Ajaran Mengabdi Kepada Atasan
2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan
Pada masa sekarang memang telah banyak terjadi perubahan-perubahan dalam tata kehidupan seseorang. Namun, demikian janganlah hal ini membuat seseorang menjadi takabur dan melupakan adat istiadat serta sopan santun. Orang yang hidup di dunia hendaknya dapat menempatkan diri, tahu akan kedudukannya
memperoleh pekerjaan yang tepat, sehingga dia dapat magang dengan sepenuh hati. Di dalam magang hendaknya berperilaku yang baik, harus rajin, mengerjakan semua pekerjaan yang dibebebankan kepadanya, jangan terlalu banyak tidur, jangan selalu mendahulukan kesenangan pribadi ( berfoya-foya), mencurahkan segala tenaga dan pikiran, jangan suka bercerita mengenai kejelekan orang lain, selalu meminta nasehat dan petunjuk serta meniru tindakan yang utama, seperti disebutkan dibawah ini Pupuh
I bait 11- 12 sebagai berikut: Kutipan
: Marma milih karti den patitis / yen wis seneng gya suwitanana / supaya glis bisa
reke / den sarupa lan guru / aywa gingsiran adol kardi / wus wayahe ngawula / ngur endi nak ingsun / tan mangan apapariman / ambebruwun awat kaul mentas sakit / kaya Ki Jawinata //
Terjemahan : Maka dari itu pilihlah pekerjaan yang tepat, jika sudah senang cepat
mengabdilah, agar cepat bisa seperti halnya guru, jangan sampai berubah-ubah pendiriannya, serta jangan malas-malasan menjual tenaga karena hal itu sudah layak bagi orang-orang yang mengabdi, hal itu lebih bagus, tidak memakan hasil meminta-minta, dan menghabiskan uang orang lain, seperti Ki Jawinata.
Kutipan
: Nora nana praja adol kardi / tan lyan praja tuku pengrehira / ing karya sajeg
jumlege / ing magang yen besturu / angetokna osiking ati / osiking tyas wedharna / arsa kang kinayun / sang ahulun andulua / supaya glis jiwanta kuled tinuding / antuk pratandheng sredha //
Terjemahan : Tidak ada pemerintah menjual pekerjaan, tidak lain pemerintah selamanya
memberi pekerjaanmu, ketika magang jangan banyak tidur, curahkan tenaga dan pikiran, sesuai yang dikehendaki sehingga yang berkuasa mengetahui pribadimu, dengan demikian engkau sering ditunjuk serta memperoleh kepercayaan.
berada di atas, terkadang pula berada di bawah. Pada saat merasa senang dan bahagia itulah pada saat sedang berada di atas, kemudian manusia akan menikmati keberhasilan atau kesuksesannya. Kecenderungan merasa puas sering mengakibatkan kesalahan yang fatal, setelah merasa puas maka janganlah melupakan keadaan saat hidup di bawah dan menderita kemudian menghina orang lain yang sedang berada di bawah.
Seseorang dalam mengabdi hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan atasan, teman sejawat serta lingkungan tempat ia mengabdi, janganlah gemar berselisih dengan orang lain, mengabdi juga dilakukan terhadap Tuhannya, jangan suka mencela orang terlebih yang lebih tinggi derajat kedudukannya, serta hendaknya meniru tatacaranya. Mengabdi hendaknya selalu berbuat menurut hukum, dan segala tindakan yang kurang terpuji atau perbuatan tercela jangan sekali-kali dikerjakan. Begitu pula tidak diperkenankan berbuat sesuatu yang mendatangkan prasangka buruk. Ada empat hal yang harus benar-benar diperhatikan di dalam melakukan sebuah magang :
a. Hendaknya memiliki sifat hidup yang jujur dan rajin
b. Hendaknya memiliki ingatan yang kuat dan tajam terhadap hal-hal yang telah diperbuat, dan ingat akan segala sesutunya.
