Sebelum Upacara Perkawinan Tahapan Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Jepang

BAB III PERBANDINGAN TAHAPAN UPACARA PERKAWINAN PADA

MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT TAPANULI SELATAN

3.1 Tahapan Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Jepang

3.1.1 Sebelum Upacara Perkawinan

Perkawinan selalu berdasarkan pada Gishiki 儀式, sebagai cara untuk mengumumkan kepada masyarakat. Ada bermacam-macam upacara perkawinan di Jepang. Kemudian juga diselenggarakan resepsi. Resepsi biasanya dalam bentuk jamuan makan. Dalam hal ini tamu-tamu yang di undang dianggap sebagai saksi, yaitu orang-orang yang mengakui perkawinan itu. Di Jepang perkawinan selain didasarkan atas hukum perkawinan yang berlaku, juga diselenggarakan dengan upacara tradisional yang masih berlaku dalam masyarakat. Hal ini juga ditegaskan oleh Aoyama Michio: “Prinsip Hooritsukon sejak awal zaman Meiji tidak akrab dengan kebiasaan rakyat. Sejak zaman feodal diubahnya Gishikikon dengan Hooritsukon sebagai kebiasaan rutin merupakan hal yang sangat sulit”. Tahapan upacara dari beberapa jenis perkawinan di Jepang hampir sama. Perbedaannya hanya pada latar belakang dan altar yang digunakan, dan mempunyai tahapan-tahapan yang kompleks di dalam pelaksanaannya. Ada dua cara dalam menentukan pasangan yang akan dinikahi dalam masyarakat Jepang, yaitu dengan Ren’ai atau saling cinta dan Miai atau dijodohkan. Sedangkan perkawinan yang terjadi karena didasari oleh saling cinta disebut Ren’ai kekkon dan perkawinan karena dijodohkan disebut Miai kekkon. Universitas Sumatera Utara Ada dua istilah yang umum digunakan dalam bahasa Jepang untuk mengartikan “cinta” adalah Ren’ai 恋愛 dan Aijou 愛情, dimana keduanya memiliki unsur yang sama yaitu Ai 愛. Konsep “cinta” dalam pengertian yang luas, meliputi cinta di antara orang tua dan anak, antara teman, manusia dengan hewan, dan lain-lain. Perkawinan yang didasari oleh cinta Ren’ai kekkon bagi masyarakat Jepang adalah sangat menarik karena cinta merupakan landasan yang kuat dalam suatu perkawinan. Terutama ini sangat menarik hati para gadis; seperti yang diungkapkan oleh Kamishima Jiroo dalam bukunya “Nihonjin Ni Kekkon”. “Wanita terpesona dalam impian dan lamunan tentang seorang pria yang menjadi kekasihnya; yang rela mati untuk wanita, bekerja demi wanita, berperang demi wanita, bekerja demi wanita karena cinta yang abadi; seperti yang dinyatakan dalam drama, puisi dan novel. Para wanita ini kemudian akan menikah. Tanpa adanya cinta, perkawinan tidak ada……….” Selain Ren’ai, ada yang dinamakan dengan Miai. Miai dalam pengertian yang luas adalah mempertemukan orang-orang yang bersangkutan untuk tujuan tertentu; sedangkan dalam pengertian yang sempit menurut Situmorang 2005:18, adalah perkawinan yang dijodohkan atau terjadi karena bantuan seorang perantara mempertemukan kedua calon pengantin. Pendapat di atas dipertegas oleh Martha 1995:25 bahwa Miai 見合い itu sendiri secara harfiah berarti “saling melihat”, dimana pertemuan resmi, melaui perkenalan yang diatur oleh Nakoodo perantara antara seorang pria dan seorang wanita yang mencari pasangan untuk menikah. Universitas Sumatera Utara Miai selain diadakan di restaurant, bioskop, tempat pertunjukkan biasanya juga dilakukan di rumah calon pengantin wanita. Melalui Miai, yang di lihat bukan hanya kecantikan fisik saja, melainkan juga pembawaan diri dan tingkah laku. Salah satu cara dari Miai adalah Kagemi 影見, artinya adalah “melihat dan bersembunyi” dimana seorang Nakoodo sering membawa seorang laki-laki untuk memandang sekilas seorang gadis, kemudian