objek lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu kota yang
manusiawi. Dalam hal ini kesamaan objek dapat didefenisikan sebagai bagian dari elemen-elemen fisik kota termasuk di dalamnya adalah
signage.
2.3 Tinjauan Terhadap Signage
Menurut Shirvani Hamid 1985, dalam bukunya The Urban Design Process,
Van Nostrand Reinhold Company, disebutkan bila dalam perancangan kota ada 6 enam kriteria yang tak terukur, salah satunya adalah pemandangan views.
Pemandangan bukan hanya aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan, tetapi juga merupakan hubungan dengan view dari elemen fisik
kota lainnya, salah satu elemen tersebut yaitu signage. Signage yang ideal harus
mampu merefleksikan karakter visual kawasan, mampu menjamin kemampuan pandanganmemiliki sudut pandang untuk dapat dilihat secara jelas, bentuk yang ada
sesuai dengan arsitektur bangunan dimana signage ditempatkan, signage merupakan
elemen yang menyatu dengan bangunan bukan sebagai elemen tambahan serta mampu menyatukan komunikasi langsung atau tidak langsung Shirvani, 1985.
Kondisi signage pada koridor Jalan Gatot Subroto Medan tidak
mencerminkan apa yang terdapat pada teori di atas, pola tatanan signage yang
semrawut tidak memiliki keteraturan dan mengganggu sudut pandang manusia baik terhadap kawasan tersebut maupun bangunan yang ada di sekitarnya.
Signage yang berada di lokasi penelitian pada umumnya lebih cenderung menghalangi fasade
Universitas Sumatera Utara
bangunan, dimana satu signage dengan yang lainnya saling memperebutkan lokasi-
lokasi yang strategis dalam menyampaikan informasinya.
2.3.1 Arti s ignage
Menurut Echols 1975, signage adalah tanda sedangkan dalam arsitektur
signage diartikan sebagai bentuk-bentuk informasi dan orientasi kota yang dirancang khusus sebagai bagian dari delapan elemen
urban design Shirvani, 1985. Sedangkan Rubenstain 1992 mendefeniskan
signage sebagai tanda-tanda visual diperkotaan yang berfungsi sebagai sarana informasi atau komunikasi secara arsitektural. Senada
dengan hal tersebut, Lynch 1962 menyebutkan bahwa sign dapat berfungsi sebagai
alat untuk orientasi bagi warga kota. Sama halnya dengan Sanoff 1991 yang mengatakan bahwa
signage memberikan informasi kepada masyarakat yang sedang melintas, berjalan atau berkendaraan. Venturi et al. 1978 dalam penelitian
signage di kota Las Vegas mengidentifikasikan bahwa
signage dapat menciptakan image bagi suatu kota,
Image of Las Vegas: Inclusion and Allusion. Hal ini disebabkan oleh keberadaan
signage yang mendominasi kota Las Vegas, Las Vegas Without Signage is Not Las Vegas, Frey, 1999.
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa s ignage adalah kumpulan
dari tanda-tanda individual yang telah didesain untuk mengidentifikasikan atau mengarahkan lalu lintas dan atau sebuah bangunan yang kompleks atau berkelompok.
Hal-hal yang menyangkut tanda sebagai sebuah sistem harus berdasarkan elemen- elemen desain, seperti bahan, bentuk, warna, dan elemen desain lainnya. Tanda-tanda
Universitas Sumatera Utara
yang dipakai di dalam sebuah s ignage pada dasarnya mengungkapkan makna aturan-
aturan yang merupakan standar internasional, sehingga akan mudah untuk dipahami maksudnya oleh semua orang di seluruh dunia.
2.3.2 Jenis-jenis signage
Dalam sistem komunikasi visual, tanda mengalami perkembangan menjadi lima jenis tanda dengan kode yang mudah untuk diingat Rubenstein, 1992. Jenis-
jenis tanda tersebut adalah: a.
Tanda Petunjuk dan Informasi, tanda ini biasanya digunakan untuk menuntun
audiencenya dengan menginformasikan di mana suatu lokasi berada, juga di saat kantor-kantor atau toko-toko yang sedang buka atau
tutup, dan informasi-informasi lainnya. b.
Tanda Petunjuk Arah, tanda-tanda yang termasuk dalam kelompok ini mencakup arah panah yang mampu mengarahkan pemakainya menuju ke
suatu tempat, seperti sebuah ruangan, toko, jalan, atau fasilitas lain. c.
