Ajaran Menerima Tamu

5. Ajaran Menerima Tamu

Manusia didunia ini tidak ada yang dapat hidup sendiri, tetapi setiap manusia pasti hidup bermasyarakat, sebab Tuhan telah menciptakan manusia sebagai mahluk sosial. Dunia dengan segala isinya telah diciptakan oleh Tuhan adalah disediakan untuk manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu manusia hendaknya selalu berusaha untuk memperbanyak berbuat kebaikan. Dengan sikap budi luhur atau perbuatan-perbuatan yang baik diharapkan akan menjauhkan sifat-sifat tercela.

Sikap hormat adalah perasaan yang dipelihara dan dikembangkan yaitu perasaan malu, sungkan, pekewuh dan menghargai. Untuk mengerti kapan semua itu dilakukan maka perlu kesadaran akan gagasan umum dalam pasrawungan „bermasyarakat‟, dalam masyarakat Jawa tampak dalam istilah wis Jawa dan durung Jawa , sudah atau belum mampu bertindak sesuai dengan tata kehidupan lingkungannya.

atau tingkah laku seseorang, maka dapat diketahui sifat dan budi pekerti orang tersebut. Dalam pergaulan harus menjaga ucapan dan perbuatan serta perkataan dalam berbicara. Setiap kata-kata dalam pembicaraan harus terkontrol dengan baik dan harus selalu terkendali. Harus dihindari perkataan atau ucapan yang tidak berguna atau bermanfaat dan perkataan yang berlebih-lebihan.

Dalam pergaulan hidup adalah kegiatan kunjung mengunjung, bertamu dan menerima tamu adalah suatu keharusan, baik sepanjang adat istiadat, tradisi, dan kelaziman disuatu masyarakat setempat. Bahkan menurut ajaran Islam, bertamu dan menerima tamu adalah suatu rangkaian dari akhlaq (budi pekerti) dan kadang- kadang merupakan suatu ajaran, contohnya menjenguk orang-orang yang terkena musibah, mengunjungi orang tua dan mertua, dan lain sebagainya. Dalam hubungan antara bertamu dan menerima tamu, maka hormat menghormati yang terjalin dengan akhlaq dan budi pekerti hendaknya diusahakan agar dapat mencerminkan atau mendekati akhlaq itu sendiri. Pada hakekatnya setiap manusia ingin dan berhajat kepada kehormatan (dihormati). Oleh karena itu apabila ingin dihormati oleh orang lain, kita pun harus menghormati orang lain terlebih dahulu.

Bertamu dan menerima tamu di dalamnya tidak lepas dari prinsip hormat menghormati antara sesama manusia. Masyarakat Jawa memiliki prinsip hormat dalam kaidah kehidupannya. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang dalam cara berbicara dan membawakan dirinya harus selalu menunjukan sikap hormat kepada orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Apabila ada dua orang bertemu Bertamu dan menerima tamu di dalamnya tidak lepas dari prinsip hormat menghormati antara sesama manusia. Masyarakat Jawa memiliki prinsip hormat dalam kaidah kehidupannya. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang dalam cara berbicara dan membawakan dirinya harus selalu menunjukan sikap hormat kepada orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Apabila ada dua orang bertemu

Ajaran dalam menerima tamu yang baik dan benar yang terdapat di dalam SM dijabarkan ketika tamu mendatangi sang pemilik rumah, tamu yang baru datang mula-mula dipersilahkan untuk duduk terlebih dahulu. Apabila tamu yang berkunjung ke rumah memiliki status sosial yang sama atau sederajat, maka tamu tersebut dipersilahkan untuk duduk berhadap-berhadapan dengan tuan rumah. Namun apabila tamu tersebut strata sosialnya lebih tinggi, maka tamu dipersilahkan untuk duduk yang lebih terhormat atau disebut dengan sinebar atau dihadapkan oleh tuan rumah. Setelah tamu dipersilahkan untuk duduk, hendaknya tuan rumah menanyakan apa keperluan bertamu ke kediamannya, bertanyalah mengenai hal-hal yang perlu saja. Seperti yang dikutipkan dibawah ini pada Pupuh III bait 22-23 sebagai berikut : Kutipan

Ingacaran supayane kinen lungguh/ yen dhayoh samanireki/ wetan kulon gennya lungguh/ yen lurah lor prenahneki/ dadi sineba kang dhayoh//

Terjemahan : Dipersilahkan duduk. Kalau tamu itu sejajar (sederajat) dengan tuan rumah,

duduknya di Timur dan Barat. Apabila yang bertamu itu berpangkat lurah, tempat duduknya disebelah Utara, jadi tamu itu dihadap.

