dan hal-hal lain yang dapat  memberikan kenyamanan kepada masyarakat yang sedang berada di kawasan tersebut. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada  pengguna jalan atau masyarakat kota sebagai subjeknya  agar mudah mengidentifikasi dan tertarik pada tampilan tatanan
signage yang sesuai dengan skala visual yang manusiawi.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan bagaimana membuat suatu konsep yang nantinya dapat dijadikan bagian dari panduan penataan
signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual,
maka rumusan masalah yang ditemukan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah kualitas penataan signage  di jalan Gatot Subroto Medan dipandang dari konsep desain yang  memenuhi aspek-aspek visual yang
manusiawi. 2.
Bagaimanakah solusi berupa konsep desain penataan  signage  yang memenuhi  kaedah-kaedah  visual  yang  manusiawi  terkait dengan jalan
Gatot Subroto Medan.
1.3 Landasan Teori
Kota yang manusiawi erat kaitannya dengan lingkungan binaan yang terorganisir.  Menurut Amos Rapoport kota atau pemukiman  adalah contoh spesifik
lingkungan binaan, dimana lingkugan binaan memiliki arti sebagai suatu 4
Universitas Sumatera Utara
pengorganisasian empat buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan waktu. Lingkungan tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara manusia
dengan elemen-elemennya  antara benda dengan benda  lain, benda dengan orang- orang, orang dengan orang lainnya. Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah
atau suatu kawasan yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat dikelompokkan sebagai pengorganisasian ruang.  Landasan teori ini digunakan
sebagai dasar pembahasan mengenai kota yang manusiawi oleh peneliti dalam hal meningkatkan kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh
keberadaan perabot kota,  rancangan kota lebih teratur dan terkesan melayani lingkungannya serta tersedianya  ruang publik bagi warganya. Melalui teori ini dapat
diinterpretasikan bahwa kota yang manusiawi adalah kota yang tanggap dan peduli terhadap lingkungannya serta mampu melayani kebutuhan warganya melalui elemen-
elemen perabot kota yang terorganisir. Landasan teori yang digunakan dalam membahas aspek visual kota
menggunakan  teori  Minaret Branch  1995 yang mengemukakan bahwa di dalam perencanaan kota
komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna khusus dan berbeda  dari berbagai aspek  proses perencanaan kota. Perancangan kota erat
kaitannya dengan  tanggapan inderawi manusia, baik  terhadap lingkungan fisik kota, penampilan visual
, kualitas estetika, dan karakter spasial.  Teori lain yang berkaitan dengan visual kota juga dikemukakan oleh Kevin Lynch, yang menyatakan bila salah
satu bentuk keberhasilan pembentuk place  untuk desain ruang  kota  adalah
imageability, artinya kualitas secara fisik suatu obyek  memberikan peluang yang 5
Universitas Sumatera Utara
besar untuk timbulnya image  yang kuat diterima orang.  Dari teori ini dapat
dinterpretasikan bahwa signage  dapat menjadi orientasi manusia dalam ruang kota
dan menjadi sebuah elemen atau objek kota dalam membentuk image. Orientasi
signage terkait dengan kemampuan akses manusia dalam menyesuaikan secara visual latar ruang kota untuk dapat menciptakan ruang kota yang berkualitas dan lebih
manusiawi secara visual Lynch, 1960. Dalam desain kota,
signage merupakan bagian penting yang termasuk dalam dimensi visual kota.
Signage  dalam ruang kota dapat dikategorikan sebagai townscape  yang merupakan hasil dari irama bangunan, material urban dan episode
jalan, yang dalam bahasa Gordon Cullen hal tersebut membentuk drama. Sebagai dimensi visual, Gordon Cullen dalam bukunya
Reviving Main Street    menyatakan bahwa ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi oleh suatu
signage, yaitu aspek visibilitas, legibilitas dan  redibilitas  serta aspek estetika visual. Aspek visibilitas
adalah kemampuan suatu signage  untuk dapat terlihat oleh masyarakat yang terdiri
dari beberapa unsur, yaitu : bentuk, penempatan, dimensi, material, pencahayaan dan jarak antar satu
signage  dengan  signage  lain.  Legibilitas  dan  redibilitas  adalah kemampuan pengamat untuk mengenal dan menangkap pesan sebuah signage, yang
terdiri dari unsur-unsur lokasi, ukuran tulisan, jenis tulisan dan warna, sedangkan aspek
estetika visual  adalah ketepatan ekspresi dan keharmonisan suatu signage dengan lingkungan tempat dia berada, yang dapat memberikan karakter pada ruang
kota.  Pendapat dari Gordon Cullen merupakan salah satu landasan teori yang 6
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menentukan kaedah-kaedah penataan signage  dalam upaya
menciptakan kota manusiawi secara visual.
1.4 Tujuan Penelitian