ALLAH YANG MENENTUKAN MAQAM SESEORANG

27. ALLAH YANG MENENTUKAN MAQAM SESEORANG

Janganlah engkau meminta kepada Allah swt untuk dipindahkan dari satu hal ke hal yang lain, sebab apabila Allah swt menghendakimu pasti memindahkanmu tanpa merubah kebiasaanmu yang lalu

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam jilid pertama hal (ahwal) adalah merupakan pengalaman hakikat dan tidak mungkin dapat diraih dengan ilmu dan amal seseorang, dan bertariqah tidak menjamin seseorang mendapatkan hal (ahwal), berthariqah hanyalah untuk tazkiayatunafsi (penyucian hati) agar hati mencapai kondisi tertentu sebagai satu syarat hati siap menerima kedatangan hal (ahwal), hal (ahwal) tercurah di hati seseorang murni hanyalah kehendak Allah swt semata sebagai anugerah. Banyak dikalangan para penempuh jalan Ilahi yang mempertanyakan kenapa ditekankan amaliah dalam thariqah apabila tidak dapat menyampaikan keharibaan Tuhan ?.

Perlu diketahui dengan seksama sebagaimana yang telah dijelaskan di jilid pertama bahwa seseorang tidak mungkin mengenal Tuhan apabila Tuhan tidak datang memperkenalkan-Nya pada orang tersebut, namun apabila Tuhan berkehendak mengenalkan-Nya kepada seseorang maka dia dipersiapkan agar layak mendapatkan anugerah besar yaitu Mengenal Tuhan (makrifat) dan perjumpaan yang sangat suci dan agung ini. Apabila seseorang mendapatkan kecenderungan untuk menyucikan hatinya, ini merupakan salah satu tanda bahwa dia diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri agar meraih kelayakan untuk dapat hadir di taman makrifatullah dan mendapat anugerah perjumpaan dengan Allah swt.

Seseorang yang memahami betul tentang isyarat ini maka mereka tidak akan menunda-nunda kesempatan emas tersebut, mereka tahu bahwa ini adalah undangan agung yang datang dari Tuhan seru sekalian alam, maka mereka menyerahkan dirinya untuk dipersiapkan agar layak dalam pertemuan agung tersebut. Proses penyerahan kepada Allah swt ini disebut dengan maqam taslim atau menyerahkan diri dan semua urusan kepada Allah swt. Tujuan berthariqah adalah untuk mempersiapkan seseorang agar selalu dalam keadaan siap dan layak untuk memperoleh anugerah perjumpaan dengan Allah (makrifatullah). Sekali pun hal (ahwal) merupakan anugerah Ilahi, namun hal (ahwal) hanya dapat hadir pada hati seseorang yang siap menerimanya.

Apabila seseorang penempuh jalan Ilahi mendapatkan hal (ahwal) akan terus meningkatkan ibadahnya sampai meraih nilai yang sesuai dengan apa yang di dapatkan dari hal (ahwal) tersebut, apabila kondisi hati mereka sudah dapat sesuai dengan pelajaran hal (ahwal) yang didapatkannya dan selanjutnya menjadi kepribadiannya maka hal (ahwal) tersebut menjadi maqam, sebagai satu contoh apabila Allah menghendaki seseorang mendapatkan hal (ahwal) dimana dia merasakan bahwa dia selalu berhadapan dengan Allah swt, segala ucapan dan tindakannya terasa diperhatikan dan dilihat oleh Allah swt baik yang dhahir maupun yang bathin, setiap ucapan lidah dan bisikan hatinya, kemudian dia terus mempertahankanya hal (ahwal) tsb dan diaflikasikan dalam setiap bentuk ibadah dan seluruh sisi kehidupannya, sehingga hal (ahwal) tersebut telah menjadi maqam ihsan.

Manusia memiliki tabiat tergesa-gesa, sebagaimana Al- qur‟an mengabarkannya

         

Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. kelak akan aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (QS Al- Anbiya : 37)

Ketergesa-gesaan manusia bukan hanya dalam urusan duniawi begitu pula dalam urusan ukhrawi, seorang penempuh jalan Ilahi yang belum mentap dalam sisi rohaninya maka mereka masih terikat dengan buhul kemanusiaannya, apabila mereka mengalami satu hal (ahwal) maka mereka akan merasakan dan menikmatinya, namun dengan segera mereka dilanda rindu yang membahana untuk dapat merasakan hal (ahwal) yang lain, sementara hal yang telah dirasakannya tidak dipertahankannya menjadi maqam, bagi mereka apabila hal (ahwal) tersebut tidak diperkuat menjadi maqam maka apabila berlalu yang tinggal hanya kenangan tidak menjadi kepribadian. Berharap dan meminta agar segera datang hal (ahwal) yang lain sebelum hal (ahwal) yang telah hadir tidak dipertahankan menjadi maqam merupakan kebodohan yang hakiki dan tanda kekeliruan serta dapat menghambat pembenahan kerohanian.

Berserah diri kepada Allah swt merupakan esensi bagi setiap hati para penempuh jalan Ilahi, rela dengan segala ketentuan-Nya dalam mengatur kehidupan seorang hamba, perbuatan yang paling baik bagi para penempuh jalan Ilahi adalah mempertahankan maqam yang sedang mereka berada di dalamnya. Jangan sekali-kali seseorang meminta untuk berganti maqam baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah, apabila seseorang terus meminta pergantian maqam tersebut maka bahaya yang sangat besar akan menimpanya yaitu dilempar keluar dari majlis-Nya. Oleh karena itu tunduklah dalam ketentuan-Nya berserah diri dalam kebijaksanaan-Nya.