Tanda Pengenal, tanda ini dipakai untuk menunjukkan suatu identitas, seperti sebuah kantor, toko, fasilitas, atau sebuah gedung.
d. Tanda Larangan dan Peringatan, tanda ini bertujuan untuk
menginformasikan mengenai apa yang tidak boleh dikerjakan atau dilarang. Selain itu, tanda ini juga menginformasikan agar
audience berhati-hati. Biasanya, dalam penerapannya dikombinasikan dengan kata-
kata atau dipakai sebagai simbol-simbol.
Universitas Sumatera Utara
e. Tanda Pemberitahuan Resmi, tanda ini menunjukkan informasi tentang
pemberitahuan resmi dan agar tidak dikacaukan dengan tanda-tanda petunjuk orientation sign.
2.3.3 Lokasi perletakan signage
Menurut Shirvani 1985 terdapat pembagian lokasi signage berdasarkan zona
peruntukannya Gambar 2.1, adapun zona-zona tersebut antara lain: a.
Zona Periklanan Advertising Zone Merupakan zona penempatan tanda informasi yang bersifat
private dan berukuran besar. Penempatan pada zona ini diperhitungkan untuk tidak
mengganggu sirkulasi dan pandangan pejalan kaki. b.
Zona Trafic Traffic Zone Merupakan zona tanda informasi yang ditempatkan di badan atau pulau
jalan. Peruntukan signage adalah yang relevan dengan kegiatan
pengendalian sirkulasi lalu lintas. c.
Zona Pejalan Kaki Pedestrian zone Merupakan zona tanda informasi untuk kepentingan umum, seperti
petunjuk arah, orientasi pedestrian, papan informasi kota dan sebagainya. d.
Zona Identifikasi Identification zone Merupakan zona yang diperuntukkan bagi orientasi identitas bangunan,
rancangan etalase, dan tanda informasi yang berukuran kecil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Lokasi Signage Menurut Zonanya
Sumber: Shirvani, Urban Design Process, City of Charlotte Design Guidelines
Pengklasifikasian signage berdasarkan zona penempatannya dapat dilihat
pada tabel Tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi
Signage Berdasarkan Zona Penempatan
No. Zona Penempatan
Signage Jenis-Jenis Signage
1 Advertising Zone
Zona Periklanan a
Free Standing Signs Pole Signs dan Ground Signs
b Wall Signs
c Projected Signs
d Window Door Signs
e Roof Signs
f Marque Signs
2 Trafic Zone
Trafic zone a
Tanda Peraturan Lalu Lintas b
Umbul- Umbul c
Spanduk, Bendera, dsb. Kites, Barner and Flags.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Lanjutan
No. Zona Penempatan
Signage Jenis-Jenis Signage
3 Pedestrian Zone
Zona Pejalan Kaki a
Tanda Peraturan Lalu Lintas b
Tanda Petunjuk Arah c
Awning Signs d
Suspended Signs 4
Identification Zone Zona Identifikasi
a Tanda Identifikasi Identitas
Gedung b
Tanda Larangan dan Peringatan c
Peta-Peta dan Tanda Khusus Sumber: Shirvani 1985:42
2.3.4 Bentuk dan desain signage
Elemen gambar pertama yang dapat dijadikan landasan dalam mengekspresikan kategori dari fungsi adalah suatu bentuk. Ada tiga fungsi dasar
dimana tandasimbol memungkinkan untuk dipakai, yaitu peraturan, peringatan, dan informasi. Masing-masing fungsi tersebut diwakili oleh bentuk geometris, yaitu:
a. Lingkaran, bentuk ini digunakan untuk tanda-tanda yang berisikan
peraturan. b.
Segitiga sama sisi, bentuk ini digunakan untuk tanda-tanda peringatan. c.
Persegi empat, bentuk ini digunakan untuk tanda yang berisi informasi McLendon 42 – 43 dalam Pramono, 2006.
