Kaitan Antar Daerah Keterkaitan Antar Wilayah 1. Kaitan Intrasektoral dan Antarsektor

secara keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Selain itu, I-O juga terkait dengan tingkat kemakmuran masyarakat di suatu wilayah. Hal ini dapat dilihat apabila terjadi perubahan tingkat produksi sektor tertentu, dapat dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat akan bertambah ataupun berkurang Tarigan, 2005. Hoover dalam Kuncoro 2002 menjelaskan bahwa model I-O merupakan alat yang populer untuk menganalisis tiga jenis keterkaitan spasial yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi regional, yaitu: keterkaitan horisontal, keterkaitan vertikal dan keterkaitan komplementer. Keterkaitan horisontal meliputi persaingan antar pelaku ekonomi, keterkaitan vertikal meliputi kaitan ke belakang backward linkage yaitu daya tarik terhadap sumber bahan baku dan kaitan ke depan forward linkage yaitu daya tarik terhadap pasar, sedangkan keterkaitan komplementer diasosiasikan dengan pembentukan klaster akibat memproduksi barangjasa yang saling melengkapi ataupun yang berkaitansejenis.

2.3.2. Kaitan Antar Daerah

Dalam analisis ekonomi regional harus disadari bahwa dalam suatu wilayah terdapat perbedaan yang menciptakan suatu hubungan yang unik antara suatu bagian dengan bagian lain dalam wilayah tersebut. Ada tempat-tempat dimana pendudukkegiatan berkonsentrasi dan ada tempat dimana pendudukkegiatan kurang terkonsentrasi. Hubungan antara kedua tempat tersebut yang oleh Tarigan 2005 dikatakan sebagai hubungan antara kota dengan wilayah belakangnya hinterland. Lebih lanjut Tarigan menerangkan bahwa hubungan antara kota dan daerah belakangnya dapat dibedakan antara kota generatif, kota parasitif dan kota enclave. Kota generatif adalah kota yang menjalankan bermacam-macam fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk daerah belakangnya sehingga bersifat saling menguntungkanmengembangkan. Kota parasitif adalah kota yang tidak banyak berfungsi untuk menolong daerah belakangnya dan bahkan bisa mematikan daerah belakangnya. Kota parasitif umumnya adalah kota yang belum berkembang industrinya dan masih memiliki sifat daerah pertanian tetapi juga perkotaan sekaligus. Selain kedua bentuk hubungan tersebut, masih ada satu bentuk hubungan yang tidak menguntungkan daerah belakangnya yaitu kota yang bersifat enclave tertutup. Kota ini seakan-akan terpisah sama sekali dari daerah sekitarnnya, ia tidak membutuhkan input dari daerah sekitarnya melainkan dari luar. Hal ini membuat daerah belakang itu makin ketinggalan dan keadaan antara kota dengan desa makin pincang. Untuk menghindari hal ini, daerah belakang perlu lebih didorong dengan melakukan kerjasama agar pertumbuhan daerah belakang bisa lebih sejajar dengan pertumbuhan kota. Secara umum sebab-sebab perlunya suatu kerjasama antar daerah menurut Mehrtens dan Abdurahman 2007 dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Faktor Keterbatasan Daerah Kebutuhan: hal ini dapat terjadi dalam konteks sumber daya manusia, alam, teknologi dan keuangan, sehingga suatu kebersamaan dapat menutupi kelemahan dan mengisinya dengan kekuatan potensi daerah lainnya. 2. Faktor Kesamaan Kepentingan: adanya persamaan visi pembangunan dan memperbesar peluang memperoleh keuntungan, baik finansial maupun non-finansial untuk mencapainya. 3. Berkembangnya paradigma baru di masyarakat: perlunya pengembangan sistem perencanaan dan pembangunan komunikatif-partisipatif sesuai dengan semangat otonomi daerah. 4. Menjawab kekhawatiran disintegrasi: dimana kerjasama dapat menjadi instrumen yang efektif dalam rangka menggalang persatuan dan kesatuan nasional sinkronisasi dan harmonisasi. 5. Sinergi antar daerah: tumbuhnya kesadaran, bahwa dengan kerjasama antar daerah dapat meningkatkan dampak positif dari berbagai kegiatan pembangunan yang semula sendiri-sendiri menjadi suatu kekuatan regional. 6. Sebagai pendorong dalam mengefektifkan potensi dan menggalang kekuatan endogen dalam kegiatan pembangunan wilayah. Dalam analisis keterkaitan antar daerah ini, model ekonomi regional dan perkotaan dengan pendekatan I-O telah umum diterapkan, namun amat jarang didasarkan pada analisis transaksi ekspor dan impor. Tidak tersedianya data regional yang memadai mempersulit dilakukannya pantauan dan evaluasi kinerja ekonomi suatu daerah dan kaitannya dengan daerah lain Harris dan Liu dalam Kuncoro, 2002. Analisis I-O antar daerah IRIO relatif baru di Indonesia. IRIO yang pertama tahun 1985 untuk 5 lima pulau utama di Indonesia dikompilasi pada tahun 1989 dan laporan pendahuluan pertama untuk diskusi dipublikaksikan pada tahun 1990. 2.4. Sintesis Kajian Pustaka 2.4.1. Ringkasan