BUTANYA MATA HATI

5. BUTANYA MATA HATI

Kesungguhanmu untuk mencapai sesuatu yang telah dijamin pasti sampai kepadamu disamping kelalaianmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan kepadamu menunjukkan butanya mata hatimu

Petuah Ibnu Atha di atas tidak bisa dipisahkan dengan petuah-petuah sebelumnya, di sini beliau menyinggung masalah mata hati, sudah tentu untuk menyingkap tabir rahasianya membutuhkan keterbukaan mata hati. Sebelumnya manusia harus memahami terlebih dulu pengertian yang sesugguhnya tentang mata hati. Mata hati sering disebut pula sebagai mata dalam, pengertian ini bertujuan untuk memudahkan dalam membedakan dengan mata lahir. Sebagaimana telah diketahui bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu fisik dan non fisik, fisik yang terdiri dari daging, darah, tulang, kulit dll, diri fisik ini diberi potensi melihat, mendengar, mencium, menyentuh dan merasa, fisik dapat bergerak karena mendapat kehidupan dari peredaran darah keseluruh tubuhnya dan mendapat suplay udara yang keluar masuk melalui hidung dan mulut.

Diri non fisik juga mempunyai susunan seperti diri fisik, namun tentunya dalam bentuk ghaibah, non fisik memiliki hati namun bukan seonggok daging yang berada dalam tubuh fisik. Hati dalam diri non fisik termasuk dalam istilah latifah Rabbani (rahasia ketuhanan) hati ini pun memiliki nyawa yang disebut dengan roh dan roh juga masuk dalam jajaran latifah Rabbani (rahasia Ketuhanan) dimana manusia hanya dianugerahi pengetahuan terbatas dalam masalah roh.

Sementara bagaimana kaitannya dengan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Abdillah An- Nu‟man :

Ketahuilah bahwa dalam jasad manusia terdapat segumpal daging, apabila baik daging tersebut maka baik pula seluruh jasadnya dan apabila buruk daging tersebut maka buruk pula seluruh jasadnya, ketahuilah bahwa daging tersebut adalah hati (H.R Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits di atas seolah-olah bahwa hati berada dalam segumpal daging yang sering pula disebut hati (liver), mungkin maksud Rasulullah dengan perkataan dalam hadits di atas adalah untuk memudahkan pemahaman umat Islam di waktu itu.

Dalam diri manusia terdapat dua aspek potensi untuk memahami segala sesuatu disekelilingnya, yaitu dunia nyata dapat disimak dengan indera dhahir adapun dalam bentuk ghaibah dapat difahami dengan indera bathin (mata hati), seperti halnya memahami bahwa garam itu asin, indera dhahir melihat dengan mata bahwa garam adalah sesuatu seperti pasir berwarna putih, apabila ditempelkan dilidah maka rasa asin tersebut dapat dirasakan, sementara seseorang dalam merasakan asinnya garam, ia melihat ada sesuatu yang tidak dapat dilihat mata pada garam, dan dalam perenungan memandang tersebut adalah perbuatan mata hati yang memahami sesuatu dibalik garam, rasa asin tersebut tak dapat diceritakan dan didefinisikan karena tidak ada dalam padanan katanya tapi mata hati menyatakan bahwa garam itu asin, begitu pula dengan contoh- contoh yang lain apabila mata dhahir melihat bara api maka mata hati akan memandang pada Dalam diri manusia terdapat dua aspek potensi untuk memahami segala sesuatu disekelilingnya, yaitu dunia nyata dapat disimak dengan indera dhahir adapun dalam bentuk ghaibah dapat difahami dengan indera bathin (mata hati), seperti halnya memahami bahwa garam itu asin, indera dhahir melihat dengan mata bahwa garam adalah sesuatu seperti pasir berwarna putih, apabila ditempelkan dilidah maka rasa asin tersebut dapat dirasakan, sementara seseorang dalam merasakan asinnya garam, ia melihat ada sesuatu yang tidak dapat dilihat mata pada garam, dan dalam perenungan memandang tersebut adalah perbuatan mata hati yang memahami sesuatu dibalik garam, rasa asin tersebut tak dapat diceritakan dan didefinisikan karena tidak ada dalam padanan katanya tapi mata hati menyatakan bahwa garam itu asin, begitu pula dengan contoh- contoh yang lain apabila mata dhahir melihat bara api maka mata hati akan memandang pada

Kemampuan mata hati dalam mengungkap sesuatu atau menerima cahaya Ilahi bersandar pada kesucian hati itu sendiri, seandainya seseorang menginginkan rumahnya lebih terang maka ia semestinya rajin memberihkan genting kaca yang menyebabkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah

Apabila hati dapat mengantarkan cahaya Ilahi begitu banyak maka orang tersebut akan mampu memahami sesuatu yang di dunia maupun diluar dunia, langit yang melingkupi dunia adalah langit syahadah dan diluar langit shahadah adalah sesuatu yang sifatnya ghaib, bagi mereka yang benar- benar telah terbuka mata hatinya maka akan dihantarkanya untuk memahami segala sesuatu dibalik langit syahadah tersebut, di dalam Al- qur‟an banyak ayat yang menyatakan dengan istilah langit ada tujuh, banyak umat Islam menyebut bahwa langit benar-benar ada tujuh sehingga sering ditemukan bahasa di lingkungan umat Islam dengan istilah lapis yang di kaitkan dengan langit, sementara timbul pertanyaan benarkah langit itu ada tujuh ? Dalam pemahaman kebahasaan apapun bahasanya sering ditemukan dalam menujuk jumlah yang banyak maka ada istilah-istilah tertentu, seperti halnya dalam bahasa Indonesia istilah 101 atau 1001 adalah ungkapan kata yang menunjukkan pada jumlah yang banyak tidak sebatas pada jumlah yang disebutkan, dalam bahasa sunda ada istilah sawidak adalah kata sebutan lain dari angka 61, sementara sering di gunakan tidak sebatas pada angka tersebut tetapi sering digunakan untuk menunjukkan jumlah yang banyak seperti hanya 101 dan 1001, begitu pula dalam bahasa Arab angka 7 bukan hanya menunjukkan pada jumlah yang tujuh tetapi sering digunakan untuk menunjukkan pada jumlah yang banyak terkadang lebih banyak dari jumlah angka tersebut. Berkenaan dengan bahasa tujuh langit sebenarnya langit tidak hanya terbatas dengan angka yang disebutnya, bagi para penempuh jalan Ilahi yang telah terbuka mata hatinya dengan anugerah Allah Swt akan memahami dibalik angka 7 yang berkenaan dengan langit tersebut.

Senada dengan pemahaman terhadap jumlah langit di atas, mata hati yang sudah mampu memandang dunia secara keseluruhan sebagai sesuatu maujud akan mengenal pula tentang sesuatu yang ada di balik hal maujud tersebut (hakiki). Karena ketebatasan bahasa maka dalam memahami hal yang hakiki sering diungkapkan dengan pengibaratan karena sulit untuk mencari padanan kata dalam bahasa verbal, seperti dalam peristiwa Isra yang di alami Rasulullah saw mengibaratkan dunia dengan sosok wanita renta yang dimakan usia, tubuhnya penuh dengan corob dan borok bernanah sebagian tubuhnya hilang digerogoti ulat. Begitu pula penglihatan seseorang yang telah terbuka mata hatinya, bagaimana rupa dan hakikat dari pemahaman dan penglihatan yang menyebabkan lahirnya pengibaratan tidak dapat diurangkan dengan kata-kata.

Selanjutnya mata hati yang terus melaju dalam perbaikan akan terus meningkat dalam penyingkapan tabir, mereka akan dibukakan pengenalannya dengan makna-makna alam yang akan di laluinya nanti. Mata hati akan mengantarkannya pada kemakrifatan atau pengenalan pada perkara keabadian sehingga berdampak pada dirinya untuk meningkatkan taraf ibadahnya kepada Allah, mereka menganggap ini semua adalah amanat Allah swt. Amanat ini dari Allah akan terus mereka bawa dan dikembalikan lagi kepada Allah.

Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali

Pengenalan (makrifat) mata hati tersebut di atas akan mewariskan nilai-nilai taqwa dalam diri seseorang dan akan diberikan jaminan kepadanya sebagaimana Al- qur‟an menjelaskan dalam surat Al- Mu‟min ayat 13

Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).

Ayat diatas mengajarkan agar manusia meningkatkan keyakinan bahwa segala sesuatu telah diatur Allah swt termasuk masalah rizqi, manusia hanya diperintahkan untuk beribadah, mengenai fasilitas telah disediakan-Nya. Allah tidak akan lalai dalam memberi rizqi dan menjaminnya, sementara manusia dalam mendapatkan rizqinya tiggal berkiprah sesuai dengan maqamnya, apabila ahli asbab carilah rizqi dan jangan iri hati terhadap orang lain, bagi ahli tajrid maka tinggal bertawakkal dan jangan gundah hati apabila kekurangan dan kelebihan harta. Mereka yang telah terbuka mata hatinya akan percaya dengan penuh keyakinan akan jaminan Allah tersebut. Dalam menguatkan keyakinan bagi hambanya Allah berfirman dalam hadits Qudsi

Hamba-Ku taatilah semua perintah-Ku dan jangan engkau memberitahu-Ku tentang keperluan- keperluanmu (yang baik untukmu).

Manusia yang buta mata hatinya mereka akan bersungguh-sungguh dalam mencari rizqi yang telah dijamin oleh Allah tetapi mereka mengabaikan perintah-perintah-Nya. Terkadang dalam mencari rizqi mereka menempuh jalan menghalalkan segala cara, mereka tidak mneghiraukan waktu sehingga hari-hari dipenuhi dengan berusaha dan mencari harta begitu pula dalam mencapai keinginannya tanpa rasa toleransi kepada orang lain.

Mata hati memandang terhadap sesuatu sampai pada dasarnya, ia tidak tertipu dengan bungkus yang indah atau tak terpedaya dengan kekumuhan sebuah bungkus. Mata hati tidak mengikuti nafsu yang hanya memandang pada kebendaan, justru sebaliknya membimbing nafsu untuk tidak mencintai pada kebendaan.