Dalam desain perkotaan Shirvani, 1985 terdapat elemen-elemen fisik u rban
d esign yang bersifat ekspresif dan mendukung terbentuknya struktur visual kota serta
terciptanya citra lingkungan yang dapat pula ditemukan pada lingkungan di lokasi
Universitas Sumatera Utara
penelitian, salah satu elemen tersebut adalah simbol dan tanda ,ukuran dan kualitas
dari signage diatur untuk; menciptakan kesesuaian, mengurangi dampak negatif
visual, menghilangkan kebingungan serta persaingan dengan tanda lalu lintas atau tanda umum yang penting, selain itu tanda yang didesain dengan baik
menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan menghidupkan street space dan
memberikan informasi bisnis. Dua pendekatan yang dipakai untuk mendesain
signage yaitu: pertama hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, pembuatan
signage sebaiknya dipertimbangkan agar menjadi satu kesatuan dengan elemen-elemen yang
sudah ada, karena suatu signage mempunyai aspek fungsional dan estetika. Untuk
mengkomunikasikan suatu informasi, tanda-tanda tersebut harus diperhatikan, namun untuk membuatnya memiliki nilai estetis dibutuhkan suatu kehati-hatian dalam
menyeimbangkan antara nilai estetis dan fungsinya. Dalam pembuatannya, perancangan ini lebih kompleks dan membutuhkan banyak waktu, karena semua
hubungan antara lingkungan dan tanda harus betul-betul dipertimbangkan. Pendekatan kedua yang bisa dilakukan adalah mendahulukan fungsi
komunikasinya, baru memasukkan nilai estetis. Dalam pendekatan ini, semua elemen yang ada harus diseragamkan, baik dalam bentuk, material, warna, dan detail.
Pendekatan ini biasanya menghasilkan suatu signage yang kontras dengan
lingkungan sekitarnya agar terlihat lebih fokus oleh orang yang berada di sekitar lingkungan tersebut, dan biasanya sesuai digunakan untuk proyek-proyek transportasi
dan industri.
Universitas Sumatera Utara
Dimensi signage berkaitan dengan luasan dan ketinggian signage, beberapa
faktor yang mempengaruhi dimensi signage adalah lokasi penempatan, luas ruang
dan kecepatan pergerakan Ashihara 1983, Lynch 1988, Kelly dan Raso 1991, Smardon 1992. Oleh sebab itu dimensi
signage akan berlainan untuk jalan di dalam kota dan jalan bebas hambatan. Selain itu skala
signage, yang meliputi jangkauan dan proporsi
signage terhadap lingkungan sekitarnya juga harus diperhatikan.
2.3.5 Warna dan pencahayaan signage
Dalam pemilihan warna dan material signage yang menjadi pertimbangan
utamanya adalah keindahan dan faktor kejelasan legibility. Hal ini dikarenakan sasaran
signage adalah untuk menarik perhatian orang yang melihatnya maka, signage dibuat dalam warna-warna mencolok. Hal ini dapat menimbulkan efek
kontras terhadap lingkungan. Untuk mengurangi efek negatif warna maka perlu penyesuaian warna
signage dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Daniel dalam Kurniawan 2002 suatu objek akan kelihatan baik jika kombinasi warna tidak lebih
tiga macam, apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan objek yang ingin ditampilkan. Sedangkan pemilihan material berpengaruh terhadap estetika dan efek
pencahayaan. Material mengkilap seperti fiber glass atau plastik menimbulkan glare jika terkena cahaya, terutama cahaya langsung.
Efek utama pencahayaan adalah penerangan pada malam hari, seperti diungkapkan oleh Appleyard dalam Smardon 1986, bahwa tidak ada efek yang
Universitas Sumatera Utara
menarik selain pencahayaan di malam hari. Dari pencahayaan tersebut dapat terlihat node-node, dengan banyaknya cahaya tidak beraturan yang ditimbulkan oleh signage.
Menurut Kelly dan Raso 1992, ada tiga dasar pencahayaan signage yaitu;
1 Internal Lighting, penyinaran yang berasal dari permukaan bidang, 2 Direct
External Lighting, penerangan langsung dari luar bidang seperti spotlight, lampu sorot, 3
External but Integral to Signage, penyinaran dari luar tapi integral dengan signage, seperti lampu bohlam.
2.3.6 Sasaran dan fungsi signage
Signage mempunyai dua sasaran, yaitu langsung dan tidak langsung.
Komunikasi langsung menspesifikasikan identitas usaha, lokasi dan barang-barang bisnis serta pelayanan yang ditawarkan.
Signage tersebut mempunyai keterkaitan langsung dengan bangunan dan lingkungan setempat. Sedangkan
signage yang tidak mempunyai keterkaitan dengan kegiatan di dalam bangunan atau lingkungan
setempat merupakan komunikasi tidak langsung. Sebagai salah satu elemen
urban design dan penanda bagi suatu kawasan atau kota
, signage memiliki bermacam-macam fungsi. Rubenstein 1992 dalam bukunya Pedestrian Malls, Streetscape and Urban Spaces, ada beberapa fungsi utama signage
yang menjadikannya elemen penting di dalam kota: 1.
