Kajian Penataan Signage Di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual

(1)

TESIS

OLEH

ZULKIFLI SIREGAR

097020006/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZULKIFLI SIREGAR

097020006/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

SECARA VISUAL NAMA MAHASISWA : ZULKIFLI SIREGAR

NOMOR POKOK : 097020006

PROGRAM STUDI : TEKNIK ARSITEKTUR

BIDANG KEKHUSUSAN : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD)

Ketua Anggota

(Wahyuni Zahrah, ST, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Tanggal : 26 Juli 2012

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD. Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS

2. Ir. N. Vinky Rahman, MT 3.

4.

Imam Faisal Pane, ST, MT Hajar Suwantoro, ST, MT


(5)

MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG

MANUSIAWI SECARA VISUAL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 26 Juli 2012


(6)

signifikan seiring dengan pembangunan pusat-pusat perdagangan dan bangunan-bangunan komersil dibeberapa tempat. Pada umumnya bangunan-bangunan-bangunan-bangunan tersebut menyebar disepanjang koridor jalan yang berfungsi sebagai kawasan komersial di kota Medan. Signage merupakan alat komunikasi yang berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang sedang berjalan maupun berkendaraan, ternyata dapat juga menjadi eye catcher bagi suatu kawasan. Kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan ternyata lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga terjadi pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala manusia menimbulkan kesemrawutan fasade pada koridor jalan Gatot Subroto Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari konsep desain penataan signage dalam upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual. Dari studi literatur dan hasil observasi lapangan ditentukan elemen penelitian terkait keindahan, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas. Aspek-aspek estetika visual yang mempengaruhi elemen penelitian terdiri dari penempatan signage, keterpaduan signage, jumlah signage, skala signage, proporsi signage, irama signage dan warna signage. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan observasi langsung ke lapangan untuk menganalisis penataan signage dengan indikator yang bersumber dari tinjauan pustaka. Untuk menganalisis penempatan signage di lakukan penggambaran block plan kawasan penelitian dan perletakan titik-titik signage yang berada di kedua sisi jalannya. Selanjutnya pengukuran dimensi signage secara horizontal dan vertical untuk mencari jarak maupun tinggi signage. Pencatatan nama bangunan pada koridor jalan berguna untuk memberikan informasi tapak dan mempermudah pembuatan gambar potongan penampang dari kedua sisi jalan Gatot Subroto Medan. Teknik analisis deskriftif digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai kondisi tatanan signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan terkait dengan lokasi perletakan, dimensi, jumlah, warna dan tipologi signage.

Sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual, penelitian ini menghasilkan konsep desain berupa penempatan signage sesuai zona peruntukkannya, efesiensi pengguna tiang untuk beberapa signage, pembatasan jumlah signage pada bangunan, desain dimensi signage terkait skala manusia atau proporsi jalan, penataan signage yang tersistematis sehingga memberikan kesan tidak monoton.

Kata Kunci: signage, manusiawi secara visual


(7)

adequately significant development in line with the construction of commercial building and trade centers in several places. In general, the buildings spread along the road corridor which functions as the commercial areas in the city of Medan. Signage is a means of communication functioning to provide information for the people who are walking or driving as well as an eye-catcher for an area. The existence of signage in the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan is more likely to maximally utilize the economic potential of the area that the real function of urban space shifts to the space of the expression of advertising media. The numerous and varied signage mounting points and the size of signage that does not meet human scale create the messiness of façade along the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan.

The purpose of this study was to find out the concept of signage arrangement design in an effort to create a visually humane city. The results of documentation study and field research determined the elements of the research related to the aesthetics, safety, comfort and effectiveness. The aspects of visual aesthetics influencing the elements of research consist of placement, alignment, number, scale, proportion, rhythm and color of signage. This study was done through a direct observation in the field to analyze the arrangement of the signage with the indicators originally from literature review. To analyze the placement of signage, the block plan of research area and the placement of signage points on both sides of the road were depicted. Then to find out the distance and the height of signage, the dimension of signage was horizontally and vertically measured. The name of the buildings along the corridor of the road was recorded to be used to provide information about the site and to facilitate the making of cross-sectional imaging of the both sides of Jalan Gatot Subroto Medan. This study employed descriptive analysis to describe and explain the condition of signage arrangement on Jalan Gatot Subroto Medan related to its placement, dimension, number, color and typology.

As an effort to create a visually humane city, this study produced a concept of design in the form of the placement of signage in accordance with its intended zone, the efficiency of using a pole for several signage, the limitation of number of signage in the buildings, the design of the human-scale related signage dimension or proportion of road, systematical signage design that provides a non-monotonous impression.


(8)

Segala puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kelulusan pada Program Magister Teknik Arsitektur, Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berisi hasil penelitian tentang“Kajian Penataan Signage Di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual” topik ini bagi penyusun sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, dengan pertimbangan masalah keberadaan signage saat ini merupakan bagian penting dari keindahan suatu perkotaan yang cenderung bersifat kompetitif dan dinamis, penataan signage pada suatu koridor perkotaan juga dapat dijadikan aternatif bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD selaku Pembimbing I dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku Pembimbing II, atas masukan dan pengarahannya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Selanjutnya kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU, Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc. dan para dosen Magister Teknik Arsitektur beserta staf, penulis menyampaikan terima kasih atas bimbingan dan pendidikan yang telah diberikan kepada penulis.

Pada akhir kata penulis mempersembahkan tesis ini kepada orang tua, mertua, istri dan putri kami yang telah memberikan semua dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(9)

Nama Lengkap : ZULKIFLI SIREGAR

Unit Kerja : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Jumlah Anak : 1 (satu)

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/ Tanggal Lahir : Belawan, 3 Desember 1976

Alamat Rumah

Jalan : Durung No. 118 Medan

Agama : Islam

KETERANGAN PENDIDIKAN

Sekolah Dasar (SD) : Negeri 060966 Belawan (Tamat 1989)

SMP : Negeri Labuhan Deli Medan (Tamat 1992)

STM : Medan Putri (Tamat 1995)

Universitas : Institut Teknologi Medan (Tamat 2002)


(10)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Ruang Lingkup Obyek Penelitian ... 8

1.7 Kerangka Berpikir (Frame of Mind) ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kota Yang Manusiawi ... 12

2.2 Kota Manusiawi Secara Visual ... 14

2.3 Tinjauan Terhadap Signage ... 16

2.3.1 Arti signage ... 17

2.3.2 Jenis-jenis signage ... 18

2.3.3 Lokasi perletakan signage ... 19

2.3.4 Bentuk dan desain signage ... 21


(11)

2.4 Fungsi Estetika Visual ... 37

2.5 Karakteristik Visual. ... 38

2.6 Tinjauan Estetika ... 39

2.7 Faktor-Faktor Estetika ... 40

2.7.1 Keterpaduan (Unity) ... 41

2.7.2 Proporsi ... 42

2.7.3 Skala (Scale) ... 44

2.7.4 Keseimbangan ... 46

2.7.5 Irama (Rhythm) ... 48

2.7.6 Warna ... 49

2.7.7 Orientasi (Orientation) ... 50

2.7.8 Posisi (Position) ... 51

2.7.9 Isi (Content) ... 53

2.8 Kaedah-Kaedah Penataan Signage Dalam Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual ... 54

2.9 Kriteria Penataan Signage ... 60

2.10 Sintesis Teori ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 71

3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 71

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 73

3.3 Alat Yang Digunakan ... 75

3.4 Metode Pengolahan Data ... 77

3.5 Metode Analisa ... 78

BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN ... 81

4.1 Lokasi Kawasan Penelitian ... 81

4.2 Kriteria Pemenggalan Lokasi Penelitian ... 85


(12)

4.5 Tinjauan Lokasi Penempatan Signage di Jalan Gatot

Subroto Medan ... 95

4.6 Tinjauan Dimensi Signage di Jalan Gatot Subroto Medan .. 96

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 98

5.1 Analisis Peraturan Pemerintah Kota Medan terhadap (Papan Reklame) di Jalan Gatot Subroto Medan ... 98

5.2 Analisisi Karakteristik Signage di Jalan Gatot Subroto ... 101

5.2.1 Berdasarkan isi pesannya ... 101

5.2.2 Berdasarkan bahan yang digunakan ... 105

5.2.3 Berdasarkan sifat informasi... 107

5.2.4 Berdasarkan teknis pemasangan ... 109

5.3 Analisis Penempatan Signage ... 124

5.3.1 Zona periklanan (Advertising Zone) ... 125

5.3.2. Zona lalu lintas (Trafic Zone) ... 128

5.3.3 Zona pejalan kaki (Pedestrian Zone)... 131

5.3.4 Zona identifikasi (Identification Zone) ... 133

5.4 Analisis Perletakan Signage Terhadap Estetika Visual ... 134

5.4.1 Keterpaduan (Unity) ... 135

5.4.2 Proporsi (Proportion) ... 136

5.4.3 Skala (Scale) ... 138

5.4.4 Keseimbangan (Balance) ... 141

5.4.5 Irama (Rhytme) ... 142

5.4.6 Warna ... 144

5.4.7 Orientasi (Orientation) ... 146

5.4.8 Posisi (Place) ... 147


(13)

6.1 Konsep Penataan Perletakan Signage ... 151

6.2 Konsep Penataan Dimensi dan Bentuk Signage ... 153

6.3 Konsep Penataan Jumlah Signage ... 154

6.4 Konsep Penataan Warna Signage ... 155

6.5 Konsep Penataan Signage di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual ... 156

6.6 Saran ... 167

BAB VII KESIMPULAN ... 170

DAFTAR PUSTAKA ... 173


(14)

2.1 Klasifikasi Signage Berdasarkan Zona Penempatan ... 20

2.2 Elemen-Elemen Penelitian ... 62

2.3 Kriteria-Kriteria Penataan Signage Menurut Pertimbangan Aspek Visual Manusiawi ... 63

2.4 Kajian Literatur Terkait Signage yang Manusiawi Dengan Elemen-Elemen Penelitian ... 64

4.1 Jumlah Signage di Jalan Gatot Subroto Medan Berdasarkan Klasifikasi Pemasangan ... 93

4.2 Fungsi Signage di Jalan Gatot Subroto Medan ... 95

4.3 Lokasi Penempatan Signage di Jalan Gatot Suboroto ... 96

4.4 Dimensi Signage di Jalan Gatot Suboroto ... 97

6.1 Konsep Penataan Signage Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual ... 157


(15)

