MAKNA PERMINTAAN DAN KEDUDUKAN

29. MAKNA PERMINTAAN DAN KEDUDUKAN

Permintaanmu kepada-Nya menunjukkan kurangnya kepercayaanmu kepada-Nya dan permintaanmu kepada-Nya menunjukkan kamu tidak melihat-Nya dan permintaanmu kepada selain Dia menunjukkan kurangnya rasa malumu daripada-Nya dan permintaanmu kepada selain-Nya menunjukkan jauhnya kamu daripada-Nya

Petuah di atas sangat indah terangkai mengajak manusia untuk merenung dan menimbang diri, adakah hati dalam meminta kepada Allah murni permohonan disertai kepasrahan sebagai ketundukan kepada Sang Maha Bijaksana ataukah permitaan yang penuh rayu mendayu sebagai tanda merajuk dan tidak mau menerima taqdir yang sedang dijalani sebagai ketentuan Allah yang terbaik baginya ?

Kebanyakan manusia kala bersimpuh dan tersungkur dalam sejuta doa dan selaksa permintaan, dengan kata yang mengiba dihiasi cucuran air mata diulang-ulang membaca Asma-Nya dan ratusan kali permohonannya disampaikan, itu semua dilakukannya hanyalah dengan tujuan agar Allah swt mengabulkan permintaannya bukan Allah yang mereka tuju.

Empat kesalahan besar yang dilakukan seseorang yang berdoa seperti di atas, pertama hadir di hati mereka kekurang percayaan akan Allah yang telah mengatur seluruh alam, kedua mereka memanjatkan doa bukan karena Allah tapi didorong dengan harapan dikabulkan keinginannya, ketiga mereka termasuk orang yang tidak menerima taqdir Allah swt, padahal sebenarnya taqdir yang diberikan Allah kepada mereka adalah yang terbaik bagi mereka saat itu, keempat mereka termasuk orang yang mengabadikan sifat tergesa-gesa, mereka ingin cepat berganti dari satu keadaan menuju keadaan yang lainnya yang mereka pandang lebih baik, itu menunjukkan hati mereka penuh kekufuran akan nikmat Tuhan.

Cermin hati mereka dipenuhi jelaga hitam yang dihiasi lukisan benda alam, tuntutan syahwat, pesona hawa nafsu yang melalaikan dan dipenuhi buih dosa yang tak pernah dibersihkan dengan air taubat, hati yang demikian adalah hati yang dipenuhi nafsu amarah.

Nafsu amarah hadir disetiap hati manusia tidak memandang jahil atau alim, tidak melihat ahli ibadah ataupun pelaku dosa. Banyak yang terpedaya dengan rayuannya hingga jatuh terkapar. Agar manusia dapat mengukur keberadaan iman dengan sesungguhnya maka tinggal memperhatikan ketika doa dipanjatkan jika duniawi begitu terlihat gemerlap menawan hatinya seperti harta, kedudukan dan kemasyhuran di antara manusia menjadi tempat jatuhnya hati atau apabila berusaha mereka hanya menyandarkan pada usahanya sendiri yang akan menjadikannya maju atau bangkrut, kedua hal tersebut menjadi satu tanda kurangnya keyakinan terhadap Allah swt sebagai pengatur seluruh alam, hal itu menjadi bukti ihsan masih sangat jauh dari jangkauan.

Ungkapan petuah di atas yang selanjutnya menerangkan tentang orang yang meminta kepada selain Allah swt, maksud dari petuah tersebut adalah sama dengan keterangan di atas yaitu orang yang mendekati Allah namun yang dituju bukan Allah swt melainkan butuh akan Allah hanyalah untuk meluluskan keinginan dan memenuhi hajatnya. Bagi orang seperti ini termasuk orang yang tidak memiliki rasa malu kepada Allah dan selamanya dihantui dengan perasaan Allah swt jauh dari padanya.

Berbincang masalah perasaan seseorang yang merasa jauh dengan Allah, banyak diantara manusia yang meminta kepada Allah untuk didekatkan dirinya dengan Allah swt, kalau direnungkan mereka ini termasuk orang yang tertutup mata hatinya, betapa tidak, Allah menyatakan bahwa keberadaan-Nya dengan manusia lebih dekat dari urat lehernya maka yang meminta didekatkan dengan Allah itulah orang tolol dan bodoh dan menunjukkan bahwa mata hatinya masih kelabu, butuh pembersihan yang sebenarnya.