Jati diri identitas, mall identity, dapat berupa simbol atau logo untuk memberikan identitas suatu mall dan dapat digunakan sebagai informasi
pada publik.
Universitas Sumatera Utara
2. Rambu-rambu lalu lintas traffic sign, yang meliputi rambu-rambu pada
highway, lampu-lampu lalu lintas, rute-rute perjalanan, tanda parkir, tanda berhenti, penyeberangan pejalan kaki dan tanda petunjuk arah.
3. Jati diri komersial commercial identity, dimana penempatan signage pada
bangunan sebagai jatidiri pertokoan seperti papan nama, sign advertising di
sepanjang jalan atau blok bangunan. Tanda-tanda informasi informatial sign, merupakan tanda-tanda yang
berfungsi untuk memberikan informasi seperti petunjuk arah, peta-peta dan tanda- tanda khusus yang menunjukkan lokasi parkir,
subway atau halte bus sehingga orang yang melihatnya dapat dituntun menuju arah tertentu.
2.3.7 Tipologi signage
Signage dapat dibedakan dalam berbagai klasifikasi, pengklasifikasian setiap signage berbeda–beda dan disesuaikan dengan sudut pandang tujuan dan kepentingan
yang hendak dicapai. Perbedaan pengklasifikasian ini berkaitan erat dengan bentuk– bentuk pengelolaan atau pengaturan yang ditetapkan. Pemahaman atas kesamaan dan
perbedaan antara kelompok signage tersebut diklasifikasikan merupakan kunci dalam
memahami suatu pengelolaan signage Yulisar,1999.
2.3.7.1 Klasifikasi secara umum Secara umum klasifikasi
signage dapat berdasarkan isi pesan, bahan, sifat informasi dan teknis pemasangannya. Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi media
signage dapat dipaparkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Berdasarkan isi pesannya, media signage dibedakan atas Mandelker, 1982
dalam Pramono, 2006: a.
Media komersial, menyangkut media signage yang memberikan informasi suatu barang atau jasa untuk kepentingan dagang private
sign. b.
Media signage non-komersial, merupakan media signage yang mengandung informasi pelayanan kepada masyarakat
public sign. 2.
Berdasarkan bahan dan periode waktu yang digunakan, media signage dibedakan atas Damain dan Gray, 1989 dalam Pramono, 2006:
a. Media signage permanen, media ini ditempatkan atau dibuat pada
pondasi sendiri, dimasukkan ke dalam tanah, dipasang atau digambar pada struktur yang permanen. Kebanyakan jenis media
signage ini yang diizinkan untuk dipasang.
b. Media signage temporer, biasanya digunakan pada suatu waktu yang
tertentu saja ketika ada suatu acarapertunjukan dan sejenisnya, dan sesudahnya tidak digunakan lagi. Media
signage jenis ini mempunyai ciri mudah untuk dipindahkan atau dibongkar secara tidak terbuat dari
bahan yang mahal. 3.
Berdasarkan sifat penyampaian informasi, terdiri atas Shirvani, 1982: a.
Media signage yang bersifat langsung, media ini berkaitan dengan kegiatan pada suatu bangunan atau lingkungan tempat media
signage
Universitas Sumatera Utara
tersebut diletakkan, seperti media signage yang menunjukkan identitas
usaha atau bangunan. b.
Media signage yang bersifat tidak langsung, media signage jenis ini berisi pesan–pesan yang tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan
kegiatan dalam bangunan atau lingkungan dimana media signage
tersebut berada.
2.3.7.2 Klasifikasi berdasarkan teknis pemasangan Secara teknis pemasangannya,
signage dapat dibedakan dalam beberapa jenis Kelly dan Raso, 1989, yakni:
S ignage yang berdiri sendiri free standing signs memiliki dua bentuk Gambar 2.2
yaitu: 1.
Signage dengan tiang pole signs, signage ini didukung oleh tiang, kadang–kadang lebih dari satu, terpisah dari tanah oleh udara dan terpisah
dari bangunan dan struktur yang lain. Tipe signage ini hanya diperbolehkan
di jalan arteri, ketinggian maksimumnya tidak lebih dari 16 ft dan luas maksimum 72 ft²
2. Signage yang terletak di tanah ground signs, dasar dari media signage ini
terletak di tanah atau tertutup oleh tanah dan terpisah dari bangunan atau struktur sejenis yang lain.
