TANPA KEIKHLASAN MUSTAHIL MERAIH KESEMPURNAAN

11. TANPA KEIKHLASAN MUSTAHIL MERAIH KESEMPURNAAN

Kuburlah dirimu dalam tanah kerendahan karena sesuatu yang tumbuh namun tidak ditanam maka tidak akan sempuna hasilnya

Petuah Ibnu Atha yang ke 11 ini mengajak merenungi hakikat yang lebih halus dari petuah ke 10, pada bahasan lalu berbincang masalah ikhlas, orang yang telah mampu ikhlas maka mampu mengindari syirik sementara syirik merupakan jalan memenuhi kepentingan diri sendari, maka sangat dibutuhkan kekuatan untuk menundukkan diri sendiri karena bagi mereka keikhlasan akan dapat diraih. Dalam petuah ini akan diungkap hakikat diri sendiri atau kewujudan manusia.

Seharusnya manusia merenungi awal kejadiannya, jasad manusia dijadikan Allah dari tanah maka kembalikanlah jasad pada tanah, jasad harus dilayani sebagai tanah agar ia tidak menggunakan tipu dayanya, seandainya seorang manusia sudah mampu membatasi pengaruh jasad maka yang dihadapi selanjutnya adalah roh, sementara roh datang dari Allah karena merupakan urusan Allah maka kembalikanlah kepada Allah, apabila seseorang sudah mampu tidak terikat lagi dengan jasad dan roh maka jadilah dia satu sosok yang siap diisi oleh Allah swt.

Diawal perjuangan dalam menapaki jalan seorang penempuh jalan Ilahi dipastikan masih membawa sifat-sifat kemanusiaannya, keterkaitan akan dirinya sendiri dan alam diluar dirinya. Mereka masih didominasi oleh keinginan manusiawi, harapan, cita-cita dan lain sebagainya. Anasir alam seperti hasil usaha, tumbuhan, aneka satwa dll masih turut mempengaruhinya.

Seperti halnya dalam petuah-petuah sebelumnya sudah disebutkan bahwa hijab nafsu dan akal akan menyelimuti hati sehingga kebenaran tidak terlihat jelas seolah terhalang dukhan (asap tebal yang mengaburkan pandangan mata). Akal yang terlingkupi awan hitamnya nafsu adalah akal yang tak pernah tersentuh pancaran cahaya membuat akal berada dalam otoritas nafsu, nafsu yang tek pernah menemukan kata puas dan akan selalu mencari alasan dan hujah. Hujah akal menjadi benteng yang sangat kuat untuk nafsu bisa bersembunya dan berlindung. Al- qur‟an mengajarkan bahwa manusia harus berhati hati dengan nafsu yang menjadikan akal sebagai tentaranya

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (Q.S Al-Furqan : 43-44)

Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Q.S Al- A‟raf : 176)

Seharusnya manusia dalam menerima ayat-ayat Allah dapat meraih kemuliaan namun mengapa yang di dapat adalah kehinaan yang nyata, karena mereka mempertuhankan hawa nafsunya, mereka mengtahui bahwa ayat-ayat Allah memancarkan cahaya akan tetapi tebal dan gelapnya awan nafsu membatasi cahaya itu, dalam ketertutupan nafsu dari cahaya akal mencari hujah untuk mendustakan ayat-ayat Allah.

Menundukkan nafsu tidak semudah membalikkan telapak tangan, dalam mengatasinya seseorang harus mengembalikannya pada hatinya, hati tidak pernah bohong pada diri sendiri meskipin akal menutupi kebenaran atas otoritas nafsu, hati memiliki kekuatan yaitu ikhlas. Sementara Al- qur‟an mengajarkan ikhlas yang sebenarnya

Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S Al- An‟am : 162)

Di dalam ikhlas tidak ada keegoisan dan kepentingan diri sendiri, seluruhnya hanyalah untuk Allah semata. Selama keegoisan dan kepentingan diri tidak dikubur dalam tanah yang rendah maka mustahil ikhlas dapat tumbuh dengan sempurna, tanah yang digunakan untuk menguburnya adalah tanah yang tersembunyi jauh dari sepengetahuan dan pandangan orang lain. Ia laksana kuburan tanpa batu nisan.