1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 11

2.1 Lokasi Signage Menurut Zonanya ... 20

2.2 Jenis Signage Yang Berdiri Sendiri ... 28

2.3 Signage Pada Atap Bangunan (Roof Signs)... 29

2.4 Signage Dari Tenda atau Awning (Canopy and Awning Signs) ... 30

2.5 Projected Signs ... 31

2.6 Signage Yang Ditempatkan Pada Dinding (Wall Signs) ... 32

2.7 Signage Yang Digantung (Suspended Signs) ... 33

2.8 Signage di Atas Pintu Keluar Masuk Bangunan (Marque Signs) ... 34

2.9 Signage pada Jendela Atau Pintu (Window/Door Signs) ... 34

2.10 Proporsi Ukuran Signage Terhadap Luas Dinding Bangunan ... 36

2.11 Segitiga Semiotika Model Odgen Richards ... 38

2.12 Hubungan Antara Elemen-Elemen dan Signage Menjadi Hubungan Menyatu Secara Visual ... 43

2.13 Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas Place Secara Vertikal ... 45

2.14 Sudut Pandang Manusia Secara Normal Pada Bidang Vertikal ... 46

2.15 Balance Dicapai Dengan Formal Simetry ... 47

2.16 Irama Memiliki Sifat Menarik Dalam Menghubungkan Dua Tempat Secara Visual ... 48


(16)

2.20 Kualitas Rancangan dan Ukuran Advertensi Pribadi Diatur Untuk

Membentuk Kesesuaian Dengan Rambu-Rambu Lalu Lintas ... 56

2.21 Penempatan Signage Sesuai Dengan Zonasi Peruntukkannya ... 57

2.22 Jumlah Signage Yang Ideal Dua Buah Perpemilik Bangunan ... 58

2.23 Signage Berukuran Besar Menimbulkan Pengaruh Visual Negatif .. 58

2.24 Signage Pada Dinding Bangunan Tidak Melebihi 15% Dari Luas Fasade Bangunan ... 59

2.25 Penggunaan Signage Harus Dapat Merefleksikan Karakter Ruangan Luar ... 59

2.26 Signage Tidak Menggunakan Warna/ Cahaya Yang Menyilaukan Mata ... 60

3.1 Kerangka Pendekatan Analisa Permasalahan ... 79

4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 81

4.2 Potongan dan Dimensi Ruas Jalan Gatot Subroto Medan ... 83

4.3 Tampak Ketinggian Bangunan Dari Pandangan Arah Utara dan Pandangan Arah Selatan Koridor Jalan Gatot Subroto Medan ... 84

4.4 Kondisi Penggal Koridor A,B dan C Berdasarkan Kepadatan dan Kompleksitas Signage ... 87

4.5 Pemandangan Koridor Jalan Gatot Subroto Pada Penggal A,B dan C Beerdasarkan Visibilitas ... 89

5.1 Signage Komersial Yang Memberikan Informasi Barang dan Jasa Lebih Mendominasi Visual Ruang Kota Jalan Gatot Subroto Medan ... 102


(17)

5.3 Signage Permanen Dan Non Permanen Yang Ditempatkan Di Ruang Terbuka Hijau Jalan Gatot Subroto Medan Tidak Ditata Secara Baik Sehingga Mengganggu Visual Ruang Kota ... 105 5.4 Signage Dengan Sifat Informasi Langsung di Jalan Gatot Subroto

Pada Umumnya Memberikan Informasi Mengenai Identitas Bangunan ... 107 5.5 Signage Dengan Sifat Tidak Langsung Pada Umumnya Hanya

Bersifat Memberikan Informasi Yang Tidak Ada Hubungannya Dengan Identitas Bangunan Tempatnya Berada ... 108 5.6 Konstruksi Tipe Free Standing Signs yang Ditanam Di Jalur

Pejalan Kaki Gatot Subroto Medan Tidak Mencerminkan Ruang Kota Yang Democratic Dalam Memberikan Kebebasan Pengguna Jalan Melakukan Aktivitasnya ... 112 5.7 Signage Yang Berada Di Atas Atap Bangunan (Roof Signs) Bila

Ditinjau Dari Aspek Legibilitas Cukup Baik Karena Selain Posisinya Yang Tinggi, Dimensi Signage Juga Cukup Besar Sehingga Dapat Terlihat Dari Sudut Tertentu AtauDengan Perbandingan Jarak Pengamat Dengan Ketinggian Signage D/H>2 114 5.8 Tipe Projected Signs Yang Menjorok Lebih Tiga Meter Ke Area

Setback Bangunan Di Jalan Gatot Subroto Medan Memberikan Kesan Kurang Nyaman Bagi Pejalan Kaki Yang Berada Di Bawahnya ... 116 5.9 Ukuran dan Jumlah Wall Signs Yang Menempel Pada Fasade

Bangunan Jalan Gatot Subroto Medan Tidak Terkendali Karena Hanya Dianggap Sebagai Elemen Tambahan Saja. ... 117 5.10 Penempatan Suspended Signs di Jalan Gatot Subroto Medant tidak

Memiliki Keterpaduan Dan Kesinambungan Baik Jarak dan Ukuran Sehingga Secara Visibilitas Menjadi Kurang Baik ... 120


(18)

5.12 Window/Doors Signs di jalan Gatot Subroto Medan Pada Umumnya Berada Pada Bangunan Yang Memiliki Fasade

Transparan dan Signage Dipasang Hampir Menutupi Seluruh Permukaaan Pintu Maupun Jendela Bangunan ... 123 5.13 Lokasi Signage Yang Berada Pada Zona Advertensi ... 127 5.14 Signage Yang Ditempatkan Pada Traffic Zone Jalan Gatot Subroto

Medan Di Dominasi Oleh Signage Dengan Pesan Komersial ... 130 5.15 Selain Tanda Petunujuk Arah Dan Rambu-Rambu Lalu Lintas,

Zona Pedestrian Jalan Gatot Subroto Dipenuhi Dengan Signage

Komersial Yang Penempatannya Mengganggu Fungsinya Sebagai Jalur Untuk Pejalan Kaki ... 132 5.16 Komposisi Elemen-Elemen Signage Yang Tidak Harmonis di jalan

Gatot Subroto Medan Memberikan Kesan Tidak Adanya Keterpaduan Secara Visual ... 136 5.17 Proporsi Yang Dihasilkan Dari Keberadaan Signage Berdimensi

Besar Di Jalan Gatot Subroto Medan Adalah D/H<1 Artinya Kesan Ruang Yang Tercipta Pada Ruang Publik Pejalan Kaki Berkesan Sempit ... 137 5.18 Penempatan Wall Signs Di Atas Pintu Masuk Bangunan Dapat

Terjangkau Dengan Visual Skala Manusia (Antropomorfik Skala),Bila Dilihat dari Ruang Publik Bagi Pejalan Kaki ... 139 5.19 Signage Yang Berada di Atas Atap Bangunan Hanya Dapat

Terlihat Oleh Pengamat dari Seberang Jalan (Jarak ±28 Meter) Tempat Signage Berada Tetapi Secara Redibilitas dan Legibilitas Pesan Signage Tidak Tersampaikan Secara Efektif, dan Posisi Kepala Pengamat Akan Mendongak Ke Atas Apabila Signage Di pandang Dengan Sudut Pandang Lebih Dari 60° ... 140 5.20 Signage Besar Yang Melintang di Atas Ruas Jalan dan Yang

Ditempatkan Di Jembatan Penyeberangan Keberadaannya Sebagai Media Ruang Luar Memberikan Skala Ruang Jalan Berkesan Sempit ... 141


(19)

Jalan Akibat Penempatan dan Desain Signage Tidak Memiliki Pola. ... 142 5.22 Irama Melalui Dimensi, Tipologi Dan Jarak Dari Deretan Signage

Yang Tak Sengaja Tercipta Terlalu Bervariasi dan Mengakibatkan Kekacauan Secara Visual di Koridor Jalan Gatot Subroto Medan .. 144


(20)

signifikan seiring dengan pembangunan pusat-pusat perdagangan dan bangunan-bangunan komersil dibeberapa tempat. Pada umumnya bangunan-bangunan-bangunan-bangunan tersebut menyebar disepanjang koridor jalan yang berfungsi sebagai kawasan komersial di kota Medan. Signage merupakan alat komunikasi yang berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang sedang berjalan maupun berkendaraan, ternyata dapat juga menjadi eye catcher bagi suatu kawasan. Kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan ternyata lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga terjadi pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala manusia menimbulkan kesemrawutan fasade pada koridor jalan Gatot Subroto Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari konsep desain penataan signage dalam upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual. Dari studi literatur dan hasil observasi lapangan ditentukan elemen penelitian terkait keindahan, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas. Aspek-aspek estetika visual yang mempengaruhi elemen penelitian terdiri dari penempatan signage, keterpaduan signage, jumlah signage, skala signage, proporsi signage, irama signage dan warna signage. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan observasi langsung ke lapangan untuk menganalisis penataan signage dengan indikator yang bersumber dari tinjauan pustaka. Untuk menganalisis penempatan signage di lakukan penggambaran block plan kawasan penelitian dan perletakan titik-titik signage yang berada di kedua sisi jalannya. Selanjutnya pengukuran dimensi signage secara horizontal dan vertical untuk mencari jarak maupun tinggi signage. Pencatatan nama bangunan pada koridor jalan berguna untuk memberikan informasi tapak dan mempermudah pembuatan gambar potongan penampang dari kedua sisi jalan Gatot Subroto Medan. Teknik analisis deskriftif digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai kondisi tatanan signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan terkait dengan lokasi perletakan, dimensi, jumlah, warna dan tipologi signage.

Sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual, penelitian ini menghasilkan konsep desain berupa penempatan signage sesuai zona peruntukkannya, efesiensi pengguna tiang untuk beberapa signage, pembatasan jumlah signage pada bangunan, desain dimensi signage terkait skala manusia atau proporsi jalan, penataan signage yang tersistematis sehingga memberikan kesan tidak monoton.