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Jenis signage yang berdiri sendiri free standing signs
Sumber: Sign regulations City of San Luis Obispo, 2004
Signage pada atap bangunan roof signs ada dua jenis, yaitu lihat Gambar 2.3: 1.
Signage yang tidak menyatu dengan atap, signage ini dibangun di atas atap bangunan atau disangga oleh struktur atap dan pada umumnya berada
tinggi di atas atap. 2.
Signage yang menyatu dengan atap, signage yang menyatu dengan atap ini dicirikan dengan tidak adanya bagian
signage yang melebihi ketinggian atap dan terpasang secara pararel tidak lebih dari 21 cm.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Signage pada atap bangunan roof signs
Sumber : Sign regulations City of San Luis Obispo, 2004
Signage dari tenda canopy signs and awning signs dapat dilihat pada Gambar 2.4. Ketentuan penataan
signage dari tenda awning adalah: 1.
Signage ini ditempatkan pada tenda maupun awning yang permanen. 2.
Signage pada tenda maupun awning yang dapat dilihat dengan berbagai ukuran.
3.
4. Jumlah
awning signs yang diizinkan adalah satu buah per pemilik bangunan.
Jarak bebas awning signs minimal 8 feet
5. 2,4 meter dari atas permukaan
trotoar tempat pejalan kaki.
6. Ukuran
awning signs tidak lebih dari 25 persen dari luas permukaan tenda. Zona perletakan
awning signs pada umumnya berada di lokasi komersial.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Signage dari tenda atau awning canopy and awning signs
Sumber : Sign Regulations City of San Luis Obispo , 2004
Signage yang diletakkan pada bangunan atau dinding bangunan dengan menghadap arus kendaraan Projected Signs
, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Ketentuan pemasangan
projected signs adalah sebagai berikut: 1.
Jarak signage dari permukaan dinding tidak lebih dari 15 cm dari dinding bangunan dan dipasang tegak lurus dari bangunan.
2. Projected signs harus melekat pada fasade bangunan yang memiliki pintu
masuk publik dan harus menjaga jarak bebas minimal 8 kaki di atas 3.
trotoar. Jumlah
projected signs yang diperbolehkan hanya satu per pemilik bangunan dan luas maksimum
projected signs maksimal 6 ft².
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Projected Signs
Sumber : Sign Regulations City of San Luis Obispo, 2004
Signage yang ditempatkan pada dinding wall signs, signage yang masuk dalam kategori ini adalah
signage yang dipasang secara pararel dalam jarak maksimum 15 cm dari dinding bangunan,
signage biasanya dicat pada permukaan dinding atau sruktur bangunan yang lain Gambar 2.6. Adapun ketentuan lain untuk penataan
signage tipe ini adalah: 1.
Signage harus terpasang pada permukaan bangunan yang datar dan tidak menghalangi detail arsitektural bangunan.
2. Signage harus diletakkan pada fasade bangunan yang terdapat pintu masuk
untuk umum. 3.
Jumlah maksimal signage yang diizinkan adalah dua buah per pemilik bangunan.
4. Luas signage tidak lebih 15 dari luas fasade bangunan.
5. Dapat dilengkapi dengan lampu penerangan pada segmen kawasan tertentu,
sesuai dengan peraturan penerangan signage.
Universitas Sumatera Utara
6. Wall signs diizinkan dipasang di seluruh area dinding bangunan.
Gambar 2.6 Signage yang ditempatkan pada dinding wall signs
Sumber: Sign Regulations City of San Luis Obispo , 2004
Signage yang digantung suspended signs pada bagian bawah bidang horizontal langit–langit pada serambi bangunan. Umumnya
signage ini berukuran lebih kecil dari papan nama atau alamat untuk memberitahukan pada pejalan kaki yang tidak
dapat melihat media signage lebih besar diletakkan pada dinding di atas serambi
bagian depan bangunan Gambar 2.7. Ketentuan pemasangan
suspended signs adalah sebagai berikut: 1.