c. Belajar hal-hal yang belum diketahui, ditulis kemudian di mengertikan kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari c. Belajar hal-hal yang belum diketahui, ditulis kemudian di mengertikan kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari
mengakibatkan cacat diri, karena akan merugikan dirinya sendiri seperti pada kutipan di bawah ini Pupuh II bait 45-46 sebagai berikut : Kutipan
Karane den enget sira / wasitane reh puniki / kang kocap patang prakara / wanti-wanti wali-wali / wong kebluk sungkan suthik / goroh dora cereng wuwus / cidra ora temenan / pangkat kang temen teberi / dhasar temen elingan marang sabarang //
Terjemahan : Hendaklah engkau selalu ingat pelajaran ini yang telah terkenal ada empat
macam, hendaknya engkau benar-benar ingat, orang bodoh enggan melaksanakannya, berbicara selalu dusta tidak sesuai denagn kenyataan, milikilah sikap dapat dipercaya (jujur) serta rajin, dan ingatlah selalu segala sesuatunya.
Kutipan
Eling mring kang wus kalakyan / sinau kang durung bangkit / mangka tatal tinulisan / supaya tan kena lali / tinula nuli-nuli / ing kawigyan wigyannya sru / cara carita tama / ngulama kang para ahli / pira kehnya kang nahwu kapil ing lisan //
Terjemahan : Ingatlah hal-hal yang telah diperbuatnya, belajar hal-hal yang belum diketahui ,
agar tida lupa hendaknya ditulis, dan ditiru dengan segera, menurut cerita seseorang ulama tinggi dalam hal kepandaiannya, sehinnga ilmu nahwu yang banyak dapat di hafal diluar kepala.
Dari beberapa kutipan-kutipan diatas maka dapat di gambarkan bahwa seseorang yang mengabdi tidak boleh sembarangan dalam bertingkah laku, magang
seseorang tersebut ingin menjadi seorang priyayi , maka harus melalui jalur suwita dan magang. Suwita sendiri dimulai dari ketika anak menginjak usia kira-kira dua belas tahun dan dilaksanakan dirumah kerabat yang telah menjadi priyayi tingkat tinggi. Suwita berarti bersedia mengerjakan pekerjaan kasar sampai pada yang menggunakan pikiran, harus membiasakan diri dengan keadaan setempat, dan belajar sopan santun yang berlaku di dalam keluraga tempat ia mengabdi. Selain itu juga harus belajar mengenal kebudayaan priyayi , antara lain pengetahuan tentang pusaka, hal kuda, keterampilan menunggang kuda, penggunaan senjata, pengetahuan dalam bidang artistik, terutama kesusastraan, tari dan gamelan. Keterampilan menunggang kuda dianggap penting untuk keperluan perang-perangan.
Bagi rakyat pada umunya atau petani yang tidak mempunyai kerabat priyayi, biasanya menjumpai kesulitan dalam memperoleh keluarga yang dapat dipakai untuk tempat suwita bagi anaknya. Beberapa memakai hubungan patro- klien sebagai alat untuk mencapai maksudnya itu dengan menggunakan lambang, misalnya pada waktu itu menyerahkan hasil sawah yang digarap kepada patuhnya, ia menyertakan pula beberapa pikul buah-buahan.
Ketekunan, kerajinan, kesetiaan, kejujuran, dan kemampuan anak yang mengabdi menentukan lamanya waktu suwita. Jika seseorang telah lolos dari tingkat suwita, kemudian dapat melangkah ke tahap berikutnya, yaitu magang. Untuk dapat dikirim ke salah satu bagian dalam struktur pemerintah lokal atau keraton harus dad surat rekomendasi dari tuannya, ditambah dengan surat keterangan mengenai Ketekunan, kerajinan, kesetiaan, kejujuran, dan kemampuan anak yang mengabdi menentukan lamanya waktu suwita. Jika seseorang telah lolos dari tingkat suwita, kemudian dapat melangkah ke tahap berikutnya, yaitu magang. Untuk dapat dikirim ke salah satu bagian dalam struktur pemerintah lokal atau keraton harus dad surat rekomendasi dari tuannya, ditambah dengan surat keterangan mengenai