Kata Kunci: signage, manusiawi secara visual


(21)

adequately significant development in line with the construction of commercial building and trade centers in several places. In general, the buildings spread along the road corridor which functions as the commercial areas in the city of Medan. Signage is a means of communication functioning to provide information for the people who are walking or driving as well as an eye-catcher for an area. The existence of signage in the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan is more likely to maximally utilize the economic potential of the area that the real function of urban space shifts to the space of the expression of advertising media. The numerous and varied signage mounting points and the size of signage that does not meet human scale create the messiness of façade along the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan.

The purpose of this study was to find out the concept of signage arrangement design in an effort to create a visually humane city. The results of documentation study and field research determined the elements of the research related to the aesthetics, safety, comfort and effectiveness. The aspects of visual aesthetics influencing the elements of research consist of placement, alignment, number, scale, proportion, rhythm and color of signage. This study was done through a direct observation in the field to analyze the arrangement of the signage with the indicators originally from literature review. To analyze the placement of signage, the block plan of research area and the placement of signage points on both sides of the road were depicted. Then to find out the distance and the height of signage, the dimension of signage was horizontally and vertically measured. The name of the buildings along the corridor of the road was recorded to be used to provide information about the site and to facilitate the making of cross-sectional imaging of the both sides of Jalan Gatot Subroto Medan. This study employed descriptive analysis to describe and explain the condition of signage arrangement on Jalan Gatot Subroto Medan related to its placement, dimension, number, color and typology.

As an effort to create a visually humane city, this study produced a concept of design in the form of the placement of signage in accordance with its intended zone, the efficiency of using a pole for several signage, the limitation of number of signage in the buildings, the design of the human-scale related signage dimension or proportion of road, systematical signage design that provides a non-monotonous impression.


(22)

1.1 Latar Belakang

Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

digunakan dengan fungsi dan bentuk yang lebih beragam. Rubenstein (1992) menjelaskan bahwa signage berfungsi untuk menyampaikan pesan yang berhubungan dengan fungsi keselamatan dan kesehatan. Selain itu signage juga dapat menjadi eye cátcher bagi suatu bangunan atau kawasan untuk menghidupkan suasana kota. Keberadaan signage berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang sedang melintas atau berjalan maupun berkendaraan (Sanoff, 1991).

Signage memiliki potensi dan cukup berkontribusi dalam memberikan karakter pemandangan beberapa kota di masa kini (Cullen, 1961). Pada beberapa kota atau kawasan, pemasangan signage yang begitu banyak, menjadikan dan bahkan membentuk ciri lingkungan tersendiri. Selain menciptakan karakter tertentu pada suatu kawasan, pemasangan signage ternyata dapat juga memberikan masalah tersendiri. Pemasangan signage yang menumpuk dan tidak teratur, menimbulkan kesan “semrawut” serta informasi yang akan di sampaikan tidak jelas. Hal ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara public sign dan private sign. Ada empat hal utama keberatan dari Gordon Cullen (1961) terhadap pemasangan signage pada


(23)

koridor jalan, pertama, signage tidak layak dan membahayakan keselamatan. Kedua,

signage mengeksploitasi penggunaan jalan sehingga tidak ada pilihan lain selain memperhatikan signage. Ketiga, signage merusak visual lingkungan publik dan menurunkan selera publik. Keempat, signage terkadang mengalihkan perhatian pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan.

Signage akan menuntun orang pada tujuan tertentu bahkan dapat menciptakan image suatu kawasan, contohnya seperti kota Las Vegas, Image of Las Vegas:

Inclusion and Allusion in Architecture (Venturi, et al, 1978). Penempatan signage

pada bangunan akan mempengaruhi kondisi kawasan dimana tempatnya berada, oleh sebab itu penempatan signage dapat memberikan dampak positif atau dampak negatif pada kawasan tempatnya berada. Bangunan merupakan salah satu elemen urban, maka signage yang menempel pada bangunan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas visual area urban (Carr, 1992). Pada umumnya penempatan signage

diletakkan pada lokasi-lokasi strategis dan mudah untuk dilihat, baik itu pada ruang-ruang kota maupun bangunan, kondisi ini dapat dimaklumi karena signage merupakan outdoor publicity atau alat untuk menyampaikan pesan dengan jangkauan lokal dan hanya sejauh jangkauan visual (Kasali, 1995).

Perkembangan dunia usaha dan perkembangan Kota Medan memberi dampak dengan semakin menjamurnya pemasangan media signage dibeberapa ruas jalan yang ramai dengan aktifitas. Perkembangan pemasangan signage di Kota Medan tersebut dapat dilihat pada ruas-ruas jalan utama kota seperti Jalan Balai Kota, Jalan Gatot


(24)

Subroto, Jalan Zainul Arifin, Jalan Yos Sudarso, Jalan Thamrin, Jalan Iskandar Muda, Jalan Jamin Ginting dan Jalan H.M. Yamin.

Koridor jalan Gatot Subroto yang merupakan jalan arteri sekunder mempunyai fungsi sebagai kawasan komersial, jasa dan perdagangan sehingga menjadikan koridor ini menjadi koridor utama yang berkembang pesat. Perkembangan aktifitas bisnis dan perdagangan serta perkantoran pada koridor ini menumbuhkan persaingan pengguna bangunan, terutama dalam usaha memberi informasi untuk meningkatkan keuntungan. Kompleksitas kegiatan yang berhubungan dengan masalah perdagangan dan bisnis mengakibatkan persaingan dalam hal promosi. Dengan adanya persaingan promosi tersebut, kebutuhan akan media promosi merupakan suatu kebutuhan yang vital bagi sebuah kawasan perdagangan sehingga keberadaan public signs dan private signs cukup banyak di koridor jalan ini.

Point penting mengapa diperlukannya kajian penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan adalah akibat kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto yang lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga terjadinya pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan untuk memenangkan persaingan pasar. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala visual manusiawi menimbulkan kekacauan fasade koridor jalan Gatot Subroto Medan.

Permasalahan seperti ini muncul karena belum adanya panduan penataan


(25)

dan hal-hal lain yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat yang sedang berada di kawasan tersebut. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pengguna jalan atau masyarakat kota sebagai subjeknya agar mudah mengidentifikasi dan tertarik pada tampilan tatanan signage yang sesuai dengan skala visual yang manusiawi.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan bagaimana membuat suatu konsep yang nantinya dapat dijadikan bagian dari panduan penataan signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual, maka rumusan masalah yang ditemukan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kualitas penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan dipandang dari konsep desain yang memenuhi aspek-aspek visual yang manusiawi.

2. Bagaimanakah solusi berupa konsep desain penataan signage yang memenuhi kaedah-kaedah visual yang manusiawi terkait dengan jalan Gatot Subroto Medan.

1.3 Landasan Teori

Kota yang manusiawi erat kaitannya dengan lingkungan binaan yang terorganisir. Menurut Amos Rapoport kota atau pemukiman adalah contoh spesifik lingkungan binaan, dimana lingkugan binaan memiliki arti sebagai suatu


(26)

pengorganisasian empat buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan waktu. Lingkungan tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara manusia dengan elemen-elemennya (antara benda dengan benda lain, benda dengan orang-orang, orang dengan orang lainnya). Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah atau suatu kawasan yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat dikelompokkan sebagai pengorganisasian ruang. Landasan teori ini digunakan sebagai dasar pembahasan mengenai kota yang manusiawi oleh peneliti dalam hal meningkatkan kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh keberadaan perabot kota, rancangan kota lebih teratur dan terkesan melayani lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Melalui teori ini dapat diinterpretasikan bahwa kota yang manusiawi adalah kota yang tanggap dan peduli terhadap lingkungannya serta mampu melayani kebutuhan warganya melalui elemen-elemen perabot kota yang terorganisir.

Landasan teori yang digunakan dalam membahas aspek visual kota menggunakan teori Minaret Branch (1995) yang mengemukakan bahwa di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna khusus dan berbeda dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota erat kaitannya dengan tanggapan inderawi manusia, baik terhadap lingkungan fisik kota, penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Teori lain yang berkaitan dengan visual kota juga dikemukakan oleh Kevin Lynch, yang menyatakan bila salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place untuk desain ruang kota adalah


(27)

besar untuk timbulnya image yang kuat diterima orang. Dari teori ini dapat dinterpretasikan bahwa signage dapat menjadi orientasi manusia dalam ruang kota dan menjadi sebuah elemen atau objek kota dalam membentuk image. Orientasi signage terkait dengan kemampuan akses manusia dalam menyesuaikan secara visual latar ruang kota untuk dapat menciptakan ruang kota yang berkualitas dan lebih manusiawi secara visual (Lynch, 1960).

Dalam desain kota, signage merupakan bagian penting yang termasuk dalam dimensi visual kota. Signage dalam ruang kota dapat dikategorikan sebagai

townscape yang merupakan hasil dari irama bangunan, material urban dan episode jalan, yang dalam bahasa Gordon Cullen hal tersebut membentuk drama. Sebagai dimensi visual, Gordon Cullen dalam bukunya Reviving Main Street menyatakan bahwa ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi oleh suatu signage, yaitu aspek

visibilitas, legibilitas dan redibilitas serta aspek estetika visual. Aspek visibilitas

adalah kemampuan suatu signage untuk dapat terlihat oleh masyarakat yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu : bentuk, penempatan, dimensi, material, pencahayaan dan jarak antar satu signage dengan signage lain. Legibilitas dan redibilitas adalah kemampuan pengamat untuk mengenal dan menangkap pesan sebuah signage, yang terdiri dari unsur-unsur lokasi, ukuran tulisan, jenis tulisan dan warna, sedangkan aspek estetika visual adalah ketepatan ekspresi dan keharmonisan suatu signage

dengan lingkungan tempat dia berada, yang dapat memberikan karakter pada ruang kota. Pendapat dari Gordon Cullen merupakan salah satu landasan teori yang


(28)

digunakan untuk menentukan kaedah-kaedah penataan signage dalam upaya menciptakan kota manusiawi secara visual.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan gambaran yang sesungguhnya mengenai kondisi signage di jalan Gatot Subroto Medan, sehingga nantinya akan menghasilkan sebuah konsep desain penataan signage yang memenuhi kaedah-kaedah visual yang manusiawi. Secara spesifik tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi kualitas penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan dipandang dari aspek-aspek visual yang manusiawi.

b. Membuat pemecahan masalah yang tepat dalam penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan dalam bentuk konsep-konsep desain atau rekomendasi penataan signage yang memenuhi aspek-aspek visual manusiawi.

c. Membuat konsep-konsep desain penataan signage yang menerapkan aspek-aspek visual yang manusiawi di jalan Gatot Subroto Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini terdiri dari beberapa point penting untuk dapat dijadikan sebuah konsep bagi regulasi penataan signage yang lebih baik, yaitu meliputi beberapa hal sebagai berikut:


(29)

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan dalam membuat panduan untuk acuan pemberian izin lokasi dan pengaturan teknis signage. b. Menjadi rujukan bagi pihak swasta dalam pemasangan dan penataan

signage yang ideal, ditinjau dari lokasi penempatan signage.

c. Sebagai bahan perbandingan dan ide baru untuk merefleksikan karakter

estetika visual kawasan ruang luar yang berkualitas, khususnya di jalan Gatot Subroto, Medan.

d. Menjadikan signage sebagai elemen yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, bukan hanya merupakan sebagai elemen tambahan saja. e. Menjadikan konsep desain penataan signage yang menerapkan aspek-aspek

visual yang manusiawi sebagai bahan rekomendasi atau cikal bakal untuk membuat panduan penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan maupun koridor-koridor jalan lain yang memiliki ciri karakter sama.