Oleh karena itu hilangkanlah permintaan dan tuntutan dalam hati dalam menghadap-Nya, kalaulah manusia mau merenung di masa yang telah lalu dimana mereka masih dalam kandungan ibunya, manusia belum pandai meminta dan merajuk tetapi Allah tetap memenuhi segala yang manusia butuhkan dengan sebaik-baiknya pemberian. Begitu pula kala manusia masih dalam buaian, mereka belum pintar meminta namun segala kebutuhannya dipenuhi dengan limpahan kasih sayang. Di kedua masa ini manusia memiliki tawakkal secara hakiki dan mencapai keyakinan yang tinggi terhadap jaminan Allah swt, tetapi mengapa di saat manusia sudah mulai pandai meminta mengapa tawakkal dan keyakinan yang penuh terhadap Allah hilang begitu saja, padahal di masa lalu dan sekarang bahkan yang akan datang kasih sayang Allah swt masih tetap sama, begitu pula Tuhannya masih Tuhan yang sama. Mengapa wahai manusia kala sudah pandai meminta keraguan terhadap-Nya selalu hadir dalam hati. Apabila seseorang masih meminta merupakan indikasi kurangnya penyerahan terhadap Allah swt, sementara hal yang sangat urgen untuk bertemu dengan- Nya adalah penyerahan diri dengan sepenuh hati.

Kembali mengingatkan pembahasan yang telah lalu sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengalami ahwal (hakikat) bukanlah batas terakhir dalam perjalanan menuju Allah swt, perlu diketehui dan difahami bahwasannya seseorang sebelum masuk dalam jajaran kewalian maka orang tersebut harus memenuhi tarikan hati yang akan mengantarkan pada tahapan keteguhan hati, karena apabila seseorang belum mencapainya sangat sulit untuk melepaskan tarikan-tarikan hati pada selain-Nya, baik berupa ajakan hati ataupun berwujud permintaan. Permintaan dalam tahapan ini sudah bukan lagi berbentuk hasrat duniawi tetapi permintaan untuk diteguhkan hatinya, hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut masih belum mampu lepas dari sifat kemanusiaannya secara sempurna dengan kata lain bahwa mereka belum masuk dalam tahapan fana hakiki. Bagi mereka yang menempati tahapan ini seyogyanya waspada dan hati-hati jangan terkecoh dengan pendapatan makrifat, karena makrifat itu sendiri adalah tadribat atau lahan ujian.

Inagtlah janganlah banyak menuntut dengan sebuah amal, sebab Allah akan menyambut dengan perhitungan, bisakah amal seseorang dapat menebus ridha Allah swt ? dan janganlah datang menghadap-Nya dengan berbekal ilmu maka Allah swt akan menyambutnya dengan sejuta tuntutan, bisakah ilmu seseorang dapat menjawab tuntutan dari Yang Maha Mengetahui ? serta janganlah menghampiri-Nya dengan membawa makrifat maka Allah swt akan menyambutnya dengan hujjah, dapatkah makrifat seseorang dapat memperkenalkan Allah swt saat Allah sendiri menuntut hujjah ? jawaban dari tiga pertanyaan di atas sudah pasti mustahil.

Oleh karena itu tinggalkanlah tuntutan dan pilihan agar Allah tidak membuat tuntutan, tanggalkanlah ilmu, amal, sifat, nama, makrifat dan segala sesuatu agar mendatangi Allah ringan seringan kapas tanpa bekal seberat dzarrah pun. Andai ingin sampai pada tahapan ini, janganlah ada bekas sedikitpun dari apa yang telah dilakukan dengan kata lain ikhlaslah dalam beramal, jernihkan niat dan bersabar tanpa mengeluh atau merangkai sebuah tuntutan, apabila sudah mampu seperti itu seseorang akan dihantarkan dalam pertemuan dengan Allah swt, yaitu pertemuan ubudiyah dan rububuyah.

Gambaran di atas merupakan ruhnya dzikir, dzikir yang sebenarnya adalah kepasrahan dan penyerahan atas segala urusan, baik duniawi maupun ukhrawi. Shalatnya, ibadahnya, hidup dan matinya berada dalam alur dan pengaturan Allah swt, bagi mereka yang sudah mampu meraih tahapan ini, andai Allah swt tidak menciptakan sorga dan neraka, pahala dan dosa maka mereka tak akan menyurut dalam beribadah.

Seseorang yang dzikirnya telah larut terbui dalam keindahan kepasrahan dan penyerahan, segala yang menjadi urusannya akan diurus oleh Allah swt, mereka laksana bayi yang baru lahir, dalam buaian telah dijamin segala urusannya, baik pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan dilakukan oleh ibunya, dalam mengurusnya pun disertai dengan penuh kasih sayang.