Sejalan dengan model integrasi teritorial yang terdesentralisasi di atas, konsep pengembangan wilayah tersebut juga mirip dengan strategi kebutuhan
dasar, yaitu strategi pembangunan yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2.2.2. Konsep Perencanaan Pembangunan Daerah
Menurut Bratakusumah 2003, perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai
unsur di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu ingkungan
wilayahdaerah dalam jangka waktu tertentu. Dalam perencanaan pembangunan daerah ada beberapa aspek yang perlu
mendapatkan perhatian agar perencanaan pembangunan dapat menghasilkan rencana pembangunan yang baik serta dapat diimplementasikan di lapangan.
Aspek-aspek tersebut antara lain: 1. Aspek Lingkungan.
Aspek lingkungan memiliki dampak yang sangat besar terhadap berhasil tidaknya program pembangunan. Pembangunan yang kurang memperhatikan
aspek lingkungan akan memiliki nilai relevansi yang rendah terhadap perubahan, terutama yang terkait dengan masalah-masalah kemasyarakatan
sebagai ornamen penting dalam proses pembangunan. Aspek lingkungan dibagi menjadi dua bagian, pertama lingkungan internal, yakni lingkungan
yang berada di dalam populasi dimana perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan, kedua lingkungan eksternal, yakni lingkungan yang berada
diluar populasi tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap tingkat keberhasilan suatu program pembangunan.
2. Aspek Potensi dan Masalah. Potensi dan masalah merupakan fakta yang ada di lapangan dan sangat
berpengaruh terhadap proses pembangunan. Bahkan hal tersebut dapat menjadi suatu pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan yang dapat
menjadi dasar analisis berikutnya. 3. Aspek Institusi Perencana.
Institusi perencana adalah organisasi pemerintah yang bertanggung jawab melakukan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan dalam hal ini
adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari pelaksanaan tersebut. Manfred Poppe 1995 dalam Batakusumah mengemukakan bahwa untuk
merancang dan menciptakan proses perencanaan yang partisipatif di tingkat daerah, perencanaan daerah harus mencapai suatu pemahaman tentang
kerangka organisasi perencana dimana perencanaan akan dilaksanakan. 4. Aspek Ruang dan Waktu.
Sebagai suatu tahapan maka perencanaan pembangunan akan terikat dalam dimensi ruang dan waktu. Aspek ruang dan waktu harus menjelaskan suatu
kebutuhan dalam timing yang tepat tentang kapan mulai diberlakukan, untuk berapa lama masa pemberlakuannya serta kapan dilakukan evaluasi atau
perencanaan ulang replanning. 5. Aspek Legalisasi Kebijakan.
Dalam perencanaan pembangunan daerah, masalah legalisasi kebijakan
memilki peranan yang tidak kalah penting dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya. Aspek ini menjadi penting ketika hasil perencanaan pembangunan
daerah dipandang sebagai suatu keputusan dari suatu kebijakan yang harus dilaksanakan.
2.2.3. Kajian Pertumbuhan Wilayah Suatu wilayah akan tumbuh dan berkembang diawali dari pusat kota yang
berinteraksi melalui pusat-pusat pertumbuhan lainnya mengikuti hierarki dalam suatu pusat-pusat pertumbuhan. Jika ditinjau dari aspek ruang ekonomi, menurut
Sujarto 1981 bahwa dalam ruang ekonomi akan tercipta pusat-pusat pertumbuhan dengan berbagai ukuran hierarki dan pembangunan akan terstruktur
secara makro melalui hierarki wilayah pusat dan secara regional dari pusat tersebut ke masing-masing wilayah belakangnya.
Wilayah diidentifikasikan sebagai suatu area kekuatan yang didalamnya terdapat pusat-pusat atau kutub-kutub. Setiap pusat atau kutub mempunyai
kekuatan pengembangan keluar dan kekuatan tarik ke dalam. Sejalan dengan penjelasan tersebut, maka Perroux dalam Daldjoeni 1997 menjelaskan bahwa
konsep pertumbuhan kutub growth pole yang terpusat dan mengambil tempat tertentu sebagai pusat pengembangan diharapkan menjalarkan perkembangan ke
pusat-pusat yang tingkatannya lebih rendah. Dalam konsep tersebut terdapat istilah spread dan trickling down penjalaran dan penetesan serta backwash dan
polarization penarikan dan pemusatan.
Kenyataan yang terjadi menurut teori sektor, dimana ruang lingkup dari relokasi sumber daya internal adalah besar di daerah-daerah pertanian yang
miskin dari pada di daerah-daerah yang lebih berkembang. Konsekuensi yang timbul dari proses tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Myrdal
1957 bahwa suatu daerah yang lebih maju akan berkembang lebih cepat dari peda yang kurang maju. Hal ini disebabkan karena backwash effect yang
ditimbulkan oleh daerah yang maju adalah lebih besar dari pada spread effect. Backwash effect
diartikan sebagai mengalirnya faktor-faktor produksi potensial dari tempat atau daerah miskin ke daerah kaya. Sebagai contoh migrasi penduduk
usia produktif, berpindah atau mengalirnya tenaga-tenaga terampil dan terdidik serta modal atau sumber daya alam ke pusat kota atau ke wilayah yang besar.
