Kota Manusiawi Secara Visual

kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh perabot kota, tidak terjadinya kemacetan di mana-mana, rancangan kota lebih teratur dan terkesan melayani lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Jadi dalam mewujudkan kota yang manusiawi bagi warganya, kota tersebut harus tanggap dan peduli terhadap lingkungan.

2.2 Kota Manusiawi Secara Visual

Minaret Branch 1995 mengemukakan bahwa di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus sehingga membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota: penampilan visual , kualitas estetika, dan karakter spasial. Jika teori ini dihubungkan dengan judul penelitian dapat diinterpretasikan kalau signage erat kaitannya dengan inderawi manusia secara visual, dimana visibilitas keterlihatan papantanda terpengaruh oleh faktor lokasi, tiang penempatan, cat pantul dan sebagainya. Begitu pula kaitannya dengan legibilitas informasi keterbacaan, kejelasan, dengan macam dan ukuran, jarak, lokasi, warna dasar, warna dan sebagainya sangat tergantung pada tanggapan inderawi manusia yang melihatnya. Teori mengenai gagasan bahwa pikiran manusia tersusun untuk menyerap lingkungan dengan suatu bagian yang berbeda dan bertalian disebut psikologi gestalt. Sedangkan pengaturan pola yang berlainan yang diserap disebut gestalt. Teori ini merupakan bagian proses perancangan mengekspresikan hubungan antara bagian-bagian rancangan. Teori Universitas Sumatera Utara gestalt memiliki seperangkat karakter yang digunakan untuk memperkuat atau memperlemah hubungan visual antara bagian-bagian komposisi. Nilai visual dapat diperoleh dari skala, pola, warna, tekstur, dan dimensi. Teori dari Gordon Cullen menjadi landasan teori dalam penelitian ini sebab untuk membuat konsep desain signage yang memenuhi aspek-aspek manusiawi. Selain keharmonisan signage dengan arsitektur bangunan tempatnya berada, keberadaan signage juga perlu dikendalikan sehingga mampu mengkomunikasikan informasi penting yang terkandung di dalamnya dengan baik kepada semua orang, baik yang sedang bergerak cepat maupun lambat. Penampilan signage harus disesuaikan dengan target audiencenya manusia yang melihat objek tersebut sehingga tercipta keseimbangan antara pengendalian kesemrawutan dan penciptaan perhatian sekaligus penyampaian pesaninformasi dari signage tersebut. Menurut Kevin Lynch dalam bukunya, The Image of The City, 1960 mengemukakan bahwa salah satu keberhasilan pembentuk ruang untuk merancang sebuah kota adalah imageability, artinya kualitas secara fisik suatu obyek akan memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan image yang dapat diterima orang. Dalam hal ini image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya. Kaitan teori ini dengan penelitian yang dilakukan adalah mengenai image atau citra sebuah kota akibat adanya signage dalam ruang kota. Selain image yang menjadi pembentuk place, begitu pula halnya dengan visual dan symbol conection. Visual Conection adalah hubungan yang terjadi karena adanya keserasian visual antara satu objek dengan Universitas Sumatera Utara objek lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu kota yang manusiawi. Dalam hal ini kesamaan objek dapat didefenisikan sebagai bagian dari elemen-elemen fisik kota termasuk di dalamnya adalah signage.

2.3 Tinjauan Terhadap Signage