Sarta pasang tatakarma padha lungguh/ wus begean anakoni/ki wiswa maring tetamu/ kang dadi praptanireki/ mung kangen awading dhayoh//

Terjemahan

Serta melaksanakan tata cara duduk, sudah menjadi bagian (kewajiban) tuan rumah menanyai apa yang menjadi keperluannya datang bertamu. Biasanya tamu itu berdalih (berpura-pura) bahwa dia hanya rindu saja.

Menerima kunjungan tamu yang baik adalah disambut dengan roman muka yang baik, jangan sekali-kali bermuram durja sekalipun yang empunya rumah sedang bersedih hati. Suasana pembicaraannyapun hendaknya dilakukan sebaik mungkin, bertanya dan saling menjawab, bercerita seperlunya dan apa adanya (lugas) serta hendaknya saling mendengarkan sebagai salah satu bentuk sikap saling menghormati. Apabila ada sesuatu yang diinginkan Sang tamu, apabila direlakan hendaknya segera diberikan, tetapi jangan sekali-kali memberikan kesanggupan apabila hatinya tidak rela atau tidak ikhlas. Seperti pada kutipan Pupuh III bait 24, 26, dan 27 dibawah ini: Kutipan

Lamun durung weca karyane kang tamu /yen ngucap aja (n) dhingini/ kang lejar netyanireki /yen sirung netyanireki/ mung awad kangen kemawon//

Terjemahan

Jika tamu itu belum berterus terang, tentang apa yang menjadi maksudnya, engkau jangan mendahuluinya, dan berwajahlah cerah. Jika engkau bermuram durja, tamu itu berpura-pura hanya rindu saja, tanpa mengatakan maksud sebenarnya.

Kutipan

Dadi enak (ng) nggonira imbal pamuwus/ ganti takon anakoni/ mangkana wong

Jadi menyenangkan pembicaraannya, berganti tanya dan ditanya, meminta bercerita sesukannya, demikianlah menanggapi tamu (menerima tamu).

Kutipan

: Lamun ana tamu kang ingkang jinaluk/ yen sira lega anuli/ angsungna ingkang

satuhu/ aywa age saguh kaki/ yen sira durung sayektos//

Terjemahan

Jika ada sesuatu yang diminta oleh tamu, jika engkau rela berikanlah segera, jangan engkau cepat-cepat memberi kesanggupan kalau engkau belum sungguh- sungguh merelakannya.

Hubungan pergaulan di kala bertamu dan menerima tamu, kaum wanita atau ibu-ibu muslimah adalah pemegang peranan penting dalam pergaulan masyarakat setempat. Uraian dalam rangkaian pergaulan dengan tetangga dalam hubungan bertamu dan menerima tamu di atas pada umumnya menjadi dan merupakan petunjuk yang harus diperhatikan oleh setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan). Tetapi kelaziman yang terjadi di masyarakat kita saat ini, diantara banyak hal-hal dan acara-acara pergaulan yang dikemukakan di atas. Kaum wanita dan ibu-ibu rumah tangga sebagai nyonya rumah yang menjadi pelaksana dan dalam catatan ini, dalam hubungan pergaulan sehari-hari, selain dari yang telah dikemukakan di atas, ada pula beberapa hal penting untuk menjadi perhatian wanita-wanita muslim antara lain: dalam hubungan bertamu dan menerima tamu ada dua hal yang perlu dijaga dan diperhatikan, yaitu pertama jangan menerima tamu yang tidak disenangi suaminya, kedua untuk bertamu ke sesuatu tempat jangan sekali-kali melupakan keizinan suami atau disertai olehnya.

antara kaum pria dan wanita hendaknya setiap wanita , ditemani suami atau saudaranya (keluarga terdekat).