1.6 Ruang Lingkup Obyek Penelitian

Ruang lingkup penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada masalah fisik arsitektur dan unsur-unsur yang mendukung keberadaan signage terhadap estetika visual koridor di jalan Gatot Subroto mulai dari simpang jalan Guru Patimpus sampai simpang jalan Iskandar Muda. Kajian penelitian dibatasi dalam konteks arsitektur perancangan kota, sehingga semua pihak memiliki persepsi yang sama dalam melihat konteks permasalahan ini, secara khusus ruang lingkup penelitan ini meliputi:


(30)

a. Batasan pengertian kota yang manusiawi adalah penataan pada suatu elemen perancangan kota yaitu signage, dengan memperhatikan kualitas lingkungan di dalamnya sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang berada di dalamnya.

b. Kajian penataan signage di jalan Gatot Subroto hanya dibatasi pada elemen lokasi perletakan signage, dimensi signage, jumlah signage dan warna/ pencahayaan signage.

c. Pembahasan dalam penelitian ini diberikan batasan lokasi, dalam kajian ini tidak membahas seluruh koridor jalan Gatot Subroto Medan, tetapi hanya sebagian saja yaitu mulai dari penggalan persimpangan Guru Patimpus sampai dengan persimpangan jalan Iskandar Muda.

d. Pemilihan penggalan jalan berdasarkan pada fungsi jalan, fungsi kawasan dan perkembangan signage di koridor jalan Gatot Subroto yang cukup bervariasi.

e. Pedoman penataan signage pada koridor jalan Gatot Subroto Medan hanya dapat digunakan oleh koridor jalan lain yang memiliki karakter jalan yang sama.

f. Penelitian ini hanya berlaku untuk pola sirkulasi jalan Gatot Subroto yang sekarang (situasi saat penelitian dilakukan) yaitu dari persimpangan jalan Guru Patimpus sampai simpang jalan Iskandar Muda Medan.

g. Aspek-aspek visual yang dibahas pada penelitian ini dibatasi pada aspek visual manusia berupa visibilitas, legibilitas dan redibilitas serta kaitannya


(31)

terhadap estetika yakni keterpaduan (unity), proporsi (proportion), skala (scale), keseimbangan (balance), irama (rhytme), warna (colour), posisi (potition), orientasi (orientation) dan isi (content).

h. Aspek visual manusiawi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah kemampuan inderawi manusia melihat signage dalam skala pedestrian (pejalan kaki) yang berada di jalan Gatot Subroto Medan.

1.7 Kerangka Berpikir (Frame of Mind)

Untuk menganalisa keberadaan signage di jalan Gatot Subrot Medan hal yang pertama dilakukan adalah mengidentifikasi kondisi potensi dan permasalahan yang ada di sepanjang jalan Gatot Subroto Medan, yakni meliputi kajian terhadap kondisi fisik, lingkungan, setback bangunan dan aktivitas yang ada di kawasan penelitian sebagai data primer. Selanjutnya studi ini juga akan mengkaji peraturan pemerintah terhadap pemasangan signage, karakter signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan, pola penempatan signage dan pengaruh keberadaan signage terhadap penataan kota yang manusiawi secara visual.

Analisa dari beberapa komponen penelitian dikaitkan dengan beberapa teori

urban design sekaligus menjadi data sekunder dalam studi ini untuk menghasilkan beberapa konsep penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan yang manusiawi secara visual, baik itu dari aspek perletakan signage, penataan dimensi, signage, jumlah signage dan penataan warna signage. Untuk lebih lengkapnya secara diagramatis kerangka pemikiran dalam studi ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.


(32)

(33)

2.1 Kota Yang Manusiawi

Kota dan pemukiman adalah contoh spesifik lingkungan binaan (Amos Rapoport, 1977), pengertian lingkungan binaan adalah suatu pengorganisasian empat buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan waktu. Menurut Onggodipuro dalam pengantar sejarah perencanaan perkotaan, bahwa lingkungan tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara elemen-elemen dengan manusia (antara benda dengan benda lain, benda dengan orang-orang, orang dengan orang lainnya). Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah atau suatu kawasan yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat dikelompokkan sebagai pengorganisasian ruang.

Proses perkembangan kota tidak statis melainkan selalu dinamis dan seringkali susah ditebak. Banyak hal-hal yang diluar dugaan muncul dengan tiba-tiba. Kejadian dan perubahan, ekspresi dan improvisasi, merupakan faktor yang justru memanusiawikan lingkungan dan dianggap layak untuk diberi wadah maupun dikembangkan. Akibatnya ruang terbuka publik berguguran satu demi satu karena sebagian masyarakat tidak tahu bahwa hakekat ruang terbuka merupakan surga perkotaan. Para pengelola pembangunan kota cenderung lebih mendambakan terciptanya kota yang indah, dengan memanfaatkan teknologi tinggi dan perangkat


(34)

Syarat-syarat yang dibutuhkan kota atau ruang publik dalam mengakomodir kebutuhan masyarakatnya antara lain adalah (Carr et al, 1992 dalam Ariyanti, 2005):

1. Comfortable, yaitu nyaman dan aman ketika beraktivitas di dalamnya. 2. Relaxation, yaitu bisa merasa tenang karena tekanan aktivitas sehari-hari

berkurang dengan berada di dalam ruang tersebut.

3. Passive engagement, yang umumnya merupakan aktivitas “melihat atau mengamati” sehingga dapat menciptakan rasa dan kenikmatan sendiri dan bisa didukung dengan penambahan atraksi-atraksi pada event-event tertentu dan didukung dengan bentuk fisik yang membuat orang menjadi tertarik.

4. Responsive, yaitu dirancang dan dikelola untuk melayani kebutuhan penggunanya.

5. Democratic, yaitu terbuka untuk semua kelompok manusia dan dapat memberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu.

6. Meaningfull, dapat memberikan makna tersendiri bagi manusia yang dirasakan ketika berada didalamnya dan memberikan hubungan yang kuat antara tempat, kehidupan pribadi dan dunia yang lebih luas.

Terkait dengan pengertian kota manusiawi dibutuhkan adanya sinergi antara pemerintah, perencana kota dan arsitek (perancang kota) dalam meningkatkan


(35)

melayani lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Jadi dalam mewujudkan kota yang manusiawi bagi warganya, kota tersebut harus tanggap dan peduli terhadap lingkungan.

2.2 Kota Manusiawi Secara Visual

Minaret Branch (1995) mengemukakan bahwa di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus sehingga membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota: penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Jika teori ini dihubungkan dengan judul penelitian dapat diinterpretasikan kalau signage erat kaitannya dengan inderawi manusia secara visual, dimana visibilitas (keterlihatan) papan/tanda terpengaruh oleh faktor lokasi, tiang penempatan, cat pantul dan sebagainya.

Begitu pula kaitannya dengan legibilitas informasi (keterbacaan, kejelasan), dengan macam dan ukuran, jarak, lokasi, warna dasar, warna dan sebagainya sangat tergantung pada tanggapan inderawi manusia yang melihatnya. Teori mengenai gagasan bahwa pikiran manusia tersusun untuk menyerap lingkungan dengan suatu bagian yang berbeda dan bertalian disebut psikologi gestalt. Sedangkan pengaturan pola yang berlainan yang diserap disebut gestalt. Teori ini merupakan bagian proses perancangan mengekspresikan hubungan antara bagian-bagian rancangan. Teori


(36)

Nilai visual dapat diperoleh dari skala, pola, warna, tekstur, dan dimensi. Teori dari Gordon Cullen menjadi landasan teori dalam penelitian ini sebab untuk membuat konsep desain signage yang memenuhi aspek-aspek manusiawi. Selain keharmonisan signage dengan arsitektur bangunan tempatnya berada, keberadaan

signage juga perlu dikendalikan sehingga mampu mengkomunikasikan informasi penting yang terkandung di dalamnya dengan baik kepada semua orang, baik yang sedang bergerak cepat maupun lambat. Penampilan signage harus disesuaikan dengan target audiencenya (manusia yang melihat objek tersebut) sehingga tercipta keseimbangan antara pengendalian kesemrawutan dan penciptaan perhatian sekaligus penyampaian pesan/informasi dari signage tersebut.

Menurut Kevin Lynch dalam bukunya, The Image of The City, 1960

mengemukakan bahwa salah satu keberhasilan pembentuk ruang untuk merancang sebuah kota adalah imageability, artinya kualitas secara fisik suatu obyek akan memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan image yang dapat diterima orang. Dalam hal ini image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya. Kaitan teori ini dengan penelitian yang dilakukan adalah mengenai image atau citra sebuah kota akibat adanya signage dalam ruang kota. Selain image yang menjadi pembentuk place, begitu pula halnya dengan visual dan symbol conection. Visual Conection adalah hubungan yang terjadi karena adanya keserasian visual antara satu objek dengan


(37)

elemen-elemen fisik kota termasuk di dalamnya adalah signage.

