal-hal yang diluar dugaan muncul dengan tiba-tiba. Kejadian dan perubahan, ekspresi dan improvisasi, merupakan faktor yang justru
memanusiawikan lingkungan dan dianggap layak untuk diberi wadah maupun dikembangkan. Akibatnya ruang terbuka publik berguguran satu demi satu karena
sebagian masyarakat tidak tahu bahwa hakekat ruang terbuka merupakan surga perkotaan. Para pengelola pembangunan kota cenderung lebih mendambakan
terciptanya kota yang indah, dengan memanfaatkan teknologi tinggi dan perangkat
Universitas Sumatera Utara
keras yang kontemporer. Padahal sesungguhnya yang lebih penting dalam hal ini bagaimana menciptakan kota manusiawi dengan sentuhan rasa yang penuh kepekaan.
Syarat-syarat yang dibutuhkan kota atau ruang publik dalam mengakomodir kebutuhan masyarakatnya antara lain adalah Carr et al, 1992 dalam Ariyanti, 2005:
1. Comfortable, yaitu nyaman dan aman ketika beraktivitas di dalamnya.
2. Relaxation, yaitu bisa merasa tenang karena tekanan aktivitas sehari-hari
berkurang dengan berada di dalam ruang tersebut. 3.
Passive engagement, yang umumnya merupakan aktivitas “melihat atau mengamati” sehingga dapat menciptakan rasa dan kenikmatan sendiri dan
bisa didukung dengan penambahan atraksi-atraksi pada event-event tertentu dan didukung dengan bentuk fisik yang membuat orang menjadi
tertarik. 4.
Responsive, yaitu dirancang dan dikelola untuk melayani kebutuhan penggunanya.
5. Democratic, yaitu terbuka untuk semua kelompok manusia dan dapat
memberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu. 6.
Meaningfull, dapat memberikan makna tersendiri bagi manusia yang dirasakan ketika berada didalamnya dan memberikan hubungan yang kuat
antara tempat, kehidupan pribadi dan dunia yang lebih luas. Terkait dengan pengertian kota manusiawi dibutuhkan adanya sinergi antara
pemerintah, perencana kota dan arsitek perancang kota dalam meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh perabot kota, tidak terjadinya kemacetan di mana-mana, rancangan kota lebih teratur dan terkesan
melayani lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Jadi dalam mewujudkan kota yang manusiawi bagi warganya, kota tersebut harus tanggap dan
peduli terhadap lingkungan.
2.2 Kota Manusiawi Secara Visual