Penduduk yang kurang terampil dan produktivitasnya relatif rendah akan tertinggal. Dalam hal ini konsentrasi pembangunan sarana dan prasarana serta
pemasaran akan lebih terpusat dan lebih baik di daerah perkotaan, sehingga terjadi pemusatan kegiatan ekonomi yang akan mendorong tingkat pertumbuhan.
Kartasasmita 1996
mengatakan bahwa faktor-faktor kesenjangan pertumbuhan wilayah disebabkan terutama oleh lemahnya keterkaitan kegiatan
ekonomi antar daerah perkotaan dan perdesaan. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas di daerah perdesaan menyebabkan produktivitas dan
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan menjadi rendah. Selain itu juga disebabkan karena kurangnya prasarana dan
sarana perhubungan di daerah perdesaan, khususnya prasarana dan sarana yang menghubungkan suatu daerah miskin dengan daerah-daerah yang lebih maju.
Kondisi wilayah pusat pertumbuhan dihadapkan pada masalah yang merupakan konsekuensi logis dari mengelompoknya penduduk dan aktivitas di
tempat-tempat tertentu, seperti yang dikemukakan oleh Oppeinheim bahwa pertambahan jumlah penduduk tidak hanya disebabkan oleh faktor alami
melainkan juga disebabkan oleh adanya migrasi. Pergerakan penduduk erat hubungannya dengan pemusatan penduduk di suatu kota atau daerah, dimana
terdapat kesempatan lapangan kerja atau pusat kegiatan yang dominan maka disanalah arus pergerakan penduduk terjadi, hal ini dapat membantu dalam
mengetahui lokasi pusat kegiatan dan pola pusat kegiatan di suatu wilayah. Menurut Branch 1995 daerah-daerah yang ada sangat beraneka ragam
bentuknya, mulai yang kecil, sedang dan besar serta berpenduduk jarang dan padat sengan kondisi ekonomi, sosial, politik, keagamaan yang beragam
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pola pertumbuhan wilayah tersebut. Sejalan dengan hal itu pertumbuhan dari daerah yang berada di sekitar pusat kota
akan mengalami pertumbuhan yang lambat karena adanya daya tarik dari pusat kota, khususnya sumber daya manusia yang produktif dan sumber daya ekonomi.
Richardson 1974 menyebutkan sistem pusat pertumbuhan merupakan sistem yang paling efisien dalam menjalarkan perkembangan wilayah dan juga
sistem ini dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk mendistribusi pelayanan barang dan jasa bagi masyarakat luas. Namun menurut Sujarto 1981 bahwa
tanpa adanya hierarki yang jelas maka akan sulit mekanisme penjalaran perkembangan dari pusat-pusat pengembangan wilayah ekonomi yang terbentuk,
malah kemungkinan besar akan mempertajam kesenjangan yang ada antara kota- kota kecil dengan kota-kota yang lebih besar atau antara wilayah perdesaan
dengan wilayah perkotaan.
Lebih lanjut May 1984 menyatakan bahwa permasalahan umum pertumbuhan yang terjadi pada daerah-daerah di Indonesia adalah pola
pemanfaatan lahan yang belum optimal, tingkat pertumbuhan perdesaan dan perkotaan yang tidak seimbang, kemampuan mengelola sumber daya yang ada
masih rendah, belum terjangkau oleh teknologi yang memadai, tingkat pendidikan dan keterampilan yang relatif rendah, tingkat pelayanan jasa, pemerintah dan
sosial belum memadai, wilayah yang berperan sebagai penghasil produksi primer yang hasilnya harus dipasarkan keluar tidak dapat terlaksana dengan baik karena
lemahnya transportasi dan tidak mempunyai hubungan yang kuat dalam pemasaran hasil tersebut.
Menurut Sujarto 1991 bahwa faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan pola struktur pusat-pusat pelayanan dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu: 1. faktor manusia, 2. faktor kegiatan manusia dan 3. faktor pola pergerakan manusia pada suatu pusat kegiatan ke pusat kegiatan lainnya. Selanjutnya
diterangkan bahwa faktor manusia menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota naik karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota,
perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan kemampuan ilmu pengetahuan serta penyerapan teknologi. Faktor kegiatan manusia menyangkut
segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas. Faktor pola pergerakan disebabkan
oleh faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya yang akan membentuk pola hubungan antara pusat-pusat kegiatan
dengan sub-sub pusat kegiatan lainnya.
Yunus 1999 mengatakan bahwa ada beberapa faktor penyebab perbedaan pertumbuhan pada suatu wilayah, yang akan menghasilkan pola-pola keruangan
yang khas yaitu: 1. Fasilitas-fasilitas yang khas tertentu specialized fasilities, 2. Faktor ekonomi eksternal external economies, 3. Faktor yang saling merugikan
antar fungsi yang tidak serupa dan 4. faktor kemampuan fungsi ekonomi yang berbeda.
2.2.4. Paradigma Baru Pembangunan Wilayah