Sebelum Upacara Perkawinan Analisis Perbandingan Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Jepang dan Masyarakat Tapanuli Selatan

Untuk perbedaan salah satunya terdapat dalam makna perkawinan. Makna perkawinan dalam masyarakat Jepang disamping sebagai pengukuhan hak dan kewajiban suami-isteri tetapi juga sebagai sarana untuk pelestarian keluarga tradisional Jepang. Dalam masyarakat Tapanuli Selatan, perkawinan selain bermakna sebagai sarana untuk meneruskan keturunan namun hal yang terpenting adalah perkawinan dianggap sebagai suatu ibadah dalam menjalankan perintah agama. Jenis perkawinanpun terdapat perbedaan. Di Jepang ada 5 jenis perkawinan, yaitu Shinzen kekkon shiki, Butsuzen kekkon shiki, Kiritsutokyoo kekkon shiki, Hitomae kekkon shiki, dan Katei kekkon shiki. Tetapi sekarang ini yang paling banyak dilakukan adalah Shinzen kekkon shiki, Butsuzen kekkon shiki, dan Kiritsutokyoo kekkon shiki. Dan di Jepang juga hanya ada perkawinan menurut agama dan pemerintahhukum. Sedangkan di Tapanuli Selatan jenis perkawinan menurut adat, agama dan pemerintahhukum.

3.3.1 Sebelum Upacara Perkawinan

Sebelum upacara perkawinan antara masyarakat Jepang dan masyarakat Tapanuli Selatan sangat berbeda dalam acara-acara yang dilakukan. Tahapan sebelum upacara perkawinan pada masyarakat Jepang meliputi kegiatan menentukan pasangan, pertunangan, Kimecha pemberian teh kepada saudara, penentuan hari perkawinan, Hocha, Wakare perpisahan dengan keluarga, Choodohin dan lain-lain mengenai tahapan menjelang upacara perkawinan. Sedangkan pada masyarakat Tapanuli Selatan meliputi kegiatan menentukan pasangan Martandang, meneliti Mangaririt boru, meminang, antar Universitas Sumatera Utara tandaantaran Manulak sere, musyawarah keluarga, berinai, tepung tawar dan akad nikah. Persamaan dalam tahapan upacara kedua masyarakat tersebut terdapat pada cara menentukan pasangan. Di Jepang, menentukan pasangan dikenal dengan istilah Ren’ai dan Miai. Ren’ai merupakan cara menentukan pasangan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, namun sebaliknya Miai adalah perjodohan dengan menggunakan bantuan orang lain atau seorang perantara yang dikenal dengan istilah Nakoodo. Begitu juga dengan masyarakat Tapanuli Selatan, pada mulanya perjodohan dengan bantuan perantara yaitu Anak boru pihak laki-laki menjadi cara utama dalam menentukan pasangan. Tapi seiring dengan perkembangan zaman serta pengaruh budaya luar, cara tersebut mulai berkurang dan muncul kebiasaan baru menentukan pasangan. Rasa cinta menjadi hal dasar membentuk sebuah rumah tangga bagi masyarakat. Namun sekarang ini masih ada masyarakat yang memilih untuk dijodohkan. Perantara sangat penting di dalam kegiatan mencari jodoh. Di Jepang, Nakoodo melakukan kegiatan yang disebut Kagemi, yaitu melihat dan sembunyi untuk menentukan pilihan yang akan diputuskan. Anak boru pihak laki-laki sebagai perantara dalam masyarakat Tapanuli Selatan juga melakukan kegiatan yang dikenal dengan istilah Mangaririt boru. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi-informasi tentang seorang wanita. Tidak hanya itu, fungsi antara Nakoodo dan Anak borupun hampir sama yaitu disamping memperkenalkan, juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan upacara dan menjaga hubungan baik berkelanjutan antara kedua pasangan yang menikah. Universitas Sumatera Utara Di Jepang ada kegiatan peresmian pertunangan yang disebut Yuinoo, dimana dilakukan pertukaran barang-barang pihak pria dan wanita. Pada masyarakat Tapanuli Selatan ada juga kegiatan yang bernama upacara Manulak sere menyerahkan antaranantar tanda sebagai peresmian pertunangan. Pihak laki-laki juga memberikan barang-barang kepada pihak perempuan berupa bahan- bahan makanan, pakaian dan sebagian mahar atau mas kawin. Sedangkan pada masyarakat Jepang barang-barang yang biasanya diberikan adalah berupa uang sebanyak tiga bulan gaji. Namun ada juga beberapa daerah di Jepang yang memiliki kebiasaan memberikan barang-barang tunangan berupa teh, Konbu, Surume, dan ikan tai ikan kakap. Ada hal yang menarik pada kebiasaan masyarakat Tapanuli Selatan sebelum upacara perkawinan, dimana hal ini tidak terdapat pada kebiasaan masyarakat Jepang. Beberapa hari sebelum upacara perkawinan terdapat rentetan kegiatan yang sangat padat sekali yaitu kegiatan berinai, musyawarah bersama, mendaftarkan diri di kantor urusan agama, akad nikah dan tepung tawar. Lain halnya di Jepang, sebelum upacara perkawinan kegiatan yang dilakukan adalah pengiriman hadiah-hadiah dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, pengiriman Hocha, Wakare dan ke kantor catatan sipil.

3.3.2 Upacara Perkawinan