2.3 Tinjauan Terhadap Signage

Menurut Shirvani Hamid (1985), dalam bukunya The Urban Design Process,

Van Nostrand Reinhold Company, disebutkan bila dalam perancangan kota ada 6 (enam) kriteria yang tak terukur, salah satunya adalah pemandangan (views). Pemandangan bukan hanya aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan, tetapi juga merupakan hubungan dengan view dari elemen fisik kota lainnya, salah satu elemen tersebut yaitu signage. Signage yang ideal harus mampu merefleksikan karakter visual kawasan, mampu menjamin kemampuan pandangan/memiliki sudut pandang untuk dapat dilihat secara jelas, bentuk yang ada sesuai dengan arsitektur bangunan dimana signage ditempatkan, signage merupakan elemen yang menyatu dengan bangunan bukan sebagai elemen tambahan serta mampu menyatukan komunikasi langsung atau tidak langsung (Shirvani, 1985).

Kondisi signage pada koridor Jalan Gatot Subroto Medan tidak mencerminkan apa yang terdapat pada teori di atas, pola tatanan signage yang semrawut tidak memiliki keteraturan dan mengganggu sudut pandang manusia baik terhadap kawasan tersebut maupun bangunan yang ada di sekitarnya. Signage yang berada di lokasi penelitian pada umumnya lebih cenderung menghalangi fasade


(38)

2.3.1 Arti signage

Menurut Echols (1975), signage adalah tanda sedangkan dalam arsitektur

signage diartikan sebagai bentuk-bentuk informasi dan orientasi kota yang dirancang khusus sebagai bagian dari delapan elemen urban design (Shirvani, 1985). Sedangkan Rubenstain (1992) mendefeniskan signage sebagai tanda-tanda visual diperkotaan yang berfungsi sebagai sarana informasi atau komunikasi secara arsitektural. Senada dengan hal tersebut, Lynch (1962) menyebutkan bahwa sign dapat berfungsi sebagai alat untuk orientasi bagi warga kota. Sama halnya dengan Sanoff (1991) yang mengatakan bahwa signage memberikan informasi kepada masyarakat yang sedang melintas, berjalan atau berkendaraan. Venturi et al. (1978) dalam penelitian signage

di kota Las Vegas mengidentifikasikan bahwa signage dapat menciptakan image bagi suatu kota, Image of Las Vegas: Inclusion and Allusion. Hal ini disebabkan oleh keberadaan signage yang mendominasi kota Las Vegas, Las Vegas Without Signage is Not Las Vegas, (Frey, 1999).

Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa signage adalah kumpulan dari tanda-tanda individual yang telah didesain untuk mengidentifikasikan atau mengarahkan lalu lintas dan atau sebuah bangunan yang kompleks atau berkelompok. Hal-hal yang menyangkut tanda sebagai sebuah sistem harus berdasarkan elemen-elemen desain, seperti bahan, bentuk, warna, dan elemen-elemen desain lainnya. Tanda-tanda


(39)

maksudnya oleh semua orang di seluruh dunia.

2.3.2 Jenis-jenis signage

Dalam sistem komunikasi visual, tanda mengalami perkembangan menjadi lima jenis tanda dengan kode yang mudah untuk diingat (Rubenstein, 1992). Jenis-jenis tanda tersebut adalah:

a. Tanda Petunjuk dan Informasi, tanda ini biasanya digunakan untuk menuntun audiencenya dengan menginformasikan di mana suatu lokasi berada, juga di saat kantor-kantor atau toko-toko yang sedang buka atau tutup, dan informasi-informasi lainnya.

b. Tanda Petunjuk Arah, tanda-tanda yang termasuk dalam kelompok ini mencakup arah panah yang mampu mengarahkan pemakainya menuju ke suatu tempat, seperti sebuah ruangan, toko, jalan, atau fasilitas lain.

c. Tanda Pengenal, tanda ini dipakai untuk menunjukkan suatu identitas, seperti sebuah kantor, toko, fasilitas, atau sebuah gedung.

d. Tanda Larangan dan Peringatan, tanda ini bertujuan untuk menginformasikan mengenai apa yang tidak boleh dikerjakan atau dilarang. Selain itu, tanda ini juga menginformasikan agar audience

berhati-hati. Biasanya, dalam penerapannya dikombinasikan dengan kata-kata atau dipakai sebagai simbol-simbol.


(40)

petunjuk (orientation sign).

2.3.3 Lokasi perletakan signage

Menurut Shirvani (1985) terdapat pembagian lokasi signage berdasarkan zona peruntukannya (Gambar 2.1), adapun zona-zona tersebut antara lain:

a. Zona Periklanan (Advertising Zone)

Merupakan zona penempatan tanda informasi yang bersifat private dan berukuran besar. Penempatan pada zona ini diperhitungkan untuk tidak mengganggu sirkulasi dan pandangan pejalan kaki.

b. Zona Trafic(Traffic Zone)

Merupakan zona tanda informasi yang ditempatkan di badan atau pulau jalan. Peruntukan signage adalah yang relevan dengan kegiatan pengendalian sirkulasi lalu lintas.

c. Zona Pejalan Kaki(Pedestrian zone)

Merupakan zona tanda informasi untuk kepentingan umum, seperti petunjuk arah, orientasi pedestrian, papan informasi kota dan sebagainya. d. Zona Identifikasi(Identification zone)

Merupakan zona yang diperuntukkan bagi orientasi identitas bangunan, rancangan etalase, dan tanda informasi yang berukuran kecil.


(41)

Pengklasifikasian signage berdasarkan zona penempatannya dapat dilihat pada tabel Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi Signage Berdasarkan Zona Penempatan

No. Zona Penempatan

Signage Jenis-Jenis Signage

1 Advertising Zone (Zona Periklanan)

a) Free Standing Signs (Pole Signs dan Ground Signs)

b) Wall Signs c) Projected Signs d) Window/ Door Signs e) Roof Signs

f) Marque Signs 2 Trafic Zone

(Trafic zone)

a) Tanda Peraturan Lalu Lintas b) Umbul- Umbul

c) Spanduk, Bendera, dsb. (Kites, Barner and Flags).


(42)

3 Pedestrian Zone (Zona Pejalan Kaki)

a) Tanda Peraturan Lalu Lintas b) Tanda Petunjuk Arah

c) Awning Signs d) Suspended Signs 4 Identification Zone

(Zona Identifikasi)

a) Tanda Identifikasi (Identitas Gedung)

b) Tanda Larangan dan Peringatan c) Peta-Peta dan Tanda Khusus Sumber: Shirvani 1985:42

2.3.4 Bentuk dan desain signage

Elemen gambar pertama yang dapat dijadikan landasan dalam mengekspresikan kategori dari fungsi adalah suatu bentuk. Ada tiga fungsi dasar dimana tanda/simbol memungkinkan untuk dipakai, yaitu peraturan, peringatan, dan informasi. Masing-masing fungsi tersebut diwakili oleh bentuk geometris, yaitu:

a. Lingkaran, bentuk ini digunakan untuk tanda-tanda yang berisikan peraturan.

b. Segitiga sama sisi, bentuk ini digunakan untuk tanda-tanda peringatan. c. Persegi empat, bentuk ini digunakan untuk tanda yang berisi informasi

(McLendon 42 – 43 dalam Pramono, 2006).

Dalam desain perkotaan (Shirvani, 1985) terdapat elemen-elemen fisik urban

design yang bersifat ekspresif dan mendukung terbentuknya struktur visual kota serta terciptanya citra lingkungan yang dapat pula ditemukan pada lingkungan di lokasi


(43)

visual, menghilangkan kebingungan serta persaingan dengan tanda lalu lintas atau tanda umum yang penting, selain itu tanda yang didesain dengan baik menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan menghidupkan street space dan memberikan informasi bisnis.

Dua pendekatan yang dipakai untuk mendesain signage yaitu: pertama hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, pembuatan signage

sebaiknya dipertimbangkan agar menjadi satu kesatuan dengan elemen-elemen yang sudah ada, karena suatu signage mempunyai aspek fungsional dan estetika. Untuk mengkomunikasikan suatu informasi, tanda-tanda tersebut harus diperhatikan, namun untuk membuatnya memiliki nilai estetis dibutuhkan suatu kehati-hatian dalam menyeimbangkan antara nilai estetis dan fungsinya. Dalam pembuatannya, perancangan ini lebih kompleks dan membutuhkan banyak waktu, karena semua hubungan antara lingkungan dan tanda harus betul-betul dipertimbangkan.

Pendekatan kedua yang bisa dilakukan adalah mendahulukan fungsi komunikasinya, baru memasukkan nilai estetis. Dalam pendekatan ini, semua elemen yang ada harus diseragamkan, baik dalam bentuk, material, warna, dan detail. Pendekatan ini biasanya menghasilkan suatu signage yang kontras dengan lingkungan sekitarnya agar terlihat lebih fokus oleh orang yang berada di sekitar lingkungan tersebut, dan biasanya sesuai digunakan untuk proyek-proyek transportasi dan industri.


(44)

dan kecepatan pergerakan (Ashihara 1983, Lynch 1988, Kelly dan Raso 1991, Smardon 1992). Oleh sebab itu dimensi signage akan berlainan untuk jalan di dalam kota dan jalan bebas hambatan. Selain itu skala signage, yang meliputi jangkauan dan proporsi signage terhadap lingkungan sekitarnya juga harus diperhatikan.

2.3.5 Warna dan pencahayaan signage

Dalam pemilihan warna dan material signage yang menjadi pertimbangan utamanya adalah keindahan dan faktor kejelasan (legibility). Hal ini dikarenakan sasaran signage adalah untuk menarik perhatian orang yang melihatnya maka,

signage dibuat dalam warna-warna mencolok. Hal ini dapat menimbulkan efek kontras terhadap lingkungan. Untuk mengurangi efek negatif warna maka perlu penyesuaian warna signage dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Daniel dalam Kurniawan (2002) suatu objek akan kelihatan baik jika kombinasi warna tidak lebih tiga macam, apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan objek yang ingin ditampilkan. Sedangkan pemilihan material berpengaruh terhadap estetika dan efek pencahayaan. Material mengkilap seperti fiber glass atau plastik menimbulkan glare jika terkena cahaya, terutama cahaya langsung.

Efek utama pencahayaan adalah penerangan pada malam hari, seperti diungkapkan oleh Appleyard dalam Smardon (1986), bahwa tidak ada efek yang


(45)

Menurut Kelly dan Raso (1992), ada tiga dasar pencahayaan signage yaitu; (1) Internal Lighting, penyinaran yang berasal dari permukaan bidang, (2) Direct External Lighting, penerangan langsung dari luar bidang seperti spotlight, lampu sorot, (3) External but Integral to Signage, penyinaran dari luar tapi integral dengan

signage, seperti lampu bohlam.

