sebesar 47,03 . Sektor yang kegiatannya mengolah lebih lanjut hasil pertanian dan pertambangan menjadi produk yang lebih bermanfaat ini mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam perekonomian kabupaten Kendal dan kabupaten Semarang.
3.4.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan yang dibentuk oleh berbagai macam sektor ekonomi lapangan usaha yang secara tidak langsung
menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah
dicapai dan berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Dalam prakteknya, laju pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah
ditunjukkan dengan kenaikan Pendapatan Domestik Bruto PDB atau Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB.
Laju pertumbuhan ekonomi secara riil di kabupatenkota Kawasan Kedungsepur pada tahun 2001-2005 menunjukkan angka yang bervariasi. Semua
kabupatenkota di kawasan Kedungsepur mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif di atas 2 pada tahun 2001-2005. Bahkan di kota Semarang dan
Kabupaten Grobogan mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3. Lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Namun bila dilihat dari perkembangannya, laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan banyaknya perusahaan industri di Kabupaten Kendal dan Semarang yang mengalami kesulitan usaha, bahkan ada beberapa yang terpaksa menutup
-5 5
10 15
20 25
Kota Smg
Kab. Kendal
Kab. Demak
Kab. Smg
Kab. Grobogan
Kota Salatiga
KabupatenKota
Pertanian Pertambangan dan
Penggalian Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Konstruksi Perdagangan, hotel
dan Restoran Pengangkutan dan
Komunikasi Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahan Jasa-jasa
Total
GAMBAR 3.2 GRAFIK LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI
WILAYAH KEDUNGSEPUR TAHUN 2001-2005
usahanya. Pertumbuhan ekonomi ini perlu didukung dengan kondisi sarana dan prasarana yang memadai sehingga akan berjalan dengan optimal.
3.4.3 Potensi Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi secara riil di kabupatenkota Wilayah Kedungsepur pada tahun 2001-2005 menunjukkan angka yang bervariasi. Semua
kabupatenkota di wilayah Kedungsepur mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif di atas 2 pada tahun 2001-2005. Bahkan di kota Semarang dan
Kabupaten Grobogan mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 4. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan PDRB perkapita, yang selalu
Sumber: Hasil Analisis, 2008
Kota Semarang 54
Kab. Demak 8
Kab. Semarang 14
Kab. Grobogan 8
Kab. Kendal 14
Kota Salatiga 2
.
Kedungs epur 22
KabKota di luar Kedungs epur
78
Kota Salatiga 1
KabKota di luar Kedungsepur
78
Kab. Semarang 3
Kab. Demak 2
Kab. Grobogan 2
Kab. Kendal 3
Kota Semarang 11
Sumber: Hasil Analisis, 2008
GAMBAR 3.3 PERBANDINGAN PDRB KABUPATENKOTA DENGAN WILAYAH
KEDUNGSEPUR DAN JAWA TENGAH TAHUN 2005
mengalami kenaikan, kecuali pada Kota Salatiga yang sempat mengalami penurunan. Peluang-peluang yang dimiliki yang berkaitan dengan kedudukan
Wilayah Strategis Kedungsepur cukup besar, terutama peluang perekonomian yang bersifat sekunder dan tersier industri, perdagangan, dan jasa.
Peranan sektor ekonomi Wilayah Kedungsepur dapat dilihat dari perbandingan kontribusi PDRB wilayah KabupatenKota terhadap Kedungsepur
maupun terhadap Jawa Tengah secara keseluruhan. Pada tahun 2005, kontribusi PDRB masing-masing KabupatenKota terhadap wilayah Kedungsepur dapat
dilihat bahwa Kota Semarang memiliki kontribusi yang terbesar yaitu 52,88 dari total PDRB Kedungsepur sebesar Rp. 31,94 trilyun. Kemudian berturut-turut
adalah Kabupaten Semarang 14,49, Kabupaten Kendal 13,83, Kabupaten Grobogan 8,34, Kabupaten Demak 7,98 dan Kota Salatiga 2,48.
Kontribusi PDRB wilayah Kedungsepur jika dibandingkan dengan wilayah Jawa Tengah maka wilayah Kedungsepur memiliki kontribusi sebesar
21,63. dari total PDRB Jawa Tengah sebesar Rp. 143, 1 trilyun. Kontribusi masing-masing KabupatenKota terhadap Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Kota Semarang 11,44, Kabupaten Semarang 3,13, Kabupaten Kendal 2,99, Kabupaten Grobogan 1,80, Kabupaten Demak 1,73 dan Kota
Salatiga 0,54. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.3
3.5 Pemanfaatan Ruang