laki-laki tersebut akan memikirkan sejenak sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pendekatan langsung kepada wanita tersebut. Berbicara mengenai Nakoodo, banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli kejepangan tentang itu. Namun definisi umum yang sering dipakai adalah perantara yang berperan dalam proses perkawinan, biasanya terdiri dari sepasang suami-isteri. Tugasnya adalah memperkenalkan pihak-pihak yang berminat untuk mencari pasangan hidup, bertindak sebagai perantara pada awal perundingan, memimpin upacara perkawinan dan mengurus hubungan baik yang berkelanjutan dengan pasangan yang telah menikah bahkan turut serta dalam pemecahan permasalahan yang dapat terjadi antara suami-isteri. Apabila pasangan sepakat untuk meneruskan hubungan mereka sampai ke jenjang perkawinan, maka akan dimulailah tahapan-tahapan acara untuk melangkah ke arah tersebut, dimana upacara perkawinan adalah puncaknya. Tahapan pertama adalah peresmian atau pemberitahuan pertunangan pasangan tersebut yang disebut dengan Yuinoo. Dalam acara itu akan dilakukan pertukaran barang-barang pemberian pihak pria sebagai tanda tanda yang disebut Yuinookin Universitas Sumatera Utara dan sebaliknya pihak wanita juga memberikan tanda kepada pihak pria yang disebut Yuinoohi. Biasanya barang-barang Yuinookin adalah pemberian uang sebanyak dua atau tiga bulan gaji calon pengantin pria, sebagai balasannya pihak wanita akan memberikan lagi setengah uang yang diterimanya. Kemudian barang-barang Yuinoohi terdiri dari Mokuroku 目録, Naga-noshi 長野市, Kimpozutsumi 着ん歩ずつ見 yang terdiri dari On obiryoo 恩帯慮尾 atau Oh hakamaryoo はかま慮お, Suehiro 末広, Tomoshiraga 友も白髪, Konbu 昆布, Surume するめ, Yanagidaru 柳ダル, Katsuobushi 鰹節. Setelah tercapai kesepakatan di antara kedua calon pengantin, maka pihak pria segera mengirimkan pemberian-pemberian sebagai hadiah, tanda persetujuan dari pihak wanita. Kemudian mereka mengundang sanak saudaranya untuk mendengar kabar baik ini. Istilah ini disebut dengan Kimecha 決め茶 yaitu pemberian berupa teh kepada sanak saudaranya. Dalam merayakan pertunangan ini juga diberikan Kugicha 釘茶, yaitu sejenis arak Jepang dan ikan tai sejenis ikan kakap kepada undangan yang datang. Arti dari hadiah-hadiah ini ditemukan dalam nama-namanya: satu botol sake bertuliskan Ishoo 一歩, yang berarti ‘satu kehidupan’ ; seekor ikan tai タイ memberikan pengertian yang mengacu pada Ichidai 一台 yang berarti ‘satu generasi’. Jadi keduanya Ishoo dan Ichidai melambangkan kehidupan bersama yang dimulai dalam peristiwa ini. Setelah jarak waktu seminggu acara Kimecha atau Kugicha, maka Nakoodo akan merundingkan dengan pihak wanita tentang penentuan waktu yang baik untuk pelaksanaan resepsi upacara perkawinan. Waktu yang baik artinya hari yang Universitas Sumatera Utara mempunyai keberuntungan yaitu keuntungan terbesar dalam siklus enam hari untuk satu perkawinan. Untuk tujuan ini, penduduk di daerah tertentu selalu berkonsultasi dengan seorang Ogamiyasan yang dapat memberikan nasehat tentang hal tersebut. Buku petunjuk tentang perkawinan digunakan untuk memberikan keterangan praktis seperti menghindari dari hal-hal menstruasi pengantin wanita dan pada musim panas, karena akan menyusahkan berdandan. Kemudian banyak tamu yang bekerja pada hari-hari biasa, maka hari Minggu banyak dipilih. Jadi, pada hari Minggu dai’an pada musim gugur aki, yaitu sekitar bulan September-November banyak dilangsungkan resepsi perkawinan. Keputusan-keputusan selanjutnya yang harus di buat, yaitu mengenai pemberian-pemberian lain yang akan di tukar dan tentang jenis