2.3.6 Sasaran dan fungsi signage

Signage mempunyai dua sasaran, yaitu langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung menspesifikasikan identitas usaha, lokasi dan barang-barang bisnis serta pelayanan yang ditawarkan. Signage tersebut mempunyai keterkaitan langsung dengan bangunan dan lingkungan setempat. Sedangkan signage yang tidak mempunyai keterkaitan dengan kegiatan di dalam bangunan atau lingkungan setempat merupakan komunikasi tidak langsung.

Sebagai salah satu elemen urban design dan penanda bagi suatu kawasan atau kota, signage memiliki bermacam-macam fungsi. Rubenstein (1992) dalam bukunya

Pedestrian Malls, Streetscape and Urban Spaces, ada beberapa fungsi utama signage

yang menjadikannya elemen penting di dalam kota:

1. Jati diri (identitas), mall identity, dapat berupa simbol atau logo untuk memberikan identitas suatu mall dan dapat digunakan sebagai informasi pada publik.


(46)

berhenti, penyeberangan pejalan kaki dan tanda petunjuk arah.

3. Jati diri komersial (commercial identity), dimana penempatan signage pada bangunan sebagai jatidiri pertokoan seperti papan nama, sign advertising di sepanjang jalan atau blok bangunan.

Tanda-tanda informasi (informatial sign), merupakan tanda-tanda yang berfungsi untuk memberikan informasi seperti petunjuk arah, peta-peta dan tanda-tanda khusus yang menunjukkan lokasi parkir, subway atau halte bus sehingga orang yang melihatnya dapat dituntun menuju arah tertentu.

2.3.7 Tipologi signage

Signage dapat dibedakan dalam berbagai klasifikasi, pengklasifikasian setiap

signage berbeda–beda dan disesuaikan dengan sudut pandang tujuan dan kepentingan yang hendak dicapai. Perbedaan pengklasifikasian ini berkaitan erat dengan bentuk– bentuk pengelolaan atau pengaturan yang ditetapkan. Pemahaman atas kesamaan dan perbedaan antara kelompok signage tersebut diklasifikasikan merupakan kunci dalam memahami suatu pengelolaan signage (Yulisar,1999).

2.3.7.1 Klasifikasi secara umum

Secara umum klasifikasi signage dapat berdasarkan isi pesan, bahan, sifat informasi dan teknis pemasangannya. Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi media


(47)

a. Media komersial, menyangkut media signage yang memberikan informasi suatu barang atau jasa untuk kepentingan dagang (private sign).

b. Media signage non-komersial, merupakan media signage yang mengandung informasi pelayanan kepada masyarakat (public sign). 2. Berdasarkan bahan dan periode waktu yang digunakan, media signage

dibedakan atas (Damain dan Gray, 1989 dalam Pramono, 2006):

a. Media signage permanen, media ini ditempatkan atau dibuat pada pondasi sendiri, dimasukkan ke dalam tanah, dipasang atau digambar pada struktur yang permanen. Kebanyakan jenis media signage ini yang diizinkan untuk dipasang.

b. Media signage temporer, biasanya digunakan pada suatu waktu yang tertentu saja ketika ada suatu acara/pertunjukan dan sejenisnya, dan sesudahnya tidak digunakan lagi. Media signage jenis ini mempunyai ciri mudah untuk dipindahkan atau dibongkar secara tidak terbuat dari bahan yang mahal.

3. Berdasarkan sifat penyampaian informasi, terdiri atas (Shirvani, 1982): a. Media signage yang bersifat langsung, media ini berkaitan dengan


(48)

b. Media signage yang bersifat tidak langsung, media signage jenis ini berisi pesan–pesan yang tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan kegiatan dalam bangunan atau lingkungan dimana media signage

tersebut berada.

2.3.7.2 Klasifikasi berdasarkan teknis pemasangan

Secara teknis pemasangannya, signage dapat dibedakan dalam beberapa jenis (Kelly dan Raso, 1989), yakni:

Signage yang berdiri sendiri (free standing signs) memiliki dua bentuk (Gambar 2.2) yaitu:

1. Signage dengan tiang (pole signs), signage ini didukung oleh tiang, kadang–kadang lebih dari satu, terpisah dari tanah oleh udara dan terpisah dari bangunan dan struktur yang lain. Tipe signage ini hanya diperbolehkan di jalan arteri, ketinggian maksimumnya tidak lebih dari 16 ft dan luas maksimum 72 ft²

2. Signage yang terletak di tanah (ground signs), dasar dari media signage ini terletak di tanah atau tertutup oleh tanah dan terpisah dari bangunan atau struktur sejenis yang lain.


(49)

Gambar 2.2 Jenis signage yang berdiri sendiri (free standing signs) Sumber: Sign regulations (City of San Luis Obispo, 2004)

Signage pada atap bangunan (roof signs) ada dua jenis, yaitu (lihat Gambar 2.3): 1. Signage yang tidak menyatu dengan atap, signage ini dibangun di atas atap

bangunan atau disangga oleh struktur atap dan pada umumnya berada tinggi di atas atap.

2. Signage yang menyatu dengan atap, signage yang menyatu dengan atap ini dicirikan dengan tidak adanya bagian signage yang melebihi ketinggian atap dan terpasang secara pararel tidak lebih dari 21 cm.


(50)

Signage dari tenda (canopy signs and awning signs) dapat dilihat pada Gambar 2.4. Ketentuan penataan signage dari tenda (awning) adalah:

1. Signage ini ditempatkan pada tenda maupun awning yang permanen. 2. Signage pada tenda maupun awning yang dapat dilihat dengan berbagai

ukuran. 3.

4.

Jumlah awning signs yang diizinkan adalah satu buah per pemilik bangunan.

Jarak bebas awning signs minimal 8 feet

5.

(2,4 meter) dari atas permukaan trotoar tempat pejalan kaki.

6.

Ukuran awning signs tidak lebih dari 25 persen dari luas permukaan tenda. Zona perletakan awning signs pada umumnya berada di lokasi komersial.


(51)

Signage yang diletakkan pada bangunan atau dinding bangunan dengan menghadap arus kendaraan (Projected Signs), seperti terlihat pada Gambar 2.5. Ketentuan pemasangan projected signs adalah sebagai berikut:

1. Jarak signage dari permukaan dinding tidak lebih dari 15 cm dari dinding bangunan dan dipasang tegak lurus dari bangunan.

2. Projected signs harus melekat pada fasade bangunan yang memiliki pintu masuk publik dan harus menjaga jarak bebas minimal 8 kaki di atas

3.

trotoar. Jumlah projected signs yang diperbolehkan hanya satu per pemilik bangunan dan luas maksimum projected signs maksimal 6 ft².


(52)

Signage yang ditempatkan pada dinding (wall signs), signage yang masuk dalam kategori ini adalah signage yang dipasang secara pararel dalam jarak maksimum 15 cm dari dinding bangunan, signage biasanya dicat pada permukaan dinding atau sruktur bangunan yang lain (Gambar 2.6). Adapun ketentuan lain untuk penataan

signage tipe ini adalah:

1. Signage harus terpasang pada permukaan bangunan yang datar dan tidak menghalangi detail arsitektural bangunan.

2. Signage harus diletakkan pada fasade bangunan yang terdapat pintu masuk untuk umum.

3. Jumlah maksimal signage yang diizinkan adalah dua buah per pemilik bangunan.

4. Luas signage tidak lebih 15% dari luas fasade bangunan.

5. Dapat dilengkapi dengan lampu penerangan pada segmen kawasan tertentu, sesuai dengan peraturan penerangan signage.


(53)

Gambar 2.6 Signage yang ditempatkan pada dinding (wall signs) Sumber: Sign Regulations (City of San Luis Obispo , 2004)

Signage yang digantung (suspended signs) pada bagian bawah bidang horizontal (langit–langit) pada serambi bangunan. Umumnya signage ini berukuran lebih kecil dari papan nama atau alamat untuk memberitahukan pada pejalan kaki yang tidak dapat melihat media signage lebih besar diletakkan pada dinding di atas serambi bagian depan bangunan (Gambar 2.7).

Ketentuan pemasangan suspended signs adalah sebagai berikut: 1.

2.

Signage harus melekat pada fasade bangunan yang memiliki pintu masuk untuk umum.

Jarak ketinggian signage minimal 8 ft

3.

atau 2,4 m dari atas permukaan area pedestrian.

Luas maksimum signage jenis ini maksimal 2,4 4.

m².

Signage jenis ini biasanya diterangi dengan penerangan eksternal dari pencahayaan yang ada di dekatnya.


(54)

Signage di atas pintu keluar masuk bangunan (marque signs). Media signage ini diletakkan pada struktur bangunan seperti pada atap atau di atas pintu keluar masuk bangunan (Gambar 2.8).


(55)

Signage pada jendela atau pintu (window/door signs). Signage jenis ini dapat berupa gambar, simbol atau kombinasi keduanya yang dirancang untuk memberikan informasi mengenai suatu aktivitas, bisnis, komoditi, peristiwa, perdagangan atau suatu pelayanan yang diletakkan pada jendela atau pintu kaca dan kelihatan dari sisi sebelah luar (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Signage pada jendela atau pintu (window/door signs) Sumber : Sign Regulations (City of San Luis Obispo , 2004)


(56)

ditujukan untuk window shopper yang berjalan di trotoar.

2. Bentuknya berupa grafis ukuran kecil dalam sebuah rangka jendela kaca untuk memberi informasi mengenai produk yang ditawarkan.

3. Window sign tidak boleh menghalangi pandangan ke dalam bangunan. 4. Tidak ada persyaratan lokasi tertentu atau batas jumlah windows/door signs

yang diperbolehkan 5.

.

Window/door signs adalah tanda yang dicat atau melekat pada jendela dan terletak 12 inchi dari muka jendela

6.

.

Jam kerja operasi atau membuka/menutup toko bukan termasuk dalam

window/door signs

7.

.

