2.1.3 Jenjang Kedudukan di Rumah Sakit dalam Komik Team Medical
Dragon
2.2 Konflik Dalam Komik Team Medical Dragon
2.2.1 Konflik Sosial dalam Komik Team Medical Dragon
Dalam sebuah karya fiksi, konflik conflict merupakan unsur yang penting dalam pengembangan plot. Kemampuan menciptakan konflik melalui
berbagai peristiwa akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense, cerita yang dihasilkan.
Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh -tokoh cerita yang, jika
tokoh -tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia mereka tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya Meredith Fitzgerald dalam
Nurgiyantoro, 1995 : 122. Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro 2002: 124 konflik dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu konflik internal dan eksternal.
Profesor Asisten
P f
Para Dokter Dokter Magang
Perawat Pasien
Universitas Sumatera Utara
1. Konflik internal atau kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati jiwa
seorang tokoh cerita. Jadi konflik ini adalah konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.
2. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan
sesuatu dengan di luar dirinya. Konflik eksternal ini dibedakan dalam dua kategori lagi, yaitu konflik fisik dan konflik sosial:
a. Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbenturan
antara tokoh dengan lingkungan alam. b.
Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia.
Dalam ilmu sosiologi, pengertian konflik tidak jauh berbeda dengan pengertian konflik yang dijabarkan dalam ilmu sastra. Konflik bukan merupakan
suatu hal yang asing didalam hidup manusia. Sejarah mencatat bahwasanya konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia, sepanjang seseorang masih
hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini baik itu konflik antar individu maupun antar kelompok. Jika konflik antara perorangan
tidak bisa diatasi secara adil dan proposional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antar kelompok.
Untuk itu, konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat. Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi manusia,
sehingga muncul penelitian-penelitan yang menciptakan dan mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik.
Diantaranya ialah Charles Watkins dalam http:grms.multiply.comjournalitem28 yang memberikan suatu analisis
Universitas Sumatera Utara
tajam tentang kondisi dan prasyarat terjadinya suatu konflik. Menurutnya, konflik terjadi bila terdapat dua hal. Pertama, konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya
terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktisoperasional dapat saling menghambat. Secara potensial artinya, mereka memiliki kemampuan untuk
menghambat. Secara praktisoperasional maksudnya kemampuan tadi bisa diwujudkan dan ada didalam keadaan yang memungkinkan perwujudannya secara
mudah. Artinya, bila kedua belah pihak tidak dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi.
Kedua, konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua pihak, namun hanya salah satu pihak yang akan memungkinkan
mencapainya. Kemudian, Joyce Hocker dan William Wilmt di dalam bukunya yang
berjudul interpersonal conflict http:grms.multiply.comjournalitem28, berupaya untuk memahami pandangan tentang konflik. Pada umumnya pandangan
tentang konflik dapat digambarkan sebagai berikut; Pertama, konflik adalah hal yang abnormal karena hal normal adalah keselarasan. Bagi mereka yang
menganut pandangan ini pada dasarnya bermaskud menyampaikan bahwa, suatu konflik hanya merupakan gangguan stabilitas. Kedua, konflik sebenarnya
hanyalah suatu perbedaan atau salah paham. Mereka yang perpendapat seperti ini menganggap bahwasanya konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik,
sehingga pihak lain tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya. Ketiga, konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan orang-orang
yang tidak beres. Menurut penganut pendapat ini, penyebab suatu konflik adalah anti sosial.
Universitas Sumatera Utara
Team Medical Dragon adalah manga spesialisasi medis yang digambar oleh Tarou Nagizaka dan ditulis oleh Akira Nagai; seorang jurnalis dan dokter yang
sukses. Team Medical Dragon menerima Shogakukan Manga Award yang ke-50 pada tahun 2005.
Hal menarik dari komik ini adalah permasalahan yang diangkatnya. Komik ini sarat akan konflik, terutama konflik sosial yang terkandung didalamnya.