Tata cara penerimaan tamu yang kurang terpuji juga sangat sering sekali dijumpai pada masyarakat sekarang ini, didalam SM dijabarkan karakteristik penerimaan tamu yang kurang baik adalah Sang empunya rumah atau tuan rumah apabila dalam menerima tamu, sebelum tamu tersebut dipersilahkan duduk, Sang tuan rumah memamerkan seluruh harta kekayaannya baik itu berupa rumah, harta banda, emas, dan harta-harta yang lainnya, kemudian Sang tuan rumah dengan bangganya telah sombong kepada para tamu-tamunya sehingga sampai melalaikan Sang tamu itu sendiri untuk sekedar diperkenankan untuk duduk dan dijamu oleh yang punya rumah, seperti yang dikutip pada Pupuh III bait 19 dan 20, sebagai berikut : Kutipan

Nora weruh cacade dhewe ngadukur/ yen ngalem duwek pribadi/ datan ngumani tetamu/ suraweyan astaneki/ idune pating salemprot//

Terjemahan

Tidak melihat cacatnya sendiri bertumpuk, jika memuji milik sendiri, tangannya terayun-ayun kesana kemari, ludahnya menyemprot kesana kemari, tidak menghiraukan tamunya

Kutipan

Durung lungguh tamune kandha wus gupruk/ latar wisma den tudingi/ pangaleme anggedebus/ kongsi dhayoh ngajak linggih/ iku ukarane bojot//

Meskipun tamu itu belum duduk, ia sudah bercerita yang berlebihan (muluk- muluk ), halaman dan rumah ditunjuk-tunjuk, sambil sesekali memuji, sehingga tamu itu mengajak duduk, demikian itu istilahnya rusak.

Tata krama pergaulan sudah ada sejak zaman dahulu, para pujangga telah mencontohkan bagaimana cara bertamu yang baik, cara menerima tamu yang baik dan yang kurang baik, sehingga sebagai masyarakat sekarang apabila tidak dapat bertingkah laku yang sopan dan santun alangkah tidak sepantasnya hal itu terjadi apalagi dalam pergaulan sehari-hari. Ada beberapa ciri-ciri orang yang menghayati tata krama yang baik, antara lain :

a. Memiliki rasa percaya diri pada waktu menghadapi masyarakat dari tingkat manapun.

b. Segala tingkah laku dan ucapannya mencerminkan perhatian kepada orang lain

c. Sopan, ramah selalu menunjukan sikap yang menyenangkan dan bersahabat kepada siapa saja

d. Dapat menguasai diri, selalu berusaha tidak menyinggung perasaan orang lain, menyakiti atau mengganggu pikiran orang lain.

e. Usahakan tidak membuat orang kecewa, gusar apalagi membuat marah orang lain, walaupun diri sendiri baru atau sedang dalam keadaan sedih, kesal, lelah atau jenuh.

Pada perkembangannya setelah mengalami modernisasi, dan pada kenyataannya pula pola-pola lawas penerimaan tamu masih terpakai sampai saat ini, masih dipergunakan, antara lain : Pada perkembangannya setelah mengalami modernisasi, dan pada kenyataannya pula pola-pola lawas penerimaan tamu masih terpakai sampai saat ini, masih dipergunakan, antara lain :

c. Jika tamu datang untuk suatu keperluan, usahakanlah agar tamu tersebut menyatakan keperluannya dengan baik dan pantas. Di tanggapi dengan basa-basi dan cara yang menyenangkan.

d. Apabila tamu berpamitan untuk pulang, diantar sampai diluar gerbang atau batas pintu, meminta maaf apabila ada suatu kekurangan dalam penjamuannya, dan mengucapkan selamat jalan.

Dasar dari peraturan etiket adalah adat istiadat atau tradisi dari daerah dan Negara tertentu, yang terkadang berbeda bahkan bertentangan. Etika Timur dan etika Barat berbeda seperti misalnya dari cara bersalaman, cara menatap mata sewaku berjabat tangan, saat memberi sambutan, dan pada saat menerima sesuatu. Selain mengetahui etiket bangsa sendiri sebaiknya juga mengetahui sedikit tentang etiket bangsa-bangsa lain. Sebab hal itu akan melancarkan komunikasi dan kemampuan kita untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan tempat kita berada.