Ukuran signage jenis ini dibatasi maksimum 15% dari luas area jendela. 2.3.8 Persyaratan penyelenggaraan signage

Signage yang menempel pada dinding bangunan harus proporsional dengan permukaan bangunan tempatnya berada, ukuran signage yang digunakan tidak boleh mengganggu ataupun menutupi detail-detail bangunan seperti jendela, pintu, dan profil bangunan. Kemudian melarang pemasangan papan signage raksasa yang mendominasi pemandangan suatu kawasan tertentu, biasanya pada daerah-daerah yang sering digunakan oleh pejalan kaki seperti ruang terbuka hijau, taman bermain dan lapangan untuk kepentingan umum (Gambar 2.10).


(57)

2.3.9 Signage sebagai elemen visual ruang kota

Dalam desain kota signage merupakan bagian penting yang termasuk dalam dimensi visual kota dan akan mempengaruhi pandangan visual kota. Signage dalam ruang kota dapat dikategorikan sebagai townscape (suatu gambaran atau pandangan sebuah kota atau bagian dari sebuah kota), yang merupakan hasil dari irama bangunan-bangunan dan material-material urban dan episode jalan, yang dalam bahasa Gordon Cullen hal tersebut membentuk drama. Sebagai dimensi visual Gordon Fulton dalam bukunya Reviving Main Street menyatakan bahwa ada beberapa


(58)

signage untuk dapat terlihat oleh masyarakat, yang terdiri dari beberapa unsur yaitu : bentuk, penempatan, dimensi, material, pencahayaan dan jarak antar satu sign dengan

signage lain. Aspek legibilitas dan redibilitas adalah kemampuan untuk mengenal dan menangkap pesan sebuah signage, yang terdiri dari unsur-unsur lokasi, ukuran tulisan, jenis tulisan dan warna. Sedangkan aspek visual dan estetika yaitu ketepatan ekspresi dan keharmonisan suatu signage dengan lingkungan tempat dia berada, yang dapat memberikan karakter pada ruang kota serta dan membedakannya dengan ruang lain yang ada di sekitarnya.

2.4 Fungsi Estetika Visual

Menurut Vining dan Stevens (dalam Smardon,1994), dijelaskan yang merupakan aspek kualitas estetika diantaranya adalah proporsi, komposisi, pola dan tatanan. Sedangkan menurut Broadbent (1980) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kualitas fisik kota secara visual adalah bentuk yang terlihat melalui pengaturan masing-masing objek/bangunan dan keterkaitan satu sama lainnya melalui deretan, skala, proporsi dan hirarki. Kondisi visual koridor menurut Cullen (1961), sangat erat berkaitan dengan fenomena fisik yaitu yang berkaitan dengan penataan dan pengaturan lingkungan serta korelasi visual, Cullen menyebutkan bahwa korelasi visual yang baik akan memberikan kepuasan estetis tertentu bagi orang yang mengamati dan berada di tempat tersebut (Gambar 2.11).


(59)

Berdasarkan pada tujuan penelitan dengan hubungan teori ini, maka langkah tinjauan pustaka adalah untuk mendapatkan rumusan tentang keadaan signage yang berada di koridor jalan Gatot Subroto Medan serta kaitannya dengan fungsi estetika visual dalam mempengaruhi kualitas fisik kota, baik itu dalam pengaturan dimensi

signage, komposisi dan pola tatanan perletakan signage sebagai pembentuk urban space sehingga dapat mengarahkan analisisnya.

2.5 Karakteristik Visual

Kualitas visual merupakan atribut khusus yang ditentukan oleh nilai-nilai kultural dan properti fisik yang hakiki Smardon, (1986). Menurut Krier (1979), yang menentukan karakteristik geometris koridor adalah pola fungsi, sirkulasi dan dinding yang membatasi, dinding atau pembatas tersebut dapat berupa bangunan, pepohonan


(60)

interelasi antar elemen visual dalam landskap kota yang tediri dari:

a) Dominasi (domination) dibentuk oleh satu atau dua elemen yang sangat kontras dan secara visual sangat menonjol.

b) Keragaman (diversity), yang dimaksud disini tingkat keragaman visual. c) Kesinambungan (continouity) adalah kesinambungan secara visual. d) Kepaduan (intacness), yaitu integrasi dari tatanan lansekap alam maupun

buatan manusia yang bebas dari gangguan visual.

e) Kesatuan (unity), adalah harmoni secara keseluruhan yang mengacu pada kecocokan atau kesesuaian antar elemen visual.

f) Sekuens (sequence), merupakan tatanan unit-unit visual yang tidak dijumpai di lingkungan lain.

g) Keindahan (vividness), yaitu suatu penampilan secara khusus mengesankan, dibentuk oleh adanya elemen visual yang menonjol dan menarik.

h) Keunikan (unique), yaitu kondisi atau karakter visual yang tidak dijumpai di lingkungan lain.

2.6 Tinjauan Estetika

Keindahan (estetika) dalam arsitektur menurut Ishar (1993) adalah nilai-nilai yang menyenangkan mata, pikiran dan telinga. Karena Arsitektur adalah seni visual,


(61)

keindahan (aesthetics needs), merupakan kebutuhan utama manusia, sebagaimana kebutuhan kita akan udara segar (Spreiregen 1978, Lang 1995).

Sedang Hubert dalam Ishar (1993) merumuskan bahwa keindahan sebagai hubungan harmonis yang dirasakan dari semua elemen yang diamati. Hubungan ini dapat diterapkan dalam hubungan kota dengan alam, atau hubungan antara bagian-bagian kota dan kehidupan sehari-hari. Menurut Lang (1995) dan Porteus (1996) ada tiga kategori estetika (aesthetics) yakni:

1. Sensory aesthetics, suatu keindahan yang berkaitan dengan sensasi menyenangkan dalam lingkungan meliputi suara, warna, tekstur dan bau. 2. Formal aesthetics, keindahan yang memperhatikan apresiasi dari bentuk,

ritme, kompleksitas dan hal-hal yang berkaitan dengan sekuens visual. 3. Symbolic aesthetic, meliputi apresiasi meaning dari suatu lingkungan yang

membuat perasaan nyaman.

2.7 Faktor-faktor Estetika

Elemen-elemen untuk menganalisa kualitas estetis urban design menurut Moughtin (1992) dan Moughtin et al (1995) terdiri dari keterpaduan, keseimbangan, proporsi, skala, kontras, harmoni serta ritme. Estetika suatu kota dapat dirasakan oleh setiap orang yang berada di dalamnya apabila elemen-elemen kotanya memiliki unsur-unsur tersebut (Ishar, 1993).


(62)

tersusunnya beberapa unsur menjadi satu kesatuan yang kompak, utuh dan serasi (Ishar, 1993). Pola bahasa arsitektur termasuk dalam bahasa visual kota, yang pada prinsipnya language of town sangat banyak macamnya. Keterpaduan menciptakan kesatuan secara visual dari tiap-tiap komponen kota dari elemen yang berbeda, sehingga membuat hal-hal yang kurang menyatu ke dalam organisasi visual terpadu (Mougtin 1992 dan Moughtin et al 1995). Hal penting dalam karakteristik unity

adalah proporsi dari tiap-tiap elemen yang membentuk komposisi. Gibberd dalam Moughtin (1992) menyatakan bahwa jalan bukanlah muka bangunan, tetapi ruang yang dibentuk oleh bangunan-bangunan yang membentuk street picture. Oleh sebab itu tampak luar bangunan individu sangat penting dalam membentuk keseluruhan

townscape.

Keterpaduan dapat menciptakan kesatuan visual yang utuh dari tiap elemen koridor yang berbeda. Menurut Ishar (1993) semakin sedikit jumlah unsur yang harus disatukan, semakin mudah dicapai keterpaduan, dan semakin besar jumlah elemen yang yang harus disatukan, semakin sulit mencapai keterpaduan, tetapi jika berhasil, semakin besar pula nilai keterpaduan yang telah dicapai. Hal serupa juga disampaikan oleh Darmawan (2003), bahwa kesatuan visual elemen-elemen kota adalah dengan menghindarkan semaksimal mungkin perbedaan. Jakle (1987) menambahkan bahwa untuk menciptakan kesatuan yang baik, elemen-elemen koridor yang berjumlah banyak harus tertata secara keseluruhan sehingga pemandangan yang terlihat pertama


(63)

dalam satu tiang (Barnet, 1982) dan seperti Spreiregen (1979) ungkapkan banyaknya tiang di jalanan akan mengurangi kualitas estetika.. Menurut Ishar keterpaduan memiliki karakteristik berupa proporsi setiap elemen yang membentuk komposisi massa dan street furniture menjadi kesatuan. Padahal traffic signs akan lebih jelas dan fungsional jika menggabungkannya dengan berbagai fungsi signage, seperti diungkapkan Barnet (1982). Jadi objek mestinya tidak merusak kualitas perasaan pengguna dan visual koridor, dengan mengutamakan kesatuan dan keterpaduan yang ada di kawasan tersebut (Cullen, 1961).

2.7.2 Proporsi

Proporsi merupakan suatu perbandingan kuantitatif dari dimensi-dimensi yang menghasilkan hubungan dan kesan visual yang konsisten berdasarkan keseimbangan rasio, yaitu suatu kualitas permanen dari rasio ke rasio lainnya (Ching,1991). Dalam

urban design proporsi adalah hubungan antara elemen–elemen dan signage secara keseluruhan menjadi hubungan menyatu secara visual (Moughtin,1992 dan Muoughtin et al 1995), Gambar 2.12. Bangunan dikatakan memiliki bentuk proporsional jika dilihat dari jarak sudut pandang pengamat memenuhi persyaratan tertentu. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa proporsi didapatkan dari hubungan antara ketinggian, lebar dan tinggi. Proporsi menunjukkan kualitas keruangan yang terbentuk dari masing-masing posisi pengamatan. Sebagai contoh


(64)

Aspek penting townscape diperoleh melalui komposisi dengan membandingkan antara lebar jalan (D) dengan ketinggian bangunan (H). Perbandingan ini telah ditemui baik di jalan-jalan Medieval City, Baroque City

maupun Renaisance City (Ashihara, 1983). Dengan membandingkan antara D/H akan diperoleh proporsi sebagai berikut:

a) D/H=1, terjadi proporsi seimbang antara ketinggian bangunan/signage dan lebar jalan/pedestrian path.

b) D/H < 1, ruang intim, berkesan sempit dan terasa tertekan.

c) D/H > 1, ruang berkesan terbuka, semakin besar hasil perbandingan D/H maka berkesan semakin terbuka.

d) D/H = 1,2 atau 3 sangat umum di dalam ruang kota.

e) D/H > 4, pengaruh ruang sudah tidak terasa.