2. Signage harus melekat pada fasade bangunan yang memiliki pintu masuk
untuk umum. Jarak ketinggian
signage minimal 8 ft
3. atau 2,4 m dari atas permukaan area
pedestrian. Luas maksimum
signage jenis ini maksimal 2,4 4.
m². Signage jenis ini biasanya diterangi dengan penerangan eksternal dari
pencahayaan yang ada di dekatnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Signage yang digantung suspended signs
Sumber: Sign Regulations City of San Luis Obispo , 2004
Signage di atas pintu keluar masuk bangunan marque signs. Media signage ini diletakkan pada struktur bangunan seperti pada atap atau di atas pintu keluar masuk
bangunan Gambar 2.8.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Signage di atas pintu keluar masuk bangunan marque signs
Sumber: Sign Regulations City of San Luis Obispo , 2004
Signage pada jendela atau pintu windowdoor signs. Signage jenis ini dapat berupa gambar, simbol atau kombinasi keduanya yang dirancang untuk memberikan
informasi mengenai suatu aktivitas, bisnis, komoditi, peristiwa, perdagangan atau suatu pelayanan yang diletakkan pada jendela atau pintu kaca dan kelihatan dari sisi
sebelah luar Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Signage pada jendela atau pintu windowdoor signs
Sumber : Sign Regulations City of San Luis Obispo , 2004
Universitas Sumatera Utara
Adapun ketentuan untuk penataan signage tipe ini adalah:
1. Windowdoor signs disesuaikan dengan skala pedestrian dan diarahkan atau
ditujukan untuk window shopper yang berjalan di trotoar.
2. Bentuknya berupa grafis ukuran kecil dalam sebuah rangka jendela kaca
untuk memberi informasi mengenai produk yang ditawarkan. 3.
Window sign tidak boleh menghalangi pandangan ke dalam bangunan. 4.
Tidak ada persyaratan lokasi tertentu atau batas jumlah windowsdoor signs yang diperbolehkan
5. .
Windowdoor signs adalah tanda yang dicat atau melekat pada jendela dan terletak 12 inchi dari muka jendela
6. .
Jam kerja operasi atau membukamenutup toko bukan termasuk dalam windowdoor signs
7. .
Ukuran signage jenis ini dibatasi maksimum 15 dari luas
area jendela.
2.3.8 Persyaratan penyelenggaraan signage
Signage yang menempel pada dinding bangunan harus proporsional dengan permukaan bangunan tempatnya berada, ukuran
signage yang digunakan tidak boleh mengganggu ataupun menutupi detail-detail bangunan seperti jendela, pintu, dan
profil bangunan. Kemudian melarang pemasangan papan signage raksasa yang
mendominasi pemandangan suatu kawasan tertentu, biasanya pada daerah-daerah yang sering digunakan oleh pejalan kaki seperti ruang terbuka hijau, taman bermain
dan lapangan untuk kepentingan umum Gambar 2.10.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Proporsi ukuran signage terhadap luas dinding bangunan
Sumber: Dokumen pribadi peneliti, 2012
2.3.9 Signage sebagai elemen visual ruang kota
Dalam desain kota signage merupakan bagian penting yang termasuk dalam
dimensi visual kota dan akan mempengaruhi pandangan visual kota. Signage dalam
ruang kota dapat dikategorikan sebagai townscape suatu gambaran atau pandangan
sebuah kota atau bagian dari sebuah kota, yang merupakan hasil dari irama bangunan-bangunan dan material-material
urban dan episode jalan, yang dalam bahasa Gordon Cullen hal tersebut membentuk drama. Sebagai dimensi visual
Gordon Fulton dalam bukunya Reviving Main Street menyatakan bahwa ada beberapa
Universitas Sumatera Utara
aspek yang perlu dipenuhi oleh suatu signage, yaitu aspek visibilitas, legibilitas dan
redibilitas, serta aspek visual dan estetika. Aspek visibilitas adalah kemampuan suatu signage untuk dapat terlihat oleh masyarakat, yang terdiri dari beberapa unsur yaitu :
bentuk, penempatan, dimensi, material, pencahayaan dan jarak antar satu sign dengan signage lain. Aspek legibilitas dan redibilitas adalah kemampuan untuk mengenal
dan menangkap pesan sebuah signage, yang terdiri dari unsur-unsur lokasi, ukuran
tulisan, jenis tulisan dan warna. Sedangkan aspek visual dan estetika yaitu ketepatan ekspresi dan keharmonisan suatu
signage dengan lingkungan tempat dia berada, yang dapat memberikan karakter pada ruang kota serta dan membedakannya dengan
ruang lain yang ada di sekitarnya.
2.4 Fungsi Estetika Visual