ALLAH SWT YANG MENDHAHIRKAN ALAM

14. ALLAH SWT YANG MENDHAHIRKAN ALAM

Alam secara kesuluruhan adalah kegelapan, sementara yang meneranginya hanyalah tampaknya Yang Haq (tanda-tanda Allah swt) padanya, barang siapa yang melihat alam tetapi tidak melihat Allah swt di dalamnya, disampingnya, sebelumnya atau pun setelahnya maka dia

benar-benar membutuhkan pancaran cahaya-cahaya tersebut dan tertutup darinya cahaya makrifat karena tebalnya awan-awan bendawi.

Alam pada awal dan hakikatnya adalah tidak ada, kemudian di adakan oleh Allah namun dalam kondisi gelap gulita, alam berasal dari sesuatu yang tidak ada dan selanjutnya diciptakan dan kemudian diterangi dengan cahaya Ilahi maka teranglah semua yang ada, hal ini menunjukkan bahwa alam dan Allah sebagai Sang Pencipta sangat erat sekali hubungannya. Andai Allah tidak ada maka sudah pasti alam pun tidak mungkin ada, hubungan keduannya ini tidak dapat dipisahkan, apabila boleh untuk diibaratkan meskipun tidak ada satu pengibaratan yang bisa menyerupai yang sebenarnya, seperti halnya antara hubungan panas dengan api, dingin dengan es atau seperti wangi dengan minyak wangi, ketiga pengibaratan ini menunjukkan bahwa antara panas api tidak dapat dipishkan, namun panas bersifat ghaibah dari penglihatan tapi tetap ada karena dapat dirasakan begitu pula dengan kedua contoh di atas, ini menunjukkan bahwa panas ada karena merupakan sifat dari api.

Dalam memahami konsep ketuhanan akal menumui kebuntuan dalam memahaminya apalagi mulai memasuki zona ada tapi tidak ada, tidak bersama tapi tidak terpisah, untuk memahaminya sangat dibutuhkan penerangan cahaya dari dasar hati yang bening, Mata hati yang telah menerima cahaya rahasia ilahi lah yang akan mampu menguak misteri ketuhanan ini, hati yang telah menerima cahaya Ilahi dapat mempertajam mata hati dalam melihat kasyaf keghaiban antara keterkaitan ketuhanan dengan alam.

Ada empat tahapan manusia yang telah mampu melihat rahasia keterkaitan antara ketuhanan dengan alam

Pertama, barisan orang yang telah dapat melihat Allah namun tidak dapat melihat alam ini, mereka adalah ibarat manusia yang hanya dapat melihat api sementara bulatan api yang berbentuk fatamorgana tidak menyilaukan pandangan mereka, meski mereka berada dalam kehidupan masyarakat dan kental dengan lingkungan duniawi, mata hati mereka tetap tertumpu pada yang Maha Melihat, mereka tidak terpengaruhi oleh carut marutnya kehidupan, lintasan makhluk hanyalah ibarat cermin yang ditembus cahaya pandangan mereka tidak melekat dalam cermin tersebut.

Kedua, barisan orang yang melihat makhluk pada lahiriahnya tetapi mereka memandang Allah dalam hakikatnya, mata hati mereka memandang makhluk adalah deretan tampilan dari sifat-sifat

Allah, segala bentuk yang mewarnai kehidupan merupakan ayat-ayat kauniyah yang berseritat tentang Allah. Tidak ada satu makhlukpun yang terlewat dalam pandangan mereka adalah merupakan ciri keberadaan dan kekuasaan Allah swt.

Ketiga, barisan orang yang melihat Allah sementara makhluk bersembunyi di balik-Nya, mata hati mereka pertama memandang Allah sebagai segala awal dan sumber kemudian mereka melihat makhluk yang menerima fadl-Nya, alam hanyalah merupakan ciptaan-Nya, lukisan-Nya, gubahan- Nya dan sibghah-Nya

Shibghah Allah dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada- Nya-lah Kami menyembah. (Q.S Al-Baqarah : 138)

Keempat, barisan orang yang melihat makhluk terlebih dulu baru setelah itu melihat Allah swt, mereka yang memasuki barisan ini selalu berwaspada, proses ini membutuhkan waktu yang panjang dalam menghilakan syak dan ragu serta akal yang selalu memberikan hujjah, sampai akhirnya mereka bisa meyakin bahwa Allah swt yang menguasai, mengatur dan menentukan makhluk-Nya.