Gambar 2.12 Hubungan Antara Elemen–Elemen Dan Signage Menjadi Hubungan Menyatu Secara Visual


(65)

dengan manusia. Oleh sebab itu skala dalam arsitektur harus selalu menunjukkan perbandingan antara elemen bangunan atau ruang dengan elemen tertentu yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan manusia. Menurut Ching (1991) skala adalah suatu perbandingan tetentu yang digunakan untuk menetapkan ukuran dan dimensi-dimensinya. Dimensi adalah manifestasi dari ukuran secara matematis dari bentuk bangunan, sedangkan skala memiliki arti perbandingan besarnya unsur suatu bangunan secara relatif terhadap bentuk-bentuk lainnya. Pada ruang-ruang yang masih dapat dijangkau manusia, dapat langsung dikaitkan dengan ukuran manusia, tetapi pada ruang-ruang di luar jangkauan penentuan skala harus didasarkan pada pengamatan visual dengan membandingkan elemen yang berhubungan dengan manusia (Budiharjo dan Sujarto, 1998).

Walaupun kesan sebuah tempat tergantung pada banyak faktor, dapat dikatakan secara umum bahwa skala, yaitu hubungan antar lebar/panjang dan tinggi ruang dari suatu tempat memberikan kesan yang bersifat agak umum pada orang yang bergerak di dalamnya. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa ukuran suatu ruang dari dua tempat akan sangat berbeda, walaupun skalanya tetap sama (Zahnd, 1999).

Istilah "skala manusia" seringkali digunakan untuk menggambarkan dimensi bangunan berdasarkan ukuran tubuh manusia. Skala manusia kadang-kadang disebut sebagai "antropomorfik skala." (Gambar 2.13)


(66)

Sumber: Zahnd (1999;150)

Selain itu Ashihara (1974) dan Spreiregen (1978) menjelaskan melalui sudut pandangan mata sebagai berikut:

1. Jika orang melihat lurus ke depan maka bidang pandangan horizontal dengan sudut 40°, atau 2/3 seluruh pandangan mata.

2. Orang dapat melihat seluruh bangunan atau signage dengan sudut pandang 27°, atau D/H = 2.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ashihara, Yoshinobu (1962), Merancang Ruang Luar, terjemahan dari judul asli;

Exterior Design in Architecture oleh Sugeng Gunadi (1983).

Broadbent (1980) Sign, Symbol and Architecture, John Wiley and Son. New York Barnet, Jonathan (1992). An Introduction to Urban Design. Harper and ROW

Publishers, New York.

Budiharjo, Eko. Sujarto, Djoko (1998) Kota yang Berkelanjutan (Sustainable City). Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

B. Adji Murtomo (2007) Penataan Signage Pada Penggal Jalan Hayam Wuruk Semarang, Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Enclosure volume 6 No. 1.

Cullen, Gordon (1961) The Concise Townscape, Van Nostrand Reinhold, New York. Ching, Francis D.K. (1991) Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Susunannya. Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Carr, Stephen et all. (1992) Public Space. Cambridge: Cambridge University Press Carmona, Matthew (2003) Public Places Urban Spaces, The Dimension of Urban

Design. Oxford Architectural Press.

Catanese, Antoni J.Snyder, James C. Susangko (1986) Pengantar Perencanaan Kota. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Darmawan, Edy (2003) Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Semarang

Devin Defriza Harisdani (2005) Studi Pengaruh Iklan Ruang Luar Sebagai Faktor Pembentuk ”Sense Of Place Ruang Kota”, Studi Kasus Ruas Jalan Zainul Arifin, Jalan Ahmad Yani dan Jalan Putri Hijau Medan. Tesis Magister Tenik Arsitektur, Universitas Sumatera Utara

Danoe Iswanto (2006) Kajian Ruang Publik Ditinjau Dari Segi Proporsi / Skala Dan Enclosure, Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Enclosure Volume 5 no. 2.


(2)

Dinas Perhubungan Kota Medan (2009) Penyusunan Kebijakan Norma Standard Prosedur Bidang Perhubungan, Studi Penetapan Kelas Jalan di Kota Medan. Dwi Jati Lestariningsih (2002) Pengaruh Signage Terhadap Estetika Visual (koridor

komersial) Jalan Agus Salim Semarang, Tesis Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro, Semarang.

Eddy Djoko Pramono (2006) Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Reklame Dan Aspek Legal Hukumnya di Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta, Tesis Magister Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, Semarang.

Echols, John M. dan Shadily, Hasan (1976) Kamus Inggris Indonesia, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Frey, Hildebrand (1999) Designing the City. Toward a more sustainable urban forms. E & FN Spon. London

Harry Kurniawan (2002) Penataan Signage di Kawasan Komersil. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM. Volume 9 No. 2

Ishar, H. K. (1993) Pedoman Umum Merancang Bangunan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Iwan Chairil Anwar (2003) Kajian Setback Bangunan Terhadap Estetika Visual Pada Penggal Koridor Jalan Pandanaran Semarang, Tesis Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro, Semarang.

Jakle, John A. (1987) The Visual Elements of Landscape, The University of Massachusetts Press, Amherst

Jefkins, Frank. (1996) Periklanan. Edisi Ketiga. Terjemahan Haris Munandar, Erlangga Jakarta.

Kasali, Rheinald (1995) Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Kelly, Eric Damain. Raso, Gary J (1992) Sign Regulation for Small and Midsize Communities: A Planner Guide and Model Ordinance, American Planning Assosiation, Washington.


(3)

Lynch, Kevin (1969) The Image Of The City, MIT Press Cambridge.

Lynch, Kevin (1978) Managing The Sense of a Region, Massasuchets, MIT Press Cambridge.

Lang, Jon (1995) Urban Design. The American Experince, Van Nostrand Reinhold, New York.

Moughtin, Clift (1992) Urban Design Street and Square, Department of Architecture and Planning University of Notingham

Moh Nazir. (2003) Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Mutiawati Mandaka (2004) Pengaruh Signage Pada Bangunan-Bangunan Komersil Terhadap Estetika Visual Koridor Jalan Pandanaran Semarang, Tesis Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro, Semarang.

Natalivan, Petrus (1997) Pedoman Teknis Penataan Media Signage Luar Ruangan. Tugas Akhir , Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung.

Orr, Frank; alih bahasa Aris K.(1995). Scale in Architecture, Yayasan Abdi Wijaya, Bandung

Onggodipuro Aris, Pengantar Sejarah Perencanaan Perkotaan, Intermatra Porteus, J Duoglas (1996) Enviromental Aesthetics. Routledge, London

Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 “Tentang Pajak Reklame”

Rapoport, Amos (1977) Pedestrian Street Use

Rubenstein, Harvey M. (1992) Pesestrian Mall, Streetscapes, and Urban Spaces, John Wiley and Sons, Inc, Canada.

Sanoff, Henry (1991) Visual Research Methods in Design, Van Nostrand Company Inc, New York

Smardon, Richard C. (1986) Foundations for Visual Project Analysis (Chapter 8 Urban Visual Description and Analysis), John Wiley & Sons, New York.


(4)

Spreiregen, Paul D (1960). The Architecture of Towns and Cities, buku ke satu terjemahan.

Shirvani, Hamid (1985) The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company Inc, New York.

Shirvani, Hamid (1982) Signage . City of Long Beach Design Gudelines. United States of America.

Shofiyah Nurmasari (2008) Hubungan Signage Dengan Kualitas Visual Koridor Di Malam Hari Menurut Persepsi Masyarakat (Studi Kasus Koridor Jalan Pahlawan Semarang), Tesis Magister Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang.

Venturi, Robert. Brown, Denise Cott, Izenour, Steven (1972) Learning From Las Vegas. School or Art and Architecture, Yale University, Fall.

Yulisar, Bakri (1999) Studi Faktor Nilai Strategis Lokasi Dalam Penempatan Signage. Tesis Magister tidak diterbitkan, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung. Zahnd, Markus (1999) Perancangan Kota Secara Terpadu : Teori Perancangan Kota


(5)

DAFTAR ISTILAH

Advertensi reklame/iklan (suatu cara berpromosi)

Commercial identity jatidiri yang sifatnya komersil (papan reklame,papan nama dari identitas bangunan)

Comfortable nyaman dan aman ketika beraktifitas pada suatu tempat Eye catcher titik tangkap pandangan mata

Focal point titik pusat perhatian pada suatu kawasan/tempat

Informational sign tanda-tanda petunjuk (papan reklame, papan nama bangunan)

Imageability gambaran/citra dari sebuah kota sesuai dengan pandangan rata-rata masyarakatnya

Mall identity jati diri/identitas mall (logo,patung dan lain-lain) Missleading kehilangan hubungan dengan pokok bahasan utama Node simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau

aktivitasnya saling bertemu misalnya persimpangan lalu lintas, kota, taman dan square.

Occupied Territory area yang dipakai untuk melakukan aktifitas

Outdoor publicity penyampaian pesan dengan jangkauan lokal/sejauh jangkauan visual

Overlaping terjadinya tumpang tindih antara satu bagian yang sama Parsipatory planning perencanaan sebuah kota yang melibatkan peran aktif

masyarakatnya

Pole signs papan tanda yang disanggah oleh tiang mandiri

Public signs papan tanda untuk kepentingan umum seperti rambu-rambu lalu lintas dan tanda petunjuk arah


(6)

Private sign papan tanda yang sifatnya milik pribadi, seperti tanda pengenal bangunan

Place sebuah ruang yang memiliki ciri khas tersendiri

Signage tanda-tanda visual yang berfungsi sebagai sarana informasi atau komunikasi

Sequence bagian dari suatu tahapan visual Serial vision pandangan secara berurutan (berseri) Street picture pemandangan koridor jalan

Street furniture perabot kota seperti pedestrian path, lampu jalan dan lain-lain

Spotlight cahaya langsung yang diarahkan ke sebuah objek sehingga dapat menyilaukan mata

Townscape wajah kota

Temporary signs tanda-tanda yang sifat pemasangannya sementara Traffic sign tanda-tanda (rambu-rambu) lalu lintas

Urban design perancangan kota

Wall signs papan tanda yang menempel pada dinding bangunan Wayfinding mudah untuk menemukan sebuah jalan dan berorientasi