utama di wilayah Kedungsepur. Kabupaten Grobogan merupakan wilayah yang jumlah penduduknya tertinggi yang bekerja di sektor pertanian yaitu 60,82 .
Sedangkan Kota Semarang merupakan wilayah yang sedikit sekali penduduknya yang bekerja di sektor pertanian yaitu hanya 2,27 .
Untuk sektor perdagangan Kota Semarang merupakan wilayah di Kedungsepur yang mempunyai penduduk tertinggi yang bekerja di sektor tersebut
yaitu 31,74. Begitu juga pada sektor komunikasi, keuangan dan Jasa masih didominasi oleh Kota Semarang. Penduduk Kota Semarang yang bekerja di sektor
komunikasi 7,37, sedangkan yang bekerja di sektor keuangan adalah 3,06, dan pada sektor jasa 21,68.
3.3.5 Potensi Sumber Daya Manusia
Jumlah penduduk yang cukup banyak terdapat pada Wilayah Kedungsepur menjadi potensi yang dapat dioptimalkan dalam mendukung perkembangan
kawasan, karena dapat menjadi tenaga kerja yang potensial. Penduduk usia produktif di Wilayah Kedungsepur rata-rata adalah 69,71. Jumlah penduduk
usia produktif terbesar berada di Kota Semarang yang mencapai 83,84, sedangkan pada daerah lain hanya sejumlah kurang dari 70. Jumlah dan angka
pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi berada pada kawasan di sekitar jalur utama regional. Kepadatan yang lebih tinggi pada daerah yang menjadi pusat
aktivitas menandakan bahwa daerah tersebut menjadi penarik bagi penduduk untuk datang dan melakukan aktivitas. Pergerakan penduduk yang cukup tinggi
antar wilayah terutama sepanjang jalur utama regional merupakan potensi dalam pengembangan wilayah karena dapat men-generate pertumbuhan ekonomi.
Pergerakan penduduk ini secara otomatis akan membawa modal uang dan barang sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan ikut berkembang.
Selain itu, kualias sumber daya manusia dapat ditunjukkan oleh kualitas hidup yang merupakan penilaian kesejahteraan masyarakat dan tingkat
kepuasannya. Untuk mengukur kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari keberhasilan pembangunan manusia. Sebagai indikator pembangunan manusia
adalah Indeks Pembangunan Manusia IPM. IPM
atau Human Development Index
HDI merupakan indeks gabungan komposit dari komponen: Indeks Harapan Hidup yang dihitung dari Angka
Harapan Hidup waktu lahir; Indeks Komposit Pendidikan yang dihitung dari rata- rata lama sekolah dan Angka Melek Huruf ; serta Indeks Daya Beli yang
dihitung dari pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan dan Indeks Harga Konsumen. Ketiga komponen IPM tersebut merepresentasikan kualitas kesehatan,
pengetahuan dan keterampilan, serta standar hidup masyarakat. Semakin tinggi angka IPM atau HDI suatu wilayah menunjukkan keadaan wilayah yang
bersangkutan semakin baik. Data
dari Indonesia
Human Development Report 2004 menunjukkan
bahwa IPM pada semua kabupatenkota di Wilayah Kedungsepur mengalami peningkatan dari tahun 1999 ke tahun 2002. Demikian juga terjadi pada masing-
masing indikator IPM yang menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik pada semua kabupatenkota.
Pada tahun 2002, di antara kabupatenkota di Wilayah Kedungsepur, IPM paling rendah dan berada di bawah IPM Jawa Tengah terletak di Kabupaten
Kendal 65,5 dan Kabupaten Grobogan 65,5. Sedangkan IPM paling tinggi terletak di Kota Semarang, yaitu sebesar 73,6. Namun berdasarkan ranking IPM
seluruh kabupatenkota di Indonesia, empat kabupatenkota di Wilayah Kedungsepur Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Semarang,
dan Kota Salatiga mengalami penurunan ranking, kecuali Kota Semarang dan Kabupaten Kendal.
Indeks komposit pendidikan yang diukur dari Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah merupakan representasi dari kualitas pengetahuan dan
keterampilan penduduk. Data dari Indonesia Human Development Report 2004 memperlihatkan bahwa Angka Melek Huruf dari penduduk dewasa di atas 85
dari jumlah penduduk dewasa dan berada di atas Angka Melek Huruf Propinsi Jawa Tengah.
Rata-rata lama sekolah memperlihatkan bahwa penduduk usia 15 tahun keatas pada kabupatenkota di Wilayah Kedungsepur sudah menjalani pendidikan
formal selama lebih dari 6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun keatas di kabupatenkota Wilayah Kedungsepur telah berhasil
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar. Dan hanya penduduk usia 15 tahun keatas di Kota Semarang dan Salatiga yang telah berhasil menyelesaikan
pendidikan dasar 9 tahun. Data standar hidup yang diukur dengan pengeluaran perkapita
menunjukkan bahwa pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan pada kabupaten Kendal dan Grobogan di bawah Rp 600.000,- per bulan. Pengeluaran riil perkapita
tertinggi berada di Kota Salatiga, yaitu sebesar Rp 617.900,- per bulan. Paparan
mengenai Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Kedungsepur terangkum dalam tabel III.7
TABEL III.7 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA WILAYAH KEDUNGSEPUR
Provinsi Kabupaten
Kota Usia Harapan
Hidup Tahun
Angka Melek Huruf
Rata-Rata Lama Sekolah
Tahun Pengeluaran
Per Kapita 000 RP
IPM 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002
JAWA TENGAH 68,3
68,9 84,8
85,7 6,0
6,5 583,8
594,2 64,5
66,3 Kota
Semarang 70,2 70,4
93,6 95,5
8,7 10,0
591,5 615,8
70,2 73,6
Kab. Kendal 64,7
65,0 84,3
88,6 5,4
6,5 584,9
604,6 62,1
65,5 Kab. Demak
68,7 68,9
89,2 85,8
6,1 6,4
583,6 595,8
65,9 66,4
Kab. Semarang 70,6
71,3 89,4
88,5 6,6
6,8 591,0
607,8 67,9
69,5 Kab.
Grobogan 67,8 68,1
85,6 86,5
5,6 6,3
585,0 589,3
64,2 65,5
Kota Salatiga 69,5
70,2 95,7
93,3 9,2
9,5 602,7
617,9 71,5
72,8
Sumber : Indonesia Human Development Report 2004, BPS BAPPENAS
3.4. Kondisi Perekonomian