perkawinan, apakah secara tradisional atau secara modern dan lain-lain. Nakoodo berkewajiban mengkoordinasikan kepada kedua keluarga. Jika hari perkawinan telah ditetapkan maka akan dipilih hari baik untuk melangsungkan acara pemberian hadiah pertunangan utama dari rumah pengantin pria ke rumah pengantin wanita. Perundingan bersama harus dilakukan setiap akan menetapkan suatu keputusan terutama tentang pemberian selanjutnya yang akan diberikan. Pemberian itu berupa kimono dan aksesorisnya atau sejumlah uang, namun ada juga yang memberikan sebentuk cincin pertunangan yang mahal. Hocha di kirim beberapa hari sebelum upacara perkawinan dilangsungkan, ditempatkan di atas nampan atau baki kayu berkaki pendek, yang diletakkan di dua sudut dari ruangan yang besar. Ada baki tempat teh, dimana teh hijau yang telah di bungkus dengan indah dalam kotak silinder di tumpuk ke atas menjadi dua piramid, satu berwarna merah muda dan yang lainnya merah. Sesudah Universitas Sumatera Utara upacara perkawinan paket-paket silinder ini akan dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga. Pada hari-hari sebelum upacara perkawinan dilangsungkan, sejumlah hadiah berupa uang akan diberikan oleh sanak saudara dan para tetangga kepada kedua pihak yang bersangkutan yang disebut Hanamuke. Jumlahnya sama banyak untuk pihak pria dan wanita dimana besar jumlahnya bergantung pada erat tidaknya hubungan sosial di antara mereka. Wakare 別れ adalah acara perpisahan yang diselenggarakan oleh calon pengantin wanita untuk teman-temannya, sanak saudaranya atau tetangganya. Biasanya dilakukan setelah pemberian Yuinoo dan sebelum barang-barang keperluan rumah tangga di kirim. Pada saat itu para tamu bisa menikmati sake sambil mendengar lagu-lagu yang dinyanyikan. Wakare ada yang dilangsungkan hanya satu kali. Pihak wanita akan menyewa satu ruangan pada salah satu rumah makan tertentu sebagai tempat menerima para undangan. Calon pengantin wanita akan mengajak para undangan untuk melihat Yuinoohin dan perabotan rumahnya sebelum mereka pergi ke rumah makan. Acara ini disebut Ochami お茶見, dimana teh merupakan Yuinoohin. Selain itu ada juga yang melakukan Wakare sehari sebelum resepsi perkawinan yang merupakan perpisahan terakhir dengan sanak saudara. Perabotan rumah tangga yang di bawa oleh pengantin wanita ke rumah barunya, disebut Choodohin 著小戸品. Barang-barang ini dianggap sebagai bagian dari harta rumah tangga, dapat disamakan dengan mas kawin. Di beberapa daerah tertentu mas kawin berupa pakaian pengantin wanita. Pengantin wanita akan memperoleh pakaian-pakaian dan biasanya juga lemari-lemari untuk Universitas Sumatera Utara menyimpannya. Barang-barang lain biasanya adalah satu meja hias dengan cermin panjang dihiasi dengan sutera berwarna merah yang bergambar burung merak dan cemara, tempat tidur, peralatan dapur dan barang-barang elektronik seperti mesin cuci dan lemari es atau televisi. Pasangan baru biasanya diberikan satu ruangan tersendiri dalam rumah pihak suaminya. Barang-barang perabotan rumah tangga akan di kirim sehari atau dua hari sebelum hari perkawinan, jika pasangan itu akan tinggal bersama orang tua mereka. Tetapi jika mereka membangun rumah sendiri, mereka akan menerima kiriman perabotan rumah tangga setelah mereka kembali dari bulan madu. Sebelum upacara perkawinan diselenggarakan, maka pasangan pengantin tersebut akan mendaftarkan diri mereka ke kantor catatan sipil setempat untuk mendapatkan pengakuan yang sah berdasarkan hukum yang berlaku. Pendaftaran kira-kira sampai dua puluh hari sebelum upacara berlangsung.

3.1.2 Upacara Perkawinan