Mengangkat cerita tentang perjuangan sekelompok dokter untuk mendapatkan keadilan bagi para pasien ditengah arus sistem senioritas yang dikuasai oleh
seorang atasan yang tamak akan harta dan kekuasaan. Konflik disebabkan karena adanya perbenturan antara sistem senioritas yang
berlaku di jepang dengan pekerjaan medis. Sistem senioritas dalam komik ini terutama berkaitan dengan hubungan atasan-bawahan, dimana bawahan wajib
untuk menghormati dan tunduk terhadap atasan. Sistem ini juga mengharuskan agar segala tindakan yang diambil oleh bawahan harus atas sepengetahuan dan
seizing atasan. Sistem seperti ini menjadikan negosiasi berjalan sangat alot dan berbelit-belit. Sementara pekerjaan medis membutuhkan tindakan yang cepat dan
tepat guna menyelamatkan nyawa pasien. Sehingga terkadang izin dari atasan menjadi tidak penting lagi asalkan dapat segera menyelamatkan nyawa pasien.
Hal inilah yang dilakukan oleh Ryutaro Asada bersama beberapa rekannya yang memang sangat mempedulikan keselamatan pasien. Mereka kerap melakukan
tindakan-tindakan medis penyelamatan pasien tanpa sepengetahuan dan seizin dari atasan mereka sebelumnya. Karena tindakan yang dilakukan tanpa izin
tersebut, mereka dianggap telah melakukan penentangan terhadap atasan.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga menyebabkan kemarahan dari atasan yang berujung pada terjadinya konflik.
Selain itu, konflik diperparah karena prilaku atasan yang tamak dan semena- mena-mena. Ambisi sang atasan untuk meraih kekuasaan dan kedudukan setinggi-
tingginya telah merubah dirinya menjadi pribadi yang egois, licik, dan sama sekali tidak peduli dengan kondisi orang lain, termasuk pasien dan bawahannya sendiri.
Yang terpenting baginya adalah keselamatan diri sendiri, walaupun untuk mendapatkannya ia harus mengorbankan orang lain. Oleh karena itu, apa pun
tindakan yang dianggap akan membahayakan kedudukannya, sekalipun tindakan itu adalah untuk keselamatan nyawa pasiennya sendiri, ia akan melarangnya. Ulah
atasan yang tidak bermoral inilah yang menambah kebencian bawahannya, yaitu Ryutaro Asada bersama teman-temannya. Sehingga mereka tidak hanya
melakukan penentangan, tetapi juga berencana untuk menjatuhkan kekuasaan sang atasan yang diktator dengan cara merebut kekuasaan
2.2.2 Teori Sosiologi Konflik Klasik
Teori sosiologi konflik klasik memetakan empat tema sosiologi klasik, yaitu :
A. Konflik Kelompok dan Perjuangan Kelas
Tokoh yang mengemukakan teori ini yaitu Ibnu Khaldun 1332 – 1406 dan Karl Marx 1818 – 1883. Masa Khaldun ditandai oleh dinamika konflik
perebutan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang hidup di zaman itu. Sosiologi konflik Ibnu Khaldun memperlihatkan bagaimana dinamika konflik
dalam sejarah manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial
Universitas Sumatera Utara
‘ashobiyah berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Hal ini dipengaruhi oleh sifat asal manusia yang sama dengan hewan. Nafsu adalah
kekuatan hewani yang mampu mendorong berbagai kelompok sosial menciptakan berbagai gerakan untuk memerangi to wi dan menguasai to rule.
Sosiologi konflik Marx dipengaruhi oleh filsafat dialektika Hegel. Melalui perkembangan pikirannya, Marx menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika
material. Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas. Kelas, menurut Marx, adalah entitas dari
perubahan-perubahan sosial. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu, terdiri dari
kelas pemilik modal borjuis dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam struktur sosial yang hierarkhis, dan borjuis
melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas
borjuis dan proletar melahirkan gerakan sosial besar dan radikal, yaitu revolusi. Berkaitan dengan konflik sebagai bagian dari sejarah manusia, Marx
menyatakan “...tanpa konflik, tidak ada perkembangan; itu adalah hukum pada peradaban sampai sekarang” Dahrendorf dalam Susan, 2009 : 34.