Empat barisan orang di atas adalah orang-orang yang sudah meraih kenikmatan melihat Allah swt, di luar mereka tidak ada barisan yang diberi kenikmatan memandang Allah. Keterpautan hati akan indahnya lukisan dunia, gejolah syahwat, perbuatan dosa dan kenistaan serta kelalaian adalah merupakan larik-larik hitam akan melahirkan jelaga dalam menutupi permukaan hati yang menjadikan cermin hati tertutup kegelapan sehingga tidak mampu menguak dan menangkap cahaya yang dapat mengantarkannya dalam pangkuan makrifat, mereka gagal melihat Allah bersama ada dalam sesuatu, sebelum sesuatu, sesudah sesuatu. Mereka hanya dapat memandang makhluk yang berdiri sendiri lepas dari penciptaan, pengaturan dan penguasaan Allah swt.

Berbagai rangkain bentuk alam dan selaksa peristiwa yang mewarnai kehidupan adalah merupakan kepanjangan Tangan Allah yang membawa berita tentang Allah, berita itu datang bukan hanya didengar dengan telinga atau dapat dilihat dengan mata dan direnungi dengan akal tetapi ada pula kabar bersifat ghaib yang menyentuh dan merenyuhkan jiwa, dawai sentuhan tangan ghaib yang menyentuh jiwa inilah yang membuat hati mendangar tanpa telinga, dapat melihat tanpa mata dan merenung tanpa akal. Hati hanya mengerti yang disampaikan dari berita yang dibawa oleh tangan ghaib yang dsampaikan kepadanya, hati menerima dengan penuh keyakinan, keyakinan inilah yang menjadi pembuka kepada telinga, mata dan akal, apabila pembuka ini sudah menghampiri seseorang maka segala bentuk alam yang didengar, berjuta rangkaian alam yang dapat dilihat, dan semua lapisan alam maya yang direnungkan akal akan menghantarkannya pada kabar Ketuhanan.

Seorang abid mendengar, melihat dan merenungkan Keperkasaan Allah swt

(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Q.S Al- Mu‟min : 16)

Ayat seperti di atas yang membuat hati seorang abid tergetar hebat, hati seorang abid sudah berada di negeri akhirat, alam beserta aneka kehidupan ini hanya sebatas ayat-ayat Tuhan sebagai gambaran dirinya diakhirat nanti saat berhadapan denga Allah swt Yang Maha Gagah nan Perkasa tiada satu pun yang terselip dari pandangan-Nya.

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah. (Q.S Al-Mulk : 3-4)

Para “Asyiqin melihat segala yang diciptakan Allah swt dan mereka sering mengulang-ulan penglihatannya dan semakin dipandang maka alam semakin memperlihatkan keindahannya, air beriak, daun melambai, angin bertiup sebuah rangkaian pesona yang tiada tara elok dan sempurnanya penciptaan alam ini.

Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-Hasyr : 24

Mutakhalliq menyaksikan keindahan sifat-sifat Allah swt yang dikenalnya dengan nama-nama yang indah dan baik, alam adalah warna Tuhan dan pembawa berita yang mengabarkan tentang Tuhan, bagi mereka segala sesuatu yang dapat disimaknya baik didengar dengan telinga, dilihat dengan mata dan direnungi dengan akal menceritakan segalanya tentang Allah swt.

Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (Q.S Thaha : 14)

Barisan Muwahhid sudah dapat fana dalam Dzat, saat kesadarannya hilang dikuasai ahwal maka kata-kata yang di atas yang terlontar dari mulutnya, mereka membacakan ayat-ayat Allah bukan mereka bertukar dengan Allah atau Allah inkarnasi pada wujud muwahhid.

Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Q.S Yunus : 14)

                  

Lalu mereka mendustakan Nuh, Maka Kami selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang- orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu. (Q.S Yunus 73) .

                           

Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka. (Q.S Fatir : 39)

Golongan Mutahaqqiq kembali pada kesadaran kemanusiannya untuk melaksanakan tugas membina umat menuju jalan Ilahi, hatinya selamanya melihat Allah dan selalu bergantung kepada-Nya, kehidupan dunia laksana lahan perjuangan mengajak umat, semua perangkat alam merupakan alat untuk memakmurkan bumi sesuai dengan tugas yang diberikan Allah swt.