B. Stratifikasi Sosial dan Konflik
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Max Weber 1864 – 1920. Max Weber sejalan dengan filsafat Marx yang melihat ada kepentingan alamiah
dalam setiap diri manusia. Kepentingan alamiah inilah yang mendorong manusia untuk terus bergerak mencapai kekayaan wealth serta menciptakan tujuan-tujuan
Universitas Sumatera Utara
penting dan nilai-nilai dalam masyarakat. Berkebalikan dengan Marx bahwa kelas adalah determinisme ekonomi, Weber dalam The Theory of Social and Economic
Organization 1947 memberikan konsep sosiologis kelas yang komprehensif. Strtifikasi tidak hanya ditentukan oleh ekonomi semata melainkan juga prestige
status, dan power kekuasaan. Konflik muncul dalam setiap entitas stratifikasi sosial. Setiap stratifikasi
adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya. Sehingga mereka memperoleh posisi yang lebih tinggi. Ini berarti stratifikasi
sosial Weberian bisa disebut sebagai lembaga pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Yang menarik dari sosiologi konflik Max Weber adalah unsur dasar dari setiap tipe ideal hubungan sosial, yaitu kekuasaan. Kekuasaan merupakan
generator dinamika sosial yang mana individu dan kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat bersamaan kekuasaan menjadi sumber dari hubungan
konflik.
C. Kesadaran Kolektif dan Gerakan Sosial
Tokoh sosiologi yang mengemukakan gagasan ini adalah Emile Durkheim 1879 – 1912. Struktur sosial yang ditandai oleh konflik dari berbagai kelompok
melalui kesadaran kolektifnya dan pergeseran-pergeseran moral kesadaran yang memengaruhi Durkheim dalam menciptakan sosiologi memerhatikan tatanan
sosial. Salah satu kunci analisis gerakan sosial Durkheim adalah konsepnya
mengenai kesadaran kolektif yang mengikat individu-individu melalui berbagai
Universitas Sumatera Utara
simbol dan norma sosial. Kesadaran kolektif ini merupakan unsur mendasar dari terjaganya eksistensi kelompok. Anggota dari kelompok bisa menciptakan bunuh
diri altruistik untuk membela eksistensi kelompok. Artinya, melalui kesadaran kolektif, gerakan sosial bisa memunculkan berbagai ketegangan dan konflik
berdarah.
D. Sosialisasi dan Konflik Alamiah
George Simmel 1858 – 1918 adalah tokoh yang mengemukakan teori ini. Simmel adalah bapak dari sosiologi konflik. Menurut Simmel dalam Susan
2009 : 41 sosialisasi adalah bentuk dinyatakan dalam berbagai cara yang begitu banyak para individu tumbuh bersama ke dalam kesatuan dan di dalam
kepentingan-kepentingan mereka yang terealisasikan. Fenomena konflik pun dipandang sebagai proses sosialisasi. Sosialisasi
bisa menciptakan asosialisasi, yaitu para individu yang berkumpul sebagai kesatuan kelompok masyarakat. Sebaliknya juga bisa melahirkan disasosialisasi
yaitu para indivisu mengalami interaksi saling bermusuhan karena adanya feeling of hostility secara alamiah. Simmel menyatakan : “The actually dissociating
elements are the causes of the conflict- hatred and envy, want and desire” Unsur- unsur yang sesungguhnya dari disasosialisasi adalah sebab-sebab konflik-
kebencian dan kecemburuan, keinginan dan nafsu Simmel dalam Susan, 2009 : 42.
Selanjutnya menurut Simmel dalam Susan 2009 : 42, ketika konflik menjadi bagian dari interaksi sosial, maka konflik menciptakan batasan-batasan
Universitas Sumatera Utara
antar kelompok dengan memperkuat kesadaran internal yang membuat kelompok tersebut terbedakan dan terpisah dari kelompok lain.
2.3 Etika Moral di Jepang 2.3.1 Hubungan Interaksi Sosial